HOLDER : Elsewhere (END)

By pockynop

365K 55.5K 3.2K

BOOK 2 after HOLDER : DOTW (Fantasy + Magic) Perjalanan Carina dengan rencana gilanya berlanjut saat dirinya... More

Prolog
BAB 1 - Penjara
BAB 2 - Rapat Besar
BAB 3 - Activating
BAB 4 - Siksaan
BAB 5 - Rencana Gila
BAB 6 - Ruang Bawah Tanah
BAB 7 - Penyerangan
BAB 8 - Finding Her
BAB 9 - Restart
BAB 11 - A Piece
BAB 12 - Hint
BAB 13 - Aku Menemukanmu
CAST!
BAB 14 - When They Meet
BAB 15 - Hatimu Masih Mengingatku
BAB 16 - Ingatan
BAB 17 - Dua Hati
BAB 18 - Kenangan yang Hilang
BAB 19 - Move On
BAB 20 - NAMA
BAB 21 - Keputusan
BAB 22 - Dia Kembali
BAB 23 - Terabaikan
BAB 24 - Kisahnya
BAB 25 - Ramalan Kuno
BAB 26 - Dua Belas Kunci
Bab 27 - Karena itu Kau...
Bab 28 - Extension
Bab 29 - Libra
Bab 30 - Jiho dan Sera
Bab 31 - Mexico & Canada
Bab 32 - Serangan
Bab 33 - Busan
Bab 34 - Track Finder
Bab 35 - Garis Depan
Bab 36 - Hilang Kendali
Bab 37 - The Last Key
Bab 38 - Golden Sword
Bab 39 - Kakak
Bab 40 - Heartache
Epilogue

BAB 10 - Kebenaran

11.3K 2K 112
By pockynop

"Ini sudah dua tahun, Arvis. Sampai kapan kau akan memberitahu Carina yang sebenarnya?" tanya Dokter Ed ketika Arvis datang menemuinya.

Arvis terdiam, ia tak pernah langsung menjawab ketika seseorang menanyakannya hal ini.

"Apa alasanmu sebenarnya menahan Carina di sisimu? Bagaimana jika ingatannya tiba-tiba kembali? Ia pasti akan membencimu."

"Ia tak akan membenciku, aku yang telah menyelamatkannya dua tahun yang lalu, Dokter lupa?"

"Tapi ia akan membencimu karena kau tidak memberitahu yang sebenarnya tentang jati dirinya, dan juga masa lalunya."

"Belum saatnya." Arvis akhirnya menjawab, "Aku belum siap. Aku tak ingin melihatnya kembali mengingat masa-masa sulitnya dulu, mengingat traumanya di masa lalu dan mengingat semua hal menyakitkan yang ia lalui dulu."

"Kau menyukainya?" Tanya Dokter Ed lagi, "Atau kau hanya..."

"Sudah kubilang ini tak ada hubungannya dengan Alvis!" Potongnya cepat. "Awalnya memang karena Alvis. Dulu aku hanya penasaran pada gadis itu, karena mampu mengubah Alvis. Aku sangat tahu adikku selalu lebih mementingkan dirinya sendiri ketimbang orang lain, tapi semenjak ia menjadi mentor Carina, ia mulai berubah."

"Lalu?" Dokter Ed menunggu apa yang akan dikatakan Arvis selanjutnya.

"Aku selalu mengawasi Alvis. Tapi semenjak hari dimana ia menjadi mentor, aku selalu menemukan gadis itu di dekatnya."

"Dan perhatianmu pada Alvis teralih ke gadis itu?" Tebak Dokter Ed yang langsung di balas dengan anggukan kecil oleh Arvis.

"Sekarang, apa yang harus kulakukan? Sepertinya kami menyukai gadis yang sama." Tanyanya bimbang.

"Pertama-tama, kau harus meluruskan semua kesalahpahaman yang kau buat terlebih dahulu. Kau harus menemui Alvis."

"Maksudmu? Aku harus memberitahunya mengapa aku tiba-tiba pergi dari pulau itu empat tahun yang lalu?"

Dokter Ed tersenyum mengangguk, "Tentu. Dengan begitu, hubunganmu dengannya akan kembali normal. Kau mau terus-terusan dibenci oleh saudaramu sendiri dan juga teman-temanmu di pulau?"

"Ti-tidak. Aku tak ingin memberitahunya soal itu. Memalukan sekali jika harus mengakui bahwa aku pergi dari pulau itu demi dirinya." Arvis tergagap lalu berdeham pelan.

"Memangnya kenapa? Kenapa harus malu? Aku yakin ia akan tersentuh oleh perlakuanmu yang mengorbankan diri sendiri demi dirinya."

