Diary Nikah Muda

Par user69540117

16.9M 748K 80.9K

GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Sa... Plus

🧸Diary Nikah Muda. o1
🧸 Diary Nikah Muda. o2
🧸Diary Nikah Muda. o3
🧸 Diary Nikah Muda. o4
🧸Diary Nikah Muda. o5
🧸 Diary Nikah Muda. o6
🧸 Diary Nikah Muda. o7
🧸 Diary Nikah Muda. o8
🧸Diary Nikah Muda. o9
🧸Diary Nikah Muda. 1o
🧸Diary Nikah Muda. 11
🧸Diary Nikah Muda. 12
🧸 Diary Nikah Muda. 13
🧸Diary Nikah Muda. 14
🧸Diary Nikah Muda. 15
🧸Diary Nikah Muda. 16
🧸 Diary Nikah Muda. 17
🧸Diary Nikah Muda. 18
🧸Diary Nikah Muda. 2o
🧸Diary Nikah Muda. 21
🧸Diary Nikah Muda. 22
🧸Diary Nikah Muda. 23
🧸Diary Nikah Muda. 24
🧸Diary Nikah Muda. 25
🧸 Diary Nikah Muda. 26
🧸Diary Nikah Muda. 27
🧸Diary Nikah Muda. 28
🧸Diary Nikah Muda. 29
🧸Diary Nikah Muda. 3o
🧸Diary Nikah Muda. 31
🧸Diary Nikah Muda. 32
🧸Diary Nikah Muda. 33
🧸Diary Nikah Muda. 34
🧸Diary Nikah Muda. 35
🧸Diary Nikah Muda. 36
🧸Diary Nikah Muda. 37
🧸Diary Nikah Muda. 38
🧸Diary Nikah Muda. 39
🧸Diary Nikah Muda. 4o
🧸Diary Nikah Muda. 41
🧸Diary Nikah Muda. 42
🧸Diary Nikah Muda. 43

🧸Diary Nikah Muda. 19

330K 19.1K 2.7K
Par user69540117

NICKI-BACKBURNER
pliss banget ini agak maksa tapi kalian harus denger lagu ini untuk pengalaman membaca lebih baik di part ini!! 💖

Baru dua hari gak up udah ngang ngong aja lo pada!

Setor dulu absen di sini, masukin apapun ke keranjang 🧸👉🗑️

Btw, hari ini zefmon wawancara kerja dan keterima, doain ya kerjanya cocok dan lingkungan juga mendukung

Nggak tahu deh bakal sering up atau enggak nantinya huhu

Dapat jadwal pelajaran olahraga saat matahari lagi terik-teriknya itu bukan kesenangan bagi siswa manapun walau diiming-imingi kalau matahari pagi masih mengandung vitamin D.

Vitamin Dekil.

Sistem pelajaran olahraga di sekolah mereka memang agak berbeda dengan sekolah pada umumnya. Agar adil dapat merasakan panas-panasan maka semua kelas per angkatan dirolling tiap minggunya. Jadi semua bisa kena matahari siang.

Cewek-cewek yang nggak terbiasa panas-panasan sudah mengeluh karena guru olahraga tak kunjung datang di saat mereka semua sudah disuruh berbaris. Ada yang bawa kipas elektrik, ada juga yang sempat-sempatnya mengoles sunscreen bersama.

Dari barisannya, Bagas melihat Saras yang masih berdiri tegap walau cewek-cewek di sekitarnya sudah pada ngereog.

Bagas pergi ke barisan ke tiga di depannya, ia mencolek punggung Reynald. "Tukeran dong. Gue males di belakang, Virgo berisik."

"Lah tumben biasanya lo sama Virgo kayak kol sama wortel di adonan bakwan, nempel mulu. Yaudah sini."

Reynald mundur ke barisan belakang. Sekarang Bagas yang menempati posisinya, tepat di samping barisan Saras.

Bagas mengamati sekelilingnya, merasa tak ada yang akan memperhatikannya, ia menyentuh pelan lengan Saras. Gadis itu menoleh, wajahnya sudah berkeringat. Mungkin kalau kulit Saras tidak coklat, pipinya sudah merah karena kepanasan.

Kedua alisnya terangkat seolah bertanya ada keperluan apa Bagas menoelnya.

