Ten Rumors about the Mute Girl

By fibiway

264K 26.7K 2.3K

Orang-orang bilang ada gadis bisu di rumah itu. Dan akhirnya aku tahu bahwa itu benar setelah kejadian dimana... More

0.0 | copyright
epigraph
prologue
1 | people said, the house is haunted
2 | people said, she is from the other city
3 | people said, the carpenters have often moved house because 'she' is mute
4 | people said, they are anti-social family
5 | people said, Julia is a whiny girl
6 | the beginning
7 | the warming party
8 | why Mrs. Carpenter gets mad?
9 | the taro flavor
10 | Seth, the stalker
12 | why Mrs. Carpenter gets mad? (pt.2)
13 | a middle-aged man asked us about the Carpenters' house
14 | what the hell?
15 | she; a gone girl
16 | ten rumors about the mute girl and her family
17 | Mom said that she will try
18 | but Mom never trying
19 | the Carpenters' truth
20 | a girl who was slapped
21 | what happen; why Penelope calling?
22 | Julian
24 | stupidity
23 | a big confusion
25 | a stranger
26 | he is the hero, again
27 | Herbert Carpenter
28 | she said she really sorry for her father
29 | the day with them
30 | a ticket, to Iceland
31 | me, and the sun, and the girl-who-will-go to reach her dream
32 | the truth, but not the whole truth
33 | the truth happened later, i think it's the end
34 | too late to say goodbye
35 | everything's back to normal, like when the girl has not come yet
36 | new neighbor, isn't it?
37 | yeah, they are gone
38 | a diary
39 | page 1, 30 November
40 | page 2, 3 December
41 | page 3, 10 December
42 | page 4, 12 December
43 | page 5, 15 December
44 | page 6, 28 March
45 | page 7, 30 March
46 | page 8, 31 March
47 | page 9, 3 April
48 | page 10, 30 May
49 | "nothing ever goes away..."
50 | "...until it teaches us what we need to know."
epilogue
[ author's note ]

11 | Seth and the truth

5K 549 66
By fibiway

Liburan akhir tahun pelajaranku sungguh tidak menakjubkan. Ketika aku bertanya pada Dad apakah dia akan mengambil cuti atau tidak—untuk liburan keluarga kami seperti tahun-tahun sebelumnya—Dad menggeleng dan itu berarti tidak. Sebuah keputusan yang brilian. Membiarkan kedua anak lelakinya mendekam di kamar masing-masing atau mati kebosanan; menunggu keajaiban datang kapan ayah mereka akan berubah pikiran.

Aku mengisi waktu liburanku dengan menamatkan video game-ku dan selesai tepat pada hari keempat. Kemudian pada hari-hari selanjutnya aku mulai jemu dengan kegiatan di rumah yang hanya sekadar menonton televisi-makan-tidur-bermain ponsel-menonton film dan terus begitu sampai tiba nanti waktunya tahun keempatku di kelas baru menjadi murid senior di sekolah. Sedangkan adikku, anak itu akan menjadi murid sophomore (siswa tingkat kedua di SMA).

Hari-hari berlalu begitu cepat serta menjemukan hingga sesuatu terjadi. Semua berawal pada hari Minggu pagi ketika Penelope secara tiba-tiba mengetuk pintu rumahku dan pada saat itu, akulah yang menemui tamu-tak-diundang itu.

Aku terlonjak kaget ketika tiba-tiba gadis itu memelukku seolah-olah kami baru bertemu setelah bertahun-tahun berlalu. Gadis itu juga berucap ceria, "Selamat ulang tahun, Jason!"

Aku lekas-lekas mendorong tubuhnya dengan kasar; jijik. "Apa-apaan kau?!" umpatku dengan nada sarkastik.

Dia pasti melihat wajahku yang ngeri karena dia berkata, "Ucapan ulang tahun pertama untuk Jason-ku. Kenapa kau—"

Untuk beberapa saat, aku sadar dan teringat rupanya hari ini memang hari kelahiranku setelah kuingat-ingat. "Kau sakit?" Aku menepuk-nepuk dahi gadis-yang-kupikir-sakit itu. "demensia? Alzheimer?" Dan aku juga melihat tangannya memegang sesuatu—semacam kado. Ya, rupanya memang benar itu adalah kado.

"Aku baru tujuh belas! Bukan orang tua pikun yang lupa akan cucunya sendiri, huh!" gerutu Penelope. "dan ini, kado untukmu!" serunya, seraya menyodorkan benda yang dipegangnya.

Aku mendecakkan lidah alih-alih menerima pemberiannya; kesal terhadap perubahan sikap Penelope pagi hari itu. Kupikir, gadis ini mulai gila—oh, mungkin saja karena dia mulai mengalami sekarat kebosanan karena di rumah tidak melakukan apa-apa, seperti diriku.

"Seriously? Kau mengucapkannya padaku?" kataku datar, dengan nada paling-rendahku.

