Diary Nikah Muda

By user69540117

17.8M 801K 86.5K

GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Sa... More

🧸Diary Nikah Muda. o1
🧸 Diary Nikah Muda. o2
🧸Diary Nikah Muda. o3
🧸Diary Nikah Muda. o5
🧸 Diary Nikah Muda. o6
🧸 Diary Nikah Muda. o7
🧸 Diary Nikah Muda. o8
🧸Diary Nikah Muda. o9
🧸Diary Nikah Muda. 1o
🧸Diary Nikah Muda. 11
🧸Diary Nikah Muda. 12
🧸 Diary Nikah Muda. 13
🧸Diary Nikah Muda. 14
🧸Diary Nikah Muda. 15
🧸Diary Nikah Muda. 16
🧸 Diary Nikah Muda. 17
🧸Diary Nikah Muda. 18
🧸Diary Nikah Muda. 19
🧸Diary Nikah Muda. 2o
🧸Diary Nikah Muda. 21
🧸Diary Nikah Muda. 22
🧸Diary Nikah Muda. 23
🧸Diary Nikah Muda. 24
🧸Diary Nikah Muda. 25
🧸 Diary Nikah Muda. 26
🧸Diary Nikah Muda. 27
🧸Diary Nikah Muda. 28
🧸Diary Nikah Muda. 29
🧸Diary Nikah Muda. 3o
🧸Diary Nikah Muda. 31
🧸Diary Nikah Muda. 32
🧸Diary Nikah Muda. 33
🧸Diary Nikah Muda. 34
🧸Diary Nikah Muda. 35
🧸Diary Nikah Muda. 36
🧸Diary Nikah Muda. 37
🧸Diary Nikah Muda. 38
🧸Diary Nikah Muda. 39
🧸Diary Nikah Muda. 4o
🧸Diary Nikah Muda. 41
🧸Diary Nikah Muda. 42
🧸Diary Nikah Muda. 43
🧸 Diary Nikah Muda. 44
🫂BRO ; PRET 🫂
🪞Cerita Baru 🪞

🧸 Diary Nikah Muda. o4

426K 18.5K 710
By user69540117

The Lantis|Lampu Merah

Udah up tiap hari nih

Ayo dong jangan sepi, ramein kolom komentar biar zefmon semangat nulisnya

Donasikan absen kalian di sini, bayaran sebelum baca 🧸🗑️

Sudah?

Mari baca, part ini panjang bgtttt

Buat yang tanya bedanya cerita ini sama sebelumnya di mana? Harusnya dari awal udah kelihatan bedanya. Ada adegan yang gak seharusnya ada, zefmon tambahin

Tak biasanya Ninda berdiri di depan pintu kamarnya begini. Saras yang baru bangun tidur mendapati anak majikannya mencegat pintunya.

"Ada apa ya Nin? Kamu butuh bantuan aku?" Saras mengikat rambutnya.

"Ntar malam lo diundang ke ulang tahun Virgo kan?"

"Iya, kenapa? Kamu mau berangkat bareng?"

"Enggak. Gue cuma mau kasih tahu aja jangan bikin gue malu sama penampilan lo yang udik itu." Ninda menyodorkan paper bag ke perut Saras. "Nih baju bekas gue, pakai aja masih bagus. Setidaknya nggak malu-maluin bawa lo ke pesta. Satu lagi, gue berangkat sama temen gue, males banget bareng lo." setelah mengatakan itu, Ninda sengaja menjatuhkan paper bag ke lantai.

Tujuan utamanya bukan untuk mempercantik Saras dengan baju barunya, ia hanya ingin memastikan bahwa Saras benar-benar datang malam ini, dengan begitu rencananya tidak sia-sia.

Saras memungut pakaian pemberian Ninda. Semuanya gaun di atas lutut, memang bagus tapi nampaknya ia kurang percaya diri memakai pakaian kurang bahan begini. Terlebih kulitnya sawo matang tidak putih mulus.

