The Half Blood Vampire

بواسطة TaniaMs

1.7M 60K 1.1K

Nicole seorang gadis biasa yang baru menginjak semester kedua di kampusnya. Dia berharap masa remajanya dapat... المزيد

The Half Blood Vampire
The Half Blood Vampire 1-5
The Half Blood Vampire 6-10
The Half Blood Vampire 11-15
The Half Blood Vampire 16-20
The Half Blood Vampire 21-25
The Half Blood Vampire 26-30
The Half Blood Vampire 31-35
The Half Blood Vampire 36-40
The Half Blood Vampire 41-50
The Half Blood Vampire 51-60
The Half Blood Vampire 61-70
The Half Blood Vampire 71-80
The Half Blood Vampire 81-90
The Half Blood Vampire 91-100
The Half Blood Vampire 101-110
The Half Blood Vampire 121-128
The Half Blood Vampire 129-139
The Half Blood Vampire 140-149
The Half Blood Vampire 150-160
The Half Blood Vampire 161-170
The Half Blood Vampire 171-180
The Half Blood Vampire 181-185
The Half Blood Vampire 186-191 [END]
Terima Kasih
[EDISI KANGEN] 1
[Edisi Kangen] 2
[Edisi Kangen] 3

The Half Blood Vampire 111-120

70.4K 2.2K 50
بواسطة TaniaMs

The Half Blood Vampire 111

oleh d'Bezt JD Author pada 2 Mei 2012 pukul 14:10 ·

Nicole merapatkan selimutnya saat rasa dingin menggelitik punggungnya yang terbuka. Setelah posisi selimutnya terasa pas, dia kembali tidur.

“heh bangun!”

Nicole mendengar seruan Justin, namun dia pura-pura tak mendengarnya dan kembali tidur. Dia sangat lelah dan mengantuk, karena dia ikut menghias pohon natal dan membantu Wero membuat kue kering, hingga 'bermain' beberapa kali dengan Justin dan baru bisa tidur saat hampir subuh.

“Nicole! Ayo bangun!” teriak Justin lagi.

Nicole mengerang. “aku mengantuk. Aku ingin tidur lagi. Boleh ya?” ujarnya dengan wajah memelas.

Justin mengibaskan tangan. “semua orang sudah bangun sejak satu jam yang lalu! Ayo cepat!” tegas Justin. “jangan sampai nanti anak-anakku seperti ibunya.” gumam Justin sambil berjalan ke meja rias.

“hei, aku dengar perkataanmu.” cetus Nicole sebal.

Justin memutar tubuhnya, lalu tersenyum singkat. “bagus. Jadi, kuharap kau bisa mengubah kebiasaan burukmu itu.”

Nicole mengerucutkan bibirnya. “seperti dia tidak punya kebiasaan buruk saja.” rutuknya dengan suara rendah.

“satu lagi, jangan karena aku tidak bisa mendengarkan gumamanmu, kau bisa seenaknya mengataiku! Jangan suka mengumpat suami, kalau kau tak ingin dikutuk!” pintu kamar tertutup sempurna dari luar.

Nicole mendengus. “aih! Laki-laki itu kenapa menyebalkan sekali! Saat 'bermain' tadi malam sangat baik...eerrgh!”

“Nicole! Cepat turun! Jangan merutuki suamimu terus!” teriak Skandar dari depan pintu kamarnya.

Dengan malas, Nicole beringsut dari tempat tidur, memakai baju tidurnya yang terletak di dekat kursi meja rias.

Selesai berdandan, Nicole baru turun menuju ruang tengah, tempat seluruh anggota keluarga berkumpul.

“nah, Nicole sudah turun. Kita bisa ke gereja sekarang.” ujar Pattie.

“coba saja kau bangun sejak satu jam yang lalu, kita sudah digereja sekarang.” gerutu Justin dengan suara rendah.

Skandar terkikik pelan, lalu dia berkata. “coba saja kau tidak 'bermain' dengannya tadi malam, dia pasti tidak akan terlambat bangun.”

Justin langsung menyikut tulang rusuk Skandar karena kesal. Sedangkan Nicole hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

Suasana canggung menyelimuti mobil milik Justin.

“kenapa hanya diam?” Justin memecah keheningan.

“lalu aku harus apa?” tanya Nicole ragu.

Justin menggedikkan bahu. “selamat natal.”

Nicole mengangguk. “selamat natal.”

Justin melemparkan sebuah kotak kecil pada Nicole. Berpita merah.

“ini apa?”

“kado.” jawab Justin singkat.

“kado apa?” Nicole semakin bingung.

“kado natal!” jawab Justin ketus.

“oh.” Nicole membulatkan mulutnya. Ia memperhatikan kotak itu dengan sama. “hei! Kenapa kau ambil lagi?!” protes Nicole saat Justin mengambil kado itu lagi dari tangannya.

“tentu saja! kau memperhatikannya seolah-olah kado ku itu sangat berbahaya!” omel Justin.

“iya maaf.” gumam Nicole. “berikan padaku?” Nicole nenadahkan tangannya.

“jaga baik-baik kadonya.” ujar Justin sambil.

“memangnya apa?” tanya Nicole penasaran, sambil mengguncang kotak kadonya.

“hatiku.” ujar Justin asal.

“heh?” Nicole mengerutkan keningnya.

Justin melepas sabuk pengamannya. “buka saja, ini sudah sampai.” jawab Justin. “sejak kapan keluargaku pergi ke gereja pada saat natal. Sebuah perubahan.” gumam Justin sambil membuka pintu mobil.

Nicole membuka kotak itu perlahan. Matanya membulat saat mendapati kalung berbandul peri. Indah. Dia baru ingat, kalau dua kalung yang pernah sudah hilang, bukan dia yang menghilangkan tapi Austin. “terima kasih.” gumamnya. Dan ia pun segera memakainya, lalu keluar dari mobil menghampiri Justin. “hatimu bagus juga. Seperti peri.” sindir Nicole.

Justin memutar bola matanya. “lucu sekali mrs. Bieber.” cetuskan. “sekali lagi kau bicara seperti itu, kalungmu kuambil.” ancamnya.

“oke, baiklah.” ujar Nicole. “selalu mengancam.”

The Half Blood Vampire 112

oleh d'Bezt JD Author pada 3 Mei 2012 pukul 18:47 ·

“Nicolee!!” seru Greyson begitu dia membuka pintu rumah.

Sepulang dari gereja, Nicole dan keluarga Justin memang langsung berkunjung kerumah keluarga Nicole.

“aku merindukanmu, sayang.” ujar Greyson sambil memeluk Nicole erat. Bagaimanapun, Nicole adalah adik satu-satunya dan tentu saja dia menyayangi adiknya itu.

“Grey, apa kau tidak mengizinkan kami masuk?” sela Pattie sambil tertawa kecil.

Greyson melepas pelukannya dan tersenyum kikuk pada Pattie dan yang lain. “ayo masuk.”

Pattie, Jeremy, dan yang lainnya pun masuk, membiarkan Greyson kembali menutup pintu. Mereka pun menuju ruang tengah, tempat kedua orang tua Nicole.

“selamat Natal.”

“selamat Natal.”

Setelah saling bersalaman, Greyson langsung menarik Nicole menjauh, ke sebuah bangku yang menghadap ke arah taman samping yang tertutup salju. Hal itu membuat Justin melotot sempurna.

“Nicole, kau mau kemana?” tanya Justin nyaris berteriak.

“hanya disini.” jawab Nicole. Jaraknya dan Justin hanya berkisar 15 meter. Dia masih bisa melihat Justin, dan laki-laki itu masih bisa melihatnya tanpa satupun penghalang.

Greyson memperhatikan Nicole dengan seksama. Adik keciknya ini sudah banyak berubah. Lihat, dulu pipinya tidak se chaby itu, tubuhnya juga sedikit berisi, dan perutnya sudah membesar. Sudah 3 bulan dia tidak bertemu Nicole. Biasanya, sebelum menikah, Nicole sangat rajin datang ke kantornya, tapi sekarang sudah tidak lagi. Seingatnya, Nicole baru sekali datang ke kantornya setelah menikah.

