Bad Girl in Pesantren (TAMAT)...

By Novie_lix

493K 21.4K 2.7K

Silahkan follow akun kepenulisan saya sebelum membaca biar makin afdol. Part lengkap! *** Jika dahulunya kita... More

Note
-Cast-
Info telah hangus
1. Pandangan Pertama
2. Hukuman Anna
3. Si Penyebrang Jalan
4. Rencana Anni
5. Welcome to Pesantren
6. Kenakalan Fae
7. Kembali ke Rumah
8. Bertemu lagi sama si "Dia"
9. Apakah Fae Anak Pungut?
11. Mengikuti Hillo
12. Panggil Saja dia "Susu"
13. Fae Juga Bisa Sakit
14. Alunan Ayat-ayat Suci
15. Nasihat Calon Imam
16. Sok Culun
17. Hampir Nggak jadi Tobat!
18. Anak Malang
19. Fae dkk di Penjara
20. Betina Asing itu... Siapa?
21. Welcome to Pesantren II
22. Group Perusuh
23. Saingan Fae
24. Anne Blossom
25. Ayesha dan Fimblo
26. Ahmad
27. Dipeduliin
28. Perhatian Kecil
29. Jahilin ah
30. Peluk, boleh?
31. Ngantri? Ogah.
32. Hobi Baru
33. Kemarahan Fae
34. Kebersamaan Anne dan Alfa
35. Susu dan Setan
36. Masa Lalu Masa Kelam
37. Berdua Bersamamu
38. Batasan antara "K-I-T-A"
39. Tatapan Horor dari Hillo
40. Menguak Misteri
41. Kejutan untuk Fae?
42. Hati yang Gelisah
43. Mata untuk Anne
44. Hasil Tes DNA
45. yang Sesungguhnya
46. Absurd
47. Saling Menggenggam
48. Pembalasan untuk 3A
49. Semua Berakhir dengan Sia-sia
50. Karma untuk Anna
51. Air Mata Fae Farren
52. Bye-bye kalian
Numpang Promosi Yak! Harap dibaca!
vote cover pliss!!!
Sequel?

10. Oh, Namanya Hillo

8.9K 347 4
By Novie_lix

Gadis berpenampilan preman ini terus berjalan tanpa arah tujuan. Sesekali ia mengumpat kesal, ada apa seh sebenarnya dengan dirinya? Kenapa Mamahnya begitu sikapnya? Asal tau aja. Dia benci banget dengan kehidupannya sekarang ini. Selalu disalahkan atas apa yang diperbuat saudarinya tanpa tau penyebab yang jelas. Dia ini adik bukan kakak. Tapi, kenapa dia yang selalu mengalah bahkan terus-menerus disalahkan? Apa alasannya karena Anne tidak bisa melihat? Oh, yang benar saja. Fae bisa memakluminya. Tapi, bisakah ia bersikap adil dan mau mendengarkan setiap penjelas dari mulutnya dahulu sebelum hendak main hakim sendiri.

Jujur saja Fae sangat iri terhadap perlakuan penuh sayang oleh sang Mamah untuk Anne dan Anni. Selalu disuapin setiap makan. Apa yang diinginkannya selalu terkabulkan. Ya, Fae tau. Walaupun apa yang diinginkannya juga pasti akan terkabul juga dengan cepat. Namun, itu hanya sebuah barang tidak untuk kasih sayang. Padahal ia sangat mengharapkan itu. Dia ingin diperhatikan lebih juga seperti kedua saudarinya yang lain.

Pernah pikiran konyol nan bodoh hinggap diotaknya. Fae mau mencelakai dirinya sendiri bahkan tak segan ingin mengurangi salah satu anggota tubuhnya. Hanya untuk mendapat kasih sayang serta perhatian tulus dari sang Mamah. Tapi, untung saja dia sudah kembali waras, sebelum benar-benar melakukannya. Dia bepikir secara logika. Apa dengan cara itu dia akan mendapat secercah kasih sayang? Oh, tentu saja jawabannya tidak. Itu adalah tindakan yang paling bodoh sedunia.

Jalan, jalan dan terus berjalan seperti orang gila. Fae pun mengacak rambut warna-warninya dengan frustasi.

"Aarrgghhh....!!! Gue benci dengan semua ini!!" jeritnya tanpa mempedulikan tatapan kaget orang sekitarnya.