"Fan, kamu dateng ke ulang tahunnya Virgo nanti malam? "

Fani yang tengah bercermin di toilet sekolah melirik Saras. "Datanglah, kapan lagi bisa lihat Damar pakai pakaian bebas. Cakep banget pasti." 

Temannya itu memang sangat menyukai Damar, cowok judes yang entah mengapa modal muka jutek saja bisa bikin banyak cewek kesemsem. Fani salah satunya, hanya karena Damar pernah meminjamkan jaketnya untuk menutupi rok sekolah Fani yang tembus oleh darah haid di kelas satu dulu, sampai sekarang dia masih berharap bisa dilirik oleh Damar. Padahal orang buta juga tahu Damar terlihat tak tertarik padanya.

Bahkan di hari valentine Saras yang Fani suruh untuk menaruh surat cinta dan coklat di loker Damar.

"Lah emang lo nggak mau datang?"

"Mau, tapi aku bingung mau pakai baju apa sama masih kado apa ke Virgo. Dia kan dari keluarga berada, aku kasih kado pun kayaknya nggak sebanding sama kado-kado yang lain. Gimana ya Fan?" Saras mencuci tangannya di wastafel.

Fani yang mengerti maksud sahabatnya itu segera berhenti memoles bedak di wajahnya, ia merangkul bahu Saras.

"Sar mau sampai kapan sih lo minder terus? Pemikiran minder itu cuma ada di kepala lo, nggak semua orang jadiin lo pusat perhatian mereka. Dari yang gue kenal selama ini Virgo juga bukan tipikal orang yang mandang ekonomi. Dia udah undang lo, Sar, lo datang tanpa bawa kado pun gue yakin dia maklumin."

"Tapi aku gak enak. Masa datang ke ulang tahun Virgo nggak bawa kado."

"Bawa aja doa, Sar. Ayolah datang aja temenin gue. Males banget kalau lo nggak dateng, gue nggak mau gabung sama Ninda sama temen se-gengnya yang reseh itu."

Saras akan menolak lagi namun buru-buru Fani mencegahnya. "Pokoknya entar malem lo harus dateng, urusan baju nggak usah lo pikirin, lo bisa pakai baju gue kok."

🧸

Tadi siang ia dan Fani pergi membeli hadiah untuk Virgo. Berbekal uang tabungan yang ia sisihkan dari gajinya, Saras membelikan parfum untuk Virgo. Memang tidak seberapa mahal tapi wanginya enak, semoga Virgo suka.

Saras juga tidak jadi meminjam pakaian Fani, ia merasa tak enak jadi beban terus. Lagipula ia punya satu gaun di bawah lutut pemberian ibunya dulu di kampung. Karena tubuhnya tidak tambah tinggi, baju itu masih muat di badannya. Dengan riasan seadanya, rambut setengah dikepang serta sepatu beralas rata, Saras pamit pada budhenya.

"Budhe, Saras berangkat ya."

"Kamu udah izin sama Bapak kan Nduk?"

"Udah, Budhe. Katanya gak apa- apa Saras pergi ke pesta itu. Toh Ninda juga ikut ke sana."

Entah untuk alasan apa, Budhe Tati merasa ada yang mengganjal hatinya. Ia begitu berat melepaskan Saras pergi.

Saat Saras hendak menarik tangannya, Budhe Tati enggan untuk melepas.

"Budhe kenapa?"

"Ya Allah Nduk, tapi kenapa ya perasaan budhe gak enak dari kemarin malem, Budhe sering mimpiin kamu akhir-akhir ini Nduk. budhe khawatir sama kamu. "

Bukannya kuatir, Saras justru tertawa sambil membenarkan rambut budhe-nya yang terlihat agak berantakan karena bekerja di dapur hampir seharian.

"Ya ampun Budhe, jangan mikir gitu dong. Kan nanti di sana Saras nggak sendirian, ada Fani kok yang nemenin Saras. Budhe tenang aja ya?"  Saras menenangkan hati budhenya.

Raut wajah panik masih jelas tergambar dari wajah budhenya. "Tapi Nduk, tadi malam budhe mimpi kamu nangis terus pulang ke rumah megang perut, nggak pakai sendal juga."