Bicara melalui kode mata dan gestur tangan, Saras langsung paham kalau Bagas menyuruhnya untuk duduk.

Saras sempat menolak karena ia yakin baik-baik saja berdiri akan tetapi pelototan Bagas bikin dia nurut. Saras duduk di rumput.

Sementara Bagas masih berdiri, tanpa Saras sadari, cowok itu berusaha untuk menghalangi matahari yang akan mengenai Saras. Ia bukannya peduli pada gadis kabupaten itu, ia hanya kuatir berlebih bagaimana jika Saras jatuh pingsan karena panas lalu dilarikan ke UKS, kemudian setelah di cek masalah baru ditemukan, Saras ternyata berbadan dua. Bagas menghindari ini.

Bagas kira tak ada yang menyadari tindakan konyolnya ini, ia hanya tak tahu saja di belakang sama teman laknatnya sudah memperhatikan gerak-geriknya sajak tadi.

Virgo bicara pelan-pelan ke Damar yang lagi duduk juga di rumput. "Dam, Bagas tuh suka beneran nggak sih sebenarnya sama Saras? Kok gue lihat-lihat makin ke sini Bagas perhatian banget ya?"

"Nggaklah, gue tahu Bagas. Dia emang cuma baik aja walau kelihatan galak dari luar."

"Tapi nih ya Bagas tuh nggak pernah peduli sama cewek manapun, mau ada cewek secantik bidadari yang jatuh ketimpa meteor depan dia juga dia nggak bakal lirik."

"Dibanding Bagas, lihat noh Ilham yang terang-terangan ngelihatin istri temannya sendiri dari tadi," singgung Damar.

Virgo mengalihkan perhatian ke Ilham yang duduk di barisan berbeda dari mereka. Benar juga, arah duduk Ilham tertuju ke Saras. Selama ini ia kira Ilham baik ke Saras karena memang baik ke semua orang saja, sifat baik bawaan lahirnya.

"Kalaupun bener Ilham naksir Saras, jangan sampai kita berdua kayak gitu ya Dam."

"Maksudnya lo naksir gue, Go? Lo gue tolak."

"Yeh bukan gitu!"Virgo menonjok otot bahu Damar."Maksud gue jangan sampai kita suka sama cewek yang sama. Gue nggak mau saingan sama sahabat gue sendiri soalnya."

Karena Damar lebih banyak diamnya, Virgo nyerocos lagi, "Tapi gue nggak perlu kuatir sih kan tipe cewek kita beda ini."

Akhirnya guru olahraga mereka datang juga. Nggak cuma keringat di badan yang asam, ekspresi siswa juga ikutan asam. Semuanya kembali berdiri berbaris rapi.

"Sebelum mulai pembelajaran hari ini pemanasan dulu, lari keliling lapangan sebanyak tiga putaran."

Semuanya mengeluh, mereka sudah panas tapi masih disuruh pemanasan. Mau membantah pun tidak bisa.

"Ayo lari semuanya!" guru meniup pluit.

Mereka berlari sambil mendumel nggak ikhlas, baru satu putaran tapi kaki berasa mau copot. Matahari di atas gila-gilaan mau memanggang mereka hidup-hidup.

Berbeda dengan Virgo yang lari kencang agar bisa menyusul Fani.

"Bidadari sekarang nggak terbang lagi ya tapi lari keliling lapangan?" godanya seraya berlari mundur, ia mengedipkan mata ke arah Fani. Gadis itu akting seakan mau muntah.

Di putaran kedua, Virgo lewat lagi di sampingnya, kali ini sambil bawa daun kering berukuran besar kemudian mengipas-ngipasi Fani. Gadis itu kembali memutar bola mata jengkel.

Apa Virgo menyerah? Tentu tidak! Masih ada putaran ketiga. Virgo menyamakan larinya dengan Fani agar bisa berbarengan lebih lama.

"Fan, kemarin orangtua gue nanyain. Katanya mana cewek cantik yang kamu ceritain itu? Bawalah ke rumah."

"Maksud?" Fani bertanya ketus.

"Mainlah ke rumah gue. Asal lo tahu ya Nyokap gue pemilih banget soal pasangan anaknya tapi pas gue ceritain lo, Nyokap mau ketemu."

