The Bastard, Sweety

By KarinDii

244K 34.9K 9.2K

Kim Taehyung. Fanserver ulung, seolah sanggup membuat penggemar wanita terkapar dengan kerlingan mata. Sialny... More

Prologue
Pt. 1
Pt. 2
Pt. 3
Pt. 4
Pt. 6
Pt. 7
Pt. 8
Pt. 9

Pt. 5

27.5K 3.6K 488
By KarinDii

"Dari mana?"

Kesenyapan itu dipecah oleh suara berat seorang pria yang fokus membaca koran.

"Perpustakaan Seoul," jawab Soyeon sesopan mungkin.

Pertanyaan itu merupakan perihal lumrah yang diajukan sang ayah ketika Soyeon pulang terlambat di hari libur.

Kendati mengakui pergi ke rumah Taehyung, ia akan selalu berbohong dengan mengatakan apa yang memang ingin didengar sang ayah. Jelas semua itu bertolak belakang.

Pria itu masih belum memindahkan tatapannya dari koran.

Sambil membalik koran ke halaman berikutnya, pria paruh baya itu kembali bicara dengan nada tenang, "Masuklah ke kamarmu. Ada buku baru untuk tes SAT yang kukirim hari ini. Sampai hari itu tiba jangan buang waktumu sedetik pun."

Soyeon menarik napas pelan. "Aku mengerti."

Ia membungkuk sebentar, dan segera beranjak ke kamar.

Napasnya menjadi surut begitu melihat tumpukan buku tebal di atas meja belajar. Anehnya meski setiap hari menyelesaikan beberapa buku dalam sehari, buku-buku itu seolah tak pernah habis.

Soyeon melangkah pelan mendekati semua hal itu dan duduk di kursi. Padangannya bergeser pada foto mendiang ibunya yang tersenyum manis.

Foto itu diambil beberapa tahun lalu sebelum kecelakaan di pusat kota terjadi.

Yang Soyeon ingat hari itu ia dan sang ibu pergi ke toko pakaian. Saat sedang menunggu bus di halte sebuah mobil melintas cepat dari arah berlawanan.

Mobil itu kehilangan kendali. Tetapi dalam sekejap seorang pemuda SMA muncul dan menarik Soyeon ke belakang hingga tubuhnya terpental menubruk kursi halte.

Pemuda itu juga mencoba melindungi ibunya, namun sangat disayangkan refleksi dan gerakan tubuhnya kurang cepat hingga badan mobil menyeret tubuh mereka berdua. Kecelakaan itu menyebabkan empat orang tewas.

Melihat sosok ibu yang mati di depan matamu sendiri... itu adalah bagian dari pengalaman yang paling mengerikan.

Andai hari ini ibunya masih ada, kira-kira apa hidupnya masih berlanjut seperti ini atau tidak. Entahlah.

Sekelumit perasaan hampa membebat kalbunya. Berkali-kali melihat foto itu pun, Soyeon masih tidak dapat menahan senyumnya.

Tidak perlu ditanya mengapa sampai detik ini jiwanya masih bertahan. Ibunya menjadi satu-satunya alasan terbesar.

Tentu saja, ibunya menjadi penyokong kenapa ia tidak pernah menyerah.

***

Akhirnya setelah semalaman menonaktifkan ponsel, Taehyung menjawab panggilan dari manajernya.

Tindakan ini membuatnya tidak bisa menghindari rapat antara direktur dan beberapa artis agensi.

Secara literal, Taehyung tidak pernah berkenalan resmi pada artis-artis di agensi. Meski begitu pertemanannya dengan selebritis lain dari luar agensinya terbilang cukup banyak.

Mungkin banyak orang berpikir hubungan sesama artis di satu agensi terjalin baik, tetapi Taehyung sudah merasakan sendiri, tidak begitu adanya.

Kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi apabila kau tergabung dalam kelompok idola.

Taehyung segera melangkah memasuki lift, lalu mengecek jam tangannya untuk memastikan dia tidak terlambat.

Tersisa beberapa senti sebelum pintu lift menutup rapat, lengan seseorang berhasil menahannya. Otomatis pintu kembali terbuka.