Bahu Penelope merosot perlahan, diikuti dengan wajahnya yang sok-ingin-dikasihani oleh cowok bernama Jason-yang-tidak-sudi-terhadapnya. "Aku serius. Belakangan ini aku menyadari sesuatu."

Kuputar bola mataku dengan asal-asalan—sebenarnya aku risih dengan cewek ini. "Menyadari apa? Ada upil di telingamu?"

"Ih kau jorok juga, rupanya," Dan wajahnya tampak seperti dijatuhi kotoran cicak sebesar penghapus. "tidak, bukan itu. Kau tahu, sejak kau mengirim kado ulang tahun itu... Aku mulai menyuka—"

"Woops, wait, wait! Kau bilang kado? Kado sialan apa?!" Aku menyela penjelasan cewek-ribet itu sebelum nantinya mulutnya itu akan melebar-lebarkan gosip yang sungguh memuakkan telinga; Jason dan Penelope sekarang bersama! Tentu saja aku tidak sudi dengan itu dan kalau perlu, satu hari kemudian aku akan angkat kaki dari rumah lalu pindah ke negara bagian di benua Amerika yang lainnya.

"Dengar. Sebelum kau benar-benar menderita karena menyesali perbuatan konyolmu ini, perlu kau tahu. Aku tidak memberimu kado semacam yang kau bilang tadi." tegasku, penuh penekanan disertai tatapanku yang menukik tajam ke arah kelopak Penelope; membuat cewek itu memasang muka setengah tidak percaya terhadap apa yang kukatakan barusan.

"Tapi Jason, ini kado—"

"Ini konyol. Sebaiknya kau pergi. Jangan berharap sesuatu yang lebih terhadapku." Aku meletakkan kedua tanganku pada bahu Penelope dengan tujuan memutar tubuh cewek itu, dan mendorongnya pergi—ya, aku mengusirnya.

Namun, sebelum sempat aku memutar dan mendorong tubuh Penelope di depanku lalu menyuruhnya pergi secara paksa; adalah tepat ketika tanganku bertumpu pada pundak Penelope, seseorang di belakangku berkata sesuatu. Lirih namun aku masih bisa mendengarnya. Terdengar setengah kaget namun lama-lama nadanya semakin menghilang di ujung kalimatnya. Penuh perasaan namun ada rasa sakit yang tertahan di dalam.

"Apa yang kalian lakukan..." Seth berkata demikian di belakangku berdiri.

Buru-buru aku menoleh terhadap asal suara, melepas tanganku; mengabaikan Penelope yang terus merengek. "S-Seth?" Sejak kapan Seth berdiri di situ? Sial, ini bakalan menjadi masalah yang serius untukku dan Seth nantinya. "Seth, dengar. Aku tidak bermaksud untuk—"

"Kita bicara nanti," ucap Seth dingin, tajam dan datar—seolah ucapannya adalah akhir dari hidupku—seraya buru-buru pergi dan menghilang di balik pintu kamarnya.

Aku berdecak, kesal. Semuanya kacau pagi itu. Tanpa pikir panjang lagi, segera kusuruh Penelope pulang ke rumah. Dan ya, cewek itu langsung melangkah pulang dengan tatapan-putus-asanya terhadapku, namun kuabaikan begitu saja lalu kututup pintu depan dengan kasar.

Malam harinya, aku mendengar isakan Seth di kamar. Aku pikir aku memang harus menengoknya (itu adalah kewajiban seorang kakak) mengingat kejadian pagi tadi.

"Seth?" aku memanggilnya, mengintip melewati pintu yang setengah terbuka—untung saja tidak dikunci. "Seth? Apa kau baik-baik saja?" tanyaku hati-hati, masih pada posisi mengintip di pintu, mencari keberadaan Seth dari jarak pintu ke tempat tidurnya.

Aku masuk, berjalan mendekati tempat tidur. Setelah kulihat, rupanya dia tidak ada di sana. Kusadari bahwa komputernya menyala, menampilkan sederet tulisan bergerak dari bawah ke atas dengan background hitam, menampilkan sederet nama pemeran film; yang mana sedetik kemudian kusadari bahwa Seth telah selesai menonton film, dan... di mana dia sekarang?

"Aku di sini. Kau mencariku?"

Aku menoleh, mendapati Seth memasuki ruangan. Rupanya anak itu sejak tadi berada di luar, di balkon kamarnya. "Kau... Tidak apa-apa 'kan?"

"Tentu saja. Kenapa?"

Aku menunjuk matanya, seraya berkata, "Kau menangis."

Selama beberapa detik Seth rupanya menyadari bahwa aku telah melihat pipinya yang basah karena akhirnya anak itu cepat-cepat menyeka pipinya yang basah dengan tangannya (namun rupanya malah terlihat semakin buruk, acak-acakan). Sedetik kemudian Seth berkata, "Kau pikir aku menangisi apa? Jangan konyol, dude. Aku baru saja selesai menonton film Dunkirk dan begitu bahagianya aku melihat mereka—para pemainnya—akhirnya terselamatkan, sampai-sampai aku bisa menangis! Hei, pokoknya kau juga harus menontonnya! Film itu seru sekali, kau tahu."