Fani mengangkat pundaknya. "Idih, ogah banget gue ke rumah lo. Calon istri aja bukan!"

"Ya kan sekarang emang bukan, nanti, sebentar lagi."

Fani berhenti berlari, ia malas harus meladeni candaan cowok playboy itu. Kapan sih buaya rawa itu mau berhenti bermain-main dengannya? Sampai detik ini ia tak pernah menganggap serius omongan Virgo. Fani yakin dia melakukan hal sama ke cewek lain.

Beberapa siswa sudah lebih dulu menyelesaikan putaran termasuk Bagas, Damar dan Virgo. Masih ada setengah lainnya yang berlari.

"Sar, lo kenapa berhenti?" Ilham berlari cepat ke arah Saras yang mendadak berhenti.

Saras menunduk memandangi sepatunya. "Sepatu aku jebol, Ham. Udah dua tahun belum diganti sih. Tadi sempat kena batu kecil tapi nggak apa-apa kok."

"Yah jangan sepelehin gitu dong." Ilham segera membungkuk sementara siswa lain masih berlari.

Ia mencoba untuk melihat seberapa parah kerusakan sepatu Saras. "Ini sih nggak bisa dipake lagi, Sar. Batunya sampai nempel di kaos kaki lo tahu. Lepas dulu aja, kalau lo paksa pakai malah nginjak batu di dalamnya."

Saras menurut saja saran Ilham, sesudah melepaskan sepatu Saras, ia menaruh kaki Saras ke atas sepatunya.

"Eh jangan Ham. Nanti sepatu kamu kotor."

"Kotor tinggal cuci Sar. Bentar, lo duduk aja di sini."

Ilham meninggalkan Saras sendirian berteduh di bawah pohon. Ia mendatangi guru olahraga.

"Permisi Pak, maaf ada salah satu teman kami yang sepatunya jebol, boleh nggak saya pinjam dulu sepatu cadangan dari klub futsal putri?"

Guru olahraga melihat ke arah Saras. "Pacar kamu kali, segala alasan temen."

Hal ini bikin Ilham dapat sorakan teman-temannya dari barisan. "Cieee~"

"Yaudah sana, ini kuncinya, sepatunya kamu balikin secepatnya dalam keadaan seperti pas dipinjam."

"Baik, terima kasih, Pak."

Ilham pergi ke ruang klub futsal putri, ia membuka rak penyimpanan sepatu cadangan, mencari ukuran pas sesuai kaki Saras. Ia kemudian kembali berlari menghampiri Saras.

"Ya ampun Ham kamu sampai lari-larian gitu buat bantuin aku."

"Gak apa-apa namanya temen harus membantu selagi bisa." Ilham menaruh sepatu itu ke tanah. "Cobain, pas nggak? Ukuran kaki lo 37 kan?"

"Iya. Ini pas kok." Saras sudah memakai sepatunya.

Ilham yang duduk berjongkok di depan Saras nampak berkeringat banyak. Saras merogoh sakunya tapi tak ada saputangan. Karena Ilham sebaik itu padanya, ia refleks menyeka kening Ilham dengan punggung tangannya.

"Maaf ya kamu jadi keringatan gini. Makasih Ham udah baik ke aku terus."

Kening yang diseka, hati Ilham yang kesentuh. Bisa-bisanya Saras melakukan ini padanya tanpa terlihat canggung. Saras tahu nggak sih efek dari usapannya ini?

Sadar diamnya Ilham mungkin karena perlakuanmya, Saras segera menarik tangannya dari kening Ilham.

"Astagfirullah, maaf, Ham. Aku jadi nyentuh kamu." Ilham masih tak berkedip, Saras sampai harus menjentikkan jari di depan mata Ilham. "Udah mulai tuh pelajaran olahraganya, ayo balik ke barisan."

"Ok."

Keduanya berjalan bersama, Ilham bodo amat ketika sadar hal ini berpotensi membuatnya jadi bahan omongan anak-anak cewek di kelas. Malah mereka terang-terangan berbisik saat dia dan Saras kembali ke barisan.

"Panas Gas?" Virgo menginjak pelan kaki Bagas, sahabatnya itu sejak tadi masang muka ngajak ribut.