"Innalilahi!" ucap seorang pemuda yang baru saja melintasinya.

Fae mengetatkan rahangnya. Dafuq!! Dikira ia mati Apa?!! Tidak bisa dibiarkan. Harus dikasih bogeman maut dulu biar mampus.

"Oi cowok kurang belaian!! Berani nya lo sumpahin gue mati, heh!! Gue ulek juga tuh mulut!!" teriaknya murka. "Sini selangkah lebih maju. Gue tempeleng juga pala lo!"

Si pemuda tadi pun melanjutkan langkah kakinya. Tidak mempedulikan gadis dibelakangnya yang sedang mencak-mencak tidak terima dikacangin begitu saja.

Tanpa aba-aba lagi, Fae langsung mencopot sepatu barunya dan melemparkan ke kepala pria tadi. Dan.. Tidak disangka si pemuda itu dengan santainya menangkap sepatu Fae dan membuangnya di comberan yang kotornya ngalahin toilet jaman SD-nya.

Hah?!

Fae melongo tidak percaya. Antara kesal dan emosi, ia berjalan dengan kaki yang sedikit risih akibat memakai sepatu sebelah saja.

Ia menatap jalang pada pemuda yang berajalan santai memunggunginya. Fae menoleh ke arah comberan, dimana kini sepatu tak berdosa itu menjadi terkambing hitamkan. Sungguh miris, padahal baru saja kemarin lalu membelinya.

Toh, sudah terlanjur. Mau diapakan lagi.

Bugh

Yesss!! Akhirnya dendam kusumat terbalaskan juga.

Sebelum Fae melemparkan sepatu satunya lagi, gadis bar-bar itu membidik sasarannya terlebih dulu, agar tak melenceng lagi. Dan untungnya tepat mengenai si mangsa, sepatu mahalnya itu mendarat cantik mengenai pundak pria tersebut. Fae bersorak kesenangan melihatnya.

Sebab sepatu yang dilemparkannya tadi memiliki kualitas yang bagus. Bagaimana tidak, itu sepatu boots berwarna hitam yang cukup tinggi dan berbahan tebal dan sangat berat saat mengenakannya.

Pemuda itu menoleh.

Fae sih terus tertawa jahat saja sedari tadi tanpa mendengarkan ringisan kesakitan. Saat ia menoleh ke pemuda itu, matanya membola sempurna.

ASTAGA!! Itukan cowok waktu itu. Ya ampun.

Buru-buru Fae berlari mengampirinya. Ia tersenyum dengan tak berdosa.

"Sakit ya?"

"Menurut anda?" tanyanya balik.

"Nggak sakit. Kan lo cowok masa segitu aja sakit. Cemen."

Pemuda itu berlalu meninggalkan Fae.

"Hei, lo mau kemana? Nggak minta bantuan gitu sama gue?" tanya Fae yang ikutan mengejarnya.

"Sepertinya saya tidak memerlukan bantuan anda, Nona perusuh," tegasnya.

"Masak?"

"Saya yakin sekali."

"Sok banget," cibirnya.

"Jangan ikutin saya. Sebaiknya anda pergi dan kenakan sepatu anda kembali. Pasti kaki anda akan memerah akibat berjalan diatas aspal panas ini."

"Uluh-uluh so sweet-nya," kata Fae dengan nada yang dibuat semanja mungkin.

Fae berjalan cepat mendahului pria itu, kemudian menghadangnya dengan kedua tangan yang direntangkan.

"Stop! Lo jangan jalan lagi," ucapnya memperingati pria yang kini mengernyitkan dahi. Tak paham dengan wanita ini.

"Kenapa?"

"Karena kita belum kenalan," jawabnya cepat.

"Jadi?"

"Hadeh, lemot lo. Ya kita kenalan lah."

Fae menyodorkan tangan kanannya,

"Kenalin nama gue Fae Farren. Biasa dipanggil Fae." ia tersenyum.

Bukannya menjabat tangan Fae, pemuda itu malah menangkupkan kedua tangannya.

"Nama saya Hillo, permisi," pamitnya kemudian.

Namanya mengingatkan Fae pada merek susu yang sering diminum olehnya.

