Diary Nikah Muda

By user69540117

16.5M 690K 73K

GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Sa... More

🧸Diary Nikah Muda. o1
🧸 Diary Nikah Muda. o2
🧸Diary Nikah Muda. o3
🧸 Diary Nikah Muda. o4
🧸Diary Nikah Muda. o5
🧸 Diary Nikah Muda. o6
🧸 Diary Nikah Muda. o7
🧸 Diary Nikah Muda. o8
🧸Diary Nikah Muda. 1o
🧸Diary Nikah Muda. 11
🧸Diary Nikah Muda. 12
🧸 Diary Nikah Muda. 13
🧸Diary Nikah Muda. 14
🧸Diary Nikah Muda. 15
🧸Diary Nikah Muda. 16
🧸 Diary Nikah Muda. 17
🧸Diary Nikah Muda. 18
🧸Diary Nikah Muda. 19
🧸Diary Nikah Muda. 2o
🧸Diary Nikah Muda. 21
🧸Diary Nikah Muda. 22
🧸Diary Nikah Muda. 23
🧸Diary Nikah Muda. 24
🧸Diary Nikah Muda. 25
🧸 Diary Nikah Muda. 26
🧸Diary Nikah Muda. 27
🧸Diary Nikah Muda. 28
🧸Diary Nikah Muda. 29
🧸Diary Nikah Muda. 3o
🧸Diary Nikah Muda. 31
🧸Diary Nikah Muda. 32
🧸Diary Nikah Muda. 33
🧸Diary Nikah Muda. 34
🧸Diary Nikah Muda. 35
🧸Diary Nikah Muda. 36
🧸Diary Nikah Muda. 37
🧸Diary Nikah Muda. 38
🧸Diary Nikah Muda. 39
🧸Diary Nikah Muda. 4o

🧸Diary Nikah Muda. o9

315K 16K 984
By user69540117

Yuhuuu up lagi niehhh

Ramein lagi yakk biar makin semangat nulisnya

Ayo setor absen dulu sebelum baca gratis 🧸🗑️

Sudah?

Selamat membaca 💖

Kediaman keluarga Ninda dikejutkan oleh teriakan sang pemilik rumah. Anggota keluarga turun ke lantai bawah.

"SARAS! KEMARI KAMU!"

Panggilan telepon belum terputus sehingga Bagas dan keluargamya bisa mendengar kemarahan Adipati pada Saras. Meski tak melihat langsung, suara dari telepon sudah cukup membuktikan jika Saras dimarahi habis-habisan.

"Saras!"

"Ya, Pak? Ada apa ya?" dengan tergopoh-gopoh Saras datang ke ruang kerja Adipati. Sementara Ninda dan mamanya tak berani masuk ke sana.

"Apa benar kamu sedang hamil?"

Semua yang mendengar terkejut. Budhe membekap mulutnya dengan tangan. Terlebih Ninda, ia keringat dingin.

Jangan bilang Saras hamil anak Damar? Dan itu gara-gara gue? Mampus! Gue dalam masalah!

Ninda tak menyangka akan sejauh ini, terselut kecemburuan semu pada Saras telah membutakan matanya.

Saras tidak akan berbohong. Ia ingin menghadapi kesalahannya sendiri.

"Betul, Pak. Maafkan Saras yang sudah mengecewakan kepercayaan, Bapak. Saya sangat menyesal, bila perlu saya dipulangkan saja ke kampung, saya akan lahirkan anak saya tanpa membuat malu nama keluarga Bapak."

Adipati memukul kencang meja kerjanya, tidak pernah ia semarah ini ke Saras. Baru tempo hari ia menasihati Ninda, tapi malah gadis yang ia anggap putri sendiri dan banggakan ke orang-orang malah melukai kepercayaannya.

Adipati marah besar. Sementara Saras hanya bisa tertunduk malu, menerima semua kemarahan majikannya.

Sementara itu di kediaman Bagas, papanya mematikan panggilan. Ia tidak sanggup untuk mendengar lebih jauh kata-kata makian untuk seorang gadis.

"Bagas, kamu ke rumah itu sekarang. Kamu harus tanggung jawab, jangan sampai gadis itu menanggung semuanya sendirian."

"Enggak ah, Pa. Yang benar aja aku tiba-tiba datang kayak pahlawan kesiangan. Lagian ini udah malem. Biarin aja dia dimarahin, toh itu konsekuensi yang harus dia terima."

"Konsekuensi-konsekuensi!" papanya main asal geplak bahunya begitu saja. "dia dimarahin gitu karena bawa anak kamu, tahu! Sana samperin rumahnya, dengan hadirnya kamu setidaknya membuktikan kamu nggak lepas dari tanggung jawab."

