Ten Rumors about the Mute Girl

Από fibiway

264K 26.7K 2.3K

Orang-orang bilang ada gadis bisu di rumah itu. Dan akhirnya aku tahu bahwa itu benar setelah kejadian dimana... Περισσότερα

0.0 | copyright
epigraph
prologue
1 | people said, the house is haunted
2 | people said, she is from the other city
3 | people said, the carpenters have often moved house because 'she' is mute
4 | people said, they are anti-social family
5 | people said, Julia is a whiny girl
6 | the beginning
7 | the warming party
8 | why Mrs. Carpenter gets mad?
9 | the taro flavor
10 | Seth, the stalker
11 | Seth and the truth
12 | why Mrs. Carpenter gets mad? (pt.2)
14 | what the hell?
15 | she; a gone girl
16 | ten rumors about the mute girl and her family
17 | Mom said that she will try
18 | but Mom never trying
19 | the Carpenters' truth
20 | a girl who was slapped
21 | what happen; why Penelope calling?
22 | Julian
24 | stupidity
23 | a big confusion
25 | a stranger
26 | he is the hero, again
27 | Herbert Carpenter
28 | she said she really sorry for her father
29 | the day with them
30 | a ticket, to Iceland
31 | me, and the sun, and the girl-who-will-go to reach her dream
32 | the truth, but not the whole truth
33 | the truth happened later, i think it's the end
34 | too late to say goodbye
35 | everything's back to normal, like when the girl has not come yet
36 | new neighbor, isn't it?
37 | yeah, they are gone
38 | a diary
39 | page 1, 30 November
40 | page 2, 3 December
41 | page 3, 10 December
42 | page 4, 12 December
43 | page 5, 15 December
44 | page 6, 28 March
45 | page 7, 30 March
46 | page 8, 31 March
47 | page 9, 3 April
48 | page 10, 30 May
49 | "nothing ever goes away..."
50 | "...until it teaches us what we need to know."
epilogue
[ author's note ]

13 | a middle-aged man asked us about the Carpenters' house

4.8K 550 53
Από fibiway

"Kau siap?" tanyaku yakin pada Seth begitu aku selesai dengan sepatuku.

"Sangat siap." Seth berdiri, lalu meneriakkan kata let's go saking semangatnya sambil melayangkan tinju ke udara.

Aku dan Seth mengambil sepeda masing-masing di garasi, lalu bergegas menaikinya. Kami bersepeda melalui Jalan Fess hingga sampai di ujung jalan sebelum akhirnya Seth bilang padaku bahwa ia harus menjemput temannya dahulu sebelum berangkat ke tempat arena senapan laser. Ya, kali ini aku tidak akan kebosanan mendekam di dalam kamar bersama dengan ponselku. Lama-lama ponselku bisa kujadikan calon istri kalau terus begitu.

Seth bilang rumah Adam—temannya—berada di ujung jalan Henderson, tepat di pertigaan. Sebelumnya Seth tidak memberitahuku bahwa ia akan mengajak seorang teman—atau mungkin nanti akan lebih dari satu teman? Tahu begini, aku juga pasti akan mengajak salah satu teman sekelasku kalau begitu. Aku bisa mengajak Julian, Charlie, Spencer, atau yang lainnya.

Kami sampai di depan sebuah rumah bertingkat tipe kuno berdinding cokelat—yang menurutku itu lebih mirip seperti istana ketimbang sebuah rumah. Aku jadi mempunyai persepsi karena dengan melihat rumah yang cukup berlebihan dengan segala desain kuno luarnya yang jarang kulihat selama ini, menandakan bahwa Adam dan keluarganya bukan keluarga main-main. Yah, mungkin saja ada sejarah yang terkandung di dalamnya.

Begitu Seth memanggil nama Adam, langsung muncul seorang anak berambut pirang bertopi warna abu-abu dipakai terbalik—bagian depannya ditarik ke belakang. Yah, sial. Kedua anak itu ternyata memang sudah bersepakat keluar bersama sebelumnya.

Karena Adam bilang dia tidak punya sepeda, aku terpaksa memberikan tumpangan pada anak itu meskipun aku bilang aku tidak mau dan menyuruhnya untuk membonceng Seth saja. Aku tahu Seth hanya mengada-ada dengan beralasan bahwa ban sepedanya kempes dan itu akan memperlambat laju dan memperberat putaran pedal.

