2A3: Perfect Classmates (hiat...

By yourkidlee

10.8M 1.2M 375K

#EpikHighschoolSeries #2A3SeriesTeenfictVersion Jangan tanya kenapa satu kelas kini jadi bobrok semua. Karena... More

Get Ready
PROLOG
01. Welcome
01. Welcome (II)
01. Welcome (III)
02. 'Orang Gila Semua'
03. Alisa, The That Girl
04. Pemilihan Ketos
05. Alveno, Si Cokiber
06. Ekskul
07. Jane Keara, Si Anak Baru
05. Grup Chat Modus Jevon
05. Grup Chat Modus Jevon (2)
08. Squad
09. Bunga-bunga Cinta
10. Tatapan Penuh Arti
11. Usaha Diam-diam
12. Indomaret, Heheh, dan Si Cowok Sombong
13. Pokemonnya Theo
14. Bolos Rombongan
15. Suherman's
16. Murid Teladan
17. Titip Salam
18. Serangan Mantan
19. Ombak
20. Ekskul
21. Indomaret
22. Curhatan
23. Kerja Kelompok
24. Kerja Kelompok (2)
25. Jay 'Iwan' Park
26. Rahasia Seorang Laki-laki
27. Pertemanan Yang Mulai Goyah
28. Galau
29. Rumah
30. Live Report
31. Dor
32. Valak
33. GOL
34. Rumit
35. Dedek Askfm
36. 'Pelajaran'
37. Kerusuhan UKS
38. Guru Magang
39. Kelas adalah Rumah
40. Pertanyaan
41. Duo BH
42. Welcome To The Family
43. Gelisah Hati Gelisah
44. Aspirin
45. Move
46. Cheerleader
47. Makan Bareng
48. Hanna, The Flower Boom
49. Potret
50. Rangkulan
52. Api Unggun
53. Pogo Pogo
54. Kegelisahan Kapten
55. Bubarnya Duo BH
56. Galau ala Bobi dan Hanna
57. Ulangan
58. Hanindra = Laki-laki Yang Mudah Ambyar
59. Katanya Jadian
60. Wondi si Bungsu
61. Olengnya Kapal Utama
62. Protektif
63. Mitra
64. Pindah Sekolah
65. Mabok
66. Lari Pagi
67. Duta Biskuat
68. Baby Sister
69. Bunga Yang Tidak Mudah Layu
70. Hug
71. Okeydorkyo
72. Sahabat = Agen Rahasia
73. Diterima Apa Adanya
74. Welcome Wondi
75. Rahasia
76. Pura-pura
77. Flutter
78. Harimau 2A3
79. Perfect Classmates
80. Beruntung

51. Firasat Ketua Kelas

100K 14.2K 7.2K
By yourkidlee



Theo menoleh saat melihat Hanbin, Lisa, Eno, dan Wondi muncul. Ia segera berdiri menghampiri mereka.

"Gima—"

"PERGI!" usir Lisa refleks, sampai Hanbin juga maju dengan sikap kuda-kuda mengepalkan tangan membuat Theo sampai terlonjak kaget.

"Jangan. Men. De. Kat," kata Hanbin memicingkan mata. Eno dan Wondi juga menatap Theo curiga.

"Apa? Kalian dapat?" tanya Theo tak terlalu memusingkan keanehan Hanbin mengingat betapa abstraknya wakilnya satu ini.

Mereka tak menjawab. Lisa menegak, menarik Wondi ke belakang seakan melindungi. Kemudian beranjak pergi membuat Hanbin segera mengekor dengan Eno yang juga merapat. Keempatnya tak saling menjauh satu sama lain membuat Theo memijat pelipisnya kembali dibuat pusing dengan kelakuan teman-teman sekelasnya yang tiap saat selalu saja mengejutkan.

Lisa, Hanbin, Eno, juga Wondi duduk menjauh. Di pojok tikar dan segera membuat grup diskusi.

"Denger, itu nggak mungkin Teyong," kata Eno berargumen. "Terlalu ketebak."

"No, please. Ini cuma acara sekolah jangan tinggi-tinggi mikirnya," kata Hanbin memerotes.

"Hm. Kepercayaan kita ya Teyong," kata Lisa setuju, "mungkin itu hint tiap kelas, kalau pembunuh di tiap kelas tuh ketua kelas sendiri."

"Kenapa bukan Jaebi?" tanya Wondi juga menyeletuk.