"Ya panaslah! Lo nggak lihat matahari setinggi apa di atas kepala kita?!"

"Bagas jangan marah-marah nanti Bagas lekas tua~" Virgo malah jadi biduan dadakan.

"Maksud gue panas yang lain gitu. Ada yang terbakar tapi bukan karena matahari."

Dari belakangnya, Damar nendang tumit Virgo. "Bisa diam nggak lo, Go? Makin lo banyak ngomong oksigen kesedot banyak."

Di jam istirahat kedua, mereka berempat bertemu di kantin. Nggak biasanya meja mereka seperti medan perang begini.

Ilham menyedot jus jeruknya seolah tak terjadi apa-apa tadi. Bagas? Dia mengaduk-ngaduk es tea lecinya dengan tatapan mata menghunus ke Ilham.

Ia sendiri tak paham apa yang tengah terjadi dengan dirinya. Ia jengkel pada Ilham karena terlalu baik pada Saras. Padahal kan gadis itu yang telah menjebaknya. Tapi tunggu, atau justru alasan itu hanyalah kebohongan yang Bagas ingin percayai. Bukan itu hal utama ia kesal sebegininya ke Ilham.

Saking kesalnya, ia jadi tak peduli ketika Virgo mencomot satu persatu lauk dari piringnya.

"Mau ayam lo Gas."

"Ambil."

"Sosis bakar lo boleh juga?"

"Ambil, Go."

"Pudding lo kayaknya enak tuh, buat gue ya?"

"Ambil aja."

Virgo memicingkan mata, ada yang tak beres dengan Bagas. Harusnya dalam situasi ini Bagas sudah menggetok kepalanya pakai sendok.

"Gas, istri lo kayaknya manis banget tuh, buat gue ya?"

"Amb-" Bagas baru menoleh ke Virgo, matanya melirik ke piring Virgo yang penuh lauk rampasan.

Virgo dengan cepat membentengi piringnya dengan tangan. "Tadi katanya ambil aja, yaudah gue-"

"Sekalian aja Go keluarga, warisan sama tabungan masa depan gue lo ambil!"

"Akhirnya jati diri lo yang asli balik. Alhamdulillah."

Bagas meminum cepat es tea lecinya, takut diambil Virgo lagi. "Lagian lo celamitan terus, Go. Belilah pakai uang jajan lo yang banyak itu."

"Bisa sih gue beli sendiri Gas, cuma nggak tahu kenapa semua yang gue minta dari lo tuh semua-muanya enak. Beda kalau gue beli sendiri."

"Kalau gitu uang jajan lo biar gue yang belanjain, entar lo minta deh dari gue dalam bentuk makanan," balas Bagas kesal.

"Beliin dia eek kuda, Gas, kan katanya semua yang dari lo enak," saran Damar.

Ilham berbeda, dia justru memindahkan lauknya ke piring Virgo secara sukarela. "Nih Go, lo kan masih umur 17 tahun ya? Masih masa pertumbuhan. Makan yang banyak biar otak lo numbuh dan berkembang sesuai usia."

Di saat momen beginilah Virgo malu karena diperlakukan layaknya bocil baru bedakan kemarin sore. Ia mengembalikan lauk Ilham.

"Nggak usah Ham, lauk Bagas udah cukup. Satu lagi, gini-gini gue udah bisa bikin anak jadi kalian semua berhenti anggap gue kayak bocah baru lahir kemarin sore."

Virgo sudah bas-basin suaranya biar terkesan dewasa tapi di mata ketiga temannya dia tuh seperti bocah baru mandi yang pakai bedak dempul terus setengah bajunya rombeng melorot sebelah.

🧸

"Bagas? Malam ini aku boleh kamu ikut belajar bareng lagi ndak? Tadi ada PR, aku mau kerjain bareng kamu."

Bagas baru sampai di rumah setelah pulang les. Dia mendapati Saras yang tengah menyiram bunga.

Bagas berlalu mengacuhkannya, dalam hati Saras introspeksi apa mungkin dia bikin kesalahan yang bikin Bagas marah lagi padanya?

Aku bikin masalah apa yoh? Perasaan ndak ada. Apa Bagas lagi capek aja?

Menjelang malam setelah memasak, Saras pergi mengetuk pintu kamar Bagas.

"Bagas? Kamu mau makan malam sekarang? Kalau iya makanannya mau aku siapin di meja."

Tak ada jawaban. Saras mengetuk lagi, barulah Bagas muncul mengenakan celana pendek di atas lutut. Bagas sedang tak memakai atasan apapun, menampilkan tubuhnya yang berkeringat.

"Bagas kamu habis ngapain kok keringatan?" 

"Push up."

"Oalah, kamu olahraga malam? Lapar nggak?"

"Nggak."

"Kalau gitu panggil aku ya kalau kamu lapar, aku mau kerjain PR di kamar."

"Nggak mau."

Saras tidak mengerti Bagas sedang kenapa, daripada kena sembur ia lebih baik balik badan ke kamarnya. Namun baru tiba di depan pintu, Bagas kembali bicara.

"Gue keringatan tapi lo biasa aja, giliran Ilham tadi siang lo langsung lap-in keringatnya? Kenapa? Lo mau ngincar Ilham juga setelah gue dan Damar?"

Sindiran Bagas bikin hati Saras nyesek. Kesannya dia murahan sekali mau mendekati semua cowok. Sungguh yang tadi siang itu dia tidak ada maksud apa-apa ke Ilham. Saras juga tak menyangka jika Bagas memperhatikannya.

Ia tidak jadi masuk kamar, kembali mendekati Bagas. "Maaf... Aku nggak ada maksud kayak gitu. Karena Ilham baik, aku ngerasa nggak enak bikin dia lari-larian sampai keringatan. Makanya aku--"

"Lap-in keringat gue juga." ini jelas bukan permintaan baik-baik tapi perintah dari Bagas.

Kedua alis Saras terangkat, takut ia salah dengar. "Gi-gimana Gas?"

Bagas menaruh kedua tangannya di pinggang. "Seperti yang lo lihat, gue juga keringatan kan? Kenapa nggak lo lap-in? Ah, atau karena gue bukan Ilham?"

Bagas memberi kode ke arah perutnya yang berkeringat. "Kenapa cuma diam? Lap lah."

Saras tidak paham sama sekali kenapa Bagas jadi punya permintaan aneh-aneh begini, ia kira Bagas tak suka jika dia sentuh. Namun dibanding berdebat lagi, Saras mau-mau saja menuruti maunya Bagas.

Tangannya betulan bergerak ke perut Bagas, baru menyentuh perut itu, Bagas sudah menahan pergelangan tangannya.

"Gue nggak tahu gimana perilaku binal lo sama cowok sebelumnya, tapi kalau lo kira lo masih bebas ngelakuin itu setelah jebak gue jadi suami lo, jangan harap! Walaupun gue gak anggap lo istri, gue nggak akan biarin lo seenaknya menebar pesona apalagi ke temen gue, cukup gue yang jadi korban lo."

"Bagas lepasin... Sakit..."

Saras tidak suka dituduh sama Bagas terus-terusan. "Apa sih maksud kamu Gas? Kamu pikir sebelum sama kamu aku emang hobinya gatal ke banyak cowok? Apa bukti di malam kita bersama itu nggak cukup bikin kamu percaya kalau aku baru disentuh sama kamu?"

"Oh jelas. Percaya sama lo?" Bagas menyeringai sinis. "Nggak bakal."

Ia melepaskan tangan Saras kemudian menutup kasar pintu kamarnya.

Saras kembali ke kamarnya, ia duduk di kursi belajar. Fokusnya ke pelajaran jadi buyar karena sikap Bagas tadi.

"Emang salah ya kalau Ibu baik ke Ilham? Nggak kan?" Saras mengadu pada bayinya. "Iya sih Ibu akui pernah suka sama Ilham, tapi beneran cuma sebatas rasa kagum. Lagian udah ada kamu di perut Ibu, masa Ibu ndak tahu malu menduakan bapak kamu. Ya emang sih bapakmu tuh loh nyebelin, tapi kan..."

Saras berhenti curhat. Dia menoleh ke foto pernikahannya dan Bagas. Masih dia sandarkan ke tembok belum digantung. Ia datang duduk membungkuk di depan foto itu.

