LDR - Long Distance Religion...

By kyutiramisu

137K 25.1K 18.8K

Perkenalkan, Seongwoo dan Daniel sang pejuang LDR. Bukan berbeda jarak antar kota atau negara tetapi LDR yang... More

Perkenalan Tokoh
Chapter 1 - Lembar Baru
Chapter 2 -Senior Jahil dan Maba Lucu
Chapter 3 - Bakti Desa Part 1
Chapter 4 - Bakti Desa part 2
Chapter 6 - Satu Langkah Lebih Dekat
Chapter 7 - Hadiah
Chapter 8 - Emosi
Chapter 9 - Rutinitas Bersama Daniel
Chapter 10 - Retakan Kecil
Chapter 11 - Kejutan
Chapter 12 - Rindu
Chapter 13 - Keputusan
Chapter 14 - Pacar
Chapter 15 - Tanding Futsal
Chapter 16 - Keluarga Daniel
Chapter 17 - Masa Lalu Daniel
Chapter 18 - Junior Baru
Chapter 19 - Sisi Lain Daniel
Chapter 20 - Insecure
Chapter 21 - Pukulan Telak
Chapter 22 - Christmas Spirit
Chapter 23 - Waktu
Chapter 24 - Rintik Hujan
Chapter 25 - Eclipse
Chapter 26 - Pemulihan
Chapter 27 - Sriwedari
Chapter 28 - Khawatir
Chapter 29 - Jaga Diri
LDR Rencana Reuni

Chapter 5 - Bakti Desa Part 3

5.3K 1K 811
By kyutiramisu

Semoga bisa bikin kalian seneng ya.

Happy Reading!


******************************************************




Belajar dari kesalahan kemarin, pagi ini Seongwoo bangun jauh lebih awal. Sebelum matahari terbit, dia sudah siap dan duduk manis di ruang tamu. "Lah, udah cantik aja si Seongwoo," ucap Kak Irene yang baru pulang dari rumah panitia.

Seongwoo langsung mengerucutkan bibirnya. Kenapa sih gak Jisung, gak Daniel, gak Irene semua panggil dia cantik. Apa perlu Seongwoo buka celana buat kasih bukti kalau dia itu laki-laki tulen?

"Biar gak telat kayak kemaren kak," jawab Seongwoo sambil makan biskuit yang dicelup ke teh hangat. Tidak lama, semua anak rumah satu beserta Irene sudah melingkar di ruang tamu sambil makan indomie rebus, sebelum memulai kerja rodi mereka.

"Hari ini gak usah bawa sarung tangan kerja sama ember ya. Kita udah gak bikin jalan kok. Rencananya pagi ini kita ke sd buat main bareng dan bersosialisasi sama anak-anak desa. Nanti ikutin aja acaranya." Kak Irene memberikan wejangan untuk anak-anaknya. Seongwoo dan Chanyeol udah sujud syukur mereka gak perlu jadi kuli lagi.

Pukul delapan kurang sedikit, keenam orang tersebut sudah berjalan kaki menuju sekolah dasar yang tak jauh dari rumah. Di lapangan sekolah baru terlihat kakak-kakak panitia aja. "Pagi amat neng irene," teriak Seulgi, membuat senior yang lain menatap ke arah gerombolan Seongwoo.

"Gue kan harus nyamperin rumah satu-satu. Titip anak-anak gue ya. Jangan digangguin. Terutama Daniel tuh, jauh-jauh dari anak gue!" teriak Irene posesif.

Daniel? Tentu saja cuma cengengesan, gak begitu denger apa yang Irene omongin karena fokusnya sudah terpusat sama satu orang yang berdiri gemas dengan kemeja flanel kebesaran. "Neng Seongwoo, sini duduk sama akang Daniel." Pria itu menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya.

"Najis lo! Kayak om-om pedo. Mending sama Bang Sungwoon aja sini, hehe." Seongwoo memberikan tatapan datar kearah senior-senior ganjennya tersebut. Dia memilih untuk berdiri di balik punggung Chanyeol yang tidak kalah lebar.

Setelah semua orang lengkap berkumpul di lapangan sekolah dasar, Jackson mulai menginstruksi dan membagi beberapa kelompok. Seongwoo akan bermain bersama anak kelas dua sd. Dalam kelompoknya ada sekitar lima belas maba dan juga tiga senior, yaitu Seulgi, Leeteuk, dan tentu saja Daniel.

Aktivitas yang dilakukan berbeda-beda di tiap kelas. Untuk di kelas Seongwoo mereka akan menemani anak-anak menggambar. Mereka semua duduk membentuk lingkaran dan Seongwoo sudah berada di antara anak-anak kecil. Bahkan ada satu anak yang hanya mau menggambar kalau duduk di atas pangkuan Seongwoo.

"Nama kamu siapa?" tanya Seongwoo sambil melemparkan senyum manis ke arah anak di pangkuannya tersebut. Seongwoo pada dasarnya memang menyukai anak kecil, jadi sebuluk apapun anak di pangkuannya dan dengan ingus yang beler tanpa henti, ia tetap menganggap anak tersebut menggemaskan.