Bagas jelas keberatan lagian ngapain repot-repot datang ke rumah Ninda. Namun ia mau juga menuruti titah papanya. Ia segera mengemudikan mobilnya menuju lokasi.

Entah sudah berapa lama Saras dimarahi, Adipati belum berhenti mengintrogasinya.

"Kok bisa loh kamu sampai hamil? Kamu kan dapat beasiswa ke luar negeri. Bodoh sekali melepaskan peluang sebaik itu hanya untuk laki-laki!"

"Saya..." tenggorokannya terasa tercekik. "saya tidak benar-benar sadar saat melakukannya, Pak. Malam itu saya di bawah pengaruh minuman yang dikasih teman saya. Bangun-bangun saya sudah di kamar bersama teman sekelas saya. Dia juga nggak salah, tolong jangan salahkan dia."

"Teman? Teman mana yang kasih kamu minuman sampai nggak sadar?"

Sebelum Saras buka kartunya, Ninda muncul berlagak membela Saras.

"Pa, kita juga sama-sama tahu Saras anak baik-baik. Nggak mungkin dia dengan sengaja mau melakukan perzinahan, lalu soal minuman, namanya juga di club, Pa, siapapun minum dan mungkin Saras nggak tahu kalau itu bisa bikin dia mabuk. Ya kan Sar?" Ninda mengusap lengan Saras. Berpura-pura simpati. Namun terus terang dia juga sedang di tepi jurang. Terbongkar sedikit maka tamat sudah riwayatnya.

"Tetap saja, Papa tidak bisa memaafkan secepat itu!"

Adipati memanggil Budhe Tati. "Mbok, kemasi semua barang-barang Saras. Seperti yang dia bilang, dia akan berhenti sekolah. Itu konsekuensi yang harus dia terima. Beraninya menghancurkan kesempatan baik yang saya berikan."

Detik itu juga lutut Saras bersimpuh di lantai. "Pak, tolong jangan usir saya malam ini juga, saya akan pergi tapi saya harus mengurus surat pindah sekolah dulu. Tolong..."

Agatha, Sang istri datang ke samping Adipati. "Pa, tenangkan pikiran dulu. Walau Saras salah nggak seharusnya kamu ngusir dia malam-malam begini."

"Ninda setuju! Jangan Pa, apalagi Saras lagi hamil."

Istri dan putrinya berusaha meredam amarahnya. Masalah ini bukan hal kecil baginya karena mengingatkannya pada putri sulung yang dulu meninggal bunuh diri setelah dihamili laki-laki tidak bertanggung jawab jawab. Ia tidak bisa menoleransi kesalahan satu ini.

Budhe Tati kembali dengan tas jinjing besar berisi barang Saras. Ia juga hampir berlutut agar tuannya tidak mengusir Saras. Entah apa yang harus ia katakan pada Ibu Saras di kampung nanti.

"Sekarang kamu pergi dari rumah saya, kamu pergi ke rumah laki-laki yang sudah menghamili kamu. Kamu tahu kan siapa orangnya?"

Sambil menangis, Saras mengambil tasnya. "Tapi dia juga tidak sepenuhnya salah, Pak. Kami melakukannya di saat tidak sadar. Mana mungkin saya datang ke rumahnya malam-malam begini meminta pertanggungjawaban."

"Betul Pa, lagian Damar tuh orangnya bisa dibilang nggak punya hati. Di sekolah aja dia gitu gimana kalau Saras ke rumahnya, bisa-bisa Saras diusir sama keluarganya." Kali ini Ninda sungguh membela Saras. Namun ia baru menyadari ada yang aneh dari tatapan Saras dan papanya.

"Damar?" gumam Saras. "Aku tadi cuma bilang teman sekelas tapi kamu langsung mikir Damar orangnya?"

"Iya, Damar kan yang hamilin lo?"

Dari arah pintu muncul Pak Urip yang membawa pesan. Datang di saat yang tepat, Ninda masih aman. "Pak, ada tamu yang mau menemui Bapak."

"Siapa?"

Dari belakang Pak Urip terlihat sosok Bagas yang nampak terkejut juga melihat Saras berlutut di lantai memeluk tas besar.

"Bagas?! Lo ngapain ke rumah gue?!" pekik Ninda terkejut.

Bagas masuk ke ruangan. Tak menggubris Ninda, ia menundukkan kepalanya beberapa kali sebagai bentuk hormat ke Adipati.

"Seperti yang Papa saya katakan di telepon tadi, saya Ayah dari anak yang ada di perut Saras. Saya tidak akan melarikan diri dari tanggung jawab."

Betapa terkejutnya Ninda ketika mengetahui Bagas-lah yang menghamili Saras. Sangat di luar nalarnya. Yang ia jebak Damar lalu kenapa malah Bagas yang menanam benih di rahim Saras?

Kehadiran Bagas setidaknya membuat Adipati agak sungkan untuk mengusir Saras. "Saya akan pikirkan masalah ini, setelah saya menemukan jalan keluar saya akan hubungi keluarga kamu." Adipati berjalan keluar dari ruangan kerjanya.

Sementara Ninda harus ditarik paksa oleh mamanya, Ninda masih shock berat menerima fakta ia salah target jebakan. Bagas nggak bakal nyari tahu pelakunya kan? Kalau iya, gue dalam masalah besar.

Saras masih duduk di lantai, hatinya pilu karena perkataan Adipati. Percayalah, jauh lebih menyakitkan dikatai-katai oleh orang yang selama ini bersikap hangat pada kita dibanding orang yang sejak awal terang-terangan membenci kita.

Awalnya Bagas diam saja, tapi ia menepikan gengsinya. Tangannya terulur ke Saras. "Berdiri."

Saras melirik tangan itu kemudian memegangnya. Berhasil berdiri, Bagas menarik jauh tangannya, malas dipegang-pegang Saras.

"Kamu kenapa bisa datang ke sini, Gas?"

"Papa gue yang nyuruh." Bagas jujur.

"Maaf ya karena aku, kamu jadi harus terlibat masalah."

Bagas capek mendengar kata maaf dari Saras. "Orang miskin tuh emang cuma bisa bilang maaf ya? Jangan keseringan ngomong maaf, lama-lama kata itu nggak berarti lagi kalau keseringan lo ucapin."

"Soalnya aku ngerasa bersalah banget."

"Ya gue juga salah! Kita bikin anaknya juga berdua, kita sama-sama salah!" ketus Bagas.

"Jadi sekarang kamu udah ngaku ini anak kamu, Gas? Alhamdulil-"

"Nggak ada yang tahu kebenarannya, tunggu sampai anak itu lahir. Dari mukanya mirip siapa juga bakal ketahuan." Bagas amat percaya diri anak di bayi Saras tidak akan serupa dengannya.

Ia lantas keluar meninggalkan Saras. Ia tak sempat pamit para Adipati karena beliau sudah ke kamarnya menenangkan pikiran.

"Lo ngapain ikut ke luar?"

"Aku... Mau anter kamu."

"Anter?"

"Sekalian mau gembok pagar. Jangan salah paham, aku nggak ada maksud lain kok."

Bagas membuka pintu mobil. Sebelum itu, ia menatap Saras.

"Gue udah ngomong ke orangtua gue, mereka setuju. Dalam waktu dekat gue bakal bawa mereka ngelamar lo."

"Serius?!" Saras tidak bisa memyembunyikan rasa bahagianya.

"Lo sesenang itu mau nikah sama gue?"

Saras berhenti tersenyum, ia mengusap-ngusap lengannya. "Enggak, aku senang karena anak aku nanti lahir dengan status Ayah yang jelas. Makasih Bagas."

Bagas tidak mempedulikan Saras, ia masuk ke dalam mobil dan mengendarai mobilnya begitu saja tanpa pamit ke Saras. Bagas lihat dari kaca spion, gadis kabupaten itu masih melambaikan tangan ke mobilnya.

Dasar konyol.

🧸

"Nggak makan lo, Gas?"

"Lagi banyak pikiran, Dam."

Siapa yang tidak kepikiran kalau di usia segini mau nikah dan menyandang status jadi Ayah?

"Segala lo ah banyak pikiran. Pacar juga gak punya, duit lo banyak, apalagi yang lo pikirin? Lo nggak lagi mikir kenapa nyamuk kawin sambil terbang kan?" Virgo hendak mengambil alih makanan Bagas. Yang punya menahan ujung piringnya. Kebiasaan comot-comot makanan temen.

"Celamitan lo!"

"Ya lagian bentar lagi masuk kelas tapi makanan lo masih utuh."

Di saat ketiga temannya menikmati makan siang mereka, Bagas mengatakan hal yang sontak bikin ketiga hampir mati tersedak.

"Gue mau nikah sabtu ini. Datang ya." Wajah Bagas lempeng, nadanya datar saat mengundang ketiga temannya.

"Hah?! Lo gila apa ya?!" Damar menggebrak meja kantin.

"Coba ulangi omongan lo," pinta Ilham, tenang seperti biasanya oh atau dia cuma pura-pura kalem biar suasana nggak kian ruwet.

Virgo? Dia masih santai menghabiskan makanannya.

"Gue bilang gue mau nikah sabtu ini, gue hamilin cewek. Nggak sengaja tapi ya," tambah Bagas sebelum mereka salah paham. Sengaja ia kecilkan suaranya agar penghuni kantin tidak ikut dengar.

Virgo selesai makan, dia nyengir, respon Virgo berbeda dengan kedua temannya yang lain. "Asik, ponakan baru alhamdulillah! Gue kira selama ini lo naksir gue, Gas, bagus deh lo ternyata normal."

Seperti biasa, memangnya apa yang bisa diharapkan dari Virgo? Orangnya nyeleneh sendiri.

"Go kalaupun gue belok gue juga pilih-pilih target kali, ya kali elo!" balas Bagas kesal.

"Gas, lo kebanyakan minum panadol ya? Bajingan, siapa gila yang lo hamilin?" Damar gelengin kepala,"nggak, harusnya pertanyaan gue cewek mana yang berhasil bikin lo nafsu?"

"Kalian bakal kaget kalau gue sebut namanya."

"Siapa emang?" Ilham penasaran

Saat nama Saras keluar dari mulut Bagas, Damar sampai muncratin air dari mulutnya. Dia mencondongkan badannya ke Bagas dan ngomong pelan-pelan.

"Saras cewek kampung di kelas kita? Yang tampilannya ndeso dan ketinggalan zaman itu? Gas, lo sehat kan?" Damar meriksa kening Bagas. "Gas lo lagi gak demam jadi setan apa yang udah bikin mata lo berkabut?!"

"Gue juga lakuinnya nggak sadar. Lo ingat minuman lo yang gue serobot itu? Pasti ada sesuatu di dalamnya. Terus SMS misterius yang mancing lo ke kamar, itu jebakan buat lo tapi yang kena apesnya gue."

Damar balik duduk di kursinya. "Iya apa? Ini lo nggak lagi main-main kan sama kita? Bahkan dalam keadaan mabuk pun gue nggak bakal nafsu sama cewek udik macam Saras!"

"Itu kan kata lo, Dam. Bisa aja pas di posisi Bagas, lo juga nggak nahan. Yang lo lihat wujud penampilan dia dari luar, dalemnya kan lo nggak tahu. Pasti mantep sampai jadi anak, ya kan Gas?" pancing Virgo, sialnya lagi Bagas termakan pancingan Virgo.

"Iya--eh enggak! Nggak tahu, gue lupa."

Virgo ketawa puas. "Enak itu mah pasti makanya lo nyahut cepet. Bagas kita yang polos sudah dewasa teman-teman." Virgo nepuk pundak Bagas. "Beliau ini selain jago di teori pelajaran biologi, beliau juga praktik dengan nilai sempurna." tak ketinggalan acungan jempol ke muka Bagas.

"Gue nggak ikhlas."

"Gas, lo mau nangis?" Damar nyeplos.

"Udah 17 tahun, Gas, masa nangis sih? Hahha." Virgo malah tertawa di atas penderitaan Bagas.

Berbeda dari kedua temannya, Ilham justru tutup mulut dari tadi setelah tahu siapa yang Bagas hamili.

"Ham, kok lo diam doang? Menurut lo gimana? Keputusan gue udah bener mau nikahin dia?"

"Kasihan Saras nggak sih, gue bayangin perjuangan dia dari kampung buat nuntut ilmu tapi malah dirusak." Ilham menaruh simpati.

"Gue juga rusak jadinya Ham, bukan cuma tuh cewek. Kalau ada yang harus lo kasihani itu gue temen lo."

"Ya tapi kan lo setidaknya nggak ada bekasnya Gas, lo bilang perjaka juga orang-orang percaya apalagi tampang lo kayak orang bener. Lah Saras? Dia tuh cewek, paling dirugiin," bela Ilham.

Jauh di dalam lubuk hatinya, ia ikut tercabik. Malam itu dia masih memegang tangan Saras, sepulang dari ulang tahun Virgo ia sampai terlambat tidur karena memikirkan Saras. Gadis itu manis, ia sudah lama diam-diam memperhatikan Saras, lalu mendadak ada kabar sahabatnya sendiri telah meniduri Saras? Munafik kalau Ilham tidak terbakar. Hanya saja ia tak mau menunjukkannya di depan Bagas dan yang lain.

Beda lagi dengan Virgo yang bahas hal di luar topik. "Berarti lo bikin anak pas ulang tahun gue dong ya? Bisa langsung jadi gitu ya Gas. Jago juga lo sekali praktik jadi. Lo pake gaya apa?"

Bagas  pelototin Virgo. Ini di kantin tapi dia masih sempatnya bahas gaya.

"Gaya gravitasi!" jawab Bagas ketus.

"Asik gaya tarik menarik dong berarti."

"Capek gue sama lo. Gue bilang juga apa lo tuh kayaknya bayi yang ketuker di rumah sakit. Turunan doang Arab tapi sifat lo gak beradab."

"Kan gue arab maklum, Gas."

"Gas, setelah gue pikir-pikir, ada yang sengaja ngejebak lo gak sih? Maksud gue logikanya aja udah ada yang ngirim SMS sebelum kejadian. Terus..."Damar menjetikkan jarinya."Gas lo pikir lagi deh buat nikahin Saras. Kayaknya yang dia incer itu gue. Soalnya gue pernah lihat dia masukin coklat ke loker gue pas hari valentine, dan lo tahu isi SMS yang gue terima di ulang tahun Virgo?"

"Apa?"

"SMS itu dari cewek yang ngaku suka sama gue dan minta gue ketemu di kamar yang lo tempati sama Saras. Make sense kan kalau semuanya udah dalam rencana Saras?!"

Damar mencoba melakukan cocoklogi dari semua kronologi. Ia menarik kesimpulan kalau Saras memang tidak sebaik yang mereka kira.

"Gas pikir-pikir lagi, lo yakin mau nikahin cewek kampung miskin itu? Dari status sosial aja dia jauh di bawah lo. Nggak ada jaminan juga yang dia kandung beneran anak lo, gimana kalau sebelum tidur sama lo dia udah sama cowok lain, kebetulan lo kena apesnya harus tanggung jawab."

Tangan Bagas mengepal, ia sudah berupaya menepikan kemungkinan ini tapi omongan Damar bikin jadi lebih masuk akal.

"Dasar dungu! Kalo Bagas sampai berani ambil keputusan nikahin Saras, berarti Bagas udah yakin dia yang pertama ngelakuin itu. Mikir, Dam! Dan lo Gas, pikirin nasib anak di kandungan dia, lo yang bawa dia ke dunia lo harus tanggung jawab." Ilham meninggalkan meja sebelum bel berbunyi. Tak biasanya Ilham nampak kesal begitu.

Sekembalinya dari kantin, di depan pintu kelas berdiri Saras yang sedang menepuk-nepukkan penghapus papan tulis. Ketika pandangan matanya dan Bagas tak sengaja bertemu, Bagas memicingkan mata sinis. Begitupun Damar, dia masih nggak terima kalau Bagas menikahi Saras. Apalagi ia yakin Saras itu ular betina licik.

"Hai, Sar." Virgo mengangkat tangannya menyapa Saras, namun Saras tak merespon, ia justru menunduk. Hal ini bikin Virgo mengelakkan tangannya ke belakang kepala. "Kacang mahal!" 

Sementara Bagas masih saja memberikan tatapan tak sukanya pada Saras.

Apa setelah mendengar ucapan Damar lantas membuat Bagas mengurungkan niatnya untuk menikahi gadis kabupaten itu?

Tentu saja tidak.

Karena lo udah berani ngundang gue ke masalah ini, gue bakal tetap nikahin lo. Lo bakal tahu gimana rasanya neraka dunia yang lo buat sendiri.

Gimana chapter ini? Koment Koment

Lanjut cepet nggak nih?

Nanti kalau dah rame di up

Salam sayang,
ZEFMON belahan jiwa Dejun 💖

Continue Reading

You'll Also Like

148K 6.2K 13
"Na tau gak, ada cogan yang sering liatin kamu pas kerja?" "Ya terus?" Aluna, gadis yang sangat anti dengan kata jatuh cinta. Bagi Luna, hubungan asm...
3.9M 307K 49
[Story 10] Sinopsis Bucin. Siapa yang tidak tau satu kata ini? Banyak yang bilang kalau bucin itu singkatan dari budak cinta. Calvin Samudera Prames...
15.9M 376K 18
#Peringkat 1 teenfiction 16 Maret 2020 # Peringkat 1 Cinta 23 Maret 2020 # Peringkat 1 Remaja 3 April 2020 # peringkat 1 Organisasi 18 April 2020 # P...
4.3K 464 47
Apa jadinya jika si misterius Scorpio di takdirkan dengan si Perfectionis Virgo. Apa dunia yang mereka bangun bisa bertahan atau malah hancur beranta...