Journey of Love (COMPLETED)

By IndahChoAmalia

43.2K 1K 20

"Menikah?" "Rio, Kamu harus mau." "Tapi mah, Rio masih umur 20 tahun. Gak mungkin Rio nikah sekarang." "Mama... More

PROLOG
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 6
Part 7
Part 9
Part 10
Part 12
Part 14
Part 17
Part 20 (END)
Promosi Cerita Baru

Part 15

2.5K 52 0
By IndahChoAmalia

TRUE LOVE ...

True love is love which only for two person.

And no place for the third person.

But, a true love comes with no logical reason ...

***********

Pagi ini tidak seperti biasanya. Rio benar – benar kerepotan mengurusi si kecil ini. Tapi dasarnya Ify tidak mau di bilang kecil karena sudah masuk kampus, tapi Rio tetap aja masih menganggap gadis itu masih kecil.

Seharusnya pagi ini dia sudah siap dengan kemeja dan celana panjang serta sepatu yang senada yang membuat pemuda ini menjadi keren, tetapi sekarang Rio masih memakai piyama tidurnya dan masih berantakan dikarenakan sesuatu yang terjadi yang membuatnya panik sendiri. Tapi meskipun begitu, Rio masih tetap keren. Walaupun baru bangun tidur pun cowo itu masih kelihatan keren.

'Sesuatu' itu adalah Ify sakit. Tadi Ray yang memberitahunya. Dan adik kandungnya itu tidak bisa untuk mengurusi Ify karena di sekolahnya sedang ada ujian. Terpaksa Ray harus berangkat dan membuat Rio menunggu Ify yang masih terlelap dalam tidurnya sementara Rio duduk di sofa yang ada di kamar Ify.

Dan hal ini membuat Rio merasa semakin bersalah. Dia masih menganggap kalau kejadian kemarin lah yang membuat gadis kecil ini menjadi sakit. Maka dari itu Rio rela mengurusi Ify. Karena selain merasa bersalah, Rio juga tidak akan tega meninggalkan gadis itu sendiri disini walaupun ada bibi di rumahnya.

"Maafin gue yah kalau loe sakit gara – gara gue. Mungkin gue udah kelewatan sama loe kemarin." Ucap Rio saat sudah duduk di pinggir kasur.

Rio mengganti kompresan gadis itu. Suhu tubuhnya semakin panas dari tadi pagi. Dan yang lebih membuat Rio panik, Ify tidak sadarkan diri. Pemuda itu ingin sekali membawa gadis itu ke rumah sakit. Tapi mengingat Ify yang tidak suka dengan semua yang ada di rumah sakit dia jadi membatalkan rencananya.

"Loe bangun dong. Seenggaknya loe enggak membuat gue semakin panik Fy."

Rio terus menggenggam tangan gadis itu dengan eratnya. Beberapa saat kemudian, tangan yang ada dalam genggaman Rio bergerak dan gadis itu membuka matanya dengan perlahan membuat Rio tampak senang.

"Fy."

"Kak Rio." Ify menjawab dengan lemah. Gadis itu masih menyesuaikan matanya agar cahayanya mampu masuk ke matanya dengan normal kembali.

"Gimana ?? Masih sakit ??"

"Badan gue rasanya gak enak banget. Lemes."

"Yaudah, nih loe makan dulu. Bibi tadi bikinin loe bubur. Mumpung masih anget Fy."

Ify menganggukkan kepalanya. Kemudian Rio berniat membantu Ify untuk duduk, tapi dengan cepat di tahan oleh gadis itu.

"Gue bisa sendiri."

Rio mendesah frustasi. Sepertinya gadis ini masih trauma dengannya karena kejadian kemarin. Ini juga salah Rio sendiri yang sudah membuat kepercayaan gadis itu kembali hilang untuk keberapa kalinya.

"Nih, gue suapin."

Pemuda itu berniat untuk menyuapkan buburnya ke dalam mulut gadis itu. Tapi, lagi – lagi Ify menggeleng sebagai jawaban. Dia tidak mau di suapin oleh Rio. Dan dengan sangat terpaksa, pemuda itu menyerahkan mangkuk berisi bubur itu ke arah Ify agar gadis itu memakannya.

"Masih marah sama gue yah gara – gara kejadian kemarin. Maaf yah Fy. Gara – gara gue juga loe jadi sakit begini." Ucap Rio dengan sangat lembut.

Ify sebenarnya memang masih marah sama Rio. Tepatnya masih trauma kalau dekat – dekat dengan pemuda itu. Tapi, dengan suara Rio yang super lembut itu membuatnya jadi tak tega jika pemuda itu mendapatkan wajah masam darinya.

"Fy. Please maafin aku. Iya, aku salah. Aku mengakui itu. Aku bener – bener gak tahu kenapa aku sampai melakukan hal gila kaya gitu."

"Ngomong pake 'aku kamu' kalau lagi merasa bersalah aja." Sindir Ify tajam.

"Gak gitu, yah mungkin karena loe wanita special buat gue kali."

"Gak usah ngegombal. Loe fikir kelakuan loe kemarin bisa dimaafkan ?? Gue merasa murahan banget udah diperlakukan kaya gitu sama loe kemarin." Ujar Ify sewot.

Rio langsung memeluk gadis itu erat – erat. Tidak ingin mendengar ucapan Ify yang mungkin saja juga menyakiti hatinya tanpa sadar. Gadis itu tidak menolak dan tidak membalasnya. Dan itu tandanya, Ify masih marah dengannya.

"Gak usah ngomong begitu lagi Fy. Sungguh, kamu itu wanita paling special setelah mama aku. Aku berani sumpah Fy."

"Shilla ??" Tanya Ify penuh selidik.

"Nama itu udah terhapus lama dari hati aku yang paling dalam. Ini juga salah kamu yang udah ngegeser posisi Shilla."

"Terus kamu menyesal ???" Tanya Ify dengan nada ketus.

"Sama sekali enggak. Yang ada aku bahagia banget." Ucap Rio dengan senyuman.

Ify membalasnya dengan senyuman sama manisnya. "Jangan ulangi yang kemarin lagi. Aku gak akan pernah maafin kakak kalau kejadian itu sampai terulang lagi."

"Janji sayang. Gak akan pernah di ulangi lagi." Cengir Rio seraya melepas pelukannya dan menatap tunangannya dengan penuh kasih sayang.

"Bagus kalau gitu. Aku mau istirahat lagi yah Kak. Pusing banget."

"Yaudah tiduran lagi aja." Rio membantu gadis itu untuk kembali berbaring setelah mengambil mangkuk berisi bubur. Gadis itu menerimanya dengan senyuman manis. Kemudian Rio mengecup dahi Ify dengan perasaan sayang.

"Fy." Gadis itu menatapnya dengan heran. "Mm, kenapa loe gak suka sama semua yang ada di rumah sakit ???"

"Yak, kenapa balik ke 'gue elo' lagi ??" Teriak Ify heboh. Rio dibuat melongo dengan teriakan nyaring Ify. Lagi sakit masih bisa teriak sebegitu kencangnya.

"Okeh. Mulai sekarang 'gue elo' lagi. Sekarang jawab pertanyaan gue."

"Gak tahu. Semua yang ada dirumah sakit gue benci. Dari obat – obatan, makanan, minuman, kamar mandi, kamar pasien, bahkan suster dan dokter pun gue gak suka."

"Loe gak tahu gue kuliah jurusan apa ??" Tanya Rio sedikit heran.

"Tahu kok. Bahkan sangat hafal."

"Terus, kenapa loe benci sama semua itu sementara calon suami loe ini akan menjadi bagian dari rumah sakit itu ?? Dan loe bilang apa tadi ?? Dokter dan suster loe gak suka ?? Gimana bisa loe gak suka sama calon suami loe sendiri ??" Cerocos Rio kesal.

"Itu beda lagi kak Mario Stevano."

"Intinya sama. Loe bakalan benci sama gue kalau gue jadi dokter nanti. Dasar anak kecil. Tahu apa loe tentang rumah sakit. Semua yang ada di rumah sakit itu bikin sehat. Semuanya berbau obat yang bisa ..."

"Yang bisa membuat orang mual bahkan muntah darah. Loe bayangin aja. Dari yang gue sebutin tadi semuanya bercampur dengan obat. Bahkan toilet pun ada obatnya agar pasien disana tidak semakin parah." Potong Ify secara cepat dengan kesal.

Rio menghembuskan nafasnya secara kasar. Kemudian memilih mengalah dengan kembali berjalan kearah kamar mandi. "Terserah loe deh. Gue mandi dulu."