Merasa terhina karena baru kali ini ada pria yang menolak berjabat tangan dengannya. Bukan karena ia cantik. Bukan! Tapi terlebih orang takut mendapat akibat darinya. Kalau tidak di bully, ya di kasih jurus takewondo. Fae itu gadis bar-bar yang tidak punya aturan sekaligus punya pacar. Ingat itu! Garis hitamkan kalau perlu.

"Hoi!! Gue merasa ternodai akan sikap lo barusan," pekiknya tidak terima.

"Maaf, tapi sebelumnya saya tidak pernah menyentuh anda," sahutnya.

"Ya kali ternodai harus disentuh dulu," sunggutnya kesal.

"Lo mau kemana? Gue ikut dong," teriak Fae kemudian.

"Silahkan saja. Tapi jangan terlalu berdekatan dengan saya jalannya," ucapnya sebelum Fae merapat ke dia.

"Oke."

"Kurang jauh."

"Apaanseh lo. Ini tuh udah jauh kali."

"Tapi sekilan saja bahu anda akan tersentuh dengan bahu saya."

"Oke," ucap Fae malas.

"Masih kurang jauh."

"Astaga kurang kayak gimana lagi seh?!"

"Ayo bergeser menjauh lagi."

Dengan kekesalan yang memuncak, Fae menuruti kemauannya. Ia berger ke samping agak menjauh lagi dari pemuda aneh ini.

"Lagi."

Selangkah lagi Fae bergeser.

"Masih kurang."

"Ya salam!! mau geser kayak gimana lagi seh?! Ini itu udah jauh banget tau," semburnya tidak habis pikir dengan pria disampingnya.

"Belum sampe satu meter," ucapnya ringan.

"Satu meter lo bilang?! Sekalian aja lo berjalan di kutub selatan dan gue di kutub utara." napas Fae tersengal-sengal akibat memendam emosi yang begitu mendalam.

"Ya, kalau bisa seperti itu."

"Arggh!!" Fae menendang-nendang kakinya sendiri ke depan. "Silet mana silet? rasanya mau gue sayat-sayat tuh mulut cantik."

"Ada di warung," jawabnya polos.

"Ya tuhan! Tolong kuatkanlah hamba mu ini. Perbanyakanlah stok kesabaran untuk diriku ini." doa Fae dengan suara yang cukup keras.

"Seharusnya saya yang berdoa seperti itu."

Fae mendekati Hilo dan berdiri di depannya. "T-E-R-S-E-R-A-H !! Terserah!" ucapnya tepat diwajah Hillo. Hingga percikan air mengenai wajah laki-laki itu.

"Makan tuh air liur!" semprotnya tajam.

Setelah mengatakan itu, Fae membalikan badannya dan pergi begitu saja.

***

Fae memutuskan untuk ke  tempat biasa ia dan Alfa dkk berkumpul bersama.  Sebelumnya ia melesatkan dulu motor ninjanya ke toko sepatu. Tidak mungkinkan dia ke cafe tanpa alas kaki. Bisa diusir Alfa dia. Makhluk penuh kesombongan itu.

"Kenapa lo? Kusut banget tuh muka?" tanya Aira yan melihat kedatangan Fae.

"Tau ah, gue kesel banget hari ini," jawab Fae seadanya.

"Habis dihukum lagi sama nyokap?" tanya Aga datar.

"Itu udah biasa."

"Habis dicampakan cowok ya?" cecar Aira.

"Mana ada sejarah seorang Fae Farren dicampakan oleh cowok yang ada gue banting langsung."

"Hah."

"Singkat amat respon lo Dilan, pliss, komunikasi ini bukan via ponsel. Jangan takut tersedot pulsa," nyinyir Fae.

Dilan memutar bola matanya malas.

Fae mendekati Alfa yang sibuk dengan rokoknya. "Oi, Playboy cap kapak perimbas. Apa maksudnya lo ngirimin Anne sesuatu tadi pagi, hm?" Fae menyenggol bahu Alfa sembari menarik satu kursi kosong untuk di dudukinya.

"Kenapa? Cemburu?"

"Idih, nggak level."

"Alah, sok lo e'ek komodo."

Fae mengeluarkan sebungkus rokok dari saku jaketnya, lalu mengambil sebatang. Rokok tersebut diapit oleh bibir tipis milik Fae, ia menghidupkan korek setelah itu baru ia hisap hingga muncullah kepulan asap.