“aaaauuuw...” ringis Nicole karena Greyson mencubit pipinya. “sakit, Grey!”

Greyson tertawa. “kau itu menggemaskan sekali! Lihat pipimu ini! Sudah seperti bolu, hahaha.” ujarnya sambil mengelus pipi Nicole.

Nicole menepis tangan Greyson dengan sebal. “kau pikir aku anak kecil?! Menggemaskan apanya?!”

Greyson semakin tertawa. “uu...aku semakin ingin mencubit pipimu ketika kau kesal seperti itu.”

“jangan coba-coba!” Nicole memelototi Greyson.

“kau jadi galak ketika hamil.” sungut Greyson. “keponakan, kau jangan sampai seperti ibu ini ya? Childish sekali.” ucap Greyson lagi sambil mengelus perut Nicole.

“walaupun aku childish, Justin tetap menyukaiku, week!” Nicole menjulurkan lidah pada Greyson.

Greyson langsung melihat kearah Justin, dan mendapati Justin tengah menatap tajam kearahnya. Sebelum dia sempat buka mulut, Justin sudah mengalihkan pandangannya. “anak itu!” geram Greyson. Dia paling tidak suka pada sikap Justin. Sekali bertemu saja dia sudah tau, Justin itu keras kepala, cuek, dan sepertinya juga tidak menghormati orang yang tua dua atau tiga tahun diatasnya.

“siapa?” tanya Nicole mengikuti arah pandang Greyson. “Justin?”

“siapa lagi? Dia itu benar-benar menyebalkan. Berani-beraninya dia menatap tajam padaku seperti tadi? Apa dia tidak sadar, kalau dia itu dibawahku?” gerutu Greyson. “aku belum pernah melihatnya berbuat baik.”

Nicole mendesah pelan.

Dari awal dia memang sudah tahu kalau Justin dan Greyson tidak bisa akur. Bahkan, kalau mereka berdua ditempatkan disebuah ruangan, bisa dipastikan mereka akan saling bunuh. Oke, itu berlebihan. Mungkin mereka akan saling adu mulut, atau saling melemparkan tatapan tajam.

“kau mau kado natal?”

mata Nicole membulat. “tentu saja.”

“ayo, kurasa kadoku ini sangat pas untukmu.”

Greyson menarik Nicole menuju sudut ruangan, tempat pohon natal. Di sekeliling bawah pohon natal itu penuh dengan kado-kado natal.

“Jazzy, Jaxon! Ayo kesini. Ada kado natal untuk kalian.” seru Greyson.

“Skandar, Cody, Wero, Justin! Untuk kalian juga ada!” giliran Nicole yang berteriak.

Justin menatap Nicole malas-malasan. Wajah istrinya itu dari tadi terlihat sangat bahagia. Mungkin karena dia bertemu dengan Greyson.

“ini kado untukmu.” Greyson melempar sebuah kado pada Justin.

“terima kasih.” jawab Justin singkat. Kado natal pertamanya dari orang yang lumayan tidak disukainya.

“kuharap kau bisa merubah sikapmu itu padaku. Kau itu adikku. Dan jangan menatapku tajam seperti tadi.” Greyson menekankan kata adik.

“baiklah.” ujar Justin acuh tak acuh sambil kembali berjalan kearah sofa.

Tadi dia memang memperhatikan Nicole dan Greyson. Dan saat Greyson mengelus perut Nicole, tiba-tiba saja dia emosi. Karena itulah dia menatap tajam kearah Greyson. Lagi pula, dia belum pernah mengelus perut besar Nicole, kenapa Greyson sudah.

“iih! Kenapa laki-laki itu malah kembali kesana!” gerutu Nicole. Saat itu mereka masih berada dibawah pohon natal, membuka kado.

“hei Justin! Kenapa kau kesana?! Nicole ingin berdekatan denganmu!” teriak Skandar. Membuat seisi ruangan tertawa.

“good job!” desis Justin tajam. Kakaknya ini memang senang melihatnya malu. Justin duduk disamping Nicole malas-malasan. “apa?”

“lihat! Aku dapat dress ibu hamil!” seru Nicole. “anakmu ini pasti senang.” Nicole meraih tangan Justin dan meletakkannya diatas perutnya.

Tiba-tiba saja wajah Justin memerah. Ini pertama kalinya. Oh My.

“kenapa wajahmu? Seperti tidak pernah memegang perut Nicole saja!” celetuk Wero asal.

“shut up!” kesal Justin.

“hahahaha....”

The Half Blood Vampire 113

oleh d'Bezt JD Author pada 4 Mei 2012 pukul 19:08 ·

Semenjak keluar dari rumah Nicole, Justin tak kunjung bicara. Termasuk selama perjalanan pulang, hingga mereka tiba dirumah, Justin hanya diam. Hal itu membuat Nicole merasa bersalah pada Justin. Dia tahu Justin orang yang tidak suka di goda seperti tadi, tapi semua yang dia lakukan, membuat orang-orang menggodanya.

“hei Nicole, kau akan kemana?” tanya Cody saat melihat Nicole berjalan kearah tangga.

Nicole menoleh kearah Cody. “aku ingin....” Nicole menunjuk ke atas. Dia ingin menyusul Justin yang lebih dulu naik.

“sudah, biarkan saja dia. Dipasti ingin tidur.” Skandar mengibaskan tangan.

“iya, dia kan tukang tidur.” Wero ikut-ikutan bicara. “lebih baik kau bergabung dengan kami. Kami punya kado natal untukmu.” sambungnya.

Nicole mendesah pelan. “baiklah.”

Nicolepun ikut bergabung dengan Skandar, Cody, Wero, dan sikembar Jazzy dan Jaxon sedangkan Jeremy dan Pattie duduk disofa ruang tengah. Memperhatikan.

“ini.” Skandar, Cody, dan Wero menyerahkan kado natal mereka secara bersamaan pada Nicole.

Nicole mengambilnya satu persatu. “terima kasih. Maaf aku tidak punya kado natal. Aku tidak sempat belanja saat aku pergi.” ungkap Nicole.

“tidak apa. Kurasa, bayi yang dikandunganmu itu sudah cukup menjadi kado natal untuk kami.” ucap Cody bijak.

“Mr. Cody Bieber, gaya bicaramu berlebihan.” celetuk Skandar.

“sungguh sok dewasa.” Sahut Wero.

“teruslah mengejekku.” ucap Cody kesal.

Nicole tertawa pelan. “sekali lagi terima kasih.” ucap Nicole, lalu dia teringat akan sesuatu. “astaga! Kado Justin!”

“kenapa dengan kado Justin? Kau tidak membelinya?” tebak Skandar.

Nicole menggangguk lemah. “bagaimana ini?! Dia suamiku tapi aku malah tidak memberinya kado natal. Dia saja memberiku kalung.” ujar Nicole lemah.

Wero mengibaskan tangan “biarkan saja. Tau apa dia soal natal? Inikan natal pertamanya, jadi biarkan saja. Tak perlu khawatir.”

Wajah Nicole semakin kusut karena tidak menemukan ide untuk memberi kado apa pada Justin.

“kenapa wajahmu jelek seperti itu?! Tersenyumlah. Nanti keponakanku jelek. Tidak setampan diriku.” ucap Cody.

“setampan dirimu? Oh God! Kenapa Kau ciptakan makhluk seperti dia?” keluh Skandar putus asa.

Hal itu membuat Nicole tertawa. “kau memang tampan, tapi tentu saja Justin lebih tampan darimu.”

“tanpa kau sebut seperti itu, orang juga sudah tahu.”

Semuanya menoleh ke sumber suara. Justin.

Wajah Nicole memerah karena ketahuan membela Justin, oleh Justin sendiri.

“ya ya ya.” ucap Wero malas sambil memutar bola matanya.

“kau mau kemana?” tanya Nicole cepat saat Justin melangkahkan kakinya.

“ke dapur. Aku ingin minum.” jawab Justin. Baru satu langkah berjalan, Justin kembali memutar tubuhnya. “kau ingin ikut?”

“ikut? Ke dapur maksudmu?” tanya Nicole.