Mereka saling pandang, lalu menghela nafas dan diam berpikir. Walau keributan 2A3 membuat mereka kompak melirik.

"Woi bentar lagi mulai loh ini pada minggat kemana sih?" kata Rosi heboh dan panik.

"Riena tuh sibuk banget sama kamera!" kata Haylie menuduh.

"Elo juga tadi darimana aja?" balas Jesya mengomeli.

Haylie jadi memanyunkan bibir, "ya maap. Gue tadi nyari cahaya bagus buat selfie."

"Juan mana sih? Latihan bentar deh mumpung itu si Lisa dah datang," kata Bobi menunjuk sambil asik mengemeli keripik bersama Hanna di sampingnya yang juga sibuk mengunyah.

"Cari deh, sekalian panggilin Hanin suruh balik," kata Jane menunjuk Hanin yang ada di seberang sana sibuk dengan teman-temannya yang lain.

"Jiyo juga Jiyo," kata Jevon melihat Jiyo tak ada, "Jay Yoyo Miya juga anjir. Pada mana sih? Ngilang lama amat."

"Tadi dipanggil Jaebi, belum balik," Jesya juga menoleh kanan kiri.

"Ck, mana sih? Bentar lagi nih elah," kata Rosi kesal tapi ikut memasukkan tangan ke bungkus jajan Bobi untuk menenangkan diri.


Lisa, Hanbin, Eno, juga Wondi menghela nafas. Lalu saling pandang dengan tatapan penuh arti.

"Jaebi nggak ada muncul," kata Wondi pelan, "bisa aja dia dari tadi merhatiin kita."

Eno mengangguk kali ini, "menurut gue, maksud sejak tadi bersama kita itu video call. Orang yang video call bareng kita. Dia ngeliat kita, tapi kita nggak ngeliat dia," katanya menjelaskan perlahan. "Anak OSIS pastinya kan?"

"Tapi gini No," kata Hanbin masih tak setuju. "Kenapa misi ini harus gue yang mimpin? Kenapa bukan ketua kelas?"

"Nah itu," kata Lisa mengangguk satu pemikiran. "Teyong milih elo, Wondi, sama gue, karena menurut dia kita nggak bakal bisa nebak. Wondi sama gue males mikir, sementara Eno pasti mikirnya udah yang ribet. Kita bakal nggak kepikiran buat nunjuk dia."

Eno melengos, masih tak yakin. Hanbin dan Lisa sudah ngotot sendiri. Sementara Wondi kembali melirik tingkah teman-temannya.

"Kita harus tau dulu maksud pembunuh itu apa," kata Eno kalem. "Apa yang dia incar? Gimana kita nangkap dia?"

Lisa dan Hanbin kali ini merapatkan bibir, baru menyadari itu. Suara seruan Rosi di sebelah membuat mereka kembali menoleh.

"Udah mulai anjir itu Teyong ambil nomer antrian!" kata Rosi menahan Haylie yang berdiri.

"Iya ini gue nyari Yena dulu," kata Haylie mendecak. "Sama mau panggil Jaebi sama yang lain."

"Sendirian? Tumben," kata Jevon menyindir.

"Cih, jangan remehin gue," kata Haylie melotot. Lalu segera berbalik dan berjalan pergi sebelum kembali ditahan.

"Lis, sini dong. Latian di tenda yuk," ajak Jane membuat Lisa sampai terkejut kecil karena dipanggil.

"Ha? Apa? Nggak. Gue di sini," kata Lisa menjauh, tanpa sadar merapat ke samping Hanbin.

Jawaban itu membuat yang lain mendelik, memandangnya bingung.

"Apa? Tadi kalian dapat apa?" tanya Bobi penasaran.

"Kenapa ngumpul sendiri gitu, lo bikin grup mata-mata ya?" tanya Jevon menunjuk tak terima.

"Tadi gue denger jeritan lo Bin. Kurang nyaring," kata Jesya menyindir.

Hanbin mencibir, "jangan ngomong sama gue sekarang," katanya membuat Jesya mendelik, begitu pula yang lain.

"Hm. Kalian semua musuh," kata Lisa menambahi, makin mundur ke belakang merapat.

"Apa anjir lo dapat apa?" kata Rosi makin penasaran.

"Jadi terbagi dua tim? Oh oke!" kata Bobi mulai drama.

"Bagus! Gue suka pertikaian," kata Jevon malah semangat.