"Dimas, kak Uwu," ucap anak tersebut. Seongwoo terkekeh geli saat mendengar namanya diucapkan dengan tidak benar. Hampir setengah jam Seongwoo membantu Dimas mewarnai. Belum lagi tiga anak lainnya yang juga menarik-narik lengan pria itu entah untuk membantu gambar maupun mewarnai.

"Ih bagus banget bunganya. Mau dikasih warna apa?" tanya Seongwoo kepada anak di sebelah kirinya.

"Merah! Bantuin ya kak," ucap anak tersebut sambil menyerahkan crayon berwarna ungu ke arah Seongwoo. Pria itu mengerutkan keningnya bingung.

"Ini warna ungu, bukan warna merah. Ini yang warna merah," ucap Seongwoo sambil mengambil batang crayon lainnya.

Anak perempuan tersebut cemberut kesal. "Ih, bukan. Aku gak mau pake warna itu. Maunya yang merah. Gimana sih kak," ucapnya kerasa kepala sambil tetap mengacungkan crayon warna ungu.

Seongwoo menghela nafasnya pelan. "Oke oke. Sini aku warnain," ujarnya mengalah. Masa dia mau ribut sama anak kecil sih?

Tanpa disadari, ada sepasang mata sipit yang memperhatikan tingkah Seongwoo dengan anak tersebut. Bahu lebarnya terguncang akibat tawa yang keluar dari bibirnya. Sesekali kepalanya menggeleng kecil. Dia masih gak habis pikir kenapa selama beberapa hari terakhir, mahasiswa baru bernama Seongwoo itu seperti memenuhi pikirannya. Setiap ada kesempatan, matanya tanpa sadar memperhatikan gerak-gerik pria manis tersebut di luar kendalinya.

Awalnya dia hanya merasa Seongwoo cukup manis. Pria itu juga sering menjadi pembicaraan teman-temannya. Daniel penasaran dan mencoba mengerti dari dekat, pesona apa yang dimiliki Seongwoo sampai bisa menjadi buah bibir di lingkungannya. Ternyata sifat Seongwoo yang unik dan sederhana berhasil menarik atensi Daniel lebih lanjut.

Seperti sekarang, Daniel menambahkan satu lagi list lagi tentang Seongwoo. Pria itu menyukai anak kecil. Interaksi Seongwoo dengan anak-anak di sekitarnya terlihat begitu polos dan menyenangkan.

Daniel mengambil satu kertas putih dan mulai menggambar serta menulis seuatu di atasnya. Tidak lama kemudian senyum di bibir pria itu muncul kembali. Ia mendecak puas dengan hasil karyanya dan menepuk pundak seorang anak laki-laki di dekatnya. "Dek, bantuin kakak dong. Kasih kertas ini ke kakak manis yang pake baju kotak-kotak hijau. Nanti kakak beliin permen deh."

Anak tersebut menatap Daniel dan Seongwoo bergantian. "Gak mau permen. Emangnya aku anak kecil."

Daniel terkekeh, "Ya udah maunya apa?"

Anak itu mengusap dagunya, seperti orang dewasa. "Beliin cilok sama teh sisri. Gimana?" Daniel mengangguk. Anak kecil itu membawa kertas tersebut dan menarik- narik baju Seongwoo.

Pria tersebut menengok dan melihat seorang anak yang menyerahkan kertas kepadanya. "Buat kakak manis dari kakak sipit," ujar anak tersebut sebelum berlari kembali ke arah Daniel.

Seongwoo menatap bingung kertas di tangannya dan melarikan pandangan ke arah Daniel yang kini sedang tos dan tertawa bersama anak kecil tadi. Pria itu kembali menatap Seongwoo dan mengeluarkan senyum jahilnya sambil melambaikan tangan.

Bibir tipis Seongwoo tertarik membentuk sebuah senyuman saat melihat sebuah gambar awan dan matahari. Ditambah dengan tulisan,

Hai, matahari. Kenapa senyumnya cerah banget sih hari ini? Jangan senyum kayak gitu lagi ke orang lain. Aku gak suka. Karena matahari yang satu ini rasanya cuma buat aku!

Seongwoo mengipas wajahnya yang terasa lebih panas dari sebelumnya. Apa sih maksud tulisannya Daniel. Nggak, Nggak! Seongwoo gak boleh baper. Dia menyimpan kertas tersebut di saku celananya. Matanya menatap balik Daniel dan mengucapkan kata terima kasih tanpa suara.


************************************


Setelah makan siang, Irene menyuruh semua anak-anak rumahnya untuk membawa peralatan. "Isi ransel kalian sama baju ganti, bener-bener semua sampe daleman ya. Bawa juga ponco, senter, sandal, air putih. Jangan lupa pake topi sama sepatu gunung kalian ya."

Seongwoo mengerutkan keningnya tapi tidak berniat untuk membantah seniornya. Semua orang kini berjalan, bukan lagi ke lapangan sd tempat mereka kumpul setiap hari, tapi ke arah basecamp panitia. Mata pria itu kembali berbinar saat melihat sahabat-sahabatnya yang terpisah beberapa hari ini.

"Minyoooooon!" Teriak Seongwoo sambil memeluk Minhyun.

"Lo gak kangen sama gue?" tanya Jisung.

Seongwoo tertawa singkat. "Kangen, kangen! Sini gue peluk satu-satu," ujar Seongwoo sambil memeluk Jisung, Daehwi dan Jinyoung bergantian.

"Gimana wilayah kalian kemaren?" tanya Seongwoo.

"Seru kok, kita bangun masjid sih. Kakaknya juga baik-baik. Banyak yang ganteng lagi," jawab Daehwi sambil cengengesan.

Seongwoo melotot sebal. "Baik apanya? Gila ya di wilayah gue udah kayak latihan militer. Sama sekali gak ada yang senyum. Paling kak Daniel aja yang emang receh. Gue bahkan sempet disuruh push up karena kesiangan."

"Kalo itu mah emang lo yang salah kali. Di wilayah gue juga banyak yang bermasalah. Ada yang ketahuan ngerokok malem-malem. Belom dihukum sih, gak tau kapan. Sama katanya Sanggyun juga ketahuan main ke wilayah gue." Jawab Jinyoung.

"HAH? Yang bener? Kapan dia perginya? Gue serumah sama dia tapi gak tau kalau tuh anak keluyuran." Seongwoo membelalakan matanya kaget.

Jisung memukul kepala Seongwoo. "Lo sih nempel mulu sama temen rumah lo yang ganteng itu. Siapa namanya? Chanyeol?" Seongwoo meringis dan mengusap kepalanya. Iya juga sih, dia emang rada gak peduli sama yang namanya Sanggyun. Itu anak gak keliatan aja, Seongwoo gak nyariin.

Setelah agak lama mereka mengobrol, ada sebuah sirine yang membuat perhatian semua orang tertuju kepada bukit di depan mereka. Tanpa sadar semua mahasiswa baru berbaris rapi. Muncul satu baris senior dengan kemeja cokelat, khas divisi advance yang mengatur jalannya bakti desa. Salah satunya ada Jackson dan juga Mark di sana.

"Perhatian! Sekarang kita akan melakukan trekking. Kalian semua hitung satu sampai dua puluh dan langsung bikin barisan baru sesuai nomor. Sekarang!" teriak salah satu senior. Setelah semua anak berada di kelompok baru, senior itu kembali bicara.

"Jalur trekking ini gak mudah, tapi kita gak ngajarin kalian jadi manja. Apapun yang terjadi tetep jalan sama temen satu grup kalian. Ada kakak mentor yang mendampingi kalian. Jangan sok tahu. Jangan melakukan hal-hal yang bisa merugikan diri kalian dan teman satu kelompok. Inget ini tempat orang, dan keselamatan kalian ada di tangan kami. Jadi patuh sama peraturan. MENGERTI?" semua maba kembali meneriakkan kata mengerti.

Satu-persatu tim dilepas untuk memulai jalan ke arah hutan. Setiap selang sepuluh menit, akan diikuti oleh tim yang selanjutnya. Sekarang giliran tim Seongwoo untuk mulai trekking atau pendakian. Awalnya mereka hanya melewati sawah-sawah hingga sampai di kaki bukit.

"Temen-temen ini namanya tanjakan cinta. Terjal banget dan tinggi banget. Siapin stamina ya," kata mentor yang memimpin jalan. Di atas sana sudah terlihat satu kakak advance yang berjaga kalau terjadi sesuatu.

Selama hampir 15 menit mereka mendaki tanjakan tersebut, tetapi baru setengah jalan. Pijakan kaki mereka mempunyai jarang yang tinggi-tinggi, sehingga menguras habis kekuatan orang yang mendaki. Suara terengah-engah sudah mulai kedengaran. Seongwoo juga merasa lelah tapi beruntung dia yang mantan pemain marching band dan memang hobi naik gunung gak terlalu terkuras tenaganya.

Pria itu bahkan sempat menopang badan teman di depannya yang mulai terlihat lemas. "Lo gakpapa?" tanya Seongwoo khawatir. Wajah perempuan di depannya sudah pucat dan terdengar suara nafasnya yang aneh. Seperti orang yang mempunyai penyakit asma. Perempuan itu menggeleng, tetapi reaksi tubuhnya berbanding terbalik.

"KAK! KAK! INI ADA YANG PINGSAN!" Teriak Seongwoo sambil menahan tubuh temannya tersebut. Kakak Advance dan juga medic yang ada di atas tanjakan langsung berlari ke arah Seongwoo. Pria itu membantu seniornya untuk membopong mahasiswi tadi.

"Makasih ya udah sigap bantuin," ujar kakak medic yang tadi bersama Seongwoo. Pria itu tersenyum dan mengangguk kecil. Mulai kembali ke rombongannya saat melihat teman satu kelompoknya telah mendapat pertolongan pertama. Tidak lama, mereka sudah berada di puncak. Ada kakak-kakak senior yang bersiap di sana.