"Lihat tuh bapakmu nggak jelas! Di foto aja nggak ada senyum-senyumnya, awas nanti kamu lahir niru juteknya dia, Ibu pites kamu, dek!"

Melampiaskan kekesalannya pada Bagas, Saras mengambil spidol kemudian menggambar bibir Bagas seolah tersenyum. Ia juga memberi tompel besar di pipi Bagas.

Saras kemudian menjulurkan lidahnya ke foto Bagas."Jelek, tukang marah-marah!"

Biar kesal pada Bagas begitu, Saras juga tetap saja menunggu Bagas turun untuk memakan masakannya. Ia bolak balik di bawah tangga hanya untuk menunggu pintu kamar Bagas terbuka, begitu terdengar dia lari dengan cepat ke meja makan, membuka piringnya.

Ia lapar tapi menunggu Bagas turun agar bisa makan malam bersama.

Lama menunggu, Bagas tak kunjung ke ruang makan. Saras mengendap-ngendap membuntuti Bagas. Suaminya yang gampang emosian itu terlihat memakai pakaian jalan, ia juga menuju garasi.

Untuk menegur saja Saras tak berani, sepertinya Bagas lagi mau ke luar bertemu seseorang.

Pintu pagar otomatis terbuka dan tertutup sendiri setelah mobil keluar. Saras kembali ke meja makan, ia menatap sendu masakannya. Tadi ia terlalu semangat memasak berpikir Bagas akan menyukai ini.

"Dek, malam ini kita makan berdua aja. Ayo bantu Ibu, kamu harus banyak makan ya. Biarin aja Bapak kamu yang tegaan itu. Nanti kalau lahir kamu paksa dia makan ya."

Mulutnya penuh makanan, belum tertelan ia memasukkan lagi suapan baru. Hanya ada satu makanan yang ia belum sentuh. Sayur.

Ketahuilah, dia termasuk orang yang gemar makan sayur apalagi ini makanan sehari-harinya di kampung, namun sejak ada anak Bagas di perutnya ia jadi tak nafsu pada sayur.

"Kamu tuh ya pasti ngikut Bapakmu ya ndak mau makan sayur? Jangan gitu dong, kalau nanti kamu lahir, kamu Ibu jejelin sayur. Ayo dong bantu Ibu makan sayur biar kamu sehat juga." Saras membujuk anak di perutnya, setelahnya ia memaksa memasukkan sayur tersebut ke mulut.

Gak terlalu buruk, rasanya enak kok. Saras merasa ini bukan masalah besar. Tapi tunggu beberapa detik setelahnya, ia langsung memuntahkan lagi sayur itu.

Ia ingin sekali memarahi Bagas beserta anaknya yang belum lahir, kenapa sih mereka nggak suka makan sayur? Kan jadi dia yang kena imbasnya.

Saras tak lagi menunggu Bagas pulang, ia ngantuk setelah makan banyak sendirian, mana kebanyakan daging-dagingan. Ia terlelap dengan keadaan lampu kamar tetap menyala. Bangun-bangun sudah pagi malah.

Ia grasak grusuk mandi dan berganti pakaian, mana ini sudah mendekati jam masuk. Ia mungkin terlambat jika sarapan dulu.

Saras mengecek tabungan di selipan lemari pakaiannya, masih ada uang untuk membeli sepatu sepulang sekolah. Ia mengambil semua uang itu, hari ini ia harus mengembalikan sepatu futsal punya sekolahnya.

Saat membuka pintu, ia termenung mendapati kantong besar berlogo tak asing di kakinya. Saras mengangkat kantong itu, isinya sebuah kotak bergambar tanda ceklis raksasa.

Ia membuka isi kotak, isinya sepatu baru berwarna putih dengan sedikit sentuhan warna peach, memberi kesan feminim.

Darimana datangnya sepatu ini? Nggak mungkin kan ada Ibu peri yang naruh ini?

Saras menoleh ke kamar Bagas yang tertutup. Bibirnya tersenyum begitu saja setelah menyadari siapa yang telah memberi sepatu ini.

Ternyata dia bisa peduli juga sama aku.

🧸

Epilog

Bagas tidak bisa makan masakan Saras walau sebenarnya ia menahan lapar di dalam kamar. Ia teringat akan kelakuan gilanya tadi pada Saras.