"Won, Wondi. Apaan?" kata Jane lebih mendekat, "kalian dapat apa?" tanyanya pada Wondi yang jadi mengkerut mundur ke belakang punggung Eno tak mau menjawab.

Rosi mengernyit. Lalu bergerak maju membuat Hanbin, Lisa, Eno, dan Wondi terkejut. Refleks Hanbin agak maju, merentangkan kedua lengan seakan melindungi Lisa, Eno, dan Wondi yang termundur.

"Jauh jauh!" kata Hanbin mengancam. Membuat yang lain makin tenganga.

"Apa sih!?" kesal Rosi melotot. Kemudian makin maju, "apa ha apa?! Kenapa nggak boleh dekat-dekat?!"

Hanbin dan Lisa rusuh sendiri menyuruh Rosi pergi, sementara Eno dan Wondi tanpa kata merapat dan menatap teman-teman lain curiga.

"Pergi aja pergi!" kata Lisa menarik Hanbin lebih dulu. Membuat Hanbin segera menarik Eno dan Wondi.

Para murid 2A3 yang lain jadi menyoraki, antara bingung juga kesal. Lisa dan ketiga cowok itu segera berlari menjauh. Mencari tempat paling aman.

Mereka mulai mengkhayati peran untuk tidak dibunuh.

Mereka duduk tak jauh dari area depan kantor guru. Terdapat banyak juga murid kelas lain yang rata-rata tiap kelompok ada empat orang, membuat mereka sadar bukan cuma mereka yang menjauhi kelas sendiri.

"Gila ya. Ini permainan bikin kekeluargaan pecah aja!" omel Hanbin sebal duduk di samping Lisa.

Lisa  melengos, menopang dagu sambil manyun kecil merapat di sebelah Hanbin. Tanpa sadar keduanya sedari tadi sudah saling menempel seakan tak mau pisah.

"Gue masih bingung apa yang dia bunuh," kata Eno kembali berargumen. "Tapi satu, gue curiga kenapa banyak anak kelas yang ilang."

"No, anjir. Diem lo!" ancam Hanbin melotot.

"Mereka dipanggil Jaebi," kata Wondi masih saja menunjuk Jaebi.

"Jangan-jangan orang yang dipanggil Jaebi udah terbunuh?" tanya Lisa menyeletuk.

Tapi berikutnya Lisa memekik sendiri, tenganga dan menutup mulut dengan telapak tangan. Matanya melebar, berikutnya heboh tak karuan membuat tiga cowok itu gantian tenganga bingung.

"Apa sih apa!?" tanya Hanbin jadi gemas.

Lisa memekik dengan mulut rapat, memukul-mukul lengan Hanbin dengan mata melebar.

"Iya Lis iya apa?" tanya Hanbin makin tak sabar.

Lisa berikutnya melebarkan mata, terpukau sendiri. "Wahhhh ternyata gue pinter," katanya membuat Hanbin, Eno, dan Wondi hampir saja jatuh mendengar itu.

Lisa memperbaiki posisi duduk, lebih mendekat dan memelankan suara. "Gini, Jaebi harus kita coret dari daftar," katanya serius. "Kenapa? Karena dari awal bukan Jaebi. Jaebi panitia. Jaebi nggak masuk di kelas. Jaebi yang ngurus semua ini, tapi bukan pembunuhnya."

Hanbin, Eno, dan Wondi saling lirik. Diam tak berkomentar menunggu Lisa melanjutkan.

"Sebagai OSIS, Jaebi yang ngurus ini kan? Menurut gue, hint tiap kelas beda. Yang berarti bukan ketua kelas," kata Lisa perlahan. "Jaebi paling paham kelas kita. Bisa jadi dia yang bikin hint ini. Dia yang nunjuk siapa pembunuhnya."

"Yaudah langsung tanya Jaebi," kata Hanbin ingin beranjak tapi Eno segera menariknya menahan.

"Nggak gitu mainnya bego," kata Lisa melotot membuat Hanbin jadi mencuatkan bibir.

"Lanjut Lis," kata Wondi sudah duduk bersila memerhatikan fokus.

"Menurut gue, bener kata Eno tadi. Orang yang dipanggil Jaebi itu ibaratnya udah dibunuh. Nggak tau caranya gimana mungkin selama kita pergi tadi. Dan maksud membunuh di sini...." Lisa diam sejenak, "perform. Perform kita bakal ditunda dan bisa jadi gagal kalau anggota kelasnya kurang."