"Hai! Wah selamat udah melewati tanjakan cinta! Sekarang kalian ada di basecamp divisi acara dan dokumentasi. Kita ada hadiah buat kalian, yaitu boleh foto-foto di atas puncak tanjakan cinta." Seongwoo melihat pemandangan dari atas bukit. Memang benar pemandangan dari atas luar biasa indah. Daerah Pengalengan memang masih asri. Banyak perkebunan, hutan, dan juga ada satu danau besar di bawah sana.

Setelah istirahat dan berfoto selama sepuluh menit, mereka akhirnya melanjutkan perjalanan. Sepertinya hampir satu jam mereka berjalan masuk ke dalam hutan, melewati setapak kecil dengan tebing di sebelah kanan dan jurnag di sebelah kiri. Saat medan trekking mulai terlihat sulit, akan ada satu kakak advance dan juga medic berjaga di sana.

Di tengah jalan, tiba-tiba cuaca menjadi tidak mendukung. Awan gelap dan petir mulai menyambar. Hujan turun dengang sangat deras membuat semua orang harus memakai ponco dan mengeluarkan senter yang mereka punya. "Ayo jalannya dipercepat ya. Bahaya kalau terlalu lama kayak gini."

Hampir lama hujan turun, bahkan saat mereka sampai di basecamp terakhir. Tempat berkumpulnya anak logistik dan juga advance. Sekarang hanya gerimis-gerimis kecil yang jatuh. Ternyata tugas di basecamp terakhir adalah menyeberangi danau dengan menggunakan rakit, tapi hanya boleh tiga orang yang berada di rakit kecil tersebut. Sisanya harus berenang sambil menarik maupun mendorong rakit tersebut.

Seongwoo dan yang lainnya mulai melepaskan ponco, sebelum tangannya ditarik seseorang. "Kamu yang berenang? Di cuaca kayak gini?" Daniel menahan lengan Seongwoo. Matanya menatap rambut pria itu yang sudah basah kuyup karena hujan.

"Iya lah kak. Masa cewek-cewek yang disuruh berenang. Kasian mereka. Aku gakpapa kok." Seongwoo melepaskan tangan Daniel dan mulai memakai jaket pelampung. Dia beserta yang lain mulai mendorong rakit dan berenang menuju seberang. Danau tersebut ternyata tidak terlalu dalam, hampir mencapai leher Seongwoo, tapi dia masih bisa menapak di dasar danau. Pantas saja tadi Kak Irene menyuruh mereka untuk bawa baju ganti samapi daleman karena mau gak mau mereka semua harus nyebut ke danau.

Setelah sampai di seberang, semua mahasiswa baru diarahkan menuju satu tempat yang tertutup kain untuk berganti baju. Seongwoo memasukkan baju basahnya ke plastik dan menaruhnya ke dalam tas. Sepatu basahnya masih dia gunakan. Pria itu berjalan ke arah yang ditunjukkan oleh seniornya. Ada satu antrian panjang, sepertinya kakak kakak konsumsi sudah menyiapkan minuman hangat untuk mereka.

Saat lagi menunggu, tiba-tiba tangan Seongwoo ditarik menjauhi antrian. Seongwoo udah siap marah karena dia udah capek ngantri daritadi, eh sekarang harus ngulang antri lagi. Tapi amarahnya tertahan saat melihat punggung familiar orang yang menariknya. "Kak Daniel apaan sih?" tanya Seongwoo sedikit berontak.

Seniornya itu membawa dirinya sedikit melipir ke bawah pohon. Membuat Seongwoo merinding ketakutan. Gak sadar ya Daniel kalau sekarang hampir maghrib. Kan serem jadinya.

Tanpa banyak kata, Daniel mengambil handuk yang dia sampirkan di bahunya. Seongwoo kaget bukan main saat seniornya tersebut mengeringkan rambut basahnya. "Jangan banyak gerak. Nurut aja," bisik Daniel dengan suara rendah.

Mata Seongwoo hanya terpaku kepada bordiran nama Daniel di bagian dada kiri pria itu. Daniel Aditya H. Pikirannya Seongwoo kembali terganggu saat pria di hadapannya semakin mendekatkan badan. Hidung sensitif Seongwoo bahkan bisa mencium sedikit bau parfum Daniel yang sudah bercampur dengan keringat maupun wangi natural pria itu.

Seongwoo menaruh kedua tangannya di depan dada Daniel. Kalau dia bisa mencium bau pria itu, maka Daniel juga bisa mencium bau dirinya kan? Seongwoo kan udah keringetan, kehujanan, bahkan sampai nyebur ke danau yang gak jernih. Baunya dia pasti gak enak banget. "Kak jangan deket-deket, ih."

Daniel mendecakkan lidahnya tanpa berhenti mengusap rambut hitam Seongwoo, memastikan rambut pria di depannya benar-benar kering. Seongwoo yang merasa aneh melihat gerak-gerik seniornya yang bawel itu tiba-tiba berubah pendiam, mulai mengangkat wajahnya.