Alfa menatap tajam ke arahnya, tapi tidak dipedulikannya. Yang sakit kanker juga dia. Apa urusannya dengan Alfa. Sodara bukan, kakak bukan, pacar apalagi.

"Habis ini mau ke kelab nggak?" tanya Alfa pada teman-temannya.

"Gue sih oke-oke aja selama Mamih gue nggak tau," jawab Aira.

"Jiah, yang anak Mamih. Apa daya yang anak emak," celetuk Beni diselingi kekehan geli.

"Apaansih Ben 10, nggak jelas deh."

"Berisik!" bentak Dilan dingin.

Membuat keduanya menciut.

"Malem ini jangan lupa loh." Aga memberitahu teman-temannya perihal pesta yang diadakannya.

Fae menatap ke arah lain. Duh! Gimana caranya buat datang ke pesta itu coba. Pasti Mamahnya tidak mengizinkan. Bukan karena peduli ya! Tapi karena Anne. Kalau dia tidak ada di rumah bagaimana dengan anak kesayangannya. Malam ini kan dia mau keluar kota selama dua hari untuk urusan yang penting. Kalau Fae pergi, sama siapa si Anne di rumah? Anni? Para pekerja rumah? Tidak mungkin. Ia tahunya hanya Fae. Jika terjadi sesuatu pasti ia yang akan disalahkan pertama kali.

Fae yakin sekali Mamah tak adilnya itu pasti tak membolehkannya keluar kemana pun. Bisa saja dia tetap nekat keluar rumah. Tapi dia khawatir dengan keadaan Anne. Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengannya? Semisal masuk rumah sakit gitu. Wah, bisa dicoret nama Fae dari kartu keluarga. Pusing kepala Fae.

Alis Alfa saling bertaut, heran melihat Fae yang melamun sejak pembahasan terakhir Aga mengenai pestanya. Alfa menyentil dahi Fae cukup kuat.

Fae menggosok-gosok dahinya, "Aduh! Sakit nih," protes gadis itu.

"Kenapa melamun? Ada masalah?"

"Ada banget."

"Apa? Coba cerita."

"Gue kayaknya nggak bisa dateng ke pesta lo, Ga." Fae terlihat merunduk tak semangat.

"Kenapa? Bukannya lo yakin banget bisa datang," sindir Alfa.

"Awalnya seh gitu. Tapi malem ini nyokap gue nggak ada di rumah."

"Lah terus masalahnya apa dodol?" geram Aga kesal.

"Masalahnya gue harus jagain Anne di rumah."

"Cie-cie yang bakal jadi baby sitter nih ye," goda Beni menaham tawa geli yang siap meledak.

"Ledekin aja terus." Fae menatap sengit Beni.

"Woles uy, nggak usah ngegas," cengirnya.

"Padahal diantara kita semua. Lo yang paling gue harapin datang ke pesta gue," kata Aga.

Fae menoleh ke Aga yang matanya terpejam. Terlihat kecewa.

Kemudian gadis itu tersenyum-senyum tidak jelas. "Aaakkhh... si Aga bisa aja dah, jadi baper anak gadis."

Alfa dkk memutar bola matanya malas. Dan mendengus jijik melihat wajah Fae yang sok kealay-alay-an.

"Najis," hardik Dilan.

"Sirik ae lo," balas Fae.

"Yaudah deh, nanti pasti gue usahain. Gimana pun caranya pokoknya gue harus dateng. Nanti lo yang jemput gue ye Ai," kata Fae.

"Yang lain aja," tolaknya.

"Ish, jahat banget lo sama gue."

"Fa, terus gimana sama Anne? Masa lo tega banget sih ninggalain dia sendirian," tanya Alfa.

"Kan ada Bu Inem dan pembantu yang lain juga."

"Tapi lo kan saudarinya."

"Iya nih si Fae durhaka banget jadi adek. Dianya senang-senang kakaknya sendirian di rumah. Tak patut dicontoh."

"Emang gue bilang harus dicontoh?" tanya Fae.

"Nggak sih," Aira menggaruk tengkuknya yang menurut Fae tidak gatal.

"Udah yuk cabut, udah lama juga kita disini. Kita harus tidur siang biar nanti malem nggak ngantuk," kata Beni.

"Ayok."

***

Malam ini Fae sibuk memilih pakaian mana yang akan dia pakai untuk datang ke Pesta Aga. Kurang lebih satu jam gadis itu baru mantap dengan pilihannya. Itu baru pakaian, belum dengan mandi apalagi dandan. Dia itu gadis yang paling ngaret sedunia.

Dia mandi aja bisa setengah jam, karena banyakan main airnya dari pada bersih-bersih badan, belum lagi alunan musik rock yang selalu ia nyanyikan. Membuat ia betah di rumah syaiton itu.

Dandan pun dia bisa sampai sepuluh menit lamanya, bukan karena bentuk alis, bedak berlapis ataupun karena lipstik! Bukan!! Dia lama karena suka banget ngaca di cermin. Katanya adem aja gitu liat paras cantiknya. Pede gilaa emang tuh anak.

Setelah dikira penampilannya cocok dengan pesta nanti. Gadis itu segera melenggang keluar.

Seorang yang sudah menunggu gadis itu di ruang tamu, langsung memalingkan wajahnya ke belakang. Dia mendengus kesal serta ocehan yang tidak jelas keluar dari bibirnya.

Dilihatnya gadis yang membuat emosinya memuncak sudah ada di depannya dengan senyum pepsodent. Ia meneliti penampilan si gadis dari bawah sampai ke atas. Lalu menggeleng dan berdecak pelan. Menahan kekesalan dihatinya.

"Lo cuma dandan kayak gini doang. Lamanya minta ampun. Hah? Kesel bat gue sama lo," ucapnya marah.

"Gua cewek wajar dong lama," belanya.

"Tapi nggak selama ini juga kali. Waktu pengantin rias lewat sama kelamaan lo! Ini apaan coba? Cuma pake dress hitam doang selutut, sepatu boots setinggi mata kaki, rambut digerai kayak biasa, gelang dan jam tangan yang melekat itu adalah yang biasa lo peke sehari-hari!! Riasan wajah lo juga cuma simpel lagi. Gue yakin lo cuma pake bedak bayi dan bibir lo cuma diolesi gincu doang. Tapi, lo keluar kamarnya lama banget nyet!! Ngapain aja lo di dalem?! Heh? Ngeremin si LOHANO??" cerocosnya panjang lebar.

Fae sempat tergelak mendengar kalimat itu.

"Ah, lebay lo!"

"Apa? Lebay lo bilang? Ini gue duduk di sofa udah lama. Dua jam! Bayangin. Keram PANTAT gue, tau nggak?!"

"Enggak tau, gue kan nggak ngerasain," jawab Fae santai.

"Kampret," umpatnya kasar.

"Asal lo tau aja ya, bentuk alis susah tau." Fae masih berusaha membela dirinya.

"Apaan bentuk alis macam Zig-zag aja lo bela-belain, masih bagusan alisnya ojan kemana-mana," campaknya.

Fae melotot mendengarnya.

"Udah ah, ayok kita pergi sekarang. Ini kita udah telat goblok! Untung gue tadi jemput lo sejam sebelum pesta dimulai. Gue kira nggak bakalan telat. Eh, nggak taunya... ZOOONK!!!"

"Kalo bukan sohib udah gue tinggalin dari tadi," lanjutnya geram.

"Iya bawel. Bentar gue pamit dulu sama Anne dan Bu Inem," kata Fae mengalah tidak mau berdebat lagi.

"Anne! Bu Inem! Fae pergi dulu ya," teriaknya sekeras mungkin agar terdengar oleh dua orang yang berada di tempat yng berbeda. Satu di lantai atas, sedangkan yang satunya lagi di dapur.

"Iya," sahut Anne dari dalam kamar.

Wanita paruh baya datang tergopoh-gopoh ke sumber suara yang memanggil namanya.

"Nak Fae nanti pulangnya jangan kemaleman, masuklah ke kamar Non Anne sebelum Nyonya pulang," ucapnya memperingati.

"Eh, bukannya Mamah--?"

"Nyonya pulang malem ini. Nggak jadi nginep katanya," ucap Bu Inem cepat.

"Lah kok bisa?" heran Fae.

"Nggak tau Nak, Ibu juga sempat bingung."

