HOLDER : Elsewhere (END)

Von pockynop

365K 55.5K 3.2K

BOOK 2 after HOLDER : DOTW (Fantasy + Magic) Perjalanan Carina dengan rencana gilanya berlanjut saat dirinya... Mehr

Prolog
BAB 1 - Penjara
BAB 2 - Rapat Besar
BAB 3 - Activating
BAB 4 - Siksaan
BAB 5 - Rencana Gila
BAB 6 - Ruang Bawah Tanah
BAB 7 - Penyerangan
BAB 8 - Finding Her
BAB 9 - Restart
BAB 10 - Kebenaran
BAB 11 - A Piece
BAB 12 - Hint
BAB 13 - Aku Menemukanmu
CAST!
BAB 14 - When They Meet
BAB 15 - Hatimu Masih Mengingatku
BAB 16 - Ingatan
BAB 17 - Dua Hati
BAB 19 - Move On
BAB 20 - NAMA
BAB 21 - Keputusan
BAB 22 - Dia Kembali
BAB 23 - Terabaikan
BAB 24 - Kisahnya
BAB 25 - Ramalan Kuno
BAB 26 - Dua Belas Kunci
Bab 27 - Karena itu Kau...
Bab 28 - Extension
Bab 29 - Libra
Bab 30 - Jiho dan Sera
Bab 31 - Mexico & Canada
Bab 32 - Serangan
Bab 33 - Busan
Bab 34 - Track Finder
Bab 35 - Garis Depan
Bab 36 - Hilang Kendali
Bab 37 - The Last Key
Bab 38 - Golden Sword
Bab 39 - Kakak
Bab 40 - Heartache
Epilogue

BAB 18 - Kenangan yang Hilang

12.2K 1.3K 103
Von pockynop

Arvis menceritakan semuanya pada Carina perlahan-lahan. Alvis memberitahunya jika Milo hanya memberikan waktu selama dua minggu untuk Carina agar mengetahui semua masa lalunya. Karena hal itu, Arvis mulai menceritakan asal mula tentang keberadaan Holder, pulau ini, dan kemudian Oracle.

Tapi, ada satu hal yang ia sembunyikan dari Carina. Ia bahkan berharap jika Carina tak perlu mengetahui hal itu. Yaitu fakta bahwa Alvis masihlah berstatus menjadi kekasihnya. Arvis tak sebaik itu sampai-sampai ia harus membiarkan Carina mengetahuinya dan memiliki rasa ketertarikan pada Alvis. Ia tak akan berbelas kasih pada rivalnya, sekalipun itu saudara kandungnya sendiri.

Tak hanya Arvis saja yang membantu Carina untuk memulihkan ingatannya. Alvis juga selalu memberitahu masa lalu Carina selama ia berada di asrama dulu.

Bahkan setiap ada kesempatan ia selalu berusaha menceritakan kedekatan antara mereka, meski pun ia belum bisa memberitahu gadis itu kalau masih ada hubungan spesial di antara mereka berdua.

Alvis pikir kalau ia menceritakannya saat ini, Carina mungkin akan merasa canggung setiap kali bertemu dengannya. Bahkan ia takut kalau gadis itu akan menghindarinya. Alvis masih belum yakin tentang perasaan Carina padanya saat ini karena gadis itu belum mampu mengingat tentang dirinya.

"Aku masih sulit mempercayainya."

"Mempercayai apa? Tentang Holder dan juga pulau ini?" tanya Alvis tak mengalihkan pandangannya dari wajah Carina. Mereka saat ini sedang mengobrol di satu-satunya sofa panjang yang ada di kamar Carina.

Alvis tak henti-hentinya mendekati Carina sejak ia membawa gadis ini tiga hari yang lalu bersama Arvis dan yang lainnya. Ia selalu menemui Carina saat Arvis tak berada di dekatnya. Begitu pun sebaliknya, Arvis selalu menemui Carina jika tak ada Alvis di dekatnya. Saudara kembar ini saling mengerti satu sama lain akan posisi mereka, mengingat mereka adalah saudara dan telah menyukai gadis yang sama.