"Aku sudah menontonnya."

"Sungguh?"

"Minggu lalu. Tapi aku tidak menangis di akhir film-nya."

"Oh." Hanya 'oh' yang kemudian terucap dari bibir Seth sebelum akhirnya adikku itu menggerakkan cursor dan memencet exit pada video player-nya yang tadi telah memutar film Dunkirk—film perang yang memerankan Harry Styles sebagai salah satu aktornya. Aku mulai menimbang-nimbang, apakah Seth hanya berbohong untuk beralasan kenapa dia menangis-karena menurutku sendiri, menonton film Dunkirk bukanlah alasan yang masuk akal untuk menangis haru; pasalnya film itu adalah film perang, dan siapa yang akan menangisi film perang alih-alih ketagihan?

Seth menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur lalu membenarkan posisi bantalnya. Aku menunggunya berkata sesuatu dengan membeku berdiri di tempatku sejak tadi.

"Hei apa kau hanya akan berdiri saja di situ sampai aku tertidur pulas?" canda Seth, namun aku tidak tertawa; aku masih memikirkan kejadian pagi tadi.

Kutarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan. "Seth kau tahu, sebagai kakak aku harus mengetahui segala tentang adiknya. Jadi jika kau punya masalah—"

"Aku baik-baik saja," sela Seth.

"Bagaimana dengan Penelope? Apa kau masih baik-baik saja? Terhadap apa yang kau lihat pagi ini? Aku dan Pene—"

"Jason," katanya, menggantung di akhir penyebutan namaku.

Butuh beberapa detik untuk menunggu Seth kembali bicara, namun pada akhirnya dia tidak segera melakukannya dan aku harus memulai lagi, "Apa kau yang memberikan Penelope kado ulang tahun?" tanyaku hati-hati.

"Tidak."

Aku menunggu Seth melanjutkan kata-katanya, tetapi setelah beberapa detik berlalu, aku sadar Seth berbohong, "Ya. Aku yang meletakkan kado di depan pintu rumah Penelope pada malam hari ulang tahunnya."

"Itukah sebabnya dia datang padaku dengan menenteng kado dengan tujuan yang sama denganmu? Ucapan ulang tahun?" tanyaku menyelidik, setengah sarkastik.

Seth bangkit dari tempat tidur lalu duduk. "Aku menuliskan sesuatu."

"Apa?"

"Letak rumah kita. Dua rumah sebelah kiri dari rumahnya."

Aku kembali bertanya, "Tapi kau tidak menuliskan namamu di sana?"

"Ya. Hanya rumah. Maaf, Jason. Aku membuat semuanya kacau. Dan aku..." Seth tidak melanjutkan kata-katanya.

"Maafkan aku telah mendengar semuanya, Seth. Aku tahu rasanya pasti sakit. Tapi aku bersumpah aku tidak menyukai Penelope dan aku berjanji tidak akan pernah menyukainya," terangku, mendekat pada Seth lalu duduk di sampingnya.

Seth menatapku sendu, aku tahu itu adalah tatapan-rasa-bersalahnya setiap kali dia berbuat kesalahan sementara aku memarahinya. Seth berkata, "Lalu, siapa gadis yang kau sukai?"

Kualihkan pandanganku dari Seth ke arah jendela di mana di luar adalah balkon dan di seberang sana adalah rumah keluarga Carpenter. "Untuk saat ini, aku tidak tahu. Belum."

Tiba-tiba Seth—yang sedari tadi memasang wajah galau—berubah menjadi berseri-seri. "Hei, Jason. Apa kau tahu, kalau Julia ada di balik tirai jendela yang ada di seberang sana?"

"Tidak. Aku tidak tahu."

"Ya, tentu saja kau tidak tahu selama ini karena akulah yang tidur di kamar ini dan bukannya kau." Seth terkekeh, sedetik kemudian melanjutkan, "dan kau bahkan tidak tahu apa yang biasanya dilakukan Julia di seberang sana, karena aku tahu lebih banyak."

Dan Seth terkekeh lebar lagi, membiarkanku dihantui rasa penasaran akan jendela yang kini tertutup gorden di seberang sana; kira-kira, sedang apa Julia sekarang? []

Continue Reading

You'll Also Like

336K 11.2K 16
Saat Aderaldo Cetta Early menginginkan sesuatu atau seseorang, tidak boleh ada yang menghalanginya. Baginya Naara Kiva memenuhi semua syarat yang ia...
2.1M 126K 33
[SUDAH TERBIT] Sebagian cerita sudah dihapus. Buku sudah bisa dipesan dan ditemukan di semua toko buku. An Eternal Vow Wanita itu masih memakai keba...
3.5M 166K 62
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
399K 44.8K 32
[Pemenang Wattys 2023] [Pilihan Editor Wattpad pada Juni 2022] Waktu Cassandra dapat tawaran untuk membimbing anak magang, dia pikir tidak akan ada m...