KISAH WANITA BIASA

By Dewind_Bunny

33.5K 1.5K 27

Cerita tentang kehidupan wanita Single Parent alias janda beranak 2, bernama Reina. Kadang cinta tak cukup ha... More

2. Para Sahabat
3. Fahri, Where Are You?
4. Adam Yang Pendiam
5. Hati Yang Retak
6. He's Back!
7. Ini Bahuku, Ayo Menangislah
8. Adam Mengajak Kencan!
10. Ah, Why Me?
11. Kupu-kupu di Perutku
Extra Story (Post Marriage)

1. Aku Reina, Janda 2 Anak

5.9K 212 4
By Dewind_Bunny

Pukul 23.00. Aku baru saja tiba di rumah. Pekerjaan hari ini biasa saja, pulang selarut ini karena hang out dengan para sahabatku, becanda seolah malam takkan pernah berakhir. Aku segera pamit pulang, di rumah ada si kecil Arya dan Salsa yang menungguku.

Huft... lelahnya. Besok Sabtu, libur. Bisa hibernasi, istirahat. Sekarang mandi, sholat, lalu tidur menyusul para malaikat kecilku. Kuciumi wajah kecil mereka, bau khasnya menyenangkan sekali. Wajah-wajah kecil yang damai. Aku merindukan mereka.

"Bundaaaa... udah pulang?" Salsa kecil menggeliat lalu bangun sambal mengerjapkan mata bulatnya. Kuciumi dia sambil berbisik "Ssshh, iya Bunda sudah pulang, adek tidur lagi ya..". Dipeluknya tubuhku, lalu kembali terlelap. Hangat.

---

Hari ini tepat 1 tahun setelah perceraian dengan ayah anak-anakku, kami bertiga hidup baik-baik saja. Hanya saja aku bekerja lebih keras dari biasanya, maklum, single mom harus mampu mandiri, menjadi tulang punggung keluarga. Saat kutahu suamiku berselingkuh dengan teman kerjanya, saat itu juga aku mengajukan cerai, dan membuatnya angkat kaki dari rumah pemberian orang tuaku.

Tepat 4 bulan setelah akta cerai disahkan, kudengar mantan suamiku sudah menikah lagi dengan selingkuhannya, sang pelakor teman sekerja di bank ternama di Jakarta. Tak ada bantuan finansial darinya, kalaupun ada, sudah pasti akan kukembalikan. Tak sudi rasanya menerima uang dari lelaki pengkhianat itu. Aku mampu membiayai hidupku dan anak-anak.

Ya itulah aku, janda cerai beranak dua. Status yang tak mudah disandang wanita manapun. Anehnya, status duda bisa disandang dengan bangga oleh para lelaki, sementara janda selalu dicap negatif. Gatel. Pelakor (eh, btw pelakor yang bisa mengambil hati ayah anak-anakku itu janda beranak satu lho.. hahaha..).

Karena ingin menjauhi cap pelakor itulah, maka aku berusaha hidup baik-baik. Beberapa teman (laki orang, pastinya) terlihat berusaha mendekatiku. Mereka rata-rata tertarik dengan penampilanku yang cantik, ceria, mandiri, dan tidak suka drama. Karirku pun melesat cepat.

Di usiaku yang ke-30, banyak teman yang bilang aku terlihat lebih muda. Ya iyalah, pasca bercerai aku malah punya banyak waktu mengurus diriku sendiri. Ke salon, liburan bersama kakak adik, kedua orang tua dan anak-anakku, bersenda gurau bebas dengan para sahabatku. Berusaha hidup bahagia, walau sebenarnya ada luka yang besar di dalam hatiku.

Setiap ditanya para sahabat, kapan akan menikah lagi, aku akan melengos sambil bilang "tergantung, lelaki mana yang mampu mengobati lukaku, menerima anak-anakku, dan mampu membuatku kembali jatuh cinta seutuhnya". Syarat yang berat ya.... Some of them think that I will not re-marry. Hmm..

---
Pagi menjelang, Sabtu pagi yang malas. Arya dan Salsa sedang sibuk bermain dengan kucing kecil di ruang tamu. Aku melanjutkan tidurku setelah sholat subuh. Layar HP berkedip. Ada WA masuk.

[Rei, udah bangun?] Mataku langsung menyala.

Pesan dari Fahri, sahabat masa SMP yang selalu menjadi sahabatku hingga sekarang.

[Hai, Fahri. Gue masih tidur....]

[Hahahaha... Tidur kok bisa nyaut. Sholat Subuh udah belom?] Kubayangkan tawanya di ujung sana.

[Udeh subuhan. Ngapain lo pagi-pagi, ganggu aja..]

[Hahahaha... Jogging trus sarapan bareng yuk!]

[Ogah, ntar lo bawa bini dan anak lo, trus gue disuruh nungguin barang, kalian jogging..]

Lama tak dijawab... lalu terlihat 'Fahri is typing.....'

[Istri sama anak gue lagi nginep di rumah mertua, gue sendirian di rumah]

[Oh..]

[Rei, yuk.. setengah jam lagi gue jemput, ke stadion, ya! Bawa aja anak-anak lo sekalian..]