Sial. Aku begitu haus waktu sampai di tempat bermain senapan laser sehingga mendorongku harus membeli minuman terlebih dahulu. Kedua bocah itu meninggalkanku dengan mendaftar duluan di loket petugas. Sialnya ketika aku telah kembali dan menyusul mereka, seorang staf permainan mencegahku.

Staf itu bilang aku tidak boleh bergabung bersama Seth dan Adam dalam satu kelompok, karena rupanya tim mereka sudah penuh lima orang. Aku bisa melihat wajah Seth dan Adam dari tempatku berdiri, mereka cekikikan penuh kerahasiaan, dan itu membuatku mual, ingin meninju wajah-wajah kurang ajar mereka.

Kami semua diizinkan memasuki ruangan yang tampak seperti ruang ganti kecil yang dipenuhi peralatan perang. Semua orang mulai mempersenjatai diri dengan cepat. Aku memakai rompi-jenis pakaian besi yang biasanya kulihat di film-film perang antar kerajaan pasukan romawi, namun yang satu ini terbuat dari kain. Setelah kusadari, warna rompiku merah, dan mereka biru. Huh, kenapa aku jadi geram terhadap mereka berdua? Ini seperti kejadian konyol dimana seorang adik telah berkhianat dari kakaknya; membuangku dari hidupnya lalu lebih memilih temannya yang merepotkan orang saja—menumpang di sepedaku.

Seorang staf yang sama berteriak meminta perhatian, lalu menjelaskan aturan permainan. Staf itu bilang bahwa tidak boleh ada kontak fisik, tidak boleh duduk atau berbaring di arena. Kau mendapatkan sepuluh poin ketika menembak lawan di zona pembunuhan (yaitu di kepala dan dada) dan seratus poin dengan menembakkan suar di atas markas lawan. Ya ya, aku mengerti; sebelumnya aku sudah pernah bermain. Aku hanya mendengarkan staf itu menjelaskan sambil sesekali menatap sinis ke arah adikku dan Adam; melihat betapa akrabnya mereka—dan aku bahkan tidak tahu ini sebelumnya. Entah kenapa aku jadi merasa malas untuk melakukan semua ini.

Staf membiarkan tim biru masuk. Aku masih bisa mengamati Seth dan Adam saking gembiranya dengan meninjukan senapan laser mereka ke udara.

Baiklah kalau begitu. Kalian yang memulai ini, maka aku yang akan mengakhiri kalian.

Tim merah dipersilakan menuju sudut lain dari arena dan ini adalah permainan layaknya di arena tinju; tim merah lawan tim biru dan aku di sini sendiri—tidak dengan Seth dan Adam sialan.

Alarm berbunyi, tanda permainan dimulai. Secepat kilat aku memelesat keluar markas bersama empat pemain lainnya, berpencar ke berbagai penjuru lorong. Aku sampai pada lorong paling kanan di arena. Tanpa ragu aku terus berjalan menyusuri lorong. Hingga beberapa detik berselang, aku belum menemukan keberadaan tim musuh.

Kemudian aku berhenti pada persimpangan lorong karena aku telah melihat peserta lain berompi beda warna dari punyaku. Ya, itu musuh. Untungnya ketika aku melihatnya, dia tidak tahu keberadaanku dan dengan sangat mudahnya bisa kulumpuhkan dia dengam menebak laserku tepat pada kepala. Seketika itu juga senapan milik orang itu berbunyi nyaring dan berkelap-kelip merah—menandakan bahwa ia telah gugur dan harus kembali ke markasnya untuk memulai kembali dari sana, semacam hidup lagi persis dengan permainan di video game-ku.

Ya, aku mendapatkan sepuluh poin. Namun rasanya itu tidak cukup. Aku rasa aku harus menembak Seth dan Adam sialan itu sebelum mereka melakukannya duluan.

Tiba-tiba di belakangku ada suara tembakan elektrik dan secepat kilat aku berbalik ke arah suara itu. Namun sialnya, aku tidak bisa melihat karena aku dikelilingi uap putih tebal. Aku mencoba mundur perlahan karena aku yakin sekali pasti ada seseorang di sana.

Aku bersiap menarik pelatuk tombol laser senapanku. Kedua bola mataku was-was mengamati setiap pergerakan yang ada di balik uap putih itu. Namun sebelum sempat aku menghindar atau menarik pelatukku, Seth telah muncul di depanku dan menembak kepalaku.

