Melodi Irama

By skyinword

2K 255 38

Ini adalah nyanyianku. Suara yang ada tanpa satu pun terdengar olehmu. Ini adalah ceritaku. Suara tertahan ya... More

Prolog
1
2
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Epilog
Ucapan

3

102 14 0
By skyinword

Jangan pernah memberikan aku satu kesempatan, karena jika aku mendapatkannya, kamu tidak akan pernah kulepaskan kembali. Percayalah, aku hanya tidak ingin mengekangmu meski itulah yang selalu kulakukan.

***

Melodi meletakkan handphone-nya di telinga. Sudah berkali-kali dia menghubungi, tetapi tak satu pun panggilannya terjawab. Tidak biasanya Fattir terlambat ataupun mengingkari janji untuk mengajari Melodi pelajaran yang tak mampu gadis itu mengerti.

Melodi mengintip dari sela pintu perpustakaan untuk mencari Fattir. Namun dia tidak menemukannya. Biasanya Fattir akan duduk di meja terdekat dengan pintu.

"Eh!" panggil Melodi begitu menemukan wajah teman sekelas Fattir yang tidak dia kenali namanya. "lo liat Fattir nggak?"

Perempuan itu menatap Melodi sebentar. "Tadi gue liat dia lagi ngobrol sama Irama di tangga mau ke rooftop sekolah pas gue jalan ke sini."

Melodi langsung berlari begitu mendengarnya. Dia lupa mengucapkan terima kasih ataupun hal lainnya hingga membuat perempuan yang ditanyainya tadi kebingungan. Melodi hanya tidak ingin hal yang dia takutkan selama ini menjadi kenyataan.

Melodi sedikit bersyukur jarak antara perpustakaan dan rooftop sekolah tidaklah jauh sehingga dia cepat sampai. Napasnya terengah karena lari terlalu cepat. Dia berdiri melemas begitu tidak menemukan keduanya di sana. Melodi mengeluarkan handphone-nya. Ditekannya nomor yang selalu menjadi panggilan tak terjawab di ponselnya. Jantungnya berdegup bersamaan dengan suara panggilan yang tak kunjung diangkat. Melodi takut.

"Akhirnya lo nelpon gue duluan." Terdengar suara menjengkelkan dari seberang membuat Melodi bergetar.

"Di mana?" tanya Melodi dingin.

"Tumben nanyain gue. Ada perlu apa? Kangen? Ah, perlunya sama Fattir ya?"

Melodi menggenggam handphone-nya dengan kuat. "Gue tanya, lo ada di mana?"

Irama tertawa begitu mendengarkan Melodi berteriak hingga dia harus menjauhkan handphone-nya dari telinga. Irama memperhatikan sekitarnya yang berada di daerah tinggi.

"Gue ada di rooftop, ke sini kalau mau liat Fattir. Gue lagi ngajak dia main."

Melodi mematikan sambungan dengan cepat. Dia menaiki tangga yang sangat banyak di depannya dengan kaki pendeknya. Rooftop berada di lantai tiga gedung kelas 12 sekolah dan kelas Melodi berada di lantai satu.

Melodi berdiri di ujung tangga. Dia menatap tajam wajah laki-laki yang tersenyum menyambut kedatangannya. Matanya berotasi, dia menemukan Fattir berada di kedua tangan para antek-antek Irama. Melodi melangkahkan kakinya pelan dan mendekat.

"Hai, Mellow."

Irama melambaikan tangannya kepada Melodi membuat Melodi ingin mendorong laki-laki itu ke bawah saat ini juga.

"Ngapain lo bawa-bawa Fattir ke sini?" tanya Melodi dengan nada biasanya. "Lepasin Fattir, Dil."

Irama memasang senyumnya. Alisnya yang menaik seperti gunung semakin menaik bersamaan dengan bibirnya yang melengkung senang.

"Cuma main, ternyata dia seru juga." Irama menatap Fadil dan Raka. "Lepasin si Fattir. Jahat ya lo berdua buat anak orang ketakutan kaya gitu. Nggak lucu lo pada bercandaannya."

Fadil dan Raka segera melepaskan apa yang diperintahkan oleh Irama. Sedangkan Fattir sedikitnya bernapas lega. Fadil, Raka dan Fattir berdiri di ujung pembatas, jika saja Fattir terlepas, dia akan jatuh dari ketinggian lebih dari lima meter.