Tidak ada senyum di wajah Daniel. Hanya ada wajah datar yang secara kurang ajar masih terlihat sangat tampan. Mata Daniel yang fokus ke rambut Seongwoo juga beralih menatap mata hitam pria yang lebih pendek sedikit darinya. Dia khawatir. Cuaca yang buruk dan juga berenang dengan keadaan seperti ini membuat Daniel khawatir terhadap Seongwoo-nya.

"Hatchiii!" Seongwoo tidak bisa lagi menahan bersin. Daniel terkekeh dan merapikan rambut Seongwoo.

"Tunggu di sini. Jangan kemana-mana!" ujar Daniel sambil berlari kecil ke arah sesi konsumsi.

"Minta teh hangatnya dong satu." Kyungsoo yang bertugas membagikan minumnya menatap Daniel bingung.

"Ini buat maba loh, bukan buat panitia."

"Iya buat maba kok. Tuh yang berdiri di sana," jawab Daniel sambil nunjuk Seongwoo yang berdiri canggung di luar kerumunan teman-temannya. Tidak lama Daniel kembali ke hadapan Seongwoo dengan membawa satu teh hangat.

"Sini tangannya," Daniel mengambil tangan kanan dan kiri Seongwoo tanpa izin, meletakkan gelas hangat di antara kedua tangan tersebut. Tidak lupa tangan besar Daniel yang digunakan untuk mengusap-usap jemari lentik Seongwoo. Katanya supaya Seongwoo jadi hangat. Gak modus kok dia.

"Nih tangan kamu sampe dingin gini. Jaket kamu juga basah kan? Kita sampe malem loh acaranya." Seongwoo merotasikan matanya malas saat pria di depannya yang tanpa izin memegang tangannya, kini juga marah-marah.

"Ya udah sih kak. Emang kakak siapanya saya bisa marah-marah? Lebay deh." Seongwoo melepaskan tangannya dari genggaman Daniel dan berjalan menuju barisan teman-temannya.

Sebelum hilang di antara kumpulan mahasiswa baru, Seongwoo berbalik ke arah Daniel. "Ngomong-ngomong makasih kak minumannya." Pria itu kembali berlari kecil meninggalkan Daniel.


**********************


Setelah semua mahasiswa baru menyelesaikan trekking, mereka dibawa kembali ke basecamp panitia. Tidak ada cahaya yang muncul di lapangan tersebut. Bahkan semua maba diharuskan untuk menunduk, sambil sesekali senior berteriak ke arah mereka. Seongwoo menundukkan kepalanya dan ikut berbaris.

Jantung pria itu sudah hampir keluar saat tadi divisi tata tertib meneriakkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan sama mahasiswa baru selama bakdes. Bahkan dia melihat Sanggyun dan beberapa orang lainnya dibawa entah kemana. Selama hampir setengah jam, di bawah suasana yang gelap dan tekanan divisi tata tertib dan panitia, terpilih satu orang sebagai ketua angkatan fisip 2013. Namanya Woojin, kalau Seongwoo gak salah denger. Pas tadi Woojin orasi, banyak senior yang mengitari Seongwoo, menyuruh dia juga untuk maju sebagai kandidat. Tapi Seongwoo tetep gak mau maju. Biarin aja diteriakkin, dia gak peduli.

Setelah sesi yang menegangkan tersebut, mereka tetap berbaris di tengah kegelapan. Secara tiba-tiba segerombolan senior berjalan masuk di antara mahasiswa baru. Seongwoo berada tepat di sebelah kepala divisi tata tertib yang mulai berteriak. "Selamat! Kalian telah melewati rangkaian ospek fakultas dan bakti desa 2013. Semuanya, lihat ke samping kanan dan kiri kalian. Ada senior yang mulai saat ini resmi menjadi keluarga kalian. Selamat datang adik kami di keluarga fisip!" Sebuah suara dan cahaya terang tiba-tiba hadir di tengah mereka.

Api unggun setinggi hampir tiga meter menerangi basecamp dan senior mulai mengikatkan slayer yang berlogo fisip di lengan para mahasiswa baru, tanda penyambutan. Diikuti dengan nyanyian lagu 'labapaca', lagu kebangsaan anak fisip. Seongwoo merasa emosinya bercampur aduk. Setelah dimarahi sekarang maalh disambut dengan manis. Banyak juga senior yang mengucapkan selamat datang di keluarga fisip sambil memeluk Seongwoo. Bener-bener gak adil. Seongwoo kan gak bisa sebel sama mereka sekarang.

Dengan susah payah, Seongwoo mencari keberadaan teman-temannya di antara kerumunan. Malam itu, di sekitar api unggun menjadi ajang berpelukan dan juga ajang foto senior dengan junior maupun dengan teman-teman sau angkatan.

"Bang Jaehwan!" teriak Seongwoo saat melihat seniornya. Ia berlari dan memeluk Jaehwan dengan erat. "Kenapa nangis bang?" tanya Seongwoo bingung.

Jaehwan yang berusaha tegar menjawab. "Ini kan bakdes dan kepanitiaan terakhir gue di fisip, Woo. Sedih lah." Seongwoo menepuk pelan pundak Bang Jaehwan. Berusaha menenangkan. Iya juga ya, Bang Jae kan udah tua.

"Ya udah sini foto sama gue!" ujar Jaehwan sambil meminta tolong teman di sampingnya untuk mengabadikan momen mereka berdua di depan api unggun.

"Gimana di wilayah? Seneng gak?" tanya Jaehwan.

"Nggak! Serem tau. Kayak pelatihan militer. Kenapa sih aku bisa masuk di wilayah itu?" protes Seongwoo.

"Jangan marah ya. Aku yang masukkin kau ke sana, hehe. Kau tuh salah satu maba aktif jadi sengaja aku taro di antara maba-maba nyebelin. HAHAHA."

Seongwoo membulatkan matanya dan memukul-mukul Jaehwan. "Oh jadi semuanya gara-gara Bang Jaehwan? Jahat banget sih. Nyebelin." Jaehwan dengan ketawa nyaringnya berusaha menghindari pukulan Seongwoo.

"Tapi kau juga senang kan? Di sana ada si Daniel. Tau tidak? Dia sampai mengemis di depan kordivnya supaya ditempatkan di wilayah dua. Seharusnya dia tidak pegang maba dan mengurus basecamp." ujar Jaehwan.

"Loh kenapa dia mau di wilayah dua?" tanya Seongwoo yang dibalas dengan tempelengan halus dari jaehwan.

"Ya karena ada kau lah! Kulihat-lihat sudah jadi budak cinta si Daniel itu. Budak cintanya Seongwoo. Hebat juga kau!"

Seongwoo kembali memukul Jaehwan. "Jangan ngaco ya, bang. Udah ah aku mau foto sama senior ganteng lainnya. Kenapa aku malah sama senior jelek kayak Bang Jae gini sih." Pria itu langsung berlari menjauhi Jaehwan yang sudah teriak marah.

"HEH ANAK MONYET! KURANG AJAR YA KAU!" Seongwoo lari sambil tertawa-tawa sampai dia tidak melihat ada satu punggung di depannya.

"Eh, Seongwoo?" Pria itu menatap manis senior yang menghalangi jalannya.

"Eh kak Jonghyun, he he he. Kak foto dong sama aku! Kenang-kenangan!" ucap Seongwoo semangat.

"Boleh! Bentar ya aku panggil anak dokum dulu." Seongwoo menari-nari dalam hati. Kapan lagi dia bisa foto bareng senior pujaan semua umat. Si PHD satu ini memang menjadi kecengan bersama para maba. Setelah berfoto lumayan banyak, Seongwoo membiarkan maba-maba lain mengerumuni Jonghyun.

Seongwoo tersenyum puas, sepanjang malam dia banyak berfoto dengan senior dan sahabat-sahabatnya. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Hingga api unggun hampir padam seutuhnya, pria itu tidak melihat adanya tanda-tanda keberadaan Daniel. Dia harus puas menghabiskan malam tanpa punya kenang-kenangan dengan pria itu.


*****************************


Keesokan paginya setelah pamit dengan ibu rumah dan mengucapkan terima kasih karena boleh merepotkan selama beberapa hari, mereka semua berjalan menuju basecamp tentu saja kembali membawa tas carrier mereka yang terasa sedikit lebih berat.

"Taruh carrier kalian dan kasih tanda ya. Supaya nanti gak tertukar. Sekarang satu-satu boleh baris. Kita jalan menuju tronton." Sebelum ikut barisan menuju tronton, Seongwoo kembali melihat bahwa Daniel tidak ada di antara anak-anak berjaket merah. Pria itu menghela nafas.

Sesampai di tempat tronton, Seongwoo membiarkan temamn-teman yang lain untuk masuk duluan. Dia memang tipikal orang yang pengalah, tidak suka kalau harus berebut dengan orang lain. Pria manis itu duduk di warung dekat rombongan tronton sampai secara tiba-tiba ada yang berdiri di depannya.

"Nih, pake!" Daniel berdiri di depan Seongwoo sambil memberikan helm berwarna merah. Seongwoo mengerutkan keningnya. Ini maksudnya dia gak naik tronton tapi naik motor sampai Bandung atau gimana? Tepos dong pantat bulatnya Seongwoo.

"Gue disuruh beli obat-obatan di apotek, buat persiapan nanti kalau ada yang sakit di tronton," ujar Daniel seperti membaca pikiran Seongwoo.

"Ya udah kak, berangkat aja. Kenapa helmnya dikasih ke saya?" tanya Seongwoo.

"Gue mau lo yang ikut gue. Panitia semua lagi sibuk makanya gue disuruh pergi sama maba. Yang gue kenal kan cuma lo. Ayo buruan!" Seongwoo menerima helm dari Daniel secara ragu-ragu. Dalam hati dia kesel, kenapa Daniel balik lagi sih ngomong pake 'gue-lo' bukan 'aku-kamu' kayak kemaren?

"Pegangan yang kenceng. Gue gak mau ya lo jatoh terus gue dikira celakain anak orang." Daniel menggiring tangan Seongwoo untuk melingkar di perutnya. Seongwoo mulai cemberut dan memaki Daniel dalam hati, tanpa ia ketahui sosok di depannya sedang tersenyum begitu lebar di balik helm.

Setelah kembali dengan berbagai macam obat, Seongwoo mulai mengedarkan pandangannya. "Kak, kok udah sepi ya?" hanya terlihat tiga tronton yang masih terparkir gagah di lapangan.

"Lo tunggu di sini. Jangan kemana-mana. Bareng gue naik trontonnya." Daniel berlari dengan satu plastik obat di tangannya, menghampiri kordiv medic yang masih mengecek peralatannya.

"Kak Tiffany! Nih Daniel beliin obat. Disimpen ya," ucap pria itu sambil berlari kembali ke arah Seongwoo yang tengah menunggu.

Tiffany memandang bingung plastik obat di tangannya. "Donghae! Lo nyuruh Daniel buat beli obat? Emang stok obat udah abis?" tanya perempuan itu ke arah wakilnya. Donghae mengerutkan kening dan menggeleng.

"Kemaren pas gue cek masih lengkap kok obat-obatan. Lagi sakaw kali tuh anak. Dari kemaren ngaco mulu." Mau tidak mau Tiffany memasukkan obat-obatan ke dalam tas P3K miliknya. Lumayan dapet stok gratis dari Daniel.

Seongwoo melihat Daniel yang berlari dengan senyum menggemaskan ke arahnya, secara tidak sadar pria itu juga tersenyum. "Udah kak?" tanya Soengwoo.

Daniel mengangguk. "Udah kok. Untung aja ada gue jadi anak medic gak usah pusing karena stok obatnya habis." Gak tau aja si Seongwoo kalau gak ada orang yang nyuruh Daniel untuk beli obat.

Keduanya sampai di tronton terakhir. Baru saja Seongwoo mau masuk ke belakang, ia ditahan oleh Daniel. "Lo duduk di depan. Berdua sama gue."

"Hah? Nggak ah! Saya sama yang lain aja di belakang," tolak Seongwoo.

"Kenapa sih gak pernah nurut? Di belakang tuh udah penuh. Pilihannya cuma lo duduk di depan sama gue, atau lo pulang sendiri ke Bandung." Seongwoo berpikir sejenak. Mana mungkin dia pulang sendiri ke Bandung. Mau naik apa.

"Ya udah," ucap Seongwoo sambil naik ke kursi depan diikuti oleh Daniel yang tersenyum penuh kemenangan.

Keduanya tidak mengobrol apapun sepanjang perjalanan. Terlebih Seongwoo yang mulai memejamkan matanya. Dia tidak bisa menahan kantuk dan mulai tertidur di bahu Daniel. Pria berbahu lebar tersebut cuma senyum-senyum senang.

Tidak lama, pria itu mengeluarkan ponsel dari kantongnya. Mengaktifkan kamera depan miliknya. Ia melakukan selfie dengan wajah Seongwoo yang tertidur di pundaknya. Mengingat tidak ada satu pun foto kenang-kenangan mereka di bakdes kemarin.

"Pacarnya ya mas?" tanya supir di samping Daniel. Pria itu hanya menyengir tanpa dosa.

"Doain lancar aja ya pak," ucapnya sebelum menyusul Seongwoo ke alam mimpi.

Sampai di kampus, semua anak menunggu kedatangan tas carrier mereka. Seongwoo sudah duduk manis bersama Jisung, Minhyun, Daehwi, dan Jinyoung. Sesekali mereka terpekik gemas saat Seongwoo menceritakan pengalaman bakdesnya dengan Daniel.

"Fix sih kak Daniel emang suka sama lo!" jawab Daehwi heboh. Seongwoo kembali menyuap mie ayam miliknya.

"Gak tau sih, Hwi. Gue gak mau ngarep. Nanti sakit ujungnya kalo ternyata gue cuma kepedean. Siapa tau dia gitu juga sama orang lain," jawab Seongwoo.

"Woo," ujar Jinyoung secara tiba-tiba. Seongwoo sempat kaget saat temannya yang super pendiem tersebut mau buka mulut dan membuka percakapan.

"Kenapa?" Jinyoung menggaruk lehernya yang tidak gatal. Dia bingung antara mau melanjutkan kata-katanya atau tidak. Tapi melihat Seongwoo yang berbinar-binar, dia jadi tidak tega.

"Sebenernya... Sebenernya...." ucap Jinyoung terpotong-potong.

"Apa sih? Cepetan ih ngomongnya," ucap Jisung yang ikutan tidak sabar.

Jinyoung kembali menatap mata Seongwoo. "Pas api unggun kemaren.. Sebenernya gue gak sengaja liat kak Daniel... Kayaknya dia lagi ditembak sama salah satu senior cewek. Gue gak denger sih apa yang diomongin, tapi abis itu mereka pelukan."