"Woahhhhh...."

"Bentar gue merinding," kata Hanbin menyeplos, "gue merinding karena lo bisa mikir."

Lisa menabok pemuda itu kesal. Jadi mendengus kemudian melanjutkan. "Kalau dari tadi merhatiin, itu berarti dia nggak ada di tenda. Nggak mungkin Teyong, sejak awal Teyong jagain tenda."

"Ck Teyong gimana dah masa anggotanya terbunuh dia nggak sadar," kata Hanbin jadi mengomel.

"Kalau gitu gimana cara milih pembunuh?" tanya Eno mengernyit berpikir.

"Elo pada dengerin nggak sih anak-anak tadi ngobrolin apa?" kata Lisa membuat yang lain mengernyit.

"Mau latihan?" celetuk Wondi mengingat samar.

"Bukan cuma itu. Juga dijelasin siapa aja yang pergi," kata Lisa perlahan.

"Lis cepet langsung inti acara mau mulai," kata Eno jadi tak sabar, melihat Ezra sudah terlihat membawa mik dan mengeceknya.

"Lis cepet Jay juga ilang entar dia diapa-apain," kata Hanbin khawatir. "Gue udah bisa merasakan dia manggil-manggil nama gua."

"Ck, diem nggak!?" seru Lisa galak, melotot sebal cowok satu ini selalu saja becanda.

"Siapa pembunuhnya siapa?" kata Eno segera, dengan cepat melerai sebelum pertengkaran terjadi lebih jauh. "Yena?"

"Kenapa tiba-tiba Yena?" Wondi mengernyit dan menoleh bingung.

"Di otak gue muncul itu," jawab Eno menyeletuk.

"Elahh No gue aja bisa mikir," kata Lisa mulai sombong. Merasa bangga bisa lebih pintar daripada Alveno.

"Kalau bukan ketua kelas jadi siapa? Gimana caranya?" tanya Eno penasaran.

"Gini, tadi sore kan didata yang maju perform siapa aja. Iya nggak sih?" tanya Lisa membuat Hanbin mengangguk. "Ngapain coba. Padahal langsung maju aja, buat apa pake daftar nama?"

Mata Eno melebar, "jadi maksud lo, pembunuhnya diambil dari yang ikut perform?"

"Hm," Lisa mengangguk yakin. "Karena dia paling dibutuhin. Kalau dia ngilang, pertunjukan juga bakal terganggu. Dia ngebunuh 'perform' itu."

"Elo?" celetuk Wondi begitu saja membuat Lisa langsung melotot. "Elo kan juga bakal tampil."

"Hm. Juga tumben banget lo bisa mikir," kata Hanbin setuju.

Lisa jadi menatap mereka kesal, "oh jadi sekarang nuduh gue?"

"Udah udah kita jangan saling curiga," lerai Eno segera, "acara udah mulai kita harus nangkap pembunuhnya dan ngebebasin yang lain."

"Apa kita harus ngasih tau Theo? Kan dia bukan pembunuh," kata Wondi mengerling polos.

"Ini misi gue," kata Hanbin tegas menunjuk diri sendiri. "Kenapa apa-apa Theo dulu ck."

"Karena dia kepercayaan—" Wondi terhenti, kembali menoleh pada Lisa. "Jadi siapa kepercayaan kita?"

"Bukan kepercayaan kita tapi kepercayaan mu," balas Lisa meralat. "Kalau Jaebi yang nunjuk pembunuh, untuk kelas kita Jaebi paling paham. Dia milih hint itu biar kita mikir Theo atau Yoyo."

"Lis, bisa cepet nggak?" tanya Hanbin mulai gemas.

"Ini tentang antonim!" kata Lisa gemas. "Percaya apa lawannya?"

"Tidak percaya," jawab Wondi dan Hanbin kompak.

"Kenapa antonim?" tanya Eno mengernyit.

"Karena kalau sinonim kita nggak ketemu jawabannya," kata Lisa serius. Ia menarik nafas pelan, "Surat pertama yang kita dapat tentang penjelasan, surat kedua sinonim. Itu berarti hint berikutnya sinonim atau antonim dengan penjelasan," kata Lisa mulai menahan meninggikan suara karena mulai emosi. "Kepercayaanmu kalau dijelaskan berarti sesuatu yang selalu kita anggap benar dan kita ikuti. Antonimnya adalah sesuatu yang berbohong!!!"