---

"Sialan kau," gerutuku sambil meninju bahu Seth ketika kami sedang dalam perjalanan pulang sehabis mengantar Adam pulang ke rumahnya. "Kau tidak bilang."

"Apa?"

"Adam."

Seth terkekeh licik, lalu berkata, "Kami sudah berteman sejak SMP. Kenapa kau begitu cemburu?" Dan Seth terkekeh lagi, meninju pelan tangan kirinya ke lenganku.

Kenapa aku cemburu? Benar juga, untuk apa aku cemburu? Mungkin aku cemburu adalah karena Seth dan aku yang jarang bermain bersama mengingat kami sudah berjalan pada kehidupan masing-masing sejak lulus SD; seperti mempunyai teman baru dan kelas baru. Dan begitu aku bermain lagi dengannya, aku merasa posisiku dialihkan dengan adanya teman baru, seperti ketika kau dibelikan mainan baru yang lebih bagus oleh Dad dan membuang yang lama. Juga kini aku ingat, kami juga jarang mengobrol untuk sesuatu yang menyenangkan selama setahun terakhir.

Saat aku dan Seth sampai di jalan depan rumah keluarga Carpenter, seorang pria setengah baya mencegat jalan kami. Aku menduga pria itu berumur sekitar empat atau lima puluh tahunan. Aku bingung mengapa pria itu mencegat aku dan Seth. Kulihat pakaiannya yang seperti seragam dinas perkantoran, dan itu semakin membuatku heran.

Dia menyapa, "Selamat sore, anak-anak muda."

"Selamat sore, tuan?" balasku dan Seth hampir bersamaan.

"Apa kalian tinggal di sekitar sini?"

"Ya, kami memang—"

"Ah, bagus!" Entah kenapa pria itu tahu-tahu berseru senang seolah ia sedang menunggu-nunggu sesuatu dan akhirnya mendapatkan kesempatan brilian karena bertemu denganku. Aku menunjukkan ekspresi lugu dan bingung kepada pria itu. Sepertinya dia melihatnya karena beberapa detik kemudian ia berkata, "Aku sedang mencari-cari seseorang yang...." dia menjeda kata-katanya, terdengar menggantung dan ragu sebelum akhirnya melanjutkan dengan mengganti pertanyaan, "Apa kau tahu pemilik rumah ini?" tanya pria itu seraya mengacungkan telunjuk ke arah rumah di samping kami, di mana tidak lain rumah itu adalah milik keluarga Carpenter.

Rasa curiga menyelundup dari ujung jari ke pikiranku. Aku mengamati pria itu sejenak dan mendapati sesuatu terdapat di baju bagian dadanya. Sebuah logo, berbentuk lingkaran, namun aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Yang bisa kulihat adalah lambang bendera Amerika di sebelah logo itu dan badge nama yang terletak di bawahnya, Mr. Franklin Wellman.

Seth menjawab, "Ah, tentu—" Namun kusela omongannya sebelum dia menyelesaikan kalimatnya—karena aku begitu curiga dengan kemunculan pria yang menanyakan rumah Julia dengan tiba-tiba ini.

"Tentu saja tidak, tuan, kami tidak tahu rumah ini." kataku menyambung ucapan Seth, lalu tersenyum aneh; menutup-nutupi kebohonganku.

Seketika pria itu bergumam waktu melihat senyum ganjilku. Disipitkannya kelopak mata pria itu, menatap penuh perhatian ke arahku. Sejenak aku agak takut dengannya karena sorotan itu seperti memaksaku menjelaskan sesuatu tentang rumah Julia, namun aku hanya bisa diam, bergeming di atas sepedaku. Aku berasumsi bahwa bisa saja dia tahu bahwa aku berbohong, namun ternyata asumsiku salah. Pria itu akhirnya berhenti menatap ke arahku seraya berkata, "Baiklah. Tapi kalau kau tahu sesuatu tentang orang—" ditunjukkannya sebuah foto dua orang perempuan dari dompetnya padaku, "—bernama Olivia Whitney dan Julia Whitney, kau harus—"

"J-julia?" selaku.

"Ya? Kau tahu sesuatu tentangnya?" tanyanya dengan tampang seolah ada secercah harapan muncul dari mulutku.

"Julia Whitney ya... Sayangnya temanku bukan Whitney," aku terkekeh, berusaha mencairkan suasana, "dan wajahnya di foto ini bukan wajah temanku," dan aku terkekeh garing lagi.