Otaknya belum rampung memproses arti mimpi budhenya, bunyi klakson mobil Fani menghentikan obrolan mereka.

"Budhe, Saras pergi ya, assalamualaikum, Budhe."

Budhe Tati mengirim doa untuk keselamatan Saras yang sudah ia anggap seperti anak kandungnya sendiri. Hatinya was-was, ini pertama kalinya Saras keluar malam bersama temannya.

🧸

"Ulang tahunnya di sini Fan?" Saras berhenti melangkah. Ia tak tahu jika Virgo melangsungkan ulang tahun di tempat seperti ini. Sebuah tempat yang terlihat mewah dari luar, rupanya saat masuk Saras baru tahu tempat macam apa ini.

Dentuman musik yang kencang menghantam telinganya, matanya belum terbiasa dengan cahaya lampu keunguan. Banyak juga yang menari berdesak-desakan antar lawan jenis.

Saras segera putar badan. "Aku kayaknya pulang aja deh, kadonya aku titip kamu aja ya?"

"Lo jangan norak deh, Sar. Kapan lagi lo nikmatin masa muda? Udahlah ikut aja dulu." Fani menyeretnya masuk ke dalam tempat pesta itu. Semua tampak asing baginya.

Dengan kaki yang melangkah paksa, Saras ditarik ke meja di mana Virgo berada. Sayangnya Virgonya tak sendiri, dia bersama ketiga temannya. Saras jadi kian malu karena di sana ada Ilham. Iya, sebenarnya diam-diam Saras menaruh kekaguman pada Ilham. Alasannya? Loh memang siapa yang tak akan jatuh cinta dengan cowok sebaik Ilham meski Ilham sebenarnya baik ke semua orang.

Fani berhenti, dia memutar tubuh ke arah Saras. "Sar, make up gue oke kan? Lipstik gue tetap kelihatan? Ada Damar di sana, gus harus cantik."

"Cantik kok, Fan. Ngomong-ngomong Virgo lihatin kamu tuh dari sana, kayaknya dia terpesona ke kamu deh."

"Yaelah Virgo mah emang matanya jelalatan, tukang jamu lewat juga digoda sama dia. Biarin aja orang kayak gitu, ada kali puluhan chat dia nggak gue bales."

"Siapa tahu dia beneran suka kamu, Fan."

"Buaya kayak dia jangan dipercaya! Ninda aja deket sama dia kan tapi nggak dipacarin."

Saras tidak ingin membantah lagi. Walaupun selama ini yang ia lihat Virgo betulan tulus pada sahabatnya, tapi sudahlah, Fani yang lebih tahu hatinya.

Keduanya kini berada tepat di meja Virgo dan ketiga temannya. Damar menyoroti pakaian yang Saras kenakan. Ia berucap pelan ke telinga Bagas, namun Saras bisa dengar.

"Lihat deh, kayaknya dia pakai baju neneknya, jadul banget, Mama gue aja bajunya nggak gitu."

Mata Bagas melirik singkat, Saras tahu betul dirinya tengah dibicarakan. Ia sampai mengusap lengannya, malu.

"Hai Go, selamat ulang tahun ya, semoga lo jadi manusia lebih beradab lagi. Nih kado lo. Nothing special sih tapi semoga lo suka."

Virgo menerima kado dari Fani sambil cengar cengir. "Apapun dari lo pasti jadi spesial sih, Fan. Thanks udah dateng."

Karena Saras tak kunjung bersuara, Fani menyenggol lengannya. "Sar."

Saras tersentak, refleks dia memberikan kadonya seraya menundukkan kepala. "Selamat ulang tahun Virgo, semoga kamu segera bertemu jodoh yang baik," ucap Saras dengan suara lantang, sampai yang di meja sebelah ikut noleh juga.