Fae baru ingat! Mana mungkin sang Mamah tercinta bisa ninggalin putri tersayangnya lama-lama. Walaupun dia memesan Fae untuk menjaganya, tetap saja dia tidak percaya sama Fae.

"Fae tau kok alasannya, Bu. Yaudah, kalo gitu Fae pergi dulu,"

"Iya Nak."

Fae mencium punggung tangan Bu Inem dan didikuti juga oleh temannya.

***

Sesampainya di rumah Aga. Fae tidak berhenti berdecak kagum dengan kemewahan dan kemegahan rumah ini. Dekorasi yang sangat bagus, sesuai banget dengan gaya anak cowok. Dengan lampu kelap-kelip yang indah dipandang mata. Fae sangat menikmati pesta yang digelar ini, rasanya dia tidak mau pulang ke rumah sampai acara ini selesai. Tapi, sayangnya dia harus pulang sebelum jam sepuluh malam, karena kata Bu Inem Mamah garangnya itu akan pulang sekitar jam dua belas malam lebih.

Ada rasa khawatir dan tidak tega menghinggapi relung hatinya. Dia memikirkan Anne di rumah. Sedang apa gadis itu? Dia senang-senang disini sedangkan Anne terkurung seorang diri di dalam kamar. Tenang, ada si iblis kecil yang akan mengajak malaikat itu berbicara. Semoga Anne baik-baik saja di rumah. Dan terlelap dengan tenang di king size miliknya.

Fae berjengit kaget ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya, "Datang juga. Gue kira lo nggak datang."

"Ya, gue dateng," ucapnya ragu-ragu.

"Anne lo tinggal sendirian di rumah?"

"Nggak sendirian. Kan gue udah pernah bilang kalo ada yang lain juga dirumah," jawabnya kesal.

"Oh, gitu. Lo ke sana gih, samperin yang lagi Ultah. Dia nanyain keberadaan lo."

"Iya, yok Ai kita ke sa--"

Fae menoleh ke samping, "Lah si Hello Meong kemana udah nggak ada aja disini?"

"Dia sudah duluan."

"Nyamperin Aga?"

"Bukan."

"Kemana si kucing?"

Alfa menunjuk tempat dimana hidangan lezat tersaji. Terlihat sosok penampakan yang tengah lahap memakan kue.

"Ck, nggak tau diri amat itu orang. Malu gue temenan sama dia. Gimana jadinya kalo dia diajak kondangan sebagai pasangan? Amit-amit cabang bayi jangan sampe kesampaian. Mau taroh di mana muka ini?" ucap Fae bergedik ngeri.

Alfa tertawa kecil, "Aira bukan temen gue. Nggak kenal," ucapnya sebelum berlalu dari hadapan Fae.

"Aish! Gue ditinggalin lagi," gerutunya.

***

"Akhirnya datang juga lo." Aga memeluk Fae sekilas.

"Ho'oh."

"Ayo Fa kita ke sana."

Aga mengandeng tangan Fae membuat gadis itu tersenyum kecil. "Pacar mana pacar? Kok gandeng gue seh, Ga?" godanya.

"Nggak usah sok polos loh," liriknya datar.

Di geng mereka rata-rata sudah pernah pacaran bahkan gonta-ganti pasangan. Tetapi hanya Aga, Fae, Aira dan Dilan saja yang masih betah menjomblo. Bukan jomblo menahun tetapi jomblo dari orok. Belum pernah pacaran sama sekali. Aneh kan?

Badungan tapi belum pernah pacaran.

Padahal Aira suka genit dan gombalin perempuan. Tapi masih betah aja ngenes.

Kalau Alfa? Mantannya bejibun. Ia tak menyia-nyiakan ketampanan wajahnya untuk memikat banyak gadis.

"Ga, jangan balas dedam ye ke gue."

"Kenapa emang?"

"Lo lupa? Waktu gue Ultah ke-9 tahun. Muka lo kan pernah gue semprot pake baygon."

Aga tersenyum miris mendengarnya, baru ingat dia kejadian kelam itu. Emang benar-benar ini cewek, gilanya nggak ketulungan banget. Padahal dia sudah lupa, tapi cewek ini malah mengingatkannya kembali akan kenangan pahit.