[Okeeehh...] Aku menggeliat malas. Sabtu pagiku yang tenang, berantakan sudah.

Wajah Arya dan Salsa begitu sumringah saat tahu akan dijemput om Fahri.

"Yeeaaahhh! Nanti ketemu Anna juga kan, Bun?" teriak anak-anakku.

"Ngga, Anna nginep di rumah kakeknya", jawabku sambil merapikan kerudung kaos yang kupakai seadanya.

---

Fahri tiba tepat setengah jam kemudian. Wajahnya kusut, tapi demi melihat Arya dan Salsa, dia memaksa dirinya tersenyum. "Haaaiii!". Dan dijawab kompak oleh kedua anakku "Om Fayiiiiiiii!". Anak-anak naik ke mobil Fahri sementara aku menyeret langkah di belakang mereka. Sungguh aku masih rindu kasur. Hoaaaaaamm....

Fahri melirikku dari spion depan, lalu tersenyum.

"Masih ngantuk, Rei?"

"Iya..."
"Nanti jajan bubur dulu kalo gitu.."

"Nah, gut aidie... Emang gue ngga niat jogging, cuma tertarik sarapannya aja..."

"Hahaha... Dasar lo, ga berubah dari dulu, males banget kalo disuruh olah raga"

Aku menguap lagi, lalu melanjutkan tidur di jok belakang yang nyaman, sementara Fahri meladeni celotehan Arya dan Salsa.

---

Tiba di stadion, anak-anak langsung asyik bermain dengan roller blade. Aku dan Fahri sarapan bubur dengan nikmat.

"Jadi, lo kenapa..?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Heh, kenapa? Apanya?" jawab Fahri sengit.

"Ah, kayak baru kenal 3 hari aja. Lo Sabtu pagi gangguin waktu hibernasi gue, tiba-tiba ngajak jogging, dan anak istri lo nginep di rumah mertua. Pasti ada masalah. Hayo cerita, sebelum gue berubah pikiran".

"Hahaha... iya, nih.. Semalam gue dan Shinta brantem. Masalahnya masih sama, Rei.. Dia ngga mau berhenti kerja, alesannya karena akan bosan di rumah. Sementara lo tau, Anna itu sakit, lemah, butuh didampingi terus", ceritanya.

"Hmmm.. lalu?" gumamku sambil terus mengunyah. Bubur ayam stadion ini memang terkenal enak.

"Shinta bilang, butuh uang untuk sekolah Anna nanti, belum kalo sakit.... Padahal gue tau, itu hanya alasan aja. Gaji gue cukup banget untuk istri dan anak, bahkan kalo gue punya 5 anak, masih cukup! Emang Shinta tuh ngga betah di rumah, senengnya ngumpul-ngumpul", Fahri merengut. Wajah putihnya memerah, alis matanya berkerut dalam.

"Hmmmmm..", gumamku. Masalah lama, ngga beres-beres, hatiku berbisik sebel.

Fahri menghela napas panjang, lalu melanjutkan..

"Gue bilang ke dia, kalo gue butuh dia di rumah untuk menjaga Anna. Kasian Anna, sejak lahir hanya diasuh babysitter. Kalo udah gitu, Shinta ngga bisa lagi nahan marah, Rei. Dia bisa teriak-teriak kayak orang gila, bilang kalo gue ngga pernah ada di rumah, ngga mau mengerti kebutuhannya, trus langsung packing, trus bawa Anna pergi", suara Fahri bergetar.

"Hmm, selalu begitu", kataku. Piring bubur yang telah kosong kuletakkan.

"Fahri, lo nikah udah berapa tahun sih? Lebih dari 6 tahun kan ya? Seinget gue, masalah ini muncul terus sejak Anna lahir, 5 tahunan lalu. Ngga beres-beres. Coba lo pikir deh, mungkin memang lo harus memahami Shinta, dia ga suka di rumah, hargai itu. Kalo lo maksa, gue ngeri rumah tangga lo bakal berantakan", cerocosku.

Fahri diam sambil mengaduk bubur yang sudah dingin.

"Lagian, mungkin memang Shinta bosen kalo di rumah aja. Mungkin baiknya lo kasih waktu dia jalan-jalan ama gengnya. Atau kalian liburan berdua kemana kek. Anna lo titip ke gue juga boleh, sekalian sama babysitternya.", aku mencoba memberi solusi.

Fahri terdiam, lalu berkata pelan "Shinta minta cerai, Rei".

HAH?? Aku kaget sambil nyaris terlompat.

"Doohh! Ngga deh, jangan sampe Fahriiii... cerai itu ngga baik buat anak. Lo ngga cukup liat contoh nyata di hadapan lo? Coba dipikirkan dulu, biarkan Shinta tenang dulu. Jangan ambil keputusan apa-apa, okeh? Boy?" kataku sambil menepuk-nepuk bahunya.

Aku biasa memanggilnya Boy kalau sedang memberi nasehat atau sedang berlagak sok wise. Kuanggap dia anakku. Padahal usianya 2 tahun di atasku. Hahaha..