Justin mengangguk. Tanpa bicara lagi, Justin kembali melangkah karena dia sangat haus.

“memangnya aku harus mengikuti dia kedapur?” tanya Nicole dengan suara rendah pada Skandar.

Skandar mengangkat bahu. “terserah. Menurutku kau ikuti saja, dan berikan dia kado natal disana.”

Nicole mengerutkan keningnya. “bukankah sudah kukatakan, aku tak sempat membeli kado natal waktu menginap dirumah Miley?”

“memang. Tapi kau bisa memberinya kado lain.” ucap Skandar misterius.

“apa?” Nicole semakin mendekatkan diri pada Skandar. Dia benar-benar penasaran.

“hei! Kalian berdua! Apa yang kalian bicarakan!” sergah Cody.

Wero menyipitkan mata. “sangat mencurigakan.”

“diamlah anak kecil. Ini urusan orang dewasa.” cetus Skandar.

“jadi apa?” tanya Nicole penasaran.

“tadi malam kau 'bermain' dengannya bukan?” tanya Skandar.

“kenapa kau menanyakan itu?!!” cetus Nicole kesal dengan wajah memerah.

“jangan bicarakan itu Skandy.” sela Jeremy. Meskipun Skandar dan Nicole saling berbisik, tapi dia dapat mendengarnya.

Skandar terkekeh. “ini serius Dad. Aku ingin memberikan solusi padanya.”

Jeremy menggelengkan kepalanya. Heran melihat pola pikir Skandar.

“memangnya, apa yang mereka bicarakan?” tanya Pattie penasaran.

Jeremy tersenyum lalu menggeleng.

“kau ini!” kesal Pattie.

“aku benci liburan.” ketus Justin sambil duduk di samping Pattie.

Skandar berdehem sehingga Nicole menoleh padanya. “kurasa dia akan suka kado ini.”

“iya, tapi apa?!” Nicole mulai kesal.

“kau hanya perlu menciumnya.”

“what?! Aku....” Nicole menunjuk dirinya dan Justin bergantian. “duluan?”

Skandar menggangguk. “kado natal yang indah bukan?”

“kenapa harus itu?” protes Nicole.

“kau kan sudah 'bermain' dengannya tadi malam, jadi kau tidak mungkin mengulangnya lagi sekarang. Jadi, ideku lebih baik bukan?”

“sepertinya, aku akan membaca buku -yang sudah ku baca berulang kali- lagi.” ucap Justin sambil berjalan menuju perpustakaan.

“cepat susul dia!” ujar Skandar.

@perpustakaan

Nicole duduk disamping Justin, dengan perasaan campur aduk.

“Justin?”

“hm.” gumam Justin singkat, tanpa mengangkat kepalanya dari buku.

“kau bisa melihatku, sebentar?”

Justin menatap Nicole setengah hati. “apa?”

“aku ingin memberimu kado natal.”

Mata Justin membulat. “apa?” tanyanya cepat.Dia sudah menunggu hal ini dari tadi.

Cup!

The Half Blood Vampire 114

oleh d'Bezt JD Author pada 4 Mei 2012 pukul 22:47 ·

Nicole mencium bibir Justin cepat. Meskipun tak sampai lima detik, tapi wajahnya sudah sangat memerah karena malu. Siapa yang tidak malu mencium laki-laki duluan? Nicole menundukkan kepalanya serendah mungkin, dan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar teriakan yang sudah diujung lidahnya tidak keluar.

Justin membeku ditempatnya duduk. Dia tidak menyangka kalau Nicole akan menciumnya. Dia pikir, Nicole akan memberinya kotak kado seperti yang dia berikan pada wanita itu.

“Justin? Aku ingin mendengar cerita dongeng!” suara Jazzy memecah keheningan yang sudah terjaga selama beberapa menit.

Justin segera mengalihkan pandangan matanya dari Nicole pada Jazzy. “kau bilang apa?”

“aku ingin mendengar cerita dongeng. Bacakan untukku.” pinta Jazzy.

Justin menutup buku yang sedang dibacanya. “baiklah. Aku akan menceritakan sebuah cerita padamu.”

Jazzy duduk dengan semangat di hadapan Justin.

“pada zaman dahulu, ada seorang Putri, dibandingkan pangeran dia sangat bodoh. Dia juga tidak terlalu cantik. Suatu hari, sang Putri memperhatikan pangeran dengan tatapan kagum. Namun tindakannya diketahui oleh pangeran. Pangeran langsung menatap tajam sang Putri, karena dia tidak suka dengan yang dilakukan Putri.”

Nicole yang semula menundukkan kepalanya, kini dia mulai menegakkan kepalanya. Dia penasaran dengan dongeng yang diceritakan Justin, karena dia belum pernah mendengar dongeng yang satu ini. Tapi entah kenapa, dia merasa tidak asing dengan ceritanya.

“lalu?” tanya Jazzy penasaran.

Justin melihat jam tangannya. “ceritanya sedikit panjang. Bagaimana?”

“biarkan saja. Ayo lanjutkan, aku penasaran.” rengek Nicole.

Justin menatap Nicole aneh. “kau.... penasaran? Astaga! Aku menceritakannya hanya untuk Jazzy. Sebaiknya kau keluar saja.”

Nicole menggembungkan pipinya kesal.

“tapi, baiklah. Karena kau sudah memberiku kado natal, aku akan membiarkanmu disini. Dan dimana Jaxon?” Justin beralih pada Jazzy.

“dia sedang membuka kado natalnya. Ayolah lanjutkan.” ucap Jazzy.

“baiklah. Ternyata pangeran ini seorang Dewa. Jadi, karena tidak ingin diperhatikan sang Putri, pangeran pun masuk ke dalam mimpi sang putri dan mengancamnya. Semenjak saat itu, Putri tidak lagi memperhatikan pangeran. Sampai suatu hari, pangeran dan putri di jodohkan oleh kedua orangtua mereka.”

“aku benar-benar tidak asing dengan kisah ini. Kisah ini seperti...... Astaga!” batin Nicole.

“tentu saja pangeran tidak mau, karena putri itu sangat bodoh, sangat berbeda dengan pangeran yang sangat pintar. Pangeran takut kalau anak-anaknya nanti bodoh seperti Putri.”

Nicole cemberut mendengar cerita Justin.

“meskipun begitu, mereka tetap terpaksa menikah. Kehidupan pangeran pun semakin sulit karena Putri. Putri itu tidak hanya bodoh, tapi juga susah bangun pagi, pemalas, geraknya lambat. Putri sering menyusahkan pangeran dengan tingkah laku bodoh yang dia lakukan. Sampai seiring berjalannya waktu, semuanya pun berubah.” Justin menutup matanya sejenak. Memikirkan apa yang akan selanjutnya diceritakannya. “ternyata, Putri punya kekasih. Dan secara diam-diam, dia sering pergi berjalan-jalan dengan kekasihnya tanpa diketahui pangeran. Sampai suatu hari, Pangeran tahu semuanya, dan dia marah pada Putri. Tapi dia tidak meninggalkan Putri, dia malah bertekad agar Putri tidak boleh menjauh darinya.”

“Pangeran jatuh cinta pada Putri?” tebak Jazzy.

Justin mengangguk. “gadis pintar.”

“tapi Putri? Cinta tidak pada pangeran?”

“seperti yang kukatakan, Putri itu bodoh. Dia saja tidak paham pada perasaannya sendiri. Putri pikir dia cinta pada kekasihnya, padahal dia cinta pada pangeran yang jelas-jelas lebih tampan dari kekasihnya itu. Bagaimanapun, Pangeran adalah Dewa, jadi wajar kalau dia tampan.”

Nicole mendengus geli mendengar kepedean Justin.

“lalu, karena sudah tidak mampu menahannya, pangeran pun mengatakan perasaannya. 'Putri, I Love You' , tapi Putri malah termenung. Benar-benar bodoh.”

“dia itu sedang berpikir.” ketus Nicole. Dia mulai kesal karena dari tadi Justin selalu menyebutnya bodoh. Sampai 7 kali!