"Iya, aku masih sulit percaya bahkan setelah melihat kucing itu berbicara. Lalu, kau dan Arvis yang bisa berteleportasi ke mana pun sesuka kalian berkat kekuatan itu, dan juga Holder lainnya yang ada di asrama ini."

Alvis tersenyum lembut, "Tenang saja. Lama-lama kau akan terbiasa."

Deg!

Entah mengapa jantung Carina berdebar-debar saat melihat senyuman itu. Wajahnya juga memerah membuat Alvis menatap cemas ke arahnya.

Alvis mengulurkan tangannya lalu menyentuh pipi Carina dengan punggung tangannya, "Kau demam?"

Wajah Carina semakin memerah dan salah tingkah atas perlakuan laki-laki di depannya itu. Ia berdeham agak keras, mencoba untuk meredam rasa gugupnya dan juga jantungnya yangberdebar-debar.

"Ti-tidak. A-aku kepanasan." Carina tergagap dan langsung bangun dari duduknya dengan kaku, kemudian berjalan cepat ke arah jendela kamarnya. "Kurasa akan lebih baik jika aku membuka jendelanya."

Srak!

Begitu Carina membuka satu-satunya jendela yang ada di kamar itu, angin musim dingin menerpa wajahnya yang langsung membuatnya merinding kedinginan. Ia lupa kalau saat ini musim dingin telah datang. Mungkin dalam waktu dua minggu ke depan salju akan turun dan hari Natal akan tiba.

"Hatchih!" Carina langsung bersin begitu tubuhnya kedinginan. Ia lemah terhadap cuaca dingin.

Alvis menatap Carina dengan ekspresi lucu, lalu berjalan menghampirinya. Dengan sekali gerakan cepat Alvis kembali menutup jendela tersebut, kemudian beralih menatap Carina yang tersipu malu.

"Dingin ya?" tanya Alvis saat melihat Carina menggosok-gosok hidungnya yang gatal.

Carina berkedip cepat, ia tak menjawab pertanyaan itu karena malu atas tindakannya tadi yang sangat aneh.

Perlahan kedua tangan Alvis terulur untuk menyentuh pipi Carina yang langsung membuat sang empunya menatap Alvis bingung dengan wajah memerah. Alvis mengusap kedua pipi Carina dengan lembut untuk menghangatkannya, "Bagaimana? Sekarang sudah hangat?"

Tanpa sadar Carina mengangguk kecil. Mata mereka saling bertemu satu sama lain, dan saling menatap selama beberapa saat. Karena hal ini, Alvis tak bisa menahan perasaannya lagi dan tanpa sadar ia telah menarik Carina ke dalam dekapannya.

"A-Alvis..." gumam Carina gugup berusaha mendorong tubuhnya.

"Kumohon, sebentar saja." Alvis semakin mengeratkan pelukannya, ia mencium puncak kepala Carina dengan lembut seraya memeluknya. "Jika kenangan itu hilang, maka buat saja yang baru. Mulai sekarang aku tak akan segan-segan menunjukkan perasaanku padamu, Carina."

Carina terdiam, ia berusaha mencerna semua ucapan Alvis. Hingga ia kemudian terkejut saat mengerti apa maksud laki-laki itu. Alvis sedang menyatakan perasaannya.

Alvis melepaskan pelukannya lalu menatap Carina seraya tersenyum. Ia meremas pelan kedua bahu Carina agar gadis itu tak mengalihkan pandangannya, "Meski pun begitu, kuharap kau bisa segera mengingat semuanya kembali."

Carina tak sanggup berkata-kata. Ia tak tahu harus bereaksi seperti apa, ia hanya bisa menampilkan ekspresi bingung dan tergagap, "A-aku..."

