Can I Meet You Again?

By sirhayani

3.3M 197K 12.6K

SELF PUBLISH πŸ“– buku hanya tersedia di shopee: rxdflowerbooks βž– Awal tahun 2012, Shareen tiba-tiba terbangun... More

Prakata || Blurb
Prolog
Part 02
Part 03
Part 04
Part 05
Part 06
Part 07
Part 08
Part 09
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Matahari Dan Bintang (Perjalanan Waktu Selanjutnya)

Part 01

99.9K 9.3K 483
By sirhayani

info: sebagian cerita dihapus

mulai part 26 sampai epilog sudah dihapus. bagi yang pengin baca buku Can I Meet You Again?👇

bukunya hanya bisa dipesan di shopee: rxdflowerbooks (ketik aja di pencarian shopee. tidak tersedia di mana pun selain itu. bonus: photocard)

bagi yang daerahnya jauh dan ongkirnya mahal, bisa pesan di hari tanggal sama kayak 6.6 yang biasanya ada gratis ongkir shopee atau hari-hari lain biasanya juga ada. cek aja masing-masing. klaim di bagian gratis ongkir. cek voucher gratis ongkir (yang di atas tulisan checkout itu ) yang bisa di klik

luv,

s

❤️

___

Di balkon lantai dua, Kenzie keluar dari XI IPS 1 dengan sebuah tas ransel yang dia sampirkan di kedua bahu. Dia keluar paling akhir disaat semua teman kelasnya bahkan sudah tiba di rumah mereka masing-masing. Sekarang pukul 6 sore. Langkah kaki siswa itu terus menuruni lantai hingga tiba di koridor utama yang sepi. Tak ada siapa-siapa selain dirinya. Langit pun sudah berubah senja. Namun, ketika di lobi, cowok itu tak langsung menuruni anak tangga yang jumlahnya lima. Dia merenung dengan tatapan mata yang tak terfokus ke mana pun. Tangan kanannya dia masukkan ke dalam saku celana khas SMA yang menjadi tempatnya menuntut terhitung hampir dua tahun yang lalu.

Dia menoleh ke kiri. Ke arah di mana taman sekolah berada. Pohon-pohon rindang dan tanaman berbunga yang nyaman dia pandangi. Tempat di mana dia bertemu pertama kali dengan seorang siswi di sekolah itu yang menjadi cinta pertamanya. Tempat yang menjadi penyemangatnya untuk selalu datang ke sekolah tanpa membolos ke tempat lain. Tempat dia menyatakan cinta kepada cinta pertamanya. Dan tempat di mana dia diputuskan oleh cinta pertamanya setelah hampir satu tahun pacaran hanya karena cinta pertamanya itu menyukai sahabat Kenzie sendiri.

Hidup memang terasa tidak adil. Namun, Kenzie percaya segala sesuatu yang terjadi, itu lah yang terbaik untuknya.

Cowok itu mengembuskan napasnya panjang. Matanya memejam. Dua detik kemudian pejaman matanya terbuka. Dia menatap langit yang kian menggelap. Hari ini dia akan pulang berjalan kaki untuk mencari ketenangan dan menjadikan nuansa keramaian jalan sebagai buah bentuk ketenangan diri. Meskipun BMW merahnya masih terparkir di parkiran siswa, dia tak memedulikan itu untuk sesaat.

Ketika melewati gerbang sekolah, penjaga sekolah menatapnya terkejut. Penjaga sekolah melemparkan senyum yang dibalas Kenzie dengan sebuah anggukan tanpa senyuman.

***

"Gue di mana...."

Entah sudah berapa lama Shareen duduk memeluk lututnya di dekat sebuah halte sekolah. Pandangan matanya buram karena air mata. Setelah kejadian menegangkan di dalam kotak kaca yang Papa sebut sebagai mesin waktu, tiba-tiba saja dia terbangun di sebuah halte sekolah. Sendirian. Tanpa ada siapa-siapa. Dia tak tahu jalan menuju rumah. Dia tak tahu harus ke mana sementara dia hanya sendirian di sini. Di tempat yang tak ada siapa pun selain kendaraan yang lalu lalang.

Shareen mengangkat wajahnya dan masih sesenggukan. Dia menunduk, menatap ke bawahnya dan melihat bahwa kakinya tak terbalut apa-apa. Bagian kasar pada apa yang dia injaki membuat kedua telapak kakinya terasa keram. Dia menghapus air matanya kemudian mendongak dan mencoba mengingat apa yang terjadi padanya.