"Habisnya gue gemes banget liat nyamuk bintik-bintik nempel dimuka lo. Gue usir nggak mau lari, gue tepok malah nggak dapet. Yaudah gue semprot aja, biar dia nggak nempelin lagi. Ngerusak pemandangan," ucapnya santai sembari mengingat kembali peristiwa manis tersebut.

"By the way, lo nggak mau ngucapin selamat Ultah gitu ke gue?" tanya Aga kemudian. Saat baru sadar bahwa dari sejak mereka bertemu, Fae tidak mengucapkan kalimat yang banyak diucapkan oleh orang-orang yang berdatangan. Dia malah ber-Nostalgia ria.

"Hehe... Gue lupa," cengirnya. "Happy brithday Aga Putra Danendra. Moga aja lo dapet jodoh ya."

Fae dan Aga berjabat tangan sejenak.

"Itu aja?" heran Aga.

"Hehe... Lainnya lo silahkan berdo'a dalam hati, nanti gue aminin."

Aga menatap malas Fae, "Kado mana kado?"

"Eh, kado yak. Gue lupa. Entar kapan-kapan aja deh," kata Fae tak berdosa.

"Astagfirullah. Ge nyebut nih. Kayaknya lo nggak niat dateng ke acara gue ya? Masa kado aja lupa. Dimana-mana orang datang itu pasti selalu inget pemberiannya ke yang Ultah," sindirnya.

"Yaelah Ga, lo perhitungan banget sama gue."

"Rugi gue undang Fae Farren, udah nggak bawa apa-apa. Makan nanti banyak. Awas ya kalo hidangan gue habis, tanggung jawab," ancam Aga menahan senyuman.

"Gue nggak semenyedihkan itu. lagian lo juga nggak modal jadi cowok. Masa? Pas gue Ultah lo ngasih hadiah permen karet seharga 500? Mana ngasih sebiji lagi. Mentang-mentang gue doyan permen karet."

"Hemat duit."

"Nggak segitunya juga kali."

"Ngebahagiain lo nggak ada faedah-nya sama sekali."

"Emosi stadium akhir ngomong sama lo."

"Tapi mayan juga lho, Fa. Permen karet yang gue kasih."

"Lumayan apanya?"

"Mayan ada tatonya, bisa ditempel tuh dijidat jenong lo Fae."

"Apaan garing."

"Emang garing. Gue bukan peserta komedi."

"Capek gue ngomong sama lo. Nggak ada menang-menangnya. Dasar! Si Burung Gagak hitam yang jelek rupa."

"Terserah lo aja pelangi alakadar."

"Apa maksudnya lo ngatain gue kayak gitu? Hah?"

"Bermaksud nyakitin hati kecil lo."

"Kampret dasar! Najong gue liat muka sok tampan lo, Aga."

"Haha... Awas Fa, kalo hujan turun lo cepet berteduh gih. Takutnya nanti genangan air berubah jadi merah, kuning, ijo dilangit yang biru... "

"... Alias LUNTUR!!"

Setelah menyelesaikan dua kata terakhir itu, Aga segera lari duluan. Meninggalkan Fae seorang diri.

"Asal lo tau aja ya Aga! Perawatan rambut gue mahal, nggak sebanding dengan honor lo nge-DJ!"

"Gini-gini gue itu cocok jadi duta shampo bersanding sama Mbiak Anggun."

***

Ditunggu vote & coment ya.

Bye kesayangan💕

Salam,

Novie_lix.

Continue Reading

You'll Also Like

469K 21.4K 51
{COMPLETE} bagaimana jikaa 6 gadis bar-bar masuk pesantren? apakah mereka bakalan betah disana? atau malah sebaliknya? 'Jika kalian tersenyum seper...
1M 44.5K 38
Revani Amora. Gue ngga suka banget sama dia, sikapnya dingin sedingin kutub, mulut nya pedes sepedes samyang dan tatapan nya tajam setajam silet. Tap...
3.6M 432K 41
[COMPLETED] [JUDUL SEBELUMNYA : Hey, Shawty] Pembicaraan tentang Andreas selalu datang dan pergi, tapi keberadaannya masih menjadi misteri. Katanya...
6.7K 617 11
Gemini-Fourth as Gamaiel-Natta Namanya juga anak muda, semua ingin dicoba, semua ingin tahu. Namun bagi Natta, keingintahuan Gama membawa mereka menu...