Alvis mengerti kebingungan yang dihadapi Carina, dengan gemas ia mengacak-acak rambut Carina seraya berkata, "Ingatlah kata-kataku barusan. Mulai sekarang aku tak akan sungkan menunjukkan perasaanku yang sebenarnya terhadapmu."

Setelah mengatakan hal itu, Alvis melenggang keluar dari kamar Carina, meninggalkan gadis itu dalam keadaan shock dan bingung sendirian di kamarnya.

Di saat yang sama, tanpa mereka berdua sadari ada seseorang yang menyaksikan adegan barusan. Arvis menatap penuh emosi melalui celah pintu kamar Carina yang terbuka pada Alvis yang mulai berani terang-terangan menunjukkan perasaannya. Tapi, Arvis juga langsung pergi saat saudara kembarnya berjalan menuju pintu.

***

"Kenapa kau tersenyum-senyum begitu? Menjijikan sekali, sepertinya sesuatu yang baik telah terjadi." Komentar Jiho saat tak sengaja melihat Alvis melintas di ruang tengah dengan wajah sumringahnya. Mata Jiho kembali tertuju pada TV di hadapannya seraya menyenderkan tubuhnya ke sofa. Ia masih menunggu jawaban Alvis yang kini berdiri tak jauh darinya.

Alvis melirik Jiho sekilas seraya berdeham, "Jangan ikut campur."

"Biar kutebak, pasti tentang Carina!"

"Jangan sok tahu!" Alvis mendelik kesal ke arahnya yang membuat Alvis langsung terkekeh geli.

"Bagaimana dengan Carina? Ia mengingat sesuatu?"

Alvis mendesah panjang seraya menggeleng, "Tidak."

"Lalu kenapa kau senang sekali?"

"Itu... rahasia."

"Cih, menyebalkan sekali."

"Kau tidak pulang? Sebentar lagi kan Natal." Tanya Alvis ingin tahu.

"Apa pedulimu? Tak biasanya kau menanyakan hal seperti ini. Aneh sekali."

"Tak perlu dijawab kalau memang tak mau." Alvis mendengus.

"Aku tidak pulang sekarang, mungkin aku akan pulang saat tahun baru nanti saat adikku berulang tahun."

"Kau ikut ujian kenaikan tingkat awal tahun nanti?"

"Tentu saja ikut! Aku tak mau berlama-lama di level Platinum! Yah, kuharap aku bisa lulus kali ini. Ini sudah ketiga kalinya aku mengikuti ujian demi naik ke level Diamond." Keluh Jiho pada Alvis, "Oh ya, dulu kau ujian berapa kali dari level Platinum hingga bisa naik ke level Diamond?"

"Satu kali." Jawab Alvis singkat dengan nada dan tatapan meremehkan Jiho.

"Sialan! Apa-apaan tatapan dan nada bicaramu itu?! Kau menyebalkan sekali!" umpat Jiho seraya melemparkan remot TV yang ada di dekatnya dengan emosi.

Tak!

Remot itu jatuh dan tak mengenai Alvis, karena ia tiba-tiba saja sudah menghilang menggunakan kekuatannya. Sementara Jiho terus mengumpat kesal karena tingkah Alvis.

"Kau kenapa?" tanya seseorang yang baru saja datang ke ruang tengah dan langsung melihat Jiho yang marah-marah padahal tak ada siapa pun di sana selain dirinya.

Jiho mengerutkan dahinya dan langsung menoleh ke sumber suara, "Sera?!"

"Kau marah pada siapa?"

"Ah... i-itu, maksudku... Alvis membuatku kesal." Katanya tergagap saat gadis itu mulai berjalan mendekatinya dan ikut duduk tepat di sebelahnya.

Oh, gawat! Ia cantik sekali! Batin Jiho diam-diam melirik ke arahnya.