Dia lupa sebagian dari hidupnya. Yang ada di pikirannya hanya ada Papa. Namanya. Tahun 2012 dan 2022. Mesin waktu. Masa kecilnya. Hanya itu. Selebihnya, dia tak ingat apa-apa lagi.

"Sebenarnya, apa yang terjadi sama gue?" bisik Shareen dengan air mata yang terus mengalir di kedua pipinya.

***

Kenzie berhenti sejenak di depan sekolah ketika hatinya mengatakan bahwa dia harus menatap ke taman sekolah.

Dia melakukannya. Pertemuannya dengan Erica kembali muncul dalam benaknya. Dia benci ketika hatinya terus meneriaki nama Erica disaat dia sendiri tahu bahwa Erica hanya sebatas masa lalunya. Erica hanyalah seorang yang pernah mengisi hidupnya menjadi lebih berwarna.

Pernah. Kata itu membuat Kenzie hanya bisa mengembuskan napas kasar sebagai bentuk rasa frustrasinya karena tak bisa memiliki. Dia kembali menatap ke depan dan melangkah melewati trotoar.

Saat dekat dari halte, Kenzie memelankan langkahnya. Suara tangisan seorang gadis membuatnya mengangkat kedua alis. Bingung dan penasaran. Namun, rasa penasarannya ternyata kalah karena rasa tak pedulinya terhadap siapa pun cewek yang tengah menangis di dekat halte itu.

Dia kembali melangkah cepat-cepat. Ketika hampir melewati halte, pandangannya tak sengaja tertuju kepada cewek yang meringkuk di tembok dekat halte. Cewek berbaju biru muda dan celana jeans selutut yang tak memakai alas kaki. Rambutnya panjang terurai. Wajahnya tak terlihat karena tenggelam di dalam lekukan lutut yang cewek itu peluk sendiri.

Kenzie menggeleng. Berpikir mungkin cewek itu adalah orang miskin yang sering mengemis di depan sekolah. Dengan rasa tak peduli sedikit pun, dia melangkah lagi dan memasang earphone hanya di telinga kirinya.

"Tunggu!"

Kenzie tak tahu kenapa dia harus menghentikan langkah ketika mendengar suara seorang cewek yang dia yakin adalah cewek berbaju biru muda tadi. Tak mau ambil pusing, dia menggeleng dan melangkah lagi.

"Gue mohon tunggu!"

Suara cewek itu begitu lantang. Dengan cepat, Kenzie membalik badannya ke belakang. Kenzie mengangkat alisnya menatap cewek berbaju biru muda itu heran. "Lo barusan bicara sama gue?"

Shareen mengangguk cepat. Senyumnya mengembang. Cewek itu menghapus air matanya di pipi dengan punggung tangannya.

"Iya, lo," balas Shareen sambil mendekat.

Kenzie mundur selangkah untuk menjaga jaraknya dari Shareen yang dia pikir adalah seorang pengemis. Namun, tampang cewek itu bersih. Pakaiannya pun bersih. Hanya saja, cewek berbaju biru muda di depannya itu tak memakai alas kaki dan tak membawa apa pun selain diri cewek itu sendiri.

"Gue mau tanya," kata Shareen dan mendekat lagi. Kenzie otomatis mundur. "Kenapa lo mundur?" tanya Shareen bingung melihat gerak-gerik cowok berseragam SMA di depannya itu.

Kenzie hanya diam. Tatapannya tertuju ke manik mata hitam cewek berbaju biru muda itu.

"Gue cuma mau tanya. Eng...." Shareen menunduk dan menggigit bibir. Kedua kakinya dia mainkan di atas aspal karena gelisah. "Bukan cuma nanya sih sebenarnya. Gue ... gue juga pengin minta tolong ke elo."

"Tanya aja. Kalau bisa jangan ngulur waktu," kata Kenzie dingin.

"Gue nggak ngulur waktu, kok." Shareen menggelengkan kepalanya cepat sambil menggerakkan kedua tangannya di depan Kenzie. "Gue cuma nggak enak mau ngomongnya. Soalnya kan, kita nggak kenal. Tapi, lo satu-"

"Tanya sekarang," kata Kenzie dingin. Tanpa bentakan, tapi itu sudah pasti adalah sebuah seruan. "Jangan ngulur waktu gue."

"Ini tahun berapa?"