Eno melebarkan mata. Sementara Hanbin dan Wondi melebarkan mulut, tak paham.

"Bohong...." gumam Eno baru sadar, dijawab dengan anggukan penuh arti Lisa.

Eno tiba-tiba jadi menegak, "wah.... Jaebi sepintar itu buat ginian?" tanyanya tak percaya sendiri.

"Ha? Apa? Siapa?" tanya Hanbin bodoh.

"Ayo cepet kita tangkap!" kata Eno tak mendengarkan, langsung berdiri dan berjalan cepat membuat Wondi yang kebingungan refleks mengikuti. Lisa juga menarik Hanbin agar segera pergi.



Theo mulai gelisah. Menoleh kanan kiri tak tenang. Ia kini memandang Jaebi yang ia datangi setelah tadi mengambil nomer antrian. "Bi, kalau kita kalah gimana?" tanyanya yang memang beralasan pergi agar bisa menghampiri Jaebi.

"Santai," jawab Jaebi tenang. "Tetep bakal perform kok, cuma di bagian akhir."

Theo melengos, "Yoyo sama yang lain?"

"Lagi makan di dalam," jawab Jaebi menunjuk ke ruang guru yang besar. "Elo sih nggak ikutan. Mereka ketawa cekikikan ngeliat Eno sama Wondi joget-joget."

Theo merapatkan bibir. "Hanbin sama yang lain lagi mikir keras dan mereka malah seneng-seneng," katanya tak setuju.

Jaebi jadi tertawa, "dah. Itu acara dimulai. Kita tunggu mereka berhasil perform tepat waktu apa nggak," katanya masih tenang. "Lagian kan, elo yang milih pembunuhnya siapa. Lo yakin mereka bakal bisa jawab."

"Tapi tadi mereka terlalu keliatan lagi nyembunyiin sesuatu," kata Theo melengos mengingat betapa hebohnya Hanbin dan Lisa menolak mendekati anak kelas lain.

Garis wajah Theo berubah, jadi mengangkat alis melihat seorang gadis berlari kecil mendekat.

"Kak Jaebiiii! Gimana nih tim aku belum balik," kata gadis itu panik. "Dapat perform ketiga dan mereka belum nangkap si Jinny."

Theo jadi mendelik. Sementara Jaebi merapatkan bibir.

"Fai, santai. Perform masih bakal jalan walau gagal," kata Jaebi kalem. "Tapi urutannya diundur."

"Ih nggak bisa dong!!" tolak gadis itu gregetan. "Kak please dong kasih hint tambahan ya? Mereka dipimpin Cakra, Cakra mah nggak bisa mikir kakkkk," katanya dengan kesal menyebutkan wakilnya yang jadi ketua tim misi.

"Elo yang milih, siapa suruh lo pilih tim sama pembunuh yang susah," kata Theo menyalahkan, ikut ambil suara.

Faili jadi mendecak dan menatapnya geram, "apa sih nggak ngomong sama kamu ya! Diam!" katanya galak karena sedang panik. Kembali menoleh pada Jaebi, "Kak Jaebi please dong si Jinny juga udah gemes mau balik ke tenda tapi disuruh pergi karena jadi pembunuh. Dia nungguin ditangkap!!!"

"Fai, cukup percaya sama tim lo. Atau kalau emang lo nggak sabar, lo bisa bantu mereka tapi nggak terang-terangan," kata Jaebi mencoba menenangkan.

Faili jadi menggeram kecil. Yang berikutnya merengek panik sendiri.

"Apa sih ngapain ngerengek sama Jaebi?" tanya Theo jadi kesal tak terima.

"Ck diem deh aku lagi pusing!" balas Faili tak menoleh dan merenggut.

"Elo pikir lo aja ketua kelas yang pusing?" tanya Theo membuat Faili mendelik, menoleh dan ingin membalas sebelum Jaebi berdehem melerai keduanya.

"Udah udah, kembali ke tenda masing-masing. Sebagai ketua kelas tugas kalian cuma milih tim misi dan pembunuh. Setelah itu, percaya sama teman kalian. Oke?" kata Jaebi mengusir Theo dan Faili pergi. "Lagian yang dibunuh kan bukan tim inti perform, jadi nggak perlu buru-buru."

Faili menghela nafas. "Beneran kak nggak boleh ngasih tau? Biar langsung nangkap," katanya memelas.

"Fai, tugas ini buat kepemimpinan wakil lo. Juga buat ketua kelas harus percaya sama wakilnya. Kalian harus percaya mereka juga bisa mimpin tim," kata Jaebi kalem. "Lagian si pembunuh sama orang-orang yang dibunuh ada di ruang guru juga sebenarnya pengen ini cepat berakhir. Tapi mereka harus percaya tim kelas mereka bisa."

Faili kembali melengos, belum tenang. Diam-diam Theo juga sebenarnya khawatir. Bagaimana bisa percaya sama model kayak Hanindra Binsetyo? Padahal Theo sudah memilihkan orang-orang yang tenang ketimbang yang lain,seperti Wondi dan Eno. Lisa sendiri Theo pilih agar Hanbin bisa lebih gentle secara natural di depan perempuan yang dia suka. Tapi tadi terakhir Theo lihat saat mereka kembali, keempatnya terlihat jelas kebingungan dan panik sendiri.

Sekejam-kejamnya Theo, Theo juga tak tega melihat keempatnya berpikir sendirian begini.

"Jaebi!!" panggil seseorang membuat mereka menoleh. Jaebi jadi menghembuskan nafas melihat ketua kelas 11 IPS 2 datang.

"Bi, tim gue urutan nomer satu. Belum berhasil nih, gimana?" tanya laki-laki itu juga panik.

"Kak sama kak tim aku ju—"

Theo menarik Faili menjauh, dengan gemas melotot kecil gadis ini tau saja mana kesempatan untuk mendekati kakak kelas tampan. Apalagi ketua kelas 11 IPS 2 satu ini juga punya wajah karismatik. Mukanya mirip Irwansyah.

Faili jadi melotot kecil dengan kesal. Agak memanyunkan bibir walau dalam hati menahan senyum pemuda satu ini protektif bukan main. Segitu cintanya kah pada Faili? Ah, Faili jadi besar kepala sendiri.

"Kalem, udah dimulai," jawab Jaebi singkat, mempersilahkan pergi.

"Masalahnya Bi, gue milih pembunuhnya si Candra. Tadi gue denger mereka diskusi bilang Candra nggak mungkin karena mudah ketebak, gue jadi nyesel milih yang tampang pembunuh gitu," kata ketua kelas 11 IPS 2 itu jadi curhat. "Si Selgie sama Jelo juga clueless gue pikir bisa mikir ternyata sama aja."

Jaebi merapatkan bibir. Menatap ketiga ketua kelas di depannya ini. "Kalian ini ketua kelas. Harusnya kalian bisa sabar dan biarin anggota kalian untuk gerak sendiri. Kalian harus percaya."

Faili menghela nafas. Tak sengaja menoleh, melihat di tendanya sosok Cakra dan tiga anggota lain datang. Gadis itu melebarkan mata, "yaudah aku pergi ya!" pamitnya segera, dengan cepat berlari membuat Theo agak kaget cewek itu tiba-tiba saja kabur pergi.

Theo mendengar suara pekikan samar yang familiar. Ia menoleh kanan kiri diantara keramaian yang ada. Cowok berdarah Jerman-Korea itu terdiam. Makin menajamkan pendengaran.

"Gue pergi dulu," pamitnya menepuk lengan Jaebi sesaat, sebelum berbalik dan berjalan cepat pergi.






Continue Reading

You'll Also Like

7.3K 632 32
isinya tentang kelakuan random bin ajaibnya neocil kumpulan one/two/three shoot, fakechat, dan fakestagram nct wish warn : Nonbaku BXB!!! homophobic...
4.9M 576K 39
SEGERA TERBIT - PART LENGKAP HIDUP THALITA JUNGKIR BALIK! Tiga bulan yang lalu, seorang Thalita Sasmitha Andan masih itik buruk rupa. Walau dirinya k...
13.8M 1.8M 71
[ π™‹π™šπ™§π™žπ™£π™œπ™–π™©π™–π™£! π˜Ύπ™šπ™§π™žπ™©π™– π™¨π™šπ™¨π™–π™©! ] . Amanda Eudora adalah gadis yang di cintai oleh Pangeran Argus Estefan dari kerajaan Eartland. Me...
68.9K 4.1K 24
Dilamar karena saling mencintai ❌ Dilamar karena mendoakan waktu bersin βœ… Seorang gadis bernama Najla Faqihatun Nissa yang baru memulai hijrahnya aki...