"Mellow ngapain ke sini? Tumben nemuin gue, tadi nelpon gue duluan juga."

Melodi menggenggam kuku-kuku jarinya sendiri hingga terasa menyakitkan untuknya. Melodi tidak tahu bahwa Irama benar-benar melakukan apa yang dia ucapkan. Melodi semakin merasa marah begitu melihat senyum Irama yang tidak pernah pudar serta nada bicara yang sangat dibuat selembut mungkin.

"Fattir, balik ke kelas," ucap Melodi kepada Fattir yang langsung dijalankan.

"Lo bergerak satu langkah aja dari tempat lo sekarang, gue bisa ngejanjiin hidup lo nggak tenang selama ada di sekolah ini."

Ucapan Irama membuat Fattir kembali diam. Fattir bingung antara memilih mengikuti perintah Melodi atau Irama.

"Gue bilang balik ke kelas!" teriak Melodi yang hampir kehilangan kesabarannya.

"Lo bisa milih. Cuma lo harus inget kalau Mellow nggak akan bisa ngelindungin lo dari gue."

Lagi-lagi Fattir terdiam. Dia tidak ingin ada masalah apa pun yang menimpanya. Dia hanya ingin hidupnya damai tanpa gangguan dari Irama.

"Dasar psycho. Lo memang selalu nggak jelas ya? Pertama, lo selalu ganggu hidup gue. Kedua, lo selalu ganggu siapa pun yang deket sama gue. Apa motivasi lo lakuin itu semua? Kurang perhatian, hm?"

Irama berjalan mendekat, menghapus jarak yang ada di antara dirinya dan Melodi. "Gue nggak ganggu, gue cuma mau terus diliat sama lo, apa itu salah?"

Melodi mendengus kuat. "Mata gue nggak diciptain untuk ngeliat lo. Gue mohon dengan sangat, tolong jangan pernah ganggu gue lagi. Pergi, Irama. Pergi dari hidup gue."

Irama menajamkan kedua matanya. Dia mendapatkan kalimat yang selalu tidak pernah ingin dia dengar lagi. Dia selalu mendengarnya dari bibir Melodi, tetapi dia tidak pernah menghiraukannya. Kali ini berbeda, Melodi bukan lagi menyuruhnya pergi karena hidup gadis itu, melainkan karena hidup laki-laki lain.

"Fadil, Raka, dengerin gue baik-baik," ucap Irama dengan mata terus menatap Melodi dengan marah. "mulai hari ini, jangan pernah biarin mereka berdua hidup dengan aman sentosa, terutama cowok itu."

Fadil dan Raka saling melirik. Mereka tahu bahwa tidak beres jika Irama telah berkata seperti itu. Mereka hanya diam tanpa menjawab, membiarkan Irama menatap gadis di depannya. Mereka menyadari bahwa Irama memilik emosi yang sangat tidak bisa terkontrol.

"Mulai hari ini, gue bisa nunjukkin siapa gue, Melodi. Lo siapa berani-beraninya ngusir gue dari hidup lo? Lo nggak ada hak soal itu. Ini hak gue untuk ada di mana dan di hidup siapa, ini pilihan gue."

Irama memainkan bola kecil yang sedari tadi dipegangnya. Dia menatap bola itu bergantian dengan wajah Melodi yang masih terus menantang matanya. Irama melambungkan kecil bola itu lalu menangkapnya lagi secara berulang-ulang. Dia bergeser dan tersenyum kecil. Irama berbalik dan melemparkan bola itu dengan kuat ke arah perut Fattir membuat Melodi terpekik pelan serta Fattir yang langsung terduduk memegangi perutnya.

"Lo harus inget, Fattir, gue bisa lakuin apa pun yang jauh lebih parah dari ini bahkan ngebunuh lo sekali pun, gue nggak peduli sama hidup gue. Yang gue peduliin cuma satu, Melodi."

Irama pergi. Untuk pertama kalinya, dia berpikir untuk melukai siapa pun yang mengusirnya termasuk Melodi. Untuk pertama kalinya juga, Irama tidak bisa mengontrol dirinya akibat kalimat Melodi yang terus terngiang di telinganya. Dia tidak ingin kalah. Dia tidak ingin berpasrah. Irama tidak akan pernah ingin melepas Melodi, tidak akan pernah. Karena jauh sebelum itu, ada satu alasan yang membuatnya menjadikan Melodi hidupnya dan Melodi tidak pernah tahu bahwa setiap ucapan yang dia keluarkan berdampak besar untuk Irama yang sudah terluka terlalu dalam.

***

Irama merebahkan tubuhnya di kursi panjang tempatnya dan kedua temannya biasa berkumpul. Dia menatap langit-langit ruang musik yang mereka dirikan sendiri itu dengan pandangan kosong. Masih saja, pandangan Melodi, ucapan Melodi dan tingkah Melodi membayangi dirinya. Irama tidak tahu bagaimana cara memberitahu Melodi untuk berhenti membuatnya terasa tak dibutuhkan. Irama hanya tidak ingin merasakan rasanya terusir berkali-kali.

"Ram. Aing mau nanya sama sia, kenapa selalu buat Melodi Marah? Kenapa selalu ngeganggu si Melodi?" tanya Fadil membuat Irama bangun dari tidurnya.

"Lo itu bukan tinggal di Bandung, kenapa sih selalu pake logat sunda sama Bahasa Sunda?" balas Irama jengkel.

"Aing kan orang Bandung, keluarga aing di rumah ngomong pake bandung semua, ya gimana jadinya. Sukur-sukur aing teh cuma pake 'aing' sama 'sia' doang, bukan kata-kata lainnya. Komen aja sia teh kaya netizen."

Irama bungkam mendengarkan penjelasan Fadil. Dia hanya bingung karena Fadil sering mencampurkan Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia dalam berbicara. Namun, logat sundanya sama sekali tidak hilang.

"Ram, lo suka Melodi dari lama?" tanya Raka langsung.

Irama memikirkan sejenak. "Iyatah?"

Raka melemparnya bantal yang berada di kursinya. Membuat Irama melemparkannya balik. "Lo yang punya hati, kenapa malah nanya balik? Bego dipelihara."

"Mungkin," jawab Irama akhirnya.

"Seberapa banyak lo suka sama dia?"

Irama mengerutkan dahinya. "Nggak tau, nggak pernah gue itung."

Raka dan Fadil mengembuskan napas lelah.

"Lelah aing teh sama si Rama. Susah, otaknya nggak jalan. Mending aing latihan buat tugas musik."

Kalimat Fadil membuat Raka dan Irama mengedipkan matanya berkali-kali. Keduanya langsung berdiri menuju perlengkapan musik yang ada di dalam ruangan mereka sendiri.

"Gue bener-bener lupa kalau lusa harus ambil nilai. Pake lagu apa ya gue?" tanya Raka pada dirinya sendiri.

"Gue pake gitar. Awas lo berdua pada ngikutin," ucap Irama membuat keduanya cemberut.

"Terus kita main apa? Jelas cuma gitar doang yang kita berdua bisa," omel Raka kepada Irama.

"Lo main band tabok sama ibu-ibu temennya Mama lo aja, Ka. Nah, lo main sulingnya, Dil. Keren yakan kalau kalian berdua begitu? Nanti gue yang tepuk tangan paling meriah buat lo berdua. Serius, dapet nilai seratus lo berdua dari Bu Eni."

"Lo aja sana duluan. Ogah gue mempermalukan diri gue yang super tampan dan berkarisma ini." Raka memegang kerah seragamnya dengan sombong membuat Irama dan Fadil tertawa bersamaan.

"Cuma nyokap situ yang bilang sia tampan, Ka. Aing mah nggak doyan sama situ soalnya," balas Fadil membuat Raka bergidik ngeri.

"Horror sumpah. Serem gue temenan sama lo berdua."

Lagi. Irama tertawa membuat kedua matanya menyipit dan bahunya bergetar. Hanya Raka dan Fadil yang Irama miliki saat ini dan hanya mereka berdua yang mampu membuat Irama melupakan sejenak perihal hidupnya

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 62.9K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
761K 53.4K 33
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
2.5M 143K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
2M 327K 66
Angel's Secret S2⚠️ "Masalahnya tidak selesai begitu saja, bahkan kembali dengan kasus yang jauh lebih berat" -Setelah Angel's Secret- •BACK TO GAME•...