Bisa-bisanya ia menggila di depan gadis kabupaten itu. Sepulang les, Bagas melampiaskan emosinya ke olahraga. Ia melepas seragam kemudian push up sebanyak 100 kali.

Kebetulan Saras mengetuk pintu. Melihat wajah gadis itu, emosinya jadi datang lagi. Ia jengkel karena Saras terlalu genit ke Ilham. Menurutnya sih.

Dia tak suka sahabatnya dekat sama cewek picik itu atau justru ia mulai merasa memiliki Saras untuk dirinya sendiri. Ia tak tahu yang mana dari dua pilihan ini yang memang mewakili emosinya.

Sejak kecil jika ia ingin sesuatu ia tinggal tunjuk dan mendapat semuanya, ia terlahir sebagai anak tunggal yang tak terbiasa diajarkan berbagi kepemilikan dengan orang lain.

Dibanding terus mengurung diri di kamar, ia memilih mencari udara segar. Pergi mencari makan malam di luar rumah. Puas mengisi perutnya hingga begah, Bagas memutuskan jalan-jalan sebentar melihat keluaran koleksi sepatu basket terbaru. Lagi lihat-lihat, kakinya malah melipir ke rak sepatu cewek.

Ia mendadak berdiri di sana cukup lama hingga mengundang karyawati yang menawarkan bantuan.

"Ada yang bisa saja bantu? Mau beli sepatu untuk pacar ya?"

"Bukan."

"Bisa saya bantu? Mungkin bisa dijelaskan seperti apa orangnya?"

"Dia..." Bagas coba mengingat Saras. "Dia nggak begitu mencolok dalam berpenampilan. Sederhana, tapi dia terlihat keibuan."

Karyawati itu tersenyum. Ia menunjukan pada Bagas rekomendasi sepatu. "Tersisa satu pasang untuk sepatu keluaran ini. Mas tahu ukuran kakinya?"

Menambah pikiran Bagas lagi. Ia ingin bertanya pada Saras namun nomornya saja ia tak punya.

"Mbak, boleh tolong simpan sepatu ini untuk saya? Saya harus ambil dompet dulu di mobil."

"Baik, Mas. Satu jam lagi mall akan tutup. Saya tunggu ya."

Tahu apa yang ia lakukan?

Bagas mengemudikan mobilnya ke sekolah, beruntung mall yang ia sambangi tak begitu jauh jaraknya dari sekolah.

Bagas meminta izin ke satpam yang berjaga bahwa ada barang berharga miliknya yang ketinggalan. Tentu saja diperbolehkan. Ia berlari ke lapangan tempat olahraga tadi siang, ia pergi ke tong sampah yang ada di pinggir lapangan.

"Please, semoga masih ada. Jangan dibuang dulu kek."

Ia mengorek sampah kering hingga usahanya tak sia-sia. Sepatu jebol Saras yang ia lihat dibuang Ilham ke sini masih ada. Bagas memeriksa ukuran sepatu di bagian alasnya.

"37?"

Dengan tergesa-gesa ia kembali lagi ke toko sepatu tadi. Ia menyeka keringatnya lalu menyodorkan kartu kredit ke kasir.

"Saya ambil sepatu yang tadi. Terima kasih."

Jujur, ini tuh favorit gue bgtttttt, kek effortnya cowok dingin kayak Bagas tuh ya giniiii lohhhh

Kalau kalian gimana?

Lanjut nggak nih? Komentar di sini yaaa

Salam sayang,
Istri Om-Om berkarisma dan tajir 💖🧸

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

142K 16.9K 40
[Complete] When you love someone, but you'll get hurt... 10 tahun mencintai Park Jimin, membuat Kang Seulgi hafal tentang segala sesuatu yang menyang...
38.1K 5.1K 5
Cerita bucin kehidupan papah - papah muda yang bersahabat lebih dari 15 tahun. Tentang Argi Kalandra, Naren Ezra, Ryan Radhika dan Aksa Keanu yang ak...
4M 308K 49
[Story 10] Sinopsis Bucin. Siapa yang tidak tau satu kata ini? Banyak yang bilang kalau bucin itu singkatan dari budak cinta. Calvin Samudera Prames...
3.2M 25.2K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...