Fahri terdiam lagi. Aku sempat curiga dia akan menangis.

---

Ingatanku melayang ke masa lalu.

Fahri tak pernah ragu menangis di depanku, sejak dulu. Putus sama pacar, dia mengadu padaku, lalu menangis. Diusir orang tuanya karena bandel, dia lari ke rumahku, lalu menangis sambil mengata-ngatai Bapaknya kejam. Di hari pernikahanku, dia menangis diam-diam di ujung ruangan.

Terakhir dia menangis adalah saat kukabari bahwa aku akan bercerai dengan Dirga. Saat itu, setelah Dirga kuusir, aku menelpon Fahri, memintanya ke rumah. Aku perlu seseorang untuk bicara.

Saat itu dia menatapku lama, lalu bertanya "Kenapa, Rei?". Lalu matanya membasah.

Aku malah tak ingat menangis saat itu. Kubilang "Dirga selingkuh dengan teman sekantornya, Boy. Sudah hampir 1 tahun ini gue tau, udah gue labrak juga ceweknya, tapi mereka tetap lanjut selingkuh. Ya udah, gue usir dia dari rumah. Surat cerai besok mau diurus pengacara gue".

"Anak-anak gimana, Rei?" suaranya bergetar waktu itu.

"Arya dan Salsa akan baik-baik aja. Gue lebih memilih membesarkan anak-anak sendirian, daripada hidup serumah dengan pembohong, pengkhianat yang ngga bisa menghargai janji suci pernikahan. Itu contoh buruk buat anak-anak gue. Once a cheater, will always be a cheater. Yes, Boy?" Aku mencoba tersenyum. Padahal hatiku remuk.

"Gue udah ngomong ke Bapak Ibu gue, juga udah info ke Mama Papanya Dirga. Mereka kaget, tapi mengerti bahwa keputusan sudah diambil." lanjutku.

"Lo gue minta kesini, karena gue mau minta tolong, lo sahabat gue yang paling dekat, bahkan lebih dekat dari saudara kandung. Nah, kalo gue kenapa-napa, gue titip anak-anak ya.. mereka ngga punya ayah sekarang". Mataku membasah tapi tak ada tangisan sesenggukan seperti di sinetron-sinetron. Aku memang pantang menangis di depan orang. Fahri sekalipun.

Dia mengangguk sambil mengusap air mata. "Gue turut sedih, Rei", gumamnya. "Makasih, Boy", kataku sambil menepuk-nepuk bahunya.

Kuingat, saat itu dia pamit pulang. Sampai di pagar depan, Fahri menoleh "Rei, si Dirga masih kerja di kantor yang di Thamrin?".

"Iya, masih. Kenapa?" tanyaku

"Ngga papa. Hanya nanya". Lalu dia mengucap Assalamu'alaikum, dan berlalu. Pundak tegapnya terlihat layu.

Keesokan harinya, aku dapat info dari seorang teman, Dirga masuk IGD, dipukuli orang sampai babak belur di lapangan parkir kantornya. Diduga rampok, tapi HP dan dompetnya masih utuh.

---

Lalu aku tersadar kembali ke masa sekarang.

Di hadapanku, Fahri seperti siap-siap akan menangis lagi. Kutepuk-tepuk lagi bahunya.

"Boy, sabar ya.. Banyakin doa, minta petunjuk sama Allah. Introspeksi, siapa tau masalahnya di elo. Mending saling menenangkan diri, nanti kalo udah tenang, jemput dia. Jangan sampe lebih dari 3 hari ya... ntar setan masuk", wejanganku mengutip nasehat para orang tua saat aku mengumumkan akan bercerai dulu.

Dia tersenyum sekilas. Mata hitamnya menatapku dalam "Iya, Rei, makasih ya...".

"Udah jangan nangis lagi, jelek lo ah..."

"Hahahaha...."

Dalam hati aku sungguh-sungguh berdoa, jangan sampai Fahri bercerai. Terbayang wajah imut Anna putri semata wayangnya, senyum polosnya. Rasanya tak tega kalau Anna harus mengalami hal semenyakitkan itu.

Mataku terasa panas, tapi segera kupalingkan wajah. Tidak boleh menangis.

(Bersambung....)

Continue Reading

You'll Also Like

364K 19.5K 56
"Bukankah sudah ku bilang berhentilah menggangguku!" Seru Riana yang mulai jengah dengan apa yang di lakukan Reyhan. "Bukankah sudah kubilang, aku ti...
1M 40.6K 28
#1 Newbie 09/05/2018 Bijak memilih bahan bacaan !! Arsyad Bargantara M (31 tahun) Seorang dokter bedah jantung termuda di Asia, reputasinya dalam dun...
30.7K 1.1K 6
Terdengar lagu dangdut dari rumah tetangga seperti hari-hari biasanya. Setiap pagi dan sore mereka seolah berlomba memutar lagu kesukaannya dengan su...
112K 6.6K 28
[Roa × Wonwoo] Berawal dari skripsi, berakhir jadi resepsi. 26.05.2018 × 10.06.2018 Untuk semua teman-teman yang tahun ini sedang mengerjakan skripsi...