Justin membiarkannya. “akhirnya, Putri membalas pernyataan cinta Pangeran, dan meninggalkan kekasihnya. Putri pun hamil, pangeran sangat senang sekali. Meskipun dia juga khawatir kalau bayi itu nanti akan bodoh seperti ibunya.” Justin kembali melanjutkan. “Dan pada suatu hari, Pangeran pun pergi ke gunung Nyx, tempat dewa tertinggi berkumpul. Disana Pangeran meminta pada Dewa Zeus -Dewa tertinggi- agar Pangeran dan Putri bahagia selamanya bersama anak mereka nanti. Dewa Zeus bertanya 'kenapa?'. Pangeran menjawab dengan tegas. 'karena aku sangat mencintai Putri dengan seluruh jiwaku. Karena sekarang, nanti dan seterusnya, Putri adalah segalanya bagiku.' Dewa Zeus pun mengabulkan permintaan Pangeran. TAMAT.”

Jazzy bertepuk tangan senang. “kisah yang bagus.”

Nicole tak dapat menahan senyumnya, tanpa bisa dicegah, dia langsung memeluk Justin. “I love you.”

Part ini terinspirasi dari salah satu scane di novel Sunshine Becomes You -Ilana Tan.

Selamat malam :)

The Half Blood Vampire 115

oleh d'Bezt JD Author pada 5 Mei 2012 pukul 21:47 ·

---

Justin melihat cuaca diluar sekali lagi. Memastikan, kalau salju memang tidak turun, dan langit juga sedikit cerah. Setelah itu ia melihat jam tangannya. 07.45.

Dia berjalan ke sisi tempat tidur, lalu mulai membangunkan Nicole.

“Nic, bangun.” ujar Justin sambil menggoyang tubuh Nicole.

Beberapa hari yang lalu, dia mencari informasi di internet tentang ibu hamil. Dari sana, ia tahu kalau wanita yang sedang hamil di anjurkan sering jalan-jalan pada pagi hari agar proses persalinannya lancar. Jadi, dia akan mengajak Nicole jalan-jalan meski sudah hampir jam 8.

“errgg..” Nicole mengerang, dan memperbaiki letak selimutnya.

Justin mendengus kesal.

Dia heran melihat Nicole. Setahunya, wanita itu tidur sebelum jam sepuluh, tapi kenapa saat jam sudah menunjukkan pukul delapan, dia masih susah dibangunkan? Apa dia memang mengantuk, atau jangan-jangan dianya malas bangun?!

“ayo cepat bangun! Sudah hampir jam 8, Nic!” bentak Justin.

“sekarang masih liburan, Just.” bantah Nicole.

Justin memutar bola matanya. “tapi tidak ada liburan untuk olah raga, bukan?”

“olah raga apa?” tanya Nicole sambil membuka matanya yang terasa berat.

“kau harus olah raga. Supaya kau mudah saat melahirkan.” jelas Justin.

“aku masih hamil.... Berapa bulan ya?” Nicole berpikir. “4 atau 5?”

“astaga! Kau itu bo.... Sudahlah! Itu tidak penting. Yang penting, kau harus olahraga pagi ini.”

Nicole menunjukkan wajah sememelas mungkin pada Justin. “besok, bagaimana?”

Justin menggeleng. “pagi ini. Cepat bangun!” perintah Justin.

Nicole menggembungkan pipinya kesal. “baiklah.”

Setengah jam kemudian, Justin dan Nicole sudah berjalan-jalan di sekitar rumah mereka. Diikuti oleh Skandar, Wero, Cody, Jazzy dan Jaxon. Tapi mereka dengan sepeda, sedangkan Justin dan Nicole jalan kaki.

“ayo Nic! Semangat!” seru Skandar dari sepedanya.

Nicole membalasnya dengan senyum terpaksa.

“gerakkan tanganmu seperti ini!” pinta Justin sambil menunjukkan gerakan pada Nicole.

Dengan malas Nicole mengikutinya.

“bukannya kehamilanmu sudah memasuki bulan ke 5?” tanya Justin.

“sepertinya begitu. Entahlah, aku tidak ingat.” Nicole menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Justin menatap Nicole tajam. Bisa-bisanya wanita itu melupakan usia kehamilannya. Justin menghembuskan napasnya perlahan. “baiklah. Lalu apa yang dikatakan dokter pada saat terakhir kali kau memeriksakan kehamilanmu?”

“dia bilang bayiku sehat, perkembangannya bagus, dan pertambahan beratku juga normal, dan tebak dia bilang apa lagi?”

Justin menatap Nicole malas. Dia paling tidak suka tebak-tebakan.

“oke, kau tidak suka tebak-tebakan.” sela Nicole. “jadi dokter bilang, bayi kita.....”

buukk

Segumpal salju mendarat tepat dipipi Justin, hasil lemparan Skandar. Justin memutar tubuhnya cepat.

“siapa yang melemparku?!” tanya Justin emosi.

Skandar tertawa lepas. “menurutmu siapa?”

Wero dan yang lain ikut tertawa bersama Skandar, mereka paling suka melihat wajah Justin saat emosi, meskipun kadang-kadang juga menakutkan.

“kau itu..!! Aku sedang bicara dengan Nicole!” erang Justin.

“sedang bicara, atau mengintrogasinya?” goda Skandar.

Justin memutar bola matanya kesal. Dia berjongkok, membuat gumpalan salju lalu melemparkannya ke arah Skandar. Namun, Skandar mengelak, dan hasilnya lemparan itu mengenai Cody yang tengah mengetik sesuatu pada ponselnya. “hei! Kenapa aku yang dilempar?!”

Wero terkekeh. “tanya pada kembaranku yang gampang emosi itu. Hahaha.”

“aku tidak melemparmu Justin!” kesal Cody. Dia membuat gumpalan salju dan melemparnya pada Justin.

“hei, aku tidak sengaja!” ketus Justin.

“tetap saja kau melemparku!” sungut Cody.

“tapi aku tidak melempar wajahmu!” Justin melemparkan gumpalan salju tepat diwajah Cody.

“barusan itu apa?!” cetus Cody.

Justin terkekeh. “itu pembalasan.”

“pembalasan? Ini juga pembalasan!” Cody melemparkan gumpalan salju pada Justin.

Akhirnya Justin dan Cody saling lempar gumpalan salju, kemudian diikuti oleh Jazzy dan Jaxon, lalu Wero dan Skandar. Sedangkan Nicole hanya memperhatikan sambil tertawa.

Tiba-tiba saja ponsel yang ditangannya berdering menampil sebuah nomor tanpa nama. Dengan ragu dia mengangkat panggilan itu.

“halo?” ujar Nicole ramah.

“hai Mrs. Chance. Senang bisa menelfonmu.” sapa suara itu tenang. Namun, ada kesinisan dalam suaranya.

Tubuh Nicole tenang. Dia ingat dengan jelas siapa pemilik suara ini. Meskipun dia amnesia, dia tidak akan melupakan suara tersebut. “kau....”

“sudah lama kita tidak bertemu. Terakhir ketika dirumah sakit, benar?”

Nicole tak menemukan suaranya.

“bisakah kau memutar tubuhmu kearah timur?”

Tanpa bersuara Nicole mengikuti perintah suara itu.

Keringat dingin semakin mengalir ditubuh Nicole saat melihat wanita itu berdiri di balik sebuah pohon. Wanita itu tersenyum sinis padanya.

Tiba-tiba saja Nicole merasakan sakit dikepalanya, seolah dipukul dengan palu raksasa, benar-benar sakit, serasa akan meledak.

“aarrgh!!” pekik Nicole sambil memegang kepalanya. Ponselnya sudah tergeletak dijalan.

“Nicolee!!”

The Half Blood Vampire 116

oleh d'Bezt JD Author pada 6 Mei 2012 pukul 17:54 ·

Justin masih terus bermain lemparan-lemparan salju dengan Skandar dan yang lain sehingga ia mengabaikan Nicole. Hingga akhirnya....

“aaarrgh!!”

Justin langsung menoleh ke sumber suara. Dia mendapati Nicole sedang memegang kepalanya sambil mengerang.

“Nicolee!!” seru Justin, dan langsung menghampiri Nicole. “Nicole! Ada apa?” tanya Justin cemas sambil memegang kedua bahu Nicole.

“kepalaku...aaarrgh!!” Nicole kembali memekik. Nicole memukul kepalanya berharap dengan begitu rasa sakitnya akan berkurang.

“apa yang kau rasakan?” tanya Justin lagi.

“kepalaku sa....aaargh!”

“kita harus membawanya pulang.” ujar Skandar. “aku, Wero dan Cody harus mencari seseorang yang sempat dilihat Jazzy dan Jaxon.”

“baiklah.” Justin membopong Nicole, dan langsung menggunakan kecepatannya menuju rumah.

Namun, begitu tiba didepan pagar, langkah Justin terhenti. Dia melihat Lauren berdiri dengan angkuhnya disana. Sekarang ia mengerti. Semuanya sudah jelas. Wanita itulah penyebab Nicole seperti ini.

“tolong hentikan apa yang kau lakukan pada Nicole, sekarang.” ujar Justin penuh penekanan.

Lauren menyeringai. Ia melirik Nicole yang berada dalam pelukan Justin sudah tak berdaya. Wanita itu sudah pucat, nafasnya juga tidak teratur. “aku akan menghentikannya, asal kau meninggalkan dia.”

Justin menatap Lauren tajam. “kau tahu pasti itu tidak akan terjadi, Lauren.”

“baiklah, kalau kau tidak mau meninggalkan dia, biar aku yang membuatnya meninggalkanmu.” setelah mengucapkan itu, Nicole kembali mengerang.

“aaarrgh!”

“Hentikan sebelum aku membunuhmu!!” bentak Justin.

Lauren menatap Justin dengan tatapan merendahkan. “kau tidak mungkin bisa membunuhku.”

“aku....” ucapan Justin terputus saat dia merasa Nicole meremas lengan kemejanya. Ia melihat hidung Nicole mengeluarkan darah. “APA YANG KAU LAKUKAN PADANYA!!” Justin benar-benar mengeluarkan seluruh tenaganya untuk membentak Lauren.

Lauren tersenyum sinis. “aku hanya menggunakan salah satu dari sekian banyaknya kekuatanku.”

buukk

Lauren tiba-tiba tersungkur, seolah-olah pundaknya baru saja dipukul menggunakan sesuatu, dan Justin mendengar dengan jelas bunyi dentuman itu. Tapi siapa yang melakukannya?

Justin masih bertahan ditempatnya berdiri. Menunggu seseorang yang memukul Lauren itu menampakkan wujudnya.

“Shit!!” umpat Lauren kesal.

“bagaimana Lauren? Sakit?”

Justin menajamkan telinganya, tidak. Ia tidak salah. Suara itu milik....

“Christian Beadles!” desis Lauren tajam.

Christian menampakkan wujudnya. Ia berdiri lima meter dari Lauren. “kau akan dapat balasan dariku! Ingat itu!” Lauren menunjuk Christian, lalu ia beralih pada Justin. “dan kau Justin, urusan kita belum selesai!” setelah mengucapkan itu, Lauren langsung hilang.

“Just....aku....pusing...” rintih Nicole dengan suara lemah.

Justin kembali menatap Nicole. Darah dari hidung Nicole belum berhenti, bahkan sudah mengenai kemejanya. “Nic?” Justin berjongkok, untuk membersihkan wajah Nicole dari darah-darah itu.

“kenapa?” Christian ikut berjongkok disamping Justin.

“darahnya....”

Christian menggenggam sebelah tangan Nicole yang terkulai. Hal itu mendapat pelototan dari Justin. “aku hanya ingin menyembuhkannya. Percaya padaku.”

Justin menghela napas panjang. “lakukan yang terbaik untuknya.”

Perlahan, darah yang mengalir di hidung Nicole mulai berhenti. Hingga akhirnya, sisa-sisa darah itu menghilang begitu saja. Wajah Nicole kembali memerah, menandakan kalau dia sudah tidak kekurangan darah. Tapi....

“Nicole!” Justin cemas saat melihat Nicole menutup matanya.

“dia hanya tidur. Ayo bawa dia masuk.”

Rumah dalam keadaan kosong saat Justin masuk. Sepertinya kedua orangtuanya pergi. Dia langsung membawa Nicole menuju kamar, diikuti oleh Christian.

“saat dia bangun, berikan dia makanan yang berserat.” ucap Christian.

Justin mengangguk. “terima kasih. Tapi, apa yang membawamu kesini?”

Christian mengeluarkan sesuatu dari kantong belakang celananya. “undangan pernikahan adikku. Caitlin.” (disini Caitlin adiknya Christian XD)

“aku akan berusaha datang.” janji Justin.

Tiba-tiba terjadi kegaduhan dilantai bawah.

“saudaramu.” ucap Christian. “Wero terluka.”

Justin menatap Christian, meminta penjelasan. “Wero?”

Skandar tiba dilantai atas bersama Wero. “Justin, lihat kembaranmu! Dengan bodohnya berkelahi dengan Lauren.”

“Lauren?”

“kami bertemu dengannya saat akan pulang, dan Wero dengan bodohnya menampar Lauren. Ya beginilah akhirnya.” jelas Cody, sambil menunjuk wajah Wero yang penuh luka.

“setidaknya aku punya keberanian, tidak sepertimu!” sungut Wero. “tolong sembuhkan lukaku ini.” ucapnya pada Justin.

“christian, bisakah kau?” tanya Justin. Dia tahu, kalau Christian ini tertarik pada Wero.

“baiklah.” Christian mengangkat bahu.

“tolong di bawah saja. Aku hanya ingin berdua dengan Nicole disini.” ujar Justin tegas.

Mereka pun keluar dari kamar Justin. Justin perlahan membaringkan tubuhnya disamping Nicole, ia menatap Nicole sayu.

“jangan pernah tinggalkan aku.” Justin mengecup bibir Nicole sekilas. “I love you.”

The Half Blood Vampire 117

oleh d'Bezt JD Author pada 7 Mei 2012 pukul 21:32 ·

Nicole membuka matanya perlahan saat Ia merasa tempat tidurnya bergoyang. Walaupun dia tahu itu pasti Justin, tetap saja dia menggerakkan kepalanya untuk menoleh.

Justin sedang tidur menyamping kearahnya. Tangan laki-laki itu berada diatas perutnya. Nicole mengulum senyumnya dan menggenggam tangan Justin yang berada diatas perutnya.

Nicole pun melihat jam dinding. 15.15. Sudah hampir sore.

Nicole mengurut keningnya yang sedikit berdenyut. Sekelebat kejadian-kejadian tadi pagi berputar dikepalanya. Hal terakhir yang diingatnya adalah ketika Christian menggenggam tangannya, sehingga sakit yang dirasakannya mulai berkurang.

“wanita menyebalkan.” gerutu Nicole. “kalau aku vampire, akan kubalas perbuatannya itu!” sambungnya.

“errgh...” Justin mengerang, lalu mengubah posisi tidurnya menjadi telentang.

“astaga! Membuat ku kaget saja!” Nicole menatap Justin kesal.

Tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.

“Nic? Ini aku Skandar!”

Dengan hati-hati Nicole turun dari tempat tidur. Ia tak ingin Justin bangun, karena sedikit kesalahan yang dia lakukan.

“ya, Skand?” tanya Nicole setelah membuka pintu. Namun, dia hanya membuka pintunya sedikit.

“kau belum makan siang. Sebelum dia pulang, Christ mengingatkanku agar menyuruhmu makan begitu kau bangun.”

Nicole menganggukkan kepalanya. “baiklah.”

Nicole pun keluar dari kamar dan kembali menutup pintunya. Dia turun menuju ruang makan bersama Skandar.

“dimana Justin?” tanya Skandar.

“dia sedang tidur.” ucap Nicole sambil membuka tudung saji. “Christian yang menyuruhku membuat sup kentang. Semoga kau suka.”

Nicole menatap Skandar. “kau membuatnya?”

Skandar terkekeh. “tidak. Aku tidak bisa memasak. Aku menyuruh Wero.”

“jadi Christ menyuruhmu, lalu selanjutnya kau menyuruh Wero? Astaga!” Nicole menggelengkan kepalanya, lalu mulai menyuap sup kentangnya. Masih sedikit panas. “ini baru dimasak?”

“aku baru memanaskannya 15 menit yang lalu.”

Nicole mengangguk paham. Dan melanjutkan makannya. “kemana yang lain? Kenapa sepi sekali?”

“Cody, Jazzy dan Jaxon sedang diperpustakaan. Wero pergi ke butik, sepertinya ada tugas dari Mom.” jelas skandar. “oh ya, Nic, aku harus pergi sekarang. Tadi aku ada janji dengan temanku.” ucap Skandar.

“oh begitu?”

“yeah. Seluruh pintu dirumah ini sudah dikunci, dan nanti pintu depan juga kukunci, jadi kau tak perlu khawatir.” Skandar menyadari kecemasan Nicole. “vampire tidak bisa menembus sesuatu, kecuali mereka merusaknya.”

“yeah, aku tahu itu.” Ucap Nicole sambil tertawa pelan.

“bye Nic.”

Nicole masih mempertahankan pandangannya kearah Skandar berjalan, hingga akhirnya dia mendengar pintu tertutup dan terkunci. Barulah Nicole kembali melanjutkan makannya.

Samar-samar Nicole mendengar suara Cody yang tengah membacakan sebuah cerita pada Jazzy dan Jaxon dari ruang kerja Pattie atau bisa disebut perpustakaan.

Nicole kembali teringat kisah yang dibacakan Justin tempo hari pada Jazzy meskipun dia juga mendengarnya. Ia yakin, kalau cerita yang dibacakan Justin itu adalah kisah mereka. Ia masih ingat bagaimana dia ketahuan saat sedang menatap Justin, bagaimana Cody menerornya lewat mimpi namun mengubah wujudnya menjadi Justin, mereka di jodohkan hingga dia hamil.

Nicole tersenyum sendiri saat mengingat ending dari cerita yang dibacakan Justin. Menurutnya itu cerita yang sangat sempurna. Seandainya Justin juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan pangeran...

“aku pasti senang sekali!” ucap Nicole sambil tersenyum.

Setelah sup kentangnya habis, Nicole masuk ke dapur untuk membuat susu khusus ibu hamil. Sebenarnya dia tidak suka susu itu, tapi dokter menganjurkannya demi bayi yang ada dalam rahimnya saat ini.

Tiba-tiba saat dia minum, dia mendengar....

“NICOLEE!!”

Nicole yang sedang minum susu tak dapat menjawab.

“NICOLEE KAU DIMANA?!” Justin kembali berteriak.

Tak lama kemudian, Justin tiba didapur dan mendapati Nicole baru saja mengabiskan segelas susu. Dengan segera Justin merengkuh Nicole kedalam pelukannya.

“kenapa kau turun tanpa membangunkanku? Kau tahu? Aku sangat cemas!” kata Justin sambil melepas pelukannya.

“maafkan aku. Tadi Skandar menyuruhku makan, jadi aku terpaksa turun tanpa membangunkanmu. Aku tahu kau butuh waktu untuk tidur.”

“sekarang dimana Skandar?”

“dia ada janji dengan temannya.”

“dia pergi? Lalu yang lain?”

“mereka diperpustakaan.”

“dan membiarkanmu sendiri? Astaga! Lihat saja dia nanti! Begitu pulang....”

“sudahlah Justin. Aku tidak apa-apa.” Nicole memotong gerutuan Justin.

Justin mendesah. “kau harus benar-benar dijaga. Aku takut vampire itu muncul lagi, dan melukaimu.”

Nicole mendengus geli. “kau lupa kau juga vampire?”

Justin menatap Nicole kesal, lalu berjalan menuju kulkas.

“terima kasih.”

“untuk?” Justin memutar tubuhnya.

“untuk khawatir padaku. Itu tandanya, kau sangat mencintaiku kan? Sama seperti Pangeran yang mencintai Putri diceritamu itu?” ujar Nicole.

Justin mengangkat bahunya dan kembali menghadap ke kulkas. “Aku mencintaimu, lebih dari rasa cinta Pangeran pada Putri, Nic.”

the half blood vampire 118 *repost*

oleh d'Bezt JD Author pada 9 Mei 2012 pukul 18:23 ·

Justin membuka matanya perlahan. Ia merasa waktu tidurnya sudah cukup. Ia melihat jam dinding. 9.15.

Mata kuliahnya dimulai jam 10 pagi. Benar. Liburan telah berakhir. Begitu juga musim dingin yang sudah digantikan dengan musim semi.

Ia melirik kearah sampingnya, Nicole masih tertidur dengan posisi memunggunginya, membuat perutnya semakin terlihat. Melihat Nicole saat baru bangun tidur adalah salah satu kebiasaannya sekarang.

“Nic, bangunlah.” ucap Justin sambil menggoyang pelan tubuh Nicole.

Terdengar erangan kecil dari mulut Nicole. “eerrgh.”

Justin bangkit dari tempat tidur, lalu masuk ke kamar mandi. 15 menit kemudian, Justin sudah selesai dengan semua perlengkapannya. Ia kembali membangunkan Nicole.

“Cepat bangun, tukang tidur!” seru Justin, sambil menarik selimut yang membungkus tubuh Nicole.

Nicole mengerang. “aku masih mengantuk.” ucapnya dengan mata yang tidak terbuka sepenuhnya.

“kau tidak mau kuliah? Liburan sudah berakhir, ingat?”

Mendengar kata kuliah, Nicole terbangun, ia duduk ditempat tidur dengan cepat. “hari ini kuliah?”

“iya.” ucap Justin sambil memeriksa kelengkapan peralatan kuliahnya. “sudah cepat mandi. Ini sudah jam berapa?!” bentak Justin.

Nicole melihat jam, dan seketika dia terkesiap. “APA?! 09.35?! Kenapa kau baru membangunkanku?!”

Dengan cepat, Nicole turun dari tempat tidur, berlari menuju sudut kamar untuk mengambil handuk, lalu menghambur ke dalam kamar mandi.

“hei! Jangan berlari seperti itu!!” teriak Justin.

Nicole melakukan semuanya dengan terburu-buru. Mulai dari mandi, hingga keluar dari kamar mandi pun dia sampai lupa mengeringkan kakinya sehingga dia terpeleset.

“apa kubilang!! Jangan berlari!” bentak Justin saat Nicole sudah berada dalam pelukannya. “jangan gara-gara tindakan bodohmu ini, bayi yang dikandunganmu itu gagal lahir kedunia!” sambung Justin.

Nicole mengangguk patuh. “maafkan aku.”

Justin kembali menegakkan tubuh Nicole. “cepat pakai bajumu. Aku tunggu dibawah. Barang-barangmu sudah kubawa.”

Nicole berjalan kelemari, kali ini sudah tidak terburu-buru lagi. Sepertinya, lebih baik dia terlambat dari pada mendengar omelan Justin yang didalamnya ada ribuan kata bodoh.

“pakai dress yang kubelikan kemarin.” ujar Justin datar, seperti biasanya.

Kemarin, dari siang hingga sore mereka pergi ke mall. Pertama kalinya, Justin yang mengajaknya pergi. Awalnya dia tidak tahu apa tujuan Justin mengajaknya ke mall, tapi begitu tiba dimall, Justin mengajaknya ke salah satu cabang dari butik Pattie, dan disana Justin menyuruhnya membeli dress apapun yang dia suka, berapapun yang dia mau. Tentu saja Nicole dengan senang hati menerimanya.

Nicole menatap Justin tak percaya. “kau menyuruhku memakai dress?”

Justin memasukkan tangannya ke saku celana. “aku tidak menerima bantahan. Jadi, jangan buang-buang energimu.” Justin menutup pintu kamar dari luar.

Meskipun suka dengan semua dress yang dibelikan Justin kemarin, tetap saja dia tidak bisa memakainya ke kampus.Dia lebih suka memakai jeans jika ke kampus, atau kadang-kadang rok yang bahannya jeans dengan panjang selutut.

Sambil mendesah pelan, Nicole mengambil dress berwarna pink lembut sedikit diatas lutut. Ia mematut dirinya dicermin. Kalau memakai dress seperti sekarang ini perutnya tidak terlalu terlihat.

“ternyata dia pintar juga!” gumam Nicole sambil tertawa kecil.

Nicole pun turun menuju ruang makan. Karena dia hamil sarapan adalah prioritas utama, ditambah dengan susu ibu hamil.

“kau sarapan dijalan.” ujar Justin sambil melemparkan kotak bekal padanya.

Nicole dengan sigap menangkapnya. “susunya?”

“ini.” Justin menyerahkan sebotol susu. “minum jika sudah sarapan.”

“iya aku tahu.”

“ayo cepat.” Justin meninggalkannya.

Setelah beberapa menit meninggalkan rumah, Nicole baru menyadari satu hal.

“JUSTIN, DIMANA TASKU?!”

“dirumah.”

“APA?!”

“aku tidak tuli! Kau tidak perlu berteriak seperti itu.”

“lalu bagaimana aku bisa kuliah? Oh Tuhan.... ASTAGA!!”

“kubilang jangan berteriak!” bentak Justin.

“tugas dari Mr. Danny belum kukerjakan sama sekali! Aduh! Justin, aku tidak mau kuliah. Lebih baik kau putar balik kerumah, dan biarkan aku mengerjakan tugas itu. Please.”

“kau memang tidak kuliah. Mulai hari ini dan seterusnya.”

Nicole terkejut. “APA?!”

“apa berteriak seperti itu juga bawaan bayi dalam rahimmu?”

“kenapa aku tidak kuliah?” Nicole mengabaikan cemoohan Justin.

“bukannya kau senang tidak kuliah?” sindir Justin. “sekarang masuklah! Mom sudah menunggumu.”

Nicole mengarahkan pandangannya mengikuti perintah Justin. Butik Utama Pattie. “aku...disini?”

“sementara aku kuliah, kau kutinggalkan disini.” Justin mengambil tasnya dan mengeluarkan lima makalah dengan sampul yang berbeda. “ini semua tugas punyamu. Ini untuk Mr. Danny, Mr. Wood, Mr. Wildan, Mr. Jo dan Mrs. Belle.”

Nicole menatap Justin takjub. “kau mengerjakan semua tugasku? Wuaa... Terima kasih, Just. Aku semakin mencintaimu.” ucap Nicole sambil memeluk Justin.

“hmm..aku tahu.”

“aku bahkan jauh lebih mencintaimu.” batin Justin.

The Half Blood Vampire 119

oleh d'Bezt JD Author pada 10 Mei 2012 pukul 19:08 ·

Nicole mengetuk pintu ruangan Pattie perlahan.

“masuk.” suara Pattie terdengar ramah seperti biasanya.

Perlahan Nicole membuka pintu ruangan Pattie. Ia tersenyum canggung. Ini kedua kalinya dia datang ke butik utama Pattie. Pertama kali saat dia sedang mencoba gaun pernikahannya.

“oh, kau sudah datang, rupanya.” Pattie tersenyum. “duduklah disana.” Pattie menunjuk sofa yang terletak disisi ruangannya.

Nicole mengangguk, dan masuk ke dalam ruangan Pattie lalu duduk disofa yang dimaksud Pattie.

Pattie melepas kaca matanya. “kau sudah sarapan?”

“belum. Aku baru akan sarapan.” Nicole mengangkat kotak bekal dan sebotol susunya.

Pattie mengangguk. “baiklah. Silahkan hidupkan televisinya, kalau kau ingin menonton. Aku harus menyelesaikan desain ini.”

Nicole mengangguk tanpa suara.

Nicole melirik Pattie yang sedang sibuk menggoreskan pensilnya pada kertas. Namun, tak sampai lima menit, dia sudah mengganti dengan kertas baru, sedangkan kertas yang lama dia tumpuk disudut meja. Sepertinya, rancangan itu gagal.

Dia sudah ingin bertanya dari tadi pada Pattie. Ia ingin bertanya tentang ucapan Justin yang mengatakan kalau dia sudah tidak kuliah lagi. Tapi sepertinya Pattie sedang sibuk.

“kenapa Nic?” tanya Pattie. Dia sadar, dari tadi Nicole mencuri pandang kearahnya.

“ah tidak.” Nicole menutup kotak bekalnya. “tidak ada.”

Pattie tersenyum. “katakan saja. Mungkin aku bisa menjawab apa yang sedang ada dalam pikiranmu.”

“ini tentang kuliahku.”

“kau bingung kau tidak kuliah lagi?” tanya Pattie sambil tersenyum. Tanpa dilihatpun, orang akan tahu kalau Pattie itu bicara sambil tersenyum. Terlihat jelas dari suaranya.

Nicole mengangguk. “Justin yang mengatakannya.”

“Justin membuatkan surat cuti untukmu, mungkin sampai kau melahirkan.”

“kenapa? Aku masih bisa kuliah meskipun hamil.” sahut Nicole.

“saat usia kehamilanmu mencapai 7 bulan, kau tak akan bisa lagi bergerak seperti sekarang. Apalagi memasuki minggu menjelang kelahiran.” Pattie menggelengkan kepalanya.

“lalu setelah melahirkan, aku bisa kuliah lagi?”

Pattie mengangkat bahu. “Justin belum memikirkannya. Bisa jadi kau kembali kuliah, bisa jadi tidak.”

“sekarang usia kehamilanku baru memasuk bulan ke lima. Aku masih bisa kuliah, setidaknya untuk satu bulan ini saja. Hanya ingin menyelesai tugas atau nilai kuliah.”

“sepertinya aku harus mengatakannya.”

“mengatakan apa?” tanya Nicole penasaran.

“sebenarnya, semenjak dia tahu kau hamil, dia sudah membuat surat cuti untukmu. Tapi aku melarangnya. Ya, aku hanya ingin kau menikmati masa kuliahmu sebelum kau cuti. Kau baru kuliah dua tahun, kan?”

Nicole mengangguk. “memangnya kenapa dia melarangku kuliah?”

“dia hanya tak ingin kau kelelahan. Dan satu lagi. Dia lumayan sering bertanya tentang ibu hamil pada dokter kandungan, yang kebetulan temanku juga.”

Mulut Nicole ternganga. “dia bertanya?”

Pattie terkekeh pelan. “aku juga kaget waktu dia meminta alamat praktek temanku itu. Tapi aku mengerti tujuannya. Makanya, dia menyimpan semua high hells mu, menyuruhmu memakai dress, mengingatkanmu makan setiap jam makan. Dia tidak mungkin tau sendiri bukan?”

“ku pikir dia mencari dari internet, atau membaca buku.”

Pattie mengangguk. “pada awalnya dia memang membaca buku, dan mencari informasi di internet, tapi dia kurang puas dengan hasilnya.” jelas Pattie.

“oh begitu.” gumam Nicole.

“lain kali, ajaklah dia saat kau memeriksakan kandunganmu. Dia berhak tau atas perkembangan anaknya.”

Nicole memukul kepalanya saat dia teringat sesuatu. “aku lupa memberitahunya!”

“memberitahu tentang apa?”

“tentang bayi kami.”

“memang kenapa dengan bayi kalian?” tanya Pattie.

Belum sempat Nicole menjawab, sekretaris Pattie sudah masuk ke dalam ruangan itu. “permisi Mrs. Waktunya rapat. Yang lain sudah menunggu diruangan.”

Pattie mendesah kecewa. “baiklah Nic, nanti kita sambung lagi. Aku harus rapat sekarang.”

“baik Mom.” ucap Nicole.

“maaf. Kau harus ku kunci diruangan ini.” aku Pattie.

“apa?” tanya Nicole tak percaya.

“ini permintaan Justin.”

“Justin?”

“kau tau, dia sangat overprotektif semenjak kau diganggu Lauren tempo hari.” Pattie tampak berpikir. “begini saja, kau ikut aku keruangan rapat. Aku tidak tega mengurungmu disini.”

Nicole tersenyum senang. “aku ikut denganmu, Mom.”

Mereka pun berjalan menuju ruang rapat yang terletak dilantai dua. Saat ditengah jalan, Pattie berbunyi.

“ya?...dia sedang bersamaku...bicara dengannya?”

Nicole menerima ponsel Pattie dengan kening berkerut.

“Justin.” ucap Pattie dengan suara rendah.

“halo Just?”

“kenapa kau tidak mengangkat ponselmu? Aku sudah menelfonmu ribuan kali!” bentak Justin.

Nicole menggigit bibir bawahnya. “maaf. Ponselku tertinggal dirumah.”

“dasar ceroboh!” ketus Justin.

“iya, maaf.”

“kau sudah memakan sarapan tadi? Susunya?”

Nicole mengangguk. “sudah.”

“ingat, kau harus ikut kemanapun Mom pergi!”

“termasuk ke toilet?” canda Nicole.

“Nic?” desis Justin.

“iya aku tahu.” Nicole mengakhiri teleponnya.

“dasar the half blood vampire! Tidak bisa diajak bercanda!” gerutunya.

The Half Blood Vampire 120

oleh d'Bezt JD Author pada 11 Mei 2012 pukul 15:01 ·

"Nic, bangun."

Samar-samar Nicole mendengar suara seseorang membangunkannya. Dengan berat hati, Nicole memaksakan matanya terbuka, untuk melihat orang yang membangunkannya.

"Justin?" Nicole mengerjapkan matanya berkali-kali.

"ini aku." sahut Justin. "cepat bangun. Kita pulang."

Nicole mengubah posisinya menjadi duduk, dan mendapati dirinya diruangan Pattie.

Ia pun teringat. Sesaat setelah rapat selesai, dia dan Pattie kembali keruangan Pattie. Pattie kembali sibuk dengan kertas-kertas rancangannya, sedang Nicole meminta izin untuk tidur karena dia sangat mengantuk.

"sebentar." ucap Nicole parau.

Justin mendesah. "apa lagi? Aku lapar dan mengantuk Nic. Jadi aku ingin cepat-cepat pulang."

"ini jam berapa?" tanya Nicole.

"13.40." ketus Justin.

"Aku pulang dulu, Mom." Nicole bangkit dari duduknya.

Justin juga ikut bangkit, dan berpamitan pada Pattie.

Hening.

Tidak ada suara apapun didalam mobil, kecuali suara mesin mobil dan sesekali helaan napas pendek milik Justin. Sedangkan Nicole, memiringkan kepalanya kearah jendela.

"Justin!" seru Nicole tiba-tiba, berniat membuat Justin terkejut.

"hm.." Justin menjawab dengan gumaman.

"kau tidak terkejut?" tanya Nicole tak percaya.

"tidak." ujar Justin tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan di depan.

Nicole menghela napas panjang. "kenapa tidak terkejut?"

Justin mendengus geli. "bagaimana aku bisa terkejut, kalau aku sudah mengetahui pikiranmu yang ingin mengejutkanku?" tanya Justin. "bodoh."

"ah? Benar. Tadi aku memikirkannya." gumam Nicole sambil menggangguk-angguk kan kepalanya.

"nah, kita makan dulu."

Nicole menatap keluar. Sebuah restoran steak. "benar, kau mau makan disini?" tanya Nicole.

"ayo keluar. Aku sudah lapar Nic. Jangan sampai kau ku jadikan santapanku." cetus Justin.

Nicole memberengut, lalu keluar dari mobil mengikuti Justin yang lebih dulu keluar.

Mereka pun duduk hampir ditengah ruangan, karena meja-meja di dekat jendela sudah terisi.

"pesan apa?" tanya pelayan wanitanya.

"aku yang ini. Minumnya yang ini." Nicole menunjuk gambar yang ada di daftar menu.

"anda?" pelayan itu beralih pada Justin.

"aku yang ini. Minumnya, disamakan saja."

"baiklah, tunggu sebentar." Pelayan itu tersenyum manis pada Justin, juga Nicole.

"menyebalkan." umpat Nicole dengan suara rendah.

"apa?" tanya Justin. Ia mendengar Nicole berbicara, tapi ia tak tahu apa yang dikatakan wanita itu.

"bukan apa-apa." ketus Nicole.

Alis Justin bertaut. "kau itu kenapa? Berubah ketus?"

"tidak ada." masih ketus.

"dasar aneh." dengus Justin.

Nicole menatap Justin kesal, tanpa berkata apa-apa.

Pesanan mereka datang. Masih pelayan wanita yang itu.

"terima kasih." Justin tersenyum singkat.

"lihat betapa menyebalkannya kalian berdua." dengus Nicole setelah pelayan itu pergi.

Justin kembali meletakkan sendoknya, ia bingung dengan sikap Nicole. "apanya yang menyebalkan?" tanya Justin.

Nicole mengangkat bahu tak peduli dan mulai memakan makanannya.

Tiba-tiba dengusan kecil keluar dari mulut Justin setelah dia berhasil membaca pikiran Nicole. "kau kesal hanya gara-gara pelayan itu tersenyum padaku? Astaga! Kenapa bayi dalam rahimmu itu sensitif sekali." Justin menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil.

Nicole memberengut, namun tak berani menatap Justin.

Saat ditengah kesibukan mereka memakan pesanan mereka, meja mereka dihampiri oleh....

"Justin?"

Justin dan Nicole mengalihkan pandangannya kesumber suara, dan mendapati Eli, dan Karen sedang berjalan kearah mereka. Nicole memutar bola matanya kesal, dan kembali menatap piring makanannya.

"hei Nicole." sapa mereka.

Nicole memaksa dirinya tersenyum.

"boleh kami bergabung?"

Justin menatap Nicole meminta persetujuan, tapi wanita itu malah asyik dengan makanannya. "silahkan." ucap Justin akhirnya.

"Nicole, kudengar kau ambil cuti kuliah. Benar?" tanya Eli.

Nicole mengangguk sambil meminum minumannya.

"kalau aku tidak cuti, aku pasti kuliah hari ini!" rutuk Nicole dalam hati.

Justin menggelengkan kepalanya melihat tingkah Nicole. Persis seperti siswa SHS yang baru pertama kali berpacaran sehingga gampang cemburu.

Nicole menatap tiga orang di hadapannya yang sibuk berdiskusi tentang materi kuliah mereka, sedangkan Nicole Tak diajak bicara sama sekali. Dia tahu, Eli dan Karen itu berusaha menarik perhatian Justin.

Nicole mendengus. "Justin tidak mungkin tertarik pada kalian! Dia hanya mencintaiku!" sungut Nicole dalam hati.

Justin berdehem untuk meredam tawanya yang ingin meledak mendengar ucapan Nicole.

"kenapa masih cemburu pada mereka?" ucap Justin.

Saat itu mereka baru saja masuk ke mobil.

"aku tidak cemburu." bantah Nicole.

"hei bodoh! Kau itu bodoh dalam segala hal! Termasuk berbohong." ketus Justin.

Nicole mendelik kesal. "terserah."

Justin melepas sabuk pengamannya, dan mencium perut Nicole, setelah itu bibir Nicole dengan cepat. Membuat Nicole terdiam.

"itu bukti kalau aku hanya tertarik padamu." ujar Justin dengan suara sedatar mungkin.

Nicole mengalihkan wajahnya yang merona ke arah luar.

oOoOoOoOo

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

23.3K 1.4K 11
Tim olimpiade fisika ruang 304 yang beranggotakan Bejo, Juna, Dirga, Reihan, dan Desyca mendapatkan jatah 'belajar outdoor' dari masa karantina merek...
14.5K 1.7K 42
[Completed] #Peringkat 12 Sourcemusic [17 Juli 2020] #Peringkat 27 Taerin [17 Juli 2020] #Peringat 12 Taerin [ 20 Agustus 20 ] Gadis itu Menunjuk Bin...
1.6M 68.9K 14
Series #4 Fantasi [Sequel Mine - Melvin D.Franklin] Hai namaku Melvin. Anak kedua yang lahir dari perut Mama-ku tersayang setelah Kelvin dan sebelum...
1.4M 81.3K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...