"Kenapa lo nanya? Lo anak sekolahan apa bukan, sih?" tanya Kenzie bingung. Dia berpikir, cewek berbaju biru muda di depannya ini adalah anak hilang. Bukan pengemis.

"Jangan ngulur waktu! Jawab aja!" bentak Shareen. Matanya melotot, berusaha terlihat seperti Kenzie tadi padahal Kenzie tidak melakukan hal seperti itu.

"2012." Kenzie membalas dengan malas. Tatapannya tertuju ke sampingnya, tak ingin melihat cewek di depannya itu yang terasa mengganggu aktivitasnya malam ini.

Sementara Shareen, cewek itu menyipitkan mata. Dia sedang memikirkan sesuatu hal. Ketika ingatannya memperkuat bahwa dia dari tahun 2022, air matanya kembali berjatuhan di pipi.

"Lo serius?" tanya Shareen dengan suara yang sangat pelan. Kenzie menatapnya bingung. "Gue ... gue dari tahun 2022."

Ini cewek gila kali, ya? tanya Kenzie dalam hati. Pandangannya meneliti Shareen dari atas sampai bawah, kemudian dia berdecak. "Lo orang gila?"

"Bukan!" teriak Shareen tak terima. Dia masih menangis dan hal itu membuat Kenzie merasa tak enak diperhatikan orang-orang berkendara yang tak sengaja melihatnya ketika orang-orang itu lewat. "Gue serius gue dari tahun 2022. Gue nggak bohong! Beberapa jam yang lalu gue ada di kotak mesin waktu Papa. Gue mencet hal-hal yang nggak gue ngerti. Gue sempet lihat Papa kemudian gelap. Lalu tadi, gue bangun dan tiba-tiba duduk di sana sendirian." Shareen menunjuk halte.

"Kotak? Mesin waktu?" Kenzie menggeleng. Tak habis pikir dengan semua omong kosong cewek berbaju biru muda di depannya itu. "Lo kebanyakan belajar teori Einstein sampai gila? Apa dulu lo pengin nyiptain mesin waktu, tapi lo nggak sanggup makanya lo jadi kayak gini?" Kenzie tertawa hambar. "Prihatin gue sama orang-orang pintar kayak lo."

"Gue nggak bohong," bisik Shareen sambil menangis.

Hal itu membuat Kenzie gelagapan. "Lo jangan nangis di sini," bisiknya. Dia benar-benar paling anti melihat perempuan menangis. Apalagi perempuan itu adalah orang yang tidak dikenalinya.

"Gue beneran dari tahun 2022." Shareen menghapus air matanya dengan telunjuk. "Gue nggak tahu harus ke mana."

Merasa cewek berbaju biru muda di depannya itu berbicara omong kosong atau mungkin sedang berakting, Kenzie merasa harus pergi. Lagipula, bisa saja cewek itu penipu. Ayahnya seorang pengusaha. Bisa jadi cewek ini adalah umpan dari rival ayahnya. Kenzie menatap langit malam dan tertawa hambar. Kenapa dia berpikir terlalu sinetron seperti itu?

Kenzie berbalik pergi. Tanpa berusaha untuk peduli. Namun, cewek itu menarik pergelangan tangannya dan membuatnya tersentak kaget. "Lepas!" Dia menyentakkan tangan Shareen hingga Shareen mundur.

"Gue mohon..." Mata Shareen berkaca-kaca. Wajahnya memelas dan kedua tangannya dia angkat ke depan dada. Memohon pada Kenzie dengan isakan tangis yang terus dia keluarkan. Kenzie merasa harus mengalihkan tatapannya dari Shareen karena rasa ibanya mulai muncul begitu saja. "Gue mohon banget. Gue nggak tahu gimana caranya bisa balik ke tahun 2022. Gue lupa jalan ke rumah. Gue tiba-tiba bangun di sini, dekat sekolah yang gue nggak tahu sekolah apa."

Kenzie mengembuskan napas panjang. Apa dia harus membantu cewek bebaju biru muda itu? Sebenarnya, siapa cewek itu? Tatapan mata cewek itu terlihat tak menyimpan kebohongan. Cewek berbaju biru muda itu benar-benar menangis karena kesedihan.

"Gue mohon tolongin gue."

Kenzie memijat pelipisnya karena frustrasi. "Apa yang harus gue lakukan?" tanyanya.

Hening agak lama. Shareen sedang memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya dan harus ke mana dia. Di tengah-tengah otaknya yang tengah berpikir, suara keroncongan perut berbunyi. Shareen memeluk perutnya dengan bibir maju.

