Crazy Marriage [FINISHED]

By Lachaille

218K 12.7K 396

"Sumpah deh kalo dalam sehari ini gua gagal kawin kedua kalinya. Gua kaga usah kawin aja. Jadi perawan tua ju... More

NAFAS X 1
NAFAS X 2
NAFAS x 3
NAFAS X 4
NAFAS X 5
NAFAS x 6
NAFAS x 7
NAFAS X 8
NAFAS X 9
NAFAS X 10
NAFAS X 11
NAFAS X 12
NAFAS X 13
NAFAS X 14
NAFAS X 15
NAFAS X 17
NAFAS X 18
NAFAS X 19
NAFAS X 20
DISKON I
DISKON II
NEWS

NAFAS X 16

6.8K 479 7
By Lachaille

"Kenapa mukamu, Rin?" aku menggeleng saja dan duduk bersila di kursi makan, "betem ngunu (bengkak gitu)."

"Kurang tidur," jawabku yang menyendok nasi ke dalam piringku.

"Bijuk iku yo seng elite titik (bohong itu ya yang bagus sedikitlah)," sindir ibu, aku cemberut dengernya. "Wong kamu lho langsung masuk kamar kemaren."

"Kepo," pukasku dan satu getokan nyasar di kepalaku. "Sakit, buk."

"Ojok wani-wani karo kepunden kowe. (Jangan berani-berani sama yang lebih dewasa kamu)." aku hanya cemberut dan memakan sarapanku.

"Halo?"

"Iya, Nes. Udah ijin Bu Ida tadi. Ho'oh, seminggu mungkin." ucapku yang kemudian meletakkan kembali hapeku.

"Kenapa nginep disini?"

"Kok gitu pertanyaannya, buk? Enggak seneng ya anaknya nginep di sini?" tanyaku sarkastik.

"Enggak. Kamu iku udah punya suami, ya pulang sana ke rumah suami."

"Masih numpang mertua, buk." ralatku lirih agar tidak mendapat satu getokan ekstrak lagi. "Rin nginep di sini lama, ya."

"Kenapa? Lagi berantem?" tebak ibu yang jlebnya kok tahu gitu, ya. Jangan-jangan ibu ini mantan dukun.

"Ehm, ya enggak juga sih. Pokoknya Rin mau tidur di sini."

"Yah, anakmu iku yo." ibu bicara dengan ayah tapi jari telunjuknya itu enggak woles banget nunjuk-nunjuk aku.

"Biarin ajalah, buk. Ini kan juga rumahnya." sahut ayah yang the best bijak gitu.

"Aku masuk kamar dulu, buk." pamitku yang enggak selera lagi deh buat makan gara-gara omelan ibu.

Aku mengambil hapeku yang belum aku sentuh setelah menelpon si Anes dan Bu Ida buat ijin pamit enggak ngajar beberapa hari ini. Buset ya, banyak banget chat dari Ilham. Satu chat yang makin bikin aku pengen jambak dia, kalo bisa gorok lehernya juga enggak pa-pa.

Bo-ke
Lo kenapa pulang bareng Adit? Suami lo itu gua.

Masih nganggep dirinya suami? Yakin?

Pelampiasanku jadinya ke hape, dia tergeletakkan menggenaskan di atas nakas lagi dengan pendaratan yang sangat tidak mulus.

"Capek gua sama lo." aku memijat pelipisku sendiri dan kembali berbaring. Kenapa jadi enggak selera makan gini sih? Pake acara pusing kepala ngampelin aku.

***

"

Rin," aku samar-samar denger suara Ilham yang manggil aku, delusi aja kayaknya. "Rin?"

Aku denger tapi kenapa badanku itu lemes banget, ditambah perutku eneknya naudzubillah. Yang bisa aku lakuin cuman kedip-kedip kek anak SD kecentilan.

"Rin, lo kenapa? Ada apa sampe minta anterin pulang ama Adit?" aku tebak ya, si Ilham ada di belakangku deh. Lagi aku pantatin. "Gua ada salah apa ama lo? Kalo ada masalah, ayo kita omongin dan langsung kita selesain hari itu juga."

Kentut kuda. Mulut dusta mulu.

"Rin?"

Aku tuh enggak liat kamu sekarang, rasanya pengen nguntal (makan) kamu.

"Rin?" satu hentakannya yang mendorong tubuhku ke belakang, sumpah sakit banget kepalaku. Rasanya jarum segede pahanya langsung nusuk kepalaku enggak pake babibu nang ning nong. "Rin?"

Aku cuman bisa nangis sambil merem rapat-rapat. Peningnya sakit banget. Nyut-nyutan.

"Rin," panggilan terakhir yang aku denger sebelum semuanya menguap jadi kepulan asap kopi yang akhirnya ngilang diserang negera angin.

***

"Rin, lo udah bangun?"

"Iyalah gua bangun, mau gua merem terus?" kataku sinis, Ilham beralih duduk di brankaku. Aku terus menepis tangannya yang nyoba genggam tanganku. "Enggk usah pegang-pegang. Gua enggak mau."