"Eh?" Virgo menggaruk lehernya agak kaget sama harapan Saras. Meski begitu ia tetap menerima kado dari Saras dengan senang hati. "Makasih Sar harapan baiknya, cuma untuk sekarang gue nggak berharap segera ketemu jodoh gue. Masih 17 tahun gue. Semoga doa lo dijawab pas nanti gue udah mapan ya. Kadonya juga makasih, lo malam ini manis deh."

Manis kata Virgo? Saras sempat tersipu malu hingga ia sadar Virgo memang suka memuji semua cewek.

Sementara Fani curi-curi pandang ke Damar yang sama sekali tidak meliriknya, padahal ia sudah mati-matian tampil full make up malam ini untuk Damar. Tapi yang di harapkan justru cuek bebek.

🧸

Sementara itu, di tengah ramainya pesta, Ninda mengajak temannya, Nadila, untuk keluar dari ruangan pesta. Mereka pergi ke basement.

Seorang pria bertopi dan bermasker hitam yang sudah menunggu sejak tadi menghampiri mobil Ninda. Ninda menurunkan kaca mobilnya, mengambil amplop tebal berisi uang.

"Gimana? Lo udah bawa pesanan gue?"

Sementara Ninda melakukan transaksi obat, Nadila melihat ke sekeliling, memastikan mereka tidak terpergok orang lain.

"Udah nih, pakenya jangan kebanyakan ya. Udah gue tulisin dosisnya. Susah nih dapat obatnya efeknya bisa ningkatin libido."

"Nih lo cek dulu uangnya."

Sementara Ninda mengecek dua botol kecil di tangannya, pria tadi memeriksa nominal yang dalam amplop.

"Oke sesuai kesepakatan, kalau sampai ketahuan jangan bawa-bawa gue ya."

Ninda mengibaskan tangan lentiknya agar pria itu segera pergi. Dia menutup kembali kaca mobilnya agar tak terlihat dari luar.

"Nin, lo serius mau lakuin ini ke Saras? Apa nggak kelewatan? Gimana kalau lo ketahuan dan masuk penjara beli obat kayak gini?" Nadila masih menatap tak percaya meski telah diberitahu oleh Ninda mengenai rencananya malam ini.

Tanpa rasa takut, Ninda mengangkat botol obat itu sejajar dengan matanya."Gue cuma kasih dia pelajaran dikit, semenjak dia hadir ke hidup gue, dia ngerebut kasih sayang Papa gue. Lo nggak bakal ngerasain kalau bukan lo yang di posisi gue, Dil. Lagian kalau gue ketahuan kan bisa dibakcup sama Bokap lo yang punya jabatan tinggi di kepolisian."

"Lo mau manfaatin jabatan Papa gue Nin?"

"Opsi kedua kalau gue ketahuan. Kenapa muka lo keberatan gitu sih Dil? Ah, atau lo mau dikeluarin dari circle kita? Lo nggak lupa kan siapa lo dulu?"

Nadila yang berniat keluar dari mobil Ninda mengurungkan niatnya. Ia ingat dulu dirinya tak punya teman, ia juga kerap kali mendapat bullyan dari Ninda dan gengnya, tapi sejak dia menuruti semua kemauan mereka, Nadila bisa bersekolah tanpa takut dibully. Ia tak punya pilihan lain, ia mau tak mau ikut terlibat rencana Ninda.

"Gue harus ngapain nih abis ini?" tanya Nadila.

Ninda memberikan satu botol obat ke Nadila. "Tugas lo gampang, lo ajak Saras ngobrol, sementara ngobrol lo kasih minuman yang udah lo campur sama obat ini. Begitu dia mulai ngerasain efek obatnya, lo ajak dia ke kamar yang ada di club."

"Terus lo ngapain?"

"Gue? Gue cuma perlu campurin obat perangsang ini ke dalam minumannya Si Damar."

"Damar? Kok lo milih Damar sih Nin? Maksud gue, yakin dia target yang tepat? Saran gue sih mending lo pikir lagi deh Nin.

"Gue udah fix banget jadiin Damar target. Setelah gue amati dari mereka berempat dia yang paling pas buat ngelancarin rencana kita." Ninda mengetukkan jarinya di setir kemudi.