"Gue ... gue laper," bisik Shareen sambil menunduk malu. Suara perutnya sangat keras. Dia tidak pernah makan sejak semalam karena mogok makan.

"Ikut gue." Tak ada pilihan lain, Kenzie maju. Cowok itu berjalan lebih dulu menuju sekolahnya kembali untuk mengambil mobil di parkiran.

"Ke mana?" tanya Shareen sambil berlari tertatih mengikuti langkah Kenzie yang lebar. Tak biasa berjalan di aspal membuat kakinya terasa sakit. Dia merenggut sebal karena tak memakai apa pun di kedua kakinya.

"Ambil mobil," balas Kenzie yang saat ini bersyukur ketika melihat gerbang utama belum ditutup. Beruntung, penjaga sekolah belum menutup gerbang dan Kenzie yang awalnya ingin memarkirkan mobilnya semalaman di sekolah jadi mengurungkan niat itu. Dia akan membawa cewek berbaju biru muda itu ke rumahnya sebelum Mama dan papanya pulang. Dia hanya bisa berdoa, semoga kedua orangtuanya kembali pulang larut malam hingga dia bisa menyembunyikan Shareen nanti di rumahnya.

"Aw! Ih, batu!" bentak Shareen kesal sambil menatap ke bawahnya. Kenzie yang mendengar itu menoleh ke Shareen sebentar untuk memastikan cewek itu baik-baik saja. Shareen mendongak lagi dan Kenzie kembali melangkah maju. "Setelah ambil mobil, kita makan, kan?"

"Hem."

"Gue udah laper banget. Ke mana?"

"Kita ke rumah."

"Rumah?" Entah Shareen harus senang atau sedih. Dia rindu rumah. Tapi dia tak tahu di mana rumahnya. "Rumah lo?"

"Hem." Kenzie membalas ucapan Shareen lagi-lagi dengan gumaman.

"Gue boleh nggak request?" tanya Shareen sambil menjilat bibirnya membayangkan daging ayam panggang yang selalu dia idamkan ketika lapar melandanya. Kenzie berhenti dan membuat Shareen ikut berhenti dengan kaget. "Oke, gue diem...," kata Shareen sambil menunduk perlahan ketika melihat tatapan tajam cowok itu yang seolah mengatakan bahwa Shareen banyak maunya.

Kenzie menggeleng melihat tingkah cewek yang dia tak tahu namanya siapa itu. Dia sudah tiba di parkiran dan membuka pintu mobil. Sebelum dia masuk, dia memberi peringatan kepada cewek itu dulu.

"Lo bisa tinggal sehari di rumah gue. Besok lo pulang. Cari rumah lo."

"Tapi, tapi gue nggak inget gue tinggal di mana...."

"Dua kali dua puluh empat jam lo gue anter ke kantor polisi."

"Gue nggak hilang!" teriak Shareen yang membuat Kenzie mengangkat alis. "Gue cuma tersesat di sepuluh tahun yang lalu!"

Kenzie menatap langit yang penuh bintang malam itu. "Omong kosong apa yang ada di kepala lo?" bisiknya dan Shareen tak dengar itu. "Habis mimpi apa gue ketemu sama ini cewek."

Kenzie menarik napas dan mengembuskannya panjang. Tatapannya tertuju ke Shareen yang masih bergeming di sisi kiri mobil.

"Masuk!" seru Kenzie. Namun, Shareen tak bergerak sama sekali. Gerak-gerik cewek itu membuat Kenzie berdecak dan membuatnya sedikit mengerti kesusahan apa yang Shareen alami. Dia mengitari mobil, berdiri di samping Shareen untuk membukakan Shareen pintu.

Shareen masuk dengan malu dan duduk di kursi dengan perasaan tak enak. "Makasih," katanya kepada penyelamatnya yang sekarang duduk tepat di sampingnya.

"Sandal gue kebesaran." Kenzie memutar kunci mobil. "Nanti kita singgah ke toko."

"Buat?"

"Beli sandal." Kenzie membalas dengan lelah. "Kaki lho butuh alas."

Sejenak, Shareen terdiam. Cewek itu maju sedikit untuk memerhatikan kedua kakinya yang sekarang saling tindih dan tak terpakai apa-apa. Saat mendongak, dia melihat sepasang sepatu berwarna putih yang terarah kepadanya.

"Pakai ini," kata Kenzie sambil menyerahkan sepasang sepatu putih itu kepadanya. "Tunggu apa lagi?"