"Ternyata sama saja ya dengan Arvis. Ia juga begitu menyebalkan." Sera terkekeh kecil.

"Benarkah?"

"Iya! Kau tahu? Ia hanya akan bersikap manis hanya pada Carina! Bukankah itu menyebalkan? Setidaknya, walau ia tak menyukai kami ia harusnya bisa bersikap lebih sopan dan ramah kan?"

Jiho mengangguk cepat menyetujuinya. Ia bahkan tak fokus dengan apa yang dikatakan Sera, karena ia terlalu sibuk menatap dan mengagumi wajah gadis itu.

"Jiho? Kau dengar apa yang kukatakan kan?" Sera menatap kesal pada Jiho yang sedari tadi hanya diam menatapnya.

"Eh... ah ya. Aku dengar." Ia cepat-cepat mengangguk.

Ngiiing!

Tiba-tiba saja suara melengking yang berasal dari speaker yang berada di sudut ruang tengah berbunyi. Tak hanya di ruang tengah, speaker lainnya juga terpasang di setiap sudut-sudut lorong lantai satu hingga lantai tiga.

Mark lah yang memasang alat itu dengan alasan akan memudahkan siapa saja untuk mengumpulkan para penghuni asrama ketika sarapan, makan siang dan makan malam. Tak hanya itu, alat itu juga berguna untuk keadaan darurat. Mark memang sangat suka membuat alat-alat canggih, aneh, bahkan tak berguna. Tiffany selalu mengomeli Mark jika laki-laki itu sudah mulai bereksperimen membuat benda-benda aneh.

"Makan malam sudah siap. Semuanya ayo berkumpul di ruang makan!"

Jiho mengenali suara menyebalkan ini. Itu pasti Elena.

"Waktunya makan malam, ayo." Sera mulai bangkit berdiri, tetapi kakinya tersandung sehingga keseimbangan tubuhnya hilang.

"Hey!" Jiho yang berada di sebelahnya refleks langsung menarik salah satu lengannya hingga Sera tertarik ke arah Jiho. Tubuh mereka bertabrakan hingga Jiho juga ikut kehilangan keseimbangan di pijakannya yang langsung membuat mereka berdua jatuh terjerembam ke arah sofa yang mereka duduki tadi. Untunglah mereka terjatuh di sofa sehingga tak harus terluka karena menghantam lantai yang keras.

Jiho membelalakkan matanya saat menatap sepasang iris cokelat terang kini tengah menatapnya dengan tatapan yang sama sepertinya. Jiho bisa merasakan sesuatu yang kenyal menempel di bibirnya. Kini ia semakin menahan napasnya ketika menyadari apa yang telah terjadi.

Posisi terjatuh Sera yang menimpah tubuh Jiho, bibir mereka yang saling menempel, lalu mata mereka yang saling menatap dan terbelalak.

Deg... Deg... Deg...

Jiho tak bisa lagi mengontrol detak jantungnya, ia bisa merasakan sapuan hangat napas sera yang mengenai pipinya.

"Kalian! Apa yang kalian lakukan?!" seru seseorang dengan jeritan histerisnya.

***

Oke... ini chapter terakhir yahh! Tunggu lanjutannya di buku! Hihihi

*maaf

Promosi :

Siapa tau ada yang tertarik ikut GA temen saya biar dapet buku gratis! Yuk ikutan!
Benitobonita


Ada diskon special juga loh!


Weiterlesen

Das wird dir gefallen

1.5M 78.3K 41
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
110K 14K 54
[Fantasy & (Teen/High School) Romance] Latar : Jepang ••• Dunia sihir itu ada. Begitulah menurut pendapat Yuuki. Meski bullyan sudah seperti sarapann...
3.7M 359K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
101K 21.9K 46
[Epic Fantasy] Tanah telah rusak beratus-ratus tahun lalu. Manusia telah punah karena terjadinya perang antara umat manusia, makhluk supernatural, ma...