Sementara Rio masuk ke kamar mandi, Ify berbaring dengan senyum senyum. Tidak menyangka jika pemuda itu rela membolos kuliahnya demi menemaninya. Dia kembali memejamkan matanya saat dirasanya tubuhnya semakin lemas dan matanya sangat mengantuk.

Mungkin memang benar, bubur buatan bibi itu udah dicampur obat sama Rio agar dia mengantuk kembali demi kepulihannya. Tapi biarlah, yang jelas dia akan tidur tenang dan nyaman hari ini. Karena akan selalu ada pemuda itu yang selalu merawatnya dan menjaganya saat dia sakit bahkan selamanya.

**********

Cakka, Alvin dan Sivia sedang asyik menertawai dua orang di hadapannya dengan puas. Mereka baru saja mendengar cerita amat sangat lucu untuk di dengar. Dalam waktu ini, sahabat sahabatnya itu sudah bisa membuatnya tertawa.

Gabriel dan Prissil baru saja menceritakan kejadian yang amat sangat lucu bagi ketiga sahabatnya tetapi bencana bagi mereka berdua. Kejadian dimana Gabriel menciumnya dengan seenaknya dan diketahui oleh Pak Ayub yang kebetulan lagi mengadakan razia di saat kampus sedang sepi seperti saat itu.

Dan yah, Gabriel dan Prissil tentu harus menjalani hukuman dengan 'terpaksa' senang hati. Tidak seperti yang lainnya, mereka Cuma di kasih hukuman ringan tapi memalukan oleh pak Ayub.

Gabriel dan Prissil berdiri di lapangan dengan sebuah papan yang nyangkut di leher dengan seutas tali. Papan itu berisi tulisan yang benar – benar membuat malu.

"Aku gak akan pernah ciuman sama Gabriel lagi di kampus."

Itu milik Prissil. Sedangkan milik Gabriel jauh lebih parah.

"Aku gak akan pernah mencium Prissil lagi maupun gadis lain di kampus. Aku janji akan melakukannya di luar kampus."

Dan alhasil, ketiga sahabatnya itu menertawakannya dengan puas. Yah, pantas saja mereka tertawa. Hukumannya itu membuat Gabriel maupun Prissil itu malu. Dan mereka sudah berjanji tidak akan pernah melakukan di dalam kampus. Tapi di luar kampus mereka tidak bisa berjanji. Xixixi.

"Sumpah. Itu hukuman terparah sepanjang hidup loe Iel. Terus loe mau aja gitu di suruh ngalungin papan loe di leher dengan isinya yang ...... hahaha."

Gabriel memandang Alvin dengan tatapan membunuh. "Gue akan bunuh loe kalau loe gak bisa diem."

Alvin meringis sebentar kemudian tertawa pelan seperti menahan tawa membuat wajahnya memerah. Sivia juga sama dengan Alvin. Mereka berdua tertawa bersama. Sedangkan Cakka hanya menyunggingkan senyum tipis. Pikirannya melayang ke Agni dan cowo itu yang sudah ditetapkan Cakka menjadi musuhnya mulai saat ini.

"Bro, kenapa loe ??" Tanya Gabriel yang baru menyadari jika sahabatnya itu tidak bersemangat dalam mendengarkan ceritanya.

"Agni udah punya cowo." Jawab Cakka lirih.

Semuanya diam. Tawa yang sedari tadi hadir di tengah – tengah mereka sekarang berganti dengan kesunyian yang mendalam. Tidak menyangka, jika hal itu yang mengganggu pikiran sahabatnya.

"Gue gak percaya, karena setau gue, Agni itu emang susah buat dideketin sama siapa aja. Termasuk cowo. Jadi, gak mungkin dia punya pacar." Terang Alvin.

"Kenapa gak yakin ?? Sementara gue aja yang kalian anggap 'playboy' kecantol juga sama dia. Agni itu punya pesona yang gak bisa di tolak sama cowo yang kena pesonanya dia. Jadi, kalian jangan pernah ngeremehin Agni."

"Karena loe suka sama dia Kka, makanya loe bilang kaya gitu." Ucap Gabriel.

"Iya. Lagian Agni kan bukan gak suka sama kak Cakka doang. Tapi sama semua cowo juga dia benci. Jadi, menurut Sivia sih gak mungkin." Ucap Sivia ikutan memberikan pendapatnya. Tidak suka juga jika kakak seniornya ini galau.