Sosok laki-laki yang tidak asing bagi Taehyung masuk ke lift dan mengambil tempat di sisi kirinya.

Tidak perlu menebak lebih jauh, Taehyung tahu bahwa mereka akan pergi ke kantor direktur di lantai sepuluh. Sehingga ia langsung menekan tombol lift tanpa bertanya.

Kebekuan hanya berlangsung selama beberapa detik sampai lelaki itu bersuara, "Tanpa bakat, dan hanya mengedipkan mata di depan kamera, pikirmu bisa menghasilkan uang."

Spontan Taehyung menoleh dan menunjuk dirinya sendiri. "Hyung, kau bicara padaku?"

Tetapi orang yang ditanya hanya mendengus.

Kepala Taehyung kembali lurus ke depan. Ia menunduk seraya tersenyum geli.

Orang yang baru saja bicara padanya adalah Kang Seongwoo.

Dua tahun belakang mereka memang terlibat perang dingin. Ralat. Taehyung tidak pernah mengirim sinyal peperang kepada lelaki itu. Tentu saja, Taehyung tidak tahu alasan pasti mengapa Seongwoo selalu kelihatan membenci setiap apa yang ia perbuat.

Manajernya pernah berasumsi bahwa semua ini berkaitan dengan masalah promosi iklan dua tahun silam, dan beberapa alasan lain.

"Bersykurlah, direktur memperlakukanmu sebagai anak emas. Jadi kau tidak perlu merasakan bajumu dibasahi keringat," kata Seongwoo dengan nada dingin nan menikam.

Alih-alih marah, senyum Taehyung mengembang. "Hyung, beberapa kali aku mencoba melarikan diri dari agensi tanpa harus terikat kontrak. Ada baiknya sesekali kau membantuku kabur."

Sekilas Seongwoo menatap Taehyung dari ujung matanya dan berdecak.

"Pacarmu...," Seongwoo memulai dengan topik baru. "Kupikir seleramu dari kalangan selebritis."

"Begitukah?" tanya Taehyung tetap menjaga intonasinya senyaman mungkin.

Dalam hati, ucapan Seongwoo membuatnya tak nyaman.

"Berhati-hatilah. Reporter bisa saja menghancurkan hidupnya," jawab Seongwoo dipenuh nada sarkasme.

Di sisi lain, Taehyung mengepalkan tinju diam-diam. Mati-matian memendam amarah.

Sebetulnya Taehyung tipikal pria keras kepala dan agak pembangkang, namun ia menelan jauh-jauh sifatnya ketika berhadapan dengan Seongwoo untuk menghindari pertikaian.

"Tenang saja, Hyung. Aku pasti menjaganya seperti seorang pria."

Secara tak langsung Taehyung mengakui bahwa dia memang memiliki pacar. Sesama artis seharusnya tidak ada yang perlu ditutupi. Banyak dari mereka yang punya rahasia semacam ini.

Seongwoo kembali menyela, "Wartawan harus berusaha keras untuk membuat karirmu jatuh."

"Ya, betul. Wartawan harus berusaha keras." Taehyung tertawa demi meredakan situasi kaku. "Atau mungkin bisa kupermudah dengan memberitahu publik lebih awal."

Pembuluh darah di leher Seongwoo mengejang, lelaki itu berhenti bicara.

Bunyi dentingan lift akhirnya menyelamatkan ketegangan situasi. Lift terbuka.

Seongwoo keluar lebih dulu dengan gaya seperti biasa, ingin dipandang berwibawa.

Taehyung meringis, lalu berjalan menyusul.

Tubuhnya menghadang lelaki itu sejajar. "Hyung, ada satu hal yang ingin selalu kusampaikan."

Dahi Seongwoo berkerut.

Taehyung berujar, "Meskipun kita lahir di tahun yang sama, aku akan tetap memanggilmu hyung. Karena bagiku kau keliatan seperti senior."

Tiba-tiba suara Taehyung merendah. Rahangnya menjadi kaku untuk terbuka. "Oleh sebab itu, tolong bersikaplah layaknya senior, Kang Seongwoo hyung."