"Kok gitu? Alasannya?"

"Gini ya Dil, coba deh lo pikir, kalo dari antara mereka berempat siapa yang paling menguntungkan? Virgo? Nggak, dia cowok yang gue suka. Ilham apalagi! Justru kalau targetnya Ilham gue yakin dia bakal tanggung jawab dan sayang ke Saras, sementara Damar? Dia tuh dari awal kelihatan nggak suka sama Saras, bisa kebayang gimana bencinya dia setelah tahu Saras lebih rendahan dari yang dia kira."

Ninda menoleh ke Nadila. "Satu lagi, gue pernah denger Fani cerita ke Saras kalau dia suka Damar, jadi kalo sampai Damar berhasil nidurin Saras, gue yakin bukan cuma harga dirinya yang hilang, sahabatnya juga bakal ninggalin dia, lo paham kan sekarang?"

Nadila mengangguk pelan. "Terus kenapa gak Bagas aja? Setau gue Bagas lebih judes ke Saras ketimbang Damar. Iya kan?" 

"Gila lo ya?! Gue nggak mau urusan sama cowok pinter itu. Lagian juga Bagas tuh nggak minum alkohol, Damar yang terbiasa minum. Jadi dia udah target paling tepat."

Keduanya turun secara bergantian, Nadila lbih dulu kembali ke aula pesta sementara Ninda belakangan.

Di tempat berbeda, Saras yang ditinggal oleh Fani bersama temannya dari kelas lain hanya berdiri kikuk di antara tamu yang bergerak mengikuti ritme musik jedag jedug.

Ia merasa aneh di tempat ini. Benar-benar bukan untuknya. Dia berniat untuk pergi menghampiri Fani namun tepukan lembut pada pundaknya membuat matanya berbinar saat melihat siapa pemilik tangan yang baru saja menyentuhnya.

"Hai, lo kenapa diam aja? Nggak mau coba nari kayak yang lain?" Ilham mengajak Saras bicara, sebenarnya dia sudah memperhatikan Saras dari tempat duduknya, gadis itu hanya berdiri seolah tak punya teman. Ketika teman-temannya asik mengobrol ia diam-diam menyelinap menemui Saras.

"Enggak, aku malu, nggak percaya diri. Kayaknya ini bukan dunia aku banget deh. Aku mau pulang aja rasanya."

"Loh kok gitu? Baru juga datang masa lo mau pulang." tak disangka-sangka Ilham mengulurkan tangannya. "kalau gitu kita ciptain dunia kita sendiri. Dunia di mana lo nggak perlu merasa minder. Ayo pegang tangan gue."

Dengan canggung Saras mempercayakan tangannya pada Ilham.

"Selamat datang di dunia kita, Sar, di dunia ini, lo nggak perlu berusaha terlihat baik di mata orang lain."

Ilham benar, saat mereka menciptakan dunia sendiri, dirinya tidak perlu peduli orang sekitar yang mungkin menatapnya rendah. Ia hanya mengarahkan atensinya pada Ilham. Tak peduli gerakannya yang bertolak belakang dari musik, ia merasa lepas.

Ilham mengangkat tangan Saras, gadis itu berputar hingga ujung gaunnya ikut mengembang. Tanpa ia sadari, mereka benar-benar seolah hidup berdua di ruang pesta ini. Keduanya berbagi tawa di tengah berisiknya ruangan.

Tak sadar jika seseorang tengah memperhatikan mereka dari tempat duduknya. Orang itu Bagas, ia kira tadi salah lihat, ternyata gadis yang menari dengan sahabatnya itu sungguh Saras, gadis kabupaten.

Selera Ilham ternyata yang kayak gitu? Kampungan. Bersikap bodo amat, ia melarikan perhatiannya ke obrolan Virgo dan Damar.

Tarian diakhiri saat Saras berhenti memutar tubuhnya. Satu tangannya masih digenggam lembut oleh Ilham, tatapan keduanya bertemu diiringi senyum di wajah keduanya.

"Lo senang?"

"Umhh! Aku pertama kalinya nari sama cowok. Dan itu kamu, Ham. Makasih."

Ilham masih saja tersenyum memandangi paras manis gadis di depannya. Keduanya terdiam bersamaan, sadar tangan di bawah sana masih menggenggam, keduanya buru-buru melepaskan.

"Sorry, gue kelamaan megang tangan lo."

"Aku juga. Maaf ya."

Ilham tidak tahu, mengapa dia dan Saras tidak begitu dekat tapi saat di sekolah keduanya sering bertemu pandang tanpa sengaja. Ia sendiri meyakini tidak ada rasa apa-apa di antara mereka. Menurutnya. Tapi tidak tahu dengan hati Saras. Gadis itu terlalu menarik diri hingga sulit ia baca.

Ilham hanya tidak tahu jika Saras menaruh rasa kagum padanya. Berbeda dengan Saras yang memberi batasan rasa sukanya hanya sebatas kagum karena ia tahu betul Ilham memang baik ke semua gadis. Termasuk dirinya yang bukan dari kalangan setara.

Di saat keduanya masih saling menerka perasaan masing-masing, Nadila datang. "Saras, lo bisa ikut gue sebentar?"

"Ya? Anu tapi-"

Nadila menarik tangan Saras untuk menjauhi keramaian. Ia membawa Saras ke sebuah meja berdua saja. Karena ia masuk eskul teater, tak sulit baginya untuk bersandiwara.

"Sar, aku boleh curhat ke kamu nggak masalah keluarga? Aku nggak tahu mau cerita ke siapa, emang sih kita nggak begitu dekat, tapi cuma kamu yang nggak bakal ember kayaknya. Kalau sama yang lain aku bakal malu." Nadila menyeka matanya dengan tissu. Berusaha mengambil simpati Saras.

Benar saja, gadis kampung itu begitu mudah iba padanya. Saras bergeser lebih dekat agar bisa menepuk-nepuk punggung Nadila. Sementara Nadila mengeluarkan cerita kebohongannya, di tengah-tengah obrolan ia berpura-pura haus.

"Sar, kayaknya lo harus minum juga deh. Ayo kita cheers dulu untuk merayakan kesedihan gue."

Saras meragu untuk mengambil gelas yang sudah terisi minuman di atas meja. Namun karena rasa tak enaknya, ia akhirnya menengguk minuman dengan rasa aneh itu. Nadila melanjutkan cerita karangan kesedihannya, namun kepala Saras kian berat. Sampai ia tak kuasa lagi menahan kepalanya. Saras bersandar di punggung sofa.

"Sar? Lo kenapa?"

Suara Nadila tak terdengar jelas, tubuhnya panas.

"Sar, gimana kalau lo istirahat di kamar aja? Gue anter ya?"

🧸

"Mas, sini bentar deh!" panggil Ninda ke salah satu pelayan pria di pesta itu.

"Ya, ada yang bisa saya bantu, Mbak? " tanya pelayan pria itu.

Ninda menaruh segelas minuman alkohol yang telah ia campurkan dengan obat.

"Gue mau lo anterin minuman ini ke cowok yang pake baju biru gelap, inget ya cowok yang pake baju warna gelap. Jangan sampe salah!" tunjuk Ninda ke arah Damar yang memang saat ini sedang menggunakan kemeja biru gelap, dia sedang mengobrol asik sama Ilham dan Virgo, kebetulan Bagas sedang tidak  ada di sana.

"Gue pacarnya. Tapi nanti sampai di sana lo nggak usah bilang kalau pacarnya yang ngasih minuman ini, entar biar gue chat pribadi. Paham nggak lo?"

"Sedikit banyak kayaknya saya paham niat Mbak ke mana." merasa dicurigai, Ninda memasukkan beberapa lembar uang ratusan ribu ke kantong pelayan. "Uang tutup mulut, anggap lo nggak pernah lihat gue setelah ini."

Tanpa banyak bertanya lagi, pelayan itu segera mengantarkan minuman ke meja Damar.