Seth memelototiku, mengernyit. Aku tahu dia bingung mengapa aku bicara bohong. Ya, kami tahu. Perempuan dalam kedua foto itu adalah Julia dan ibunya—ya, aku tahu. Tapi tujuanku ini—yang menurutku sendiri benar—adalah untuk kebaikan sesama tetangga; mengingat sejak tadi, pria di depan kami ini sungguh mencurigakan. Mengapa juga dia bertanya soal Julia dan Mrs. Olivia Whitney? Itu jelas bukan nama marga keluarga Carpenter di belakangnya.

"Ya sudah kalau begitu. Aku akan pergi, anak-anak. Percuma saja aku seharian di sini menunggui rumah ini."

"Jadi, sejak kapan anda berada di sini, tuan?" Seth bertanya.

"Tadi pagi sekitar jam delapan. Tidak juga muncul satu pun orang dari dalam rumah ini. Kosong, benarkah?"

Sebelum Seth sempat menjawab, qku melakukannya duluan, "Ah, ya. Penghuni terakhirnya adalah keluarga Maxwell dan mereka sudah pindah beberapa minggu lalu."

"Kalau begitu, selamat sore, anak-anak," katanya, bergegas pergi dan masuk ke sebuah van yang terparkir beberapa meter dari sini.

Aku menatap van itu dari tempatku berdiri, terdapat logo besar di sisi pintu samping mobil; lambang kedinasan yang sama dengan yang tertera di kemeja pria itu tadi. Aku membacanya dan kalau tidak keliru, itu bertuliskan, USCIS. Hanya itu. Apa artinya?

Begitu pria itu telah menghilang di persimpangan, Seth bertanya, "Mengapa kau berbohong?"

Sejenak aku tertegun. "Entahlah, aku juga tidak tahu. Tapi Dad pernah bilang, bahwa seseorang perlu melakukan suatu kebohongan untuk satu kebaikan."

Kemudian aku masuk ke rumah, diikuti Seth di belakangku. Aku mendapati Mom tengah memainkan Connect Four sendirian. Dia terlihat konyol karena memainkannya dua peran ganda—yaitu dirinya dan lawan mainnya.

Aku mendekatinya, "Connect Four dimainkan dua orang, Mom. Tidak bisa satu. Kau tidak boleh curang."

"Kalau begitu ayo main denganku."

"Baiklah," kataku pasrah.

Aku bermain dengan Mom sementara Seth hanya mengamati. Lalu karena kupikir bocah itu kembali bosan, ia menyetel siaran televisi yang menampilkan kartun kesukaannya sejak SD, Phineas and Verb. Dasar, anak itu tidak pernah bosan ketika aku sudah mulai mual melihat kartun itu.

Aku tiba-tiba teringat akan kejadian tadi—pria berseragam dinas itu. Maka, aku bertanya pada Mom meskipun aku tidak memberitahu soal kejadian tadi secara menyeluruh. "Mom," panggilku. Mom mendongak menatapku dengan lugu. "Apa kau tahu...." kujeda pertanyaanku dan kulanjutkan, "apa itu USCIS?"

"Kenapa kau bertanya?"

"Yah, aku hanya sekadar bertanya saja, Mom. Apa itu salah?"

"Kau tidak sedang mengerjakan tugas sekolah kewarganegaraan kan, Jason?"

"Tinggal jawab saja pertanyaanku, Mom," aku menggerutu.

Mom mengembuskan napas dan aku bisa merasakannya. "Aku tidak yakin kepanjangannya apa. Tapi yang kuingat itu adalah lembaga keimigrasian Amerika." []

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

Substansi | ✓ Από Troia

Εφηβική Φαντασία

1M 135K 17
"Ever wonder how it feels to love a man who's more unreachable than the sun?" Substansi © 2017 by Crowdstroia. Image taken from pinterest. [W...
AGASKAR 2 [[ ASKARAZEY ]] Από bunoyy

Εφηβική Φαντασία

3.6M 287K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
My Twilight Από Elsa yunita

Εφηβική Φαντασία

3.5M 167K 62
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
336K 11.2K 16
Saat Aderaldo Cetta Early menginginkan sesuatu atau seseorang, tidak boleh ada yang menghalanginya. Baginya Naara Kiva memenuhi semua syarat yang ia...