"Gue menyelidiki sendiri aja kali yah. Kalian semua gak usah ikut – ikutan."

Yang lain mengangguk tanda setuju. Memang seharusnya seperti itu karena ini adalah hidup Cakka sendiri. Jadi, mereka hanya bisa mendukung dari belakang saja. Lagian, Cakka itu paling tidak suka jika masalahnya di ganggu dengan orang lain. Termasuk ketiga sahabatnya pun dia gak suka ada yang ikut campur.

"Loe gimana sama kak Shanin ?? Nyokap bokap loe ??" Tanya Gabriel hati – hati.

Cakka tersenyum tipis dan segera menjawab. "Gak apa – apa bro. Tenang aja. Lagian kan gue punya apartement yang dibeliin sama kakek gue. Jadi, gue sama kak Shanin bisa tinggal disana."

"Kakak yakin sama keputusan kakak sendiri ??" Tanya Prissil.

"Harus yakin dong. Lagian gue sama kakak gue gak akan pernah mau milih antara tinggal sama nyokap ataupun bokap. Mending tinggal sendiri aja."

"Gue selalu ada buat loe bro." Ucap Alvin dengan semangat.

Cakka tersenyum lebar kemudian tertawa pelan seraya menganggukkan kepalanya. Sedangkan yang lain juga ikut mengacungkan ibu jarinya kearah pemuda itu. membuat mereka tertawa bersamaan.

Ini adalah masalah kebersamaan. Mereka tahu, jika suatu masalah itu tidak akan datang pada orang yang tidak bisa menyelesaikannya. Karena Tuhan itu maha adil. Semua orang mendapat masalah sesuai dengan kemampuan menyelesaikannya. Maka dari itu, Cakka hanya mensyukuri dan berusaha menyelesaikannya dengan baik.

Karena hadirnya seseorang yang selalu ada buat kita jauh lebih baik daripada kita menghadapi semuanya 'sendiri'.

***********

Suatu kehidupan pasti ada tokoh antagonis dan protagonis. Semuanya punya kedudukan masing masing. Dan berperan sebagai orang yang sangat penting. Jika salah satu itu tidak ada, mungkin hidup semua orang tidak akan berwarna. Hanya lurus dan datar.

Riko dan Shilla selalu berada di 'markas' mereka akhir akhir ini. Hanya mereka berdua. Tidak ada Debo dan Sion yang biasanya selalu berada di dekat Riko. Seperti saat ini. Tetapi bedanya. Sekarang sudah ada warga baru yang sudah menjadi salah satu anggota disana. Debo.

Yah, Debo ada dua orang. Salah satu teman Riko bernama Fauzy Debo Ardiansyah. Sebut saja dia Ozy. Sedangkan yang satunya adalah Debo Andryos. Pastinya kalian tahu bukan siapa Debo Andryos itu ?? Dia adalah masa lalu Allyssa Saufika. Tunangan Mario Stevano. Tidak ada yang tahu jika Debo adalah salah satu anggota Shilla. Mereka cukup cerdik dalam membentuk sebuah komunitas.

Shilla sedang duduk di sofa dengan seorang wanita di sampingnya. Dia Zahra. Sahabat Shilla yang juga selalu mendukung gadis itu apapun yang terjadi. Zahra sangat setia. Bahkan dia rela mengorbankan perasaannya untuk sahabatnya itu.

Shilla benar – benar tidak tahu jika Zahra jauh lebih menyukai Rio terlebih dahulu. Bahkan sebelum Shilla mengatakan jika dia menyukai pemuda itu. Yah, hanya Rikolah satu – satunya orang yang mengetahui tentang hal itu.

"Loe udah ketemu sama Rio kan ??" Tanya Riko dengan senyum tipisnya.

"Tentu aja. Gue amat sangat kangen sama cowo gue. Apa yang salah kalau gue ketemu sama cowo gue sendiri." Ucap Shilla dengan angkuhnya.

"Yang salah itu, Rio udah gak menganggap loe cewenya lagi karena dia udah tunangan sama Ify. Itu yang salah kalau loe masih menganggap dia cowo loe." Ucap Debo Andryos dengan beraninya. Memang hanya Debo yang berani dengan gadis itu.

"Itu karena loe gak pernah bener – bener membantu gue. Apa tujuan loe deketin Ify kalau gak bisa buat tuh cewe kampung menyerah dari sisi Rio."

"Dia bukan cewe kampung Ashilla. Denger itu." Desis Debo dengan tajam.

"Yah, yang kampung itu loe. Loe sama tuh cewe sama – sama kampungnya. Jadi, ya loe berdua cocok – cocok aja." Ucap Shilla dengan entengnya membuat Debo geram sendiri.

"Udah. Loe berdua kenapa berantem mulu sih. Kita lagi bahas apaan disini ?? Kalau gak ada yang penting, lebih baik gue pulang." Ucap Riko menengahi.

"Ko. Loe masih mau bantuin gue kan ??" Tanya Shilla memelas.

"Pasti Shill. Gue selalu siap buat loe." Ucap Riko dengan senyuman lebarnya. Padahal jauh di dalam hatinya sangat menyedihkan.

"Makasih. Sini gue bisikkin." Ucap Shilla seraya mendekat kearah Riko dan mulai membisikkan beberapa kalimat yang membuat pemuda itu terbelalak kaget.

"LOE GILA." Teriak Riko langsung membuat Shilla yang masih berada di sebelah Riko terlonjak kaget. "Maaf. Maaf. Gue Cuma shock aja. Tapi yang jelas, gue gak bisa ngelakuin hal itu Shill. Itu gila. Loe udah dibutakan sama cinta."

"Gue gak perduli. Itu satu – satunya cara supaya Rio tetep sama gue."

"Tapi dia bentar lagi mau married sama Ify." Ucap Riko pasrah. Kapan dia bisa membuat Shilla sadar, jika ada dia yang masih mau menerimanya dengan penuh cinta.

"Gue gak perduli. Kalau loe gak mau ngelakuin ini. Loe gue keluarin dari sini." Ucap Shilla dengan geram. Gadis ini paling tidak suka jika ada orang yang menolaknya.

Riko menghembuskan nafas secara kasar. Dia sangat tahu bagaimana perasaan Shilla kepada Rio. Musuh abadinya. Tetapi permintaan gadis itu sama sekali tidak bisa diterima oleh akal sehatnya. Dia tidak mau Shilla terluka lebih jauh lagi. Cukup dia yang terluka, Shilla tidak boleh.

"Terserah kalau itu yang loe mau. Gue milih mundur dari kelompok ini. Terserah loe mau ngelakuin apapun ke gue. Bahkan bunuh gue sekalipun gue rela. Tapi gue gak mau ngelakuin hal itu." Ucap Riko dengan tegas.

"Loe tahu kan resikonya apa ??" Desis Shilla tajam.

"Gue gak perduli. Seperti yang gue bilang tadi, loe bunuh gue sekalipun, gue gak perduli. Lebih baik gue mati daripada bantuin ide gila loe itu." Jawab Riko tak kalah marah. Kemudian dia berlalu keluar 'markas'.

"RIKO." Teriak Shilla membuat pemuda itu berhenti berjalan. "Gue akan ganggu keluarga loe kalau loe gak mau ngebantuin gue." Lanjutnya masih berteriak.

"Jangan pernah sentuh keluarga gue." Teriak Riko keras. Pemuda itu sangat sensitif jika mengenai keluarganya. Dia tidak bisa membiarkan semua itu terjadi.

"Kenapa ?? Loe gak suka ?? Gue jauh lebih gak suka sama aksi penolakan loe."

Riko menatap Shilla dengan pasrah. Apapun resikonya, dia harus jujur sekarang. "Shill, asal loe tahu. Gue gak mau ngebantuin loe karena gue cinta sama loe Shilla."

**********

Rio sedang membantu Ify memasak. Sedangkan bibi, pemuda itu menyuruhnya untuk beristirahat. Karena sejak pagi, bibi selalu bekerja dan tidak mau berhenti kalau saja Rio tidak memaksa. Alhasil, bibi menuruti permintaan tuan mudanya untuk beristirahat dan membiarkan tuan dan nona mudanya untuk memasak sendiri.

Ify sudah sembuh. Walaupun katanya badannya masih lemas, tapi gadis itu jauh lebih baik malam ini. Ini juga berkat Rio juga yang selalu merawat gadis itu dari tadi pagi sampai malam seperti ini.

Yah, ini sudah malam. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Tapi, karena Ray bilang dia lapar, maka Ify dengan baik hati membuatkannya. Dia juga lapar karena sedari pagi yang dia makan hanya bubur bercampur obat.

"Kak, udah belum ??" Teriak Ray dari ruang makan. Pemuda itu sangat kelaparan.

"Bentar Ray. Sebentar lagi juga selesai." Jawab Ify dengan berteriak juga.

Rio mendengus. Dari tadi, adik kandungnya itu Cuma bisa berteriak teriak untuk lebih cepat membuatkan makanan. Dasar adik durhaka. Menyuruh kakaknya bekerja sementara dia tinggal terima jadi aja.

"Loe jangan terlalu manjain Ray, Fy." Sungut Rio.

Ify menoleh, tetapi tangannya masih sibuk membuat bahan bahan untuk memasak. "Emangnya kenapa ?? Loe cemburu ??"

"Iyalah gue cemburu. Loe sadar gak sih. Loe jauh lebih perhatian sama Ray daripada sama gue." Jawab Rio kesal.

"Buktinya ??"

"Dulu gue pernah minta buatin makan sama loe, waktu loe gak ada kerjaan dan loe lagi dalam keadaan sehat. Tapi loe nolak. Sementara Ray yang minta. Waktu loe lagi sakit gini malah mau." Sungut Rio.

"Dulu kan gue belum damai sama loe kak Mario. Lagian gue sekarang lagi niat. Jadi, gue mau beramal sedikit. Sebagai tanda terima kasih juga sama Ray karena selalu nemenin gue kalau loe lagi 'sok sibuk' di kampus." Cibir Ify seraya melirik Rio.

Rio diam. Tidak membalas perkataan tunangannya itu. Kalau sudah begini, Rio pasti dalam keadaan marah. Ify tertawa pelan. Biarin aja lah. Ntar aja dia minta maaf. Lagian ini juga lagi sibuk. Susah juga buat minta maaf. Batinya.

"Kalau loe mau ikut makan yaudah gabung sama gue dan Ray di ruang makan. Kalau gak mau yaudah, masuk kamar sana. Makasih udah ngebantuin." Ucap Ify cuek. Dan dia langsung berjalan sementara tangannya memegang sebuah piring yang sudah tersaji masakan hasil karyanya.

"Dasar cewe gak peka. Okeh. Gue masuk kamar." Gumam Rio dengan kesal dan langsung berjalan menuju keluar dapur menuju ke kamarnya.

Ify dan Ray yang sedang duduk di ruang makan hanya terdiam melihat Rio berjalan tanpa menoleh sedikitpun kearah mereka. Ify menahan tawanya melihat wajah pemuda itu yang marah. Ray yang melihatpun ikut tertawa.

"Kakak gue loe apain kak ??"

"Enak aja. Bahasa loe kaya gue nafsu aja sama tuh orang. Biasa Ray, kakak loe cemburu tuh sama loe. Cemburu sama ade sendiri. Aneh kan."

"Loe jahat banget kak sama kakak gue. Ntar perbaikin, gue gak mau loe sama kak Rio berantem terlalu lama."

"Pasti Ray. Udah gih makan. Ntar gue bawa ke kamar kakak loe deh biar dia makan juga. Dari siang kan dia juga belum makan. Bilangnya kenyang terus."

"Loe kasih asupan yang banyak deh kak, biar kak Rio agak gemukan."

"Loe bisa aja Ray." Sahut Ify terkekeh ringan.

"Emang bener kan. Badan gue kan jauh lebih bagus dari kak Rio." Ucap Ray PD.

"Iya, bedanya loe itu pendek, dan kak Rio tinggi." Sindir Ify seraya tertawa. Ray juga ikut tertawa. Kemudian mereka makan bersama dalam keadaan hening.

Setelah selesai makan. Ray langsung pamit untuk menuju ke kamarnya yang masih berada di lantai atas. Ify langsung membawa semua piring ke dapur dan langsung mencucinya. Biar besok pekerjaan bibi gak terlalu banyak.

Setelah semuanya selesai. Dia langsung berjalan ke kamar Rio dengan satu piring di tangan kanannya. Makanan untuk pemuda itu. Dengan pelan, dia mengetuk pintu kamar Rio dengan hati – hati.

"Kak, buka pintunya dong." Ucap Ify dengan tangan kirinya yang masih sibuk mengetuk pintu kamar pemuda itu.

Setelah beberapa kali mencobanya, Ify mencoba memutar kenop pintunya. Tetapi nihil, pemuda itu menguncinya dari dalam. Ify mengernyit. Tidak biasanya pemuda itu mengunci pintu kamarnya. Kecuali kalau pemuda itu benar benar ingin tidur. Baru dia akan mengunci pintu. Tapi sekarang.

"Apa jangan – jangan kak Rio udah tidur yah." Pikir Ify.

"Kak, loe udah tidur ??" Tanya Ify masih mengetuk pintu.

CEKLEK !!!

"Masih inget sama gue ??"

Ucapan tiba – tiba itu membuat Ify terlonjak kaget. Gadis itu sampai mundur ke belakang karena kaget. Dilihatnya Rio sedang berdiri di depannya dengan tangan yang terlipat di depan dada.

"Ngagetin aja." Sungut Ify manyun karena kesal. Kemudian menarik pemuda itu ke ruang keluarga. Tepatnya ke ruang TV.

"Duduk." Suruh Ify dengan kesal seraya mendorong pemuda itu sampai Rio terduduk di sofa empuk di ruang keluarga. Ify ikut duduk sebelah pemuda itu.

"Nih makan."

Rio melihatnya dengan acuh. Dia tidak ingin makan. Perutnya benar – benar kenyang, entah dia makan apa saja tidak tahu. Tapi yang jelas dia tidak ingin memasukkan apapun ke dalam perutnya.

"Kak, loe makan dong. Dari tadi siang kan loe belum makan. Gak usah sok kuat deh. Lihat tuh badan loe. Kagak ada bagus – bagusnya." Sindir Ify terang – terangan.

"Yaudah sih, toh badan badan gue." Jawab Rio singkat. Tangannya sibuk memegang remote TV. Sibuk mengganti channel yang menayangkan acara menarik baginya.

"Ntar gue kasih cium deh di pipi. Gimana ??"

Rio menoleh kearah gadis itu dengan kening berkerut. Tidak menyangka jika Ify akan membujuknya dengan perkataan seperti itu. Tapi Rio tetap menggeleng. Dia tidak tertarik dengan tawaran gadis itu.

"Kak."

"Udah kenyang Ify sayang."

"Tapi loe dari tadi siang belum makan. Loe gak mau kan kalau sakitnya gantian sama gue." Keluh Ify dengan kesal.

Rio menatap kearah gadis itu dengan heran. Kemudian dia tersenyum manis. "Iya deh gue makan. Tapi gue gak mau dapet ciuman dari loe. Gue masih trauma kejadian kemarin. Gimana kalau loe nyuapin gue aja."

Ify mengangguk antusias. Kemudian dengan senang hati menyuapi pemuda itu dengan perasaan senang. Rio hanya menerimanya dengan senyum tipisnya. Tidak tahu harus menunjukkan sifatnya yang seperti apa. Dia terlalu senang. Mungkin juga karena terlalu cinta dengan gadis di hadapannya.

Beberapa saat kemudian, bel rumahnya berbunyi dengan nyaring. Rio menoleh kearah Ify yang juga sedang menatapnya bingung. Ini sudah jam 8. Tamu mana yang mau berkunjung ke rumahnya. Jika teman temannya pun pasti akan memberi kabar terlebih dahulu.

"Biar gue aja." Ucap Rio seraya berdiri.

"Gue ikut."

Rio mengangguk. Kemudian mereka berjalan pelan kearah pintu. Dan dengan mulut yang masih berkomat kamit melafalkan doa dari segala bahaya. Rio membuka pintu rumahnya dengan perasaan bercampur aduk. Dan dia hanya menganga melihat beberapa orang dewasa yang sedang tersenyum lembut di depan rumahnya setelah pintu berhasil dibuka.

"Mama, papa." Ucap Rio dan Ify bebarengan.

************

VOTE VOTE VOTE

Don't be a silent readers guys.

Let's vote this story if you like this.

Share your comment and suggestion for me guys.

Thank you ^_^ 

Continue Reading

You'll Also Like

758K 36.5K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
50.8K 3.9K 100
Cerita pendek tentang Lyodra dan Nuca. Highest Rank #1 - lyoca (1/09/21) #40 - cerpen (10/09/21) #16 - one (09/10/21) #1 - lyodranuca (24/10/21) #...
654 90 12
Rina Lia Dewi Kisah remaja 3 Sahabat 3 Rasa Jangan lupa untuk vote dan coment yaa...
268K 21.2K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...