"Kenapa sih?"

"Jauh-jauh dari gua."

Ilham kembali duduk di kursi plastik samping brankaku, "kenapa sih?" dia menghela napas.

"Kenapa? Lo masih nanya kenapa ke gua? Ngaca deh." aku melengos darinya, males banget liat dia. Rasanya pengen aku jejelin sandal.

"Jangan marah!" aku terus menepis tangannya yang nyoba nyentuh tanganku lagi. "Cerita biar gua tau salahnya di mana."

"Lo pulang aja, gua males liat lo." usirku.

"Gua enggak bisa ninggalin sendiri, ayah sama ibu masih di bawah." dia nolak, sumpah ya kesel aku jadinya. Aku enggak mau liat muka dia.

"Kenapa? Pulang aja sana, lo bisa bebas mejeng sana-sini." sungutku.

Aku liat dia malah ketawa ya, "lo cemburu?"

"Idih, ge-er banget, ya." kesalku.

Ilham pegang-pegang perutku, "di sini tuh ada dede emesh. Mana bisa mejeng sana-sini?"

Aku rasanya pengen nyolok matanya. Dari tadi 'rasanya pengen' itu terus aja sebutin, enggak tau berapa kali itu. Udah nyaingin mantra Harry Potter enggak sih?

"Ya usah, mejeng sana. Peduli gua apa? Kalo emang ada dede emesh... Dede emesh? Gu-gua... Ibuuuuu..." aku panik, aku panik. Sumpah. Duh Gusti Allah.

"Ada suami lo, kenapa manggil ibu?"

Aku enggak peduli dia ngomong apa, aku cuman pengen ibu, "iiibbbuuuuu,"

"Rin," panggilnya yang setengah membentak itu bikin aku diem dan air mataku udah keluar gitu aja.

"Lo bentak gua? Gitu? Lo tau, gua pengen kita pisah." aku sudah terisak sakit hati.

"Maksud lo apa?"

"Lo enggak usah sok bego, Ham. Gua pengen kita pisah. Lo yang gugat gua atau gua yang gugat lo. Terserah, pokoknya pisah." isakku lagi.

"Lo jangan ngaco kalo ngomong, Rin."

"Jangan pegang-pegang!" aku menyentak tangannya yang mau megang aku lagi. "Gua ragu sama pernikahan ini, sama sikap lo sampe sekarang."

"Enggak lucu, Rin."

"Gua enggak lagi ngelawak, ya. Gua seriusan. Jauh-jauh dari gua dan gua tunggu surat pengadilan dari lo." ujarku tak mau bahas lagi, aku lebih memilih memunggunginya. Nangis enggak peduli keberadaan dia.

"Rin,"

"Enggak usah panggil gua. Jauh-jauh dari gua." tukasku.

"Ham?" aku denger ibu yang baru masuk. "Ada apa ini? Kok rasanya enek ya?"

"Ibu, Ilham pulang dulu. Nitip Rin di rumah ibu dulu, ya." kata Ilham.

"Onok opo iki?"

"Enggak ada apa-apa. Kayaknya kangen ibu." Aku denger dia pamitan pergi dan suara pintu tertutup.

"Onok opo?" aku menarik bahuku ke belakang, berbaring natap dia. "Lapo nangis?"

"Buk, sakit banget." rintihku.

"Lapo kowe iki nduk? (Kamu kenapa sih, nak?)." Ibu keliatan bingung.

"Sakit, buk." aku memeluk perutku sendiri yang sekarang ada perintilannya Ilham di dalem perutku. Masih rata tapi ada nyawa lemah di dalem sana. Anakku.

"Kamu nangis terus gini, ibu enggak ngerti."

"Buk, Rin pengen pisah." kataku.

"OJOK DADI JANDA KEMBANG KAET BROJOL!" teriakkan ibu nyaris membuat ayah yang di luar langsung masuk tergopoh-gopoh. Melihat kami berdua bergantian.

"Onok opo?"

🍑🍑🍑🍑

Yuhuuu... Mbak Rin lagi jedul printilannya mas Ham 😎😎😎

Gimana dong?

Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 66.6K 15
Highest rank #1 in Romance at 2016 Aura Pratiwi perempuan single yang umurnya hampir menginjak kepala tiga masih saja betah dengan status single-nya...
721K 26.1K 12
[Tersedia di Storial] Adira punya prinsip tersendiri dalam hidup, terlebih lagi soal pasangan. Baginya, selagi masih bisa dilakukan sendiri, pendampi...
23.8K 784 3
Ryon butuh kepastian, sedangkan Kikan masih butuh waktu. Keduanya betah berkecimpung dalam zona penuh kebungkaman atas hati masing-masing. Ryon mulai...
2.1M 126K 33
[SUDAH TERBIT] Sebagian cerita sudah dihapus. Buku sudah bisa dipesan dan ditemukan di semua toko buku. An Eternal Vow Wanita itu masih memakai keba...