Sedangkan Ninda?  Ia sudah pergi tanpa mengawasi lagi. Ia mengetik pesan untuk Damar, dia sengaja menggunakan handphone jadul tanpa kamera dan kartu sekali pakai dengan begitu nanti jejaknya tidak terlacak.

"Permisi Mas." Pelayan menaruh botol minuman baru lalu menaruh gelas berisi obat tadi persis di depan Damar. Karena Damar dan kedua temannya tengah asik mengobrol, mereka tidak memperhatikan pelayan yang sudah menaruh gelas baru di atas meja mereka.

Lagi ngobrol mendadak handphonenya bergetar, kening Damar mengernyit. SMS? Hari gini masih ada yang mengirim pesan lewat SMS?

Dia segera membaca pesan yang masuk dari nomor tak dikenal. "Siapa nih?"

"Kenapa Dam?" Ilham berganti ngobrol sama Virgo.

"Ini ada yang ngirim SMS katanya minta ketemuan di kamar yang ada di sini tapi, aneh banget."

"Ada yang ngajak lo ngamar itu, Dam. Cewek pasti, berani banget," ucap Virgo. "Isi pesannya gimana emang?"

"Damar, aku udah suka kamu sejak lama. Boleh nggak kamu temui aku malam ini? Ada yang aku mau kasih dan bilang ke kamu secara langsung. Please, kamu kenal aku kok." Damar mengedikkan bahu. "Nggak jelas, biarin aja lah. Nggak peduli juga gue."

"Dia ngasih tahu letak kamarnya?" Virgo memastikan.

"Kasih nih katanya kamar ketiga di sebelah kiri. Kenapa Go? Lo mau gantiin gue ke sana?"

Virgo tertawa. "Ya kali! Ngapain, tapi lo beneran nggak mau temui cewek itu? Mana tahu dia beneran suka sama lo dari lama, bonusnya kalau dia cantik lo bisa pacarin. Lagi jomblo kan lo?"

"Nggak lah, nggak usah. Langsung gue blokir tadi nomornya."

Damar bermaksud menuang minuman lagi ke gelasnya, tapi ia memiringkan kepala bingung. "Perasaan tadi gelas gue udah kosong deh. Kok masih ada setengah?"

Ilham sama Bagas nggak mungkin minum, Virgo cuma minum sedikit juga. Apa mungkin ini memang minumannya ya?

Damar tak pikir panjang lagi, ia bermaksud mengambil gelas itu, namun Bagas yang baru kembali setelah menelepon mamanya, mendadak mengambil duluan gelas tersebut. Karena cahaya ungu dari lampu, ia tak begitu memperhatikan warna minuman yang ada di gelas. Bagas kira itu memang minumannya yang tadi tersisa setengah sebelum ia tinggal menelepon di luar. Ia haus karena kebanyakan debat sama mamanya di telepon tadi, balik-balik dia menyambar minuman di meja.

Setelah tertelan cukup banyak, Bagas berhenti karena menyadari ada yang salah dari rasa minuman ini. Ia merasakan aroma alkohol dan bau yang aneh.

Dia memperhatikan gelas. "Ini minuman siapa deh? Kok rasanya pahit-pahit aneh?"

Detik-detik pembuatan Rara wkwk

Komentar kalian untuk part ini?

Jujur gue ngerasa kasihan sama Ilham dan Saras. Mereka sama-sama punya rasa tapi sadarnya belakangan. Ngaku, kalian sempat oleng nggak ke Ilham?

Next cepat?

Salam sayang,
ZEFMON 💖

Continue Reading

You'll Also Like

626K 2.6K 12
Hts dengan om-om? bukan hanya sekedar chatan pada malam hari, namun mereka sampai tinggal bersama tanpa ada hubungan yang jelas. 🔛🔝 my storys by m...
2.2M 27.3K 27
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...
13K 1.3K 37
Tumbuh dan berkembang bersama akan jadi hal yang paling berkesan untuk Cilla dan Yusa. Hampir setiap sudut kota mempunyai kenangan yang mereka rajut...
1.3M 101K 33
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...