Seongwoo menatap Jinyoung dengan tatapan datar. Pantes aja Seongwoo gak liat ada tanda-tanda keberadaan Daniel kemaren malam. Ternyata rasanya tidak begitu sakit. Ada satu sudut di hatinya yang diam-diam bersyukur dengan kenyataan tersebut. Bahwa tidak mungkin laki-laki seperti Daniel menyukai orang seperti dirinya.

"Tuh kan. Apa gue bilang. Gak usah mikir yang aneh-aneh deh. Dia emang suka isengin gue aja," ujar Seongwoo memecah keheningan di antara sahabat-sahabatnya. Tetap tersenyum seperti biasa, seolah tidak ada sakit yang meremas hatinya.

Tronton carrier pun datang. Mereka berlima cepat-cepat mengambil tas dan kembali ke kosan masing-masing. Seongwoo melambaikan tangannya ke arah teman-temannya, dia memutuskan untuk membeli persediaan air minum di indomaret depan kampus.

Selepas kepergian teman-temannya, senyum Seongwoo pun kembali memudar. Tidak, Seongwoo tidak menangis. Hanya merasa bodoh saja. Sibuk dengan pikirannya, Seongwoo tidak menyadari bahwa antrian di depannya telah kosong. "Woo, maju." Sebuah bisikan menyadari pria itu dan cepat-cepat dia menaruh botol-botol air putih ke kasir.

"Makasih ya..." ucapannya berhenti saat Daniel merupakan orang yang mengantri di belakangnya. Seongwoo mengalihkan pandangannya. Tanpa bicara ia menyodorkan uang ke kasir dan pergi membawa botol-botol minumnya. Tidak mengindahkan Daniel yang berteriak, menyuruhnya untuk menunggu.

"Woo!" Setelah berlari lumayan kencang, Daniel bisa menggapai lengan kurus Seongwoo.

"Lepasin kak," jawab Seongwoo dingin. Daniel mengerutkan keningnya saat mendengar nada tidak biasa dari Seongwoo.

"Aku anter ke kosan-"

"Gak usah kak!" teriak Seongwoo memotong ucapan Daniel. Dia hanya mau cepat-cepat pergi dari suasana tidak menyenangkan ini. Agak lama sampai akhirnya Daniel melepaskan cengkeraman tangannya.

"Hati-hati ya," ujar Daniel sedikit tidak rela. Seongwoo memutar badannya dan pergi menjauh.

"SEONGWOO!" Teriak Daniel kembali, membuat langkah Seongwoo terhenti. "Jangan percaya sama kata-kata siapapun selain aku. Kalau ada yang ganggu pikiran kamu, tau kan siapa yang harus disamperin? Aku bakalan jawab semuanya."

Seongwoo menghela nafasnya dan melanjutkan langkah kakinya. Saat ini dia bahkan tidak percaya dengan perasaannya sendiri, kenapa harus bertanya ke orang lain? Dan apakah Daniel juga bisa dipercaya?


- To Be Continued -


Author's note:

Hmmm.. sini aku siapin kolom hujat. Kerdusnya Daniel libur dulu ya.

Aku bener-bener kehilangan mood. Untuk yang nungguin Prince of the Darkness, maaf ya. Minggu ini kayaknya gak ada update cerita itu dulu, hehehe. Chapter depan seharusnya manis, tapi Ongniel di real life lagi gak manis, jadinya aku gak bisa setting mood yang bener.

Bersabar ya sayang-sayangku.


Padahal baru kemaren aku tuh menggelepar karena liat kegantengan Seongwoo. Gak ngeerti lagi dia manusia atau bukan sih? Kebangetan huhuhu.


Terus-terus ada ini..


Disaat kayak gini Onghwang dan Onglin aku manis banget


Makasih ya temen-temen yang udah mau baca, kasih vote, dan comment yang menghibur banget. Aku tunggu di chapter ini! Siapa tahu bisa naik lagi mood aku hehehe.

Sayang kalian!

Continue Reading

You'll Also Like

23.3K 2K 40
Story of a family - strict father, loving mother and naughty kids.
92.2K 2.4K 34
A little AU where Lucifer and Alastor secretly loves eachother and doesn't tell anyone about it, and also Alastor has a secret identity no one else k...
34.5K 2.3K 56
𝐭𝐡𝐞 𝟐𝐧𝐝 𝐛𝐨𝐨𝐤 𝐨𝐟 𝐬𝐡𝐨𝐫𝐭 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐚𝐛𝐨𝐮𝐭 𝐨𝐥𝐢𝐯𝐢𝐚 𝐫𝐨𝐝𝐫𝐢𝐠𝐨 𝐚𝐧𝐝 𝐲/𝐧'𝐬 𝐦𝐞𝐞𝐭-𝐜𝐮𝐭𝐞𝐬/𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐢�...
141K 5.1K 25
فيصل بحده وعصبيه نطق: ان ماخذيتك وربيتك ماكون ولد محمد الوجد ببرود وعناد : ان مارفضتك ماكون بنت تركي !