The Half Blood Vampire

By TaniaMs

1.7M 60.1K 1.1K

Nicole seorang gadis biasa yang baru menginjak semester kedua di kampusnya. Dia berharap masa remajanya dapat... More

The Half Blood Vampire
The Half Blood Vampire 1-5
The Half Blood Vampire 6-10
The Half Blood Vampire 11-15
The Half Blood Vampire 16-20
The Half Blood Vampire 21-25
The Half Blood Vampire 26-30
The Half Blood Vampire 31-35
The Half Blood Vampire 36-40
The Half Blood Vampire 41-50
The Half Blood Vampire 51-60
The Half Blood Vampire 61-70
The Half Blood Vampire 71-80
The Half Blood Vampire 91-100
The Half Blood Vampire 101-110
The Half Blood Vampire 111-120
The Half Blood Vampire 121-128
The Half Blood Vampire 129-139
The Half Blood Vampire 140-149
The Half Blood Vampire 150-160
The Half Blood Vampire 161-170
The Half Blood Vampire 171-180
The Half Blood Vampire 181-185
The Half Blood Vampire 186-191 [END]
Terima Kasih
[EDISI KANGEN] 1
[Edisi Kangen] 2
[Edisi Kangen] 3

The Half Blood Vampire 81-90

71.6K 2.2K 48
By TaniaMs

The Half Blood Vampire 81

oleh d'Bezt JD Author pada 24 Maret 2012 pukul 17:02 ·

Tanpa memperdulikan Miley dan Selena, Nicole langsung keluar dari Cafe tