immature ◆ surene

By rebeccarsx

40.4K 3.2K 87

[COMPLETED] Bae Irene tidak mau mengenal dan berurusan dengan cinta. Baginya cinta hanya akan berujung pada p... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Epilogue

Chapter 3

2.5K 258 4
By rebeccarsx

Gadis itu baru terlihat sangat lelah. Langkahnya tidak beraturan lantaran kakinya yang sudah cukup lelah karena seharian penuh beraktifitas. Angin malam berhembus kencang. Seragam sekolahnya tidak bisa melindungi hawa dingin itu untuk tidak mengenai kulitnya. Jaket varsity yang ia pakai pun tidak cukup hangat baginya.

Getaran dari ponselnya menyadarkannya.

From : Seulgi
Hei jangan lupakan pr-mu!

Ah hampir saja ia lupa. Pr fisika itu harus dikumpulkan besok. Ia menghela nafas sembari memasukan kembali ponselnya ke dalam saku jaketnya. Kemudian ia mempercepat langkahnya untuk segera tiba dirumahnya.

"Eomma, Appa, aku pulang!" teriaknya sesaat setelah ia membuka pintu rumahnya. Matanya otomatis membulat terkejut saat didapatinya ibunya tengah bercumbu dengan seorang pria. Di ruang tamu. Ya, di ruang tamu. Gila bukan?

Ibunya terkejut dan refleks mendorong bahu lelaki asing itu. Irene segera ke lantai atas menuju kamar ayahnya. Dan alangkah terkejutnya saat didapati ayahnya tergeletak lemah tak berdaya. Mata ayahnya terpejam. Irene tidak bisa menahan air matanya. Ia segera menelepon ambulans untuk meminta pertolongan.

Tega sekali.
Ibunya sangat tega. Bagaimana bisa ini terjadi? Ayahnya menderita penyakit seperti itu dan ibunya justru dengan asiknya berselingkuh. Dunia ini sangat gila.

Pikiran Irene berkecamuk. Ayahnya yang ia sayangi. Yang merawatnya dengan sabar sedari kecil. Kebahagiaannya seakan hancur. Hatinya hancur karena ketegaan ibunya.

Dan malam itu menjadi malam terburuk bagi gadis cantik itu. Ayahnya menghembuskan nafas terkahir sesaat setelah ambulans mereka tiba di rumah sakit. Tangisan Irene berubah menjadi raungan. Dan mulai detik itu ia meragukan hal yang dinamakan "Cinta".

Air matanya menetes mengingat kejadian itu. Alasan kebenciannya pada ibunya. Alasan ia lebih memilih tinggal di rumah pribadi milik Appanya. Ia sudah memutuskan untuk tidak menganggap ibunya itu ada. Satu-satunya orang yang paling layak ia salahkan akibat kematian ayahnya adalah ibunya.

"Bagaimana anda bisa setega itu? Ayah saya sedang sakit keras. Anda justru berselingkuh?" Irene sudah tidak mau memanggil wanita itu dengan panggilan "eomma".

"Eomma tidak tahu bahwa a-" belum selesai ucapanya sudah dipotong oleh emosi gadis itu.

"Anda bukan ibu saya. Dan terimakasih atas kejutan ini." Gadis itu pergi dari hadapan ibunya dan beralih pada neneknya yang sedang menangis. Neneknya terlihat rapuh.

Ia melirik ibunya sejenak. Wanita itu menangis bersama dengan pria asing disampingnya yang merangkulkan lengan pada bahu ibunya itu.

"Sandiwara." batin gadis itu.

Ia muak. Hidup ini baginya memuakkan. Ibunya sendiri sudah melukai hatinya. Menghancurkan hatinya. Ia hanya punya neneknya yang begitu ia cintai hingga saat ini. Cukup hanya ia dan neneknya di rumah ini sudah cukup baginya. Ia tidak butuh perhatian dari orang yang disebut ibunya itu lagi.

Memang setelah peristiwa itu ia dan neneknya memutuskan untuk pindah ke rumah pribadi milik ayahnya. Rumah dimana sewaktu libur musim panas ia selalu menghabiskan liburan disana. Dan semenjak saat itu, ia bisa menghidupi dirinya sendiri dan hidup neneknya melalui asuransi peninggalan ayahnya dan usaha toko roti neneknya. Hidup dalam kepahitan membuat pribadi gadis itu berubah. Ia tak lagi menjadi murid penurut. Ia suka berulah dan menjadi pemalas. Berkali-kali neneknya mendapat surat panggilan. Ia tahu terkadang neneknya sedih karenanya. Namun gadis itu tetap mengeraskan hatinya.

"Sayang, buka pintunya." suara seseorang dibalik pintu kamarnya menyadarkan lamunan sedihnya. Ia mengusap kedua bilah pipinya untuk menghapus jejak air mata disana.

"Iya, Halmeoni?" Neneknya masuk ke kamarnya dan duduk diatas ranjangnya.

"Sayang, nenek tahu kau tidak suka pada ibumu. Tapi bagaimanapun ia yang melahirkan kamu. Kamu harus menghormatinya. Jangan membuat hatinya sakit."

"Untuk apa aku menjaga perasaannya bila ia saja tidak peduli pada perasaanku, Halmeoni."

Neneknya menggenggam tangannya erat.

"Sayang, setidaknya dengarkanlah penjelasannya. Mungkin akan merubah pemikiranmu selama ini."

"Tidak, Halmeoni. Aku tidak mau."

Neneknyapun hanya menghela nafas kasar. Ia memahami sakit hati yang dirasakan cucunya tersebut.

"Yasudah ayo bantu nenek memanggang kue. Bukankah hari ini kau libur?"

"Wanita itu masih dibawah?"

Neneknya menjawab dengan gelengan kepala.

Merekapun segera beranjak turun ke lantai bawah dimana toko kue neneknya berada.

----IMMATURE---

Hari minggu ini terasa begitu dingin. Entah berapa derajat suhu disini sekarang. Irene sedari tadi menggosok-gosokan kedua tangannya untuk mendapat kehangatan. Pasalnya ia lupa memakai sarung tangan. Neneknya menyuruhnya membeli beberapa bahan kue yang sudah habis. Ia sudah mendapatkan beberapa bahan hanya kurang rum dan selai blueberry yang ternyata stoknya sedang kosong. Mau tidak mau ia harus pergi ke tengah kota untuk mendatangi pusat toko kue. Ia menuggu di pemberhentian bus menanti bus menuju tempat yang ia tuju.

Di dalam bus setidaknya tidak sedingin diluar. Ia merutuki dirinya yang lupa membawa sarung tangan. Darahnya seakan membeku karena dinginnya cuaca hari ini. Ia merapatkan mantelnya sembari menunggu pemberhentian yang ia tuju

Setibanya di tempat tujuan, ia segera mencari bahan yang ia butuhkan. Tidak menunggu waktu lama ia segera meninggalkan toko untuk buru-buru pulang. Namun saat melintasi toko musik, matanya menangkap sosok familiar yang menyita atensinya.
"Ah.. itu Kai." batin gadis itu.

Kai adalah satu satunya teman Suho yang Irene kenal. Pasalnya mereka pernah satu kelas saat kelas sebelas. Dulu mereka cukup dekat. Namun setelah Irene yang bermasalah, mereka jadi jauh.

"Eh, kau?" Tanpa ia sadari sosok itu sudah didepannya. Mata lelaki itu masih seindah dulu. Ia ingat mata itu yang menatapnya dengan sendu.

"Mengapa aku tidak boleh berteman denganmu?" Lelaki itu menatapnya bingung.

"Intinya aku tidak mau berteman. Jangan tanyakan alasan."

"Tapi mengapa kau mau tetap berteman dengan Seulgi dan Sehun namun tidak denganku?"

"Itu hak ku."

"Maka itu juga hak ku untuk berteman denganmu, Irene."

"Terserah. Intinya aku tidak mau "

"Baiklah. Terima kasih." Lelaki itupun berlalu meninggalkanya.

Jujur saja saat itu Irene menyimpan sedikit perasaan pada lelaki tan itu. Namun ia tidak mau terlibat perasaan cinta atau semacamnya karena ia berpikir bahwa cinta hanya berujung pada penghianatan. Sama seperti yang terjadi pada orang tuanya. Ia memilih untuk melepas. Dan hal itu berhasil. Sudah tidak ada perasaan apapun yang ia rasakan saat melihat Kai. Hatinya tidak berdebar.

"Lama tidak mengobrol seperti ini."  Kai membuka pembicaraan.

Saat ini mereka sudah berada di cafe samping toko musik tadi karena ajakan Kai. Pesanan mereka datang. Irene menyeruput matcha latte nya.

"Hmm.. seperti itulah" sahut Irene.

"Apa kau masih tidak mau berteman denganku?"

"Tidak."

"Apa salahku? Apakah aku menyakitimu?"

"Tidak, Kai."

"Aku menyukaimu, Irene. Setiap hari aku mencuri pandang saat kau bermain skateboardmu itu. Aku yang menuliskan pesan di papan skatemu itu. Tidakkah kau sadar? Sudah hampir satu tahun aku menyukaimu dalam diam." Wajah Kai sangat serius. Mata itu menatap nya dengan sendu. Tatapan itu sungguh membuat gadis itu luluh sesaat.

Ia tertegun.

"A-aku.. Kai dengar.. Aku tidak-"

"Ya aku tahu. Aku hanya menyatakan. Tidak menuntutmu menerima." Kai langsung memotong kalimat Irene.

Irene hanya mengangguk. Ia tetap dalam pendiriannya.

Kai mengantarkannya pulang dengan motornya. Irene berterimakasih dan masuk ke dalam toko rotinya.

----IMMATURE----


"Hei! Kau!" Lelaki itu berlari kecil mendekati lelaki yang matanya sedang menjelajahi mading. Lelaki yang merasa terpanggil menoleh.

"Aku?" Sehun menoleh.

"Ya. Dimana Irene?" tanya Suho.

"Lapangan."

Suho mengangguk kecil dan berlalu menuju lapangan.

"Tidak sopan." batin Sehun kesal.

Saat ia menemukan objek yang ia cari, senyum tersungging diwajahnya.


"Bae Irene!"

"Kau? Mau apa?"

"Whoa! Santai.. Kau tahu tidak akan ada acara Skate Your Board minggu ini?"

"Ya aku tahu. Tapi itu hari sekolah."

"Aku punya 2 tiket masuk. Ayo kita pergi."

Irene terbelalak kaget.

"Kita membolos saja" sambung Suho.

"Bukan ide buruk." Sudut bibir Irene terangkat. Ia juga ingin mencari papan skate baru untuk koleksinya. Ia ingin warna bru.

"Gotcha" batin Suho dengan seringai diwajahnya.

To be continued..

THANYOU FOR NOT BEING A SILENT READERS❤

Fotonya suho dah ky dilan deh huehuehe

DIA ADALAH JUNMYEONKU

ah receh bat gw. abaikan sajalah.

Continue Reading

You'll Also Like

43.9K 5.2K 25
Impian Aera untuk bekerja di sebuah perusahaan ternama di Korea Selatan sudah tercapai. Tapi apakah ia akan menyukainya jika memiliki atasan seperti...
113K 9.3K 86
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
64K 11.1K 40
"Ini lokerku!" "Tapi ini nomor lokerku!" "Minggir." "Tidak." "Minggir!" Uzumaki Naruto di libatkan pertengkaran menyebalkan dengan Hyuuga Hinata di r...
34.4K 2.9K 20
Sehun and Irene oneshoot collection. 🍋ainiierv 2020