***

Sekitar jam enam sore Soyeon baru sampai di area sekolah Kim Eun Jin.

Kim Eunjin adalah adik perempuan Kim Taehyung yang masih berusia sembilan tahun. Biasanya di hari-hari tertentu Soyeon akan meluangkan waktu untuk menjemput gadis itu. Ia terbiasa memperlakukan Kim Eunjin seperti adik biologis.

Kini mereka berjalan berdampingan di trotoar setelah turun dari bus dan memasuki area perumahan.

Eunji menarik tangan Soyeon ketika mereka sampai di depan rumah.

"Eonni, mau berjanji padaku?"

Soyeon membungkuk dan menumpu kedua lengannya di lutut. "Soal?"

"Akhir-akhir ini Taehyung-ie oppa jarang mengunjungi rumah. Dia memang tidak pernah mengeluh padaku, tapi aku tahu semua ini membuatnya lelah."

Soyeon berkedip-kedip, mengalihkan tatapannya dari Eunji sesaat untuk mengumpulkan jawaban.

"Maksudmu, aku harus selalu ada di sisinya?"

Eunji mengangguk setuju.

"Geurae geurom," sahut Soyeon yakin. (Baiklah kalau begitu)

"Ah, aku lega karena oppa mempunyaimu, Eonni," ucap Eunji. Wajahnya berseri-seri. "Tae oppa bilang sangat sulit pacaran dengan eonni."

Kedua alis Soyeon terangkat. "Dia bilang begitu?"

"Iya. Katanya dulu eonni populer dan pintar. Oppa sering menganggumu saat SMA. Sampai eonni menerimanya jadi pacar, barulah ia berhenti menggoda."

Soyeon terkekeh pelan. "Dia mengatakan itu semua?"

Eunjin mengangguk lalu menambahkan, "Dulu setiap malam Taehyung oppa selalu belajar bahasa Inggris. Eonni pintar dalam semua pelajaran, salah satunya bahasa asing."

"Dia terlalu berlebihan," jawab Soyeon tidak ingin ambil pusing.

"Cinta," sahut Eunjin seolah gadis cilik itu telah tumbuh dewasa.

"Itu karena Tae oppa mencintai eonni. Oppa bilang, orang yang jatuh cinta itu buta dan bisa melakukan apa saja termasuk memberikan jantungnya."

"Sejak kapan kau pintar membahas cinta?"

"Apa pun itu, tolong perlakukan oppa-ku dengan baik."

"Arraseo. Sekarang masuklah."

"Eonni tidak ikut makan malam di sini?"

"Aku masih harus ke kampus menyelesaikan beberapa tugas. Masuklah. Jangan lupa pakai selimutmu."

"Okay captain," sahut Eunjin sambil melakukan salam hormat.

Soyeon meliriskan punggungnya dan ikut hormat.

Kemudian Eunjin berjalan membuka pagar rumah. Seketika langkahnya terhenti dan berbalik.

"Eonni, ada yang ingin aku tanyakan."

"Apa?"

"Siapa cinta pertamamu?"

Otaknya memproses lambat pertanyaan itu. "Um, cinta pertama?"

"Apakah itu Taehyung-ie oppa?"

Akan tetapi jawaban yang Soyeon berikan tidak masuk dalam hitungan. "Kuberitahu nanti."

Ekspresi Eunjin menjadi murung. "Janji?"

"Janji," cetus Soyeon.

Setelah itu Eunjin melambaikan tangan sebelum masuk.

Di tempatnya Soyeon menghembuskan napas dan melepas senyum lega.

Eunjin benar.

They say, love is blind.

Dan masalah cinta pertama, yang pastinya, bukanlah Kim Taehyung.

[...]

Continue Reading

You'll Also Like

194K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
1M 84.7K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
46.5K 6.3K 38
Cerita tentang perjodohan konyol antara christian dan chika. mereka saling mengenal tapi tidak akrab, bahkan mereka tidak saling sapa, jangankan sali...
616K 61.2K 48
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...