Senyum Shareen mengembang. Perasaannya sekarang sangat senang. Dia senang karena merasa bahwa Kenzie tak sejahat yang ada di pikirannya tadi seperti saat cowok itu menolak untuk membantunya.

Kenzie tersentak kaget saat tiba-tiba saja Shareen memeluknya dan membuat sepatu di tangannya jatuh.

"Makasih! Makasih! Makasih! Ya ampun, ternyata masih ada orang baik di dunia ini," kata Shareen dengan semangat. Senyum bahagianya hilang begitu saja saat merasakan aroma khas dari cowok yang saat ini dipeluknya. Shareen menjauh dan terkejut. Melihat wajah Kenzie yang sedikit marah membuat Shareen salah tingkah. "Eh, maaf. Kebiasaan kalau gue seneng, gue langsung meluk siapa aja." Shareen mengambil sepatu Kenzie dan segera memakainya dalam keheningan.

Kenzie menghela napasnya yang terasa berat. Entah sudah berapa kali. Tingkah aneh dan segala hal aneh di diri cewek berbaju biru muda di sampingnya itu membuat dunianya terasa jungkir balik dalam sekejap. Kalau bukan karena air mata cewek itu, Kenzie tidak akan mau memberikannya makanan apalagi tempat untuk menginap. Dia hanya tidak tega.

Kenzie menjalankan mobil meninggalkan area sekolah menuju rumahnya. Cewek di sampingnya sudah tak banyak bicara dan hanya ada keheningan di dalam sana. Sejak tadi cewek itu menoleh ke jendela. Kenzie menggeleng. Tak tahu lagi dengan siapa yang dia hadapi sekarang.

Sambil menyetir, dia memikirkan pertemuannya dengan Shareen dan ucapan-ucapan Shareen. Dia tak mungkin percaya dengan omong kosong cewek berbaju biru muda itu.

"Eng... gue boleh nanya lagi nggak?"

Kenzie mengangguk dan menatap Shareen sekilas karena dia sedang fokus menyetir. "Mau tanya apa?"

"Lo mau kan bantuin gue balik ke tahun 2022?" tanya Shareen hati-hati. "Atau, selama gue di tahun 2012, gue boleh numpang segalanya di elo? Makan? Tidur? Gue nggak punya uang atau apa pun itu. Gue bisa beres-beres di rumah lo sebagai gantinya. Gue bisa bisa ngepel. Gue bisa cuci piring. Gue bisa bersihin kaca jendela. Gue juga bisa bersihin debu pakai kemoceng. Tapi gue nggak bisa masak. Sambil gue nyari tahu cara buat gue bisa balik ke tahun 2022."

Kenzie memijat pelipisnya. Dia mencoba sabar. Apa pun yang terjadi nantinya, dia hanya akan pasrah.

Ketika lampu merah di sebuah perepatan, Kenzie menghentikan mobilnya di belakang mobil Audi pengendara lain. Pandangan Kenzie tertuju ke cewek berbaju biru muda itu yang ternyata masih menunggu jawaban darinya.

"Oke. Gue bakalan bantuin lo sampai lo balik ke tahun di mana lo seharusnya ada," kata Kenzie. Entah apa yang dia katakan karena kenyataannya dia pun tak percaya dengan mesin waktu atau apa pun itu yang diucapkan oleh cewek berbaju biru muda itu. Dia hanya mengikuti kata hatinya. "Setelah nanti lo balik, lo bisa pergi dan jangan pernah muncul di depan gue lagi."

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 168K 89
Sebuah kumpulan pesan singkat tidak terkirim dari seorang cewek yang menyayangi seorang cowok diam-diam. [ cover by nau2014 ] #1 Cerita Pendek. ...
6.1M 400K 56
[ON EDITING] [[Beberapa part masih diprivate ]] Apa sih arti populer itu? Menurut kamus Jessy nih, populer itu artinya dikagumi banyak orang, kalau...
CRAZY!! By RDRP

Teen Fiction

149K 6.2K 32
Halo guys.. Disini aku cmn mau ngingetin, kalau cerita yang ada di acc watty aku ini cmn cerita yang aku SHARE. Jadi jgn tanya kalau ada sequel or an...
kutukan By fullsun

Teen Fiction

2.8K 177 13
baca!! terinspirasi dari drathai yang aku baca tidak semua alur sama jaehyuck area nggk suka? skip enjoy yuhuuu