Arvis terekeh pelan, "Tersentuh apanya? Aku yakin ia pasti akan langsung menghajarku."

"Kau terlihat seperti orang yang berbeda jika itu menyangkut Alvis dan Carina."

"Mereka berdua adalah orang yang paling berharga dalam hidupku."

Dokter Ed kembali menatap Arvis dengan serius, "Lalu apa yang akan kau lakukan? Kau akan terus menyembunyikan keberadaan Carina dari Alvis?"

"Aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya. Aku yakin Oracle saat ini tengah mencari-cari kami. Kami harus lebih berhati-hati menyembunyikan diri."

***

Alvis menatap kosong pada rubik mini di hadapannya. Benda kecil itu selalu mengingatkan dirinya akan sosok gadis yang sangat ia rindukan. Tak pernah barang sedetik pun ia melupakan gadis yang saat ini ada di hatinya.

"Ini sudah terlalu lama. Aku tak tahan lagi jika harus menunggu lebih lama dari ini." Katanya dengan gamang berbicara pada seekor kucing hitam yang berada tak jauh darinya.

Benar. Itu Milo. Ia kini mengikuti Alvis kemana pun ia pergi. Milo memang membenci Alvis, tapi di sisi lain ia tak bisa meninggalkannya. Carina memintanya untuk selalu berada di dekat orang-orang yang dikasihi olehnya, terutama Alvis.

"Tak usah banyak bicara. Lakukan saja apa yang kau inginkan. Sudah kubilang kami tak bisa membantu menemukannya karena segel yang terpasang di tubuhnya itu."

"Kau bilang kau bisa merasakan keberadaannya waktu itu, karena itu kita dapat menemukan lokasi markas mereka." Alvis masih berharap jika saja Milo bisa merasakan keberadaan Carina barang sedikit.

"Aku memang merasakannya. Tapi setelah penyerangan itu aku tak bisa lagi merasakannya. Hawa keberadaanya tiba-tiba hilang begitu saja seperti di telan Bumi." Milo naik ke atas kasur Alvis dsn bergelung di sana. "Aku yakin seseorang telah sengaja memanipulasi hawa keberadaan Carina dengan kekuatannya."

"Hanya Holder dengan level Master yang bisa melakukan hal seperti itu." Gumam Alvis seraya berdiri dan beranjak pergi.

"Hey! Kau mau kemana?! Tunggu!" Milo berlari mengejar Alvis dengan wujud kucingnya. "Dasar brengsek! Beritahu aku apa yang kau pikirkan!"

Alvis tiba-tiba saja berhenti berjalan dan langsung menoleh ke arah Milo. "Hey!"

"Apa?! Kalau kau tak memberitahuku, aku akan membacanya sendiri dengan kekuatanku!"

Alvis langsung teringat sesuatu saat Milo tadi mengikutinya seraya memaki-makinya, "Kau kucing!"

"Iya! Aku kucing! Kau pikir aku Babi?!" Milo menatap Alvis keheranan, berpikir bahwa laki-laki di depannya itu mulai benar-benar gila.

"Dan kau bisa berbicara dengan hewan!" Lanjutnya dengan wajah berbinar.

"Tentu saja! Lalu?"

"Kau harus ikut aku!" Alvis tiba-tiba saja menggendong Milo dan berlari membawanya.

"Hey! Turunkan aku! Dasar gila! Aku tak sudi di gendong oleh orang sinting sepertimu!"

***

Brak!

"Jiho!" Alvis membuka--lebih tepatnya mendobrak pintu kamar Jiho dan langsung menyerukan namanya.

"Hey! Sialan!" Jiho mengumpat kesal seraya cepat-cepat menutupi daerah intimnya dengan handuk. "Dasar terkutuk kalian! Ketuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar orang!"

Alvis menatapnya datar, tak terpengaruh sama sekali dengan pemandangan di depannya. Mungkin kalau orang lain yang masuk, Simon misalnya. Suasana itu menjadi sangat canggung dan senyap. Berbeda dengan Alvis yang tetap memasang ekspresi datar kini menatap Jiho dari atas sampai bawah dengan santainya.

"Kau lihat apa?! Tak usah lihat punya orang kalau kau sendiri punya!" teriaknya kesal lalu buru-buru melilitkan handuk di pinggangnya, kemudian kembali masuk ke kamar mandi untuk memakai pakaiannya.

"Kau pikir kami senang melihat tubuh menjijikanmu itu?!" Teriak Milo saat Jiho telah kembali keluar kamar mandi dengan pakaian lengkapnya.

"Berisik! Dasar kucing!" Jiho menatap Milo kesal, dan kemudian beralih pada Alvis. "Ada apa? Sepertinya kau mau mengatakan sesuatu."

"Kau harus ikut." Ucapnya singkat.

"Ikut? Kemana?" Tanyanya lagi menatap Alvis. Bukannya menjawab laki-laki itu malah melengos pergi dan menyuruh Jiho serta Milo untuk bersiap-siap saat itu juga.

Jiho menatap Milo bingung, "Kita mau ke mana sih?"

"Kalau kau bertanya padaku, lalu aku bertanya pada siapa?" Milo menatap Jiho dengan pandangan aneh.

"Mungkin saja kau tahu. Kau kan makhluk lancang yang suka membaca pikiran dan mengetahui privasi orang." Sindir Jiho dengan nada ketus, ia masih kesal pada kucing itu karena seringkali membaca pikirannya tanpa izin darinya.

***

"Aku ingin sekali ke pusat kota." Gumam Carina seraya memandang pemandangan di hadapannya. Itu adalah tempat favoritnya. Sebuah kursi panjang yang berada tepat di bawah pohon besar yang ada di halaman rumah kayu kecil yang iya tinggali bersama yang lainnya. Rumah ini ada di bagian pinggir kota, dan jauh dari keramaian. Hanya ada beberapa rumah di daerah ini, sisanya adalah pepohonan, ladang, dan kebun. Tak heran jika tiap hari mereka selalu menghirup udara bersih dan segar.

"Aku ingin ke pusat kota." Gumam Carina seraya menatap kosong pada hamparan pemandangan asri di tempat favoritnya. Sebuah bangku panjang di bawah sebuah pohon yang ada di depan rumah mereka adalah tempat favoritnya sehari-hari selama dua tahun ini.

"Viana, kau tidak..."

"Iya, iya! Aku tahu aku tak boleh pergi kemana pun dan harus terus meringkuk di dalam rumah kayu yang berada di pinggiran kota ini." Potong Carina kesal seraya melirik sebal Arvis yang duduk di sebelahnya.

"Bukan begitu, Viana. Ini semua..."

"Demi kebaikanku." Lagi-lagi ia memotong ucapan Arvis seraya mendengus kesal. "Itu yang selalu kau katakan selama dua tahun ini. Kau tidak lelah mengucapkannya? Aku saja yang mendengarnya lelah."

Arvis menatapnya serta mendesah pasrah mendengar rajukan gadis di sampingnya itu.

Tak beberapa lama ia kembali merajuk, "Kenapa hanya aku yang tak boleh? Sera dan Ashley saja boleh! Bahkan Brian dan Charlie bisa sesuka hati mereka pergi ke pusat kota."

Arvis yang tak tahan lagi, ia kehilangan kesabarannya dan akhirnya tanpa sadar membentak Carina, "Sekali kubilang tidak ya tidak! Kau tak mendengarku?! Kenapa kau keras kepala sekali sih!"

Deg!

Carina menatap Arvis tak percaya. Baru kali ini laki-laki itu begitu marah padanya dan membentaknya seperti ini.

Arvis baru tersadar atas sikap kasarnya ketika melihat perubahan ekspresi pada wajah Carina.

Carina langsung menghindari kontak mata dengannya dan langsung menunduk dalam-dalam. Ia benar-benar terkejut dengan sikap Arvis yang seperri ini, hingga membuat perasaannya berubah menjadi campur aduk sampai rasanya ingin menangis.

"Ma-maaf." Cicit Carina pelan dengan suara bergetar. Entah kenapa ia seperti pernah merasakan hal seperti ini. Ia begitu ketakutan pada sosok dingin di hadapannya ini hingga membuat tubuhnya gemetaran. "A-aku tak akan melakukanya lagi. Su-sungguh maafkan aku."

"Maafkan aku. Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf." Ulangnya ketakutan seraya beranjak berdiri menjauhi Arvis, kemudian berlari ke dalam rumah kayu mungil itu menuju kamarnya yang berada di bawah tanah.

***

Ciyeee kangen yak wkwk
Mulai sekarang saya bakal lanjut ke chapter berikutnya kalo votenya udh lebih dr 400 yah. Soalnya saya gak semangat mau nulis kalo yg vote dikit, gaada motivasinya gitu deh 😂

Continue Reading

You'll Also Like

291K 22.8K 61
[15+] Pada hari yang menyenangkan sekaligus hari ulang tahun, bagaimana jika hari istimewa itu menjadikan sebuah hari yang menyeramkan sekaligus meny...
1.1M 98.2K 50
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
8.4K 2.1K 53
[ The Elemental Trilogy | Book 2] Peristiwa terahkir memberikan pukulan besar bagi mereka, terutama untuk Luna yang kehilangan satu-satunya keluarga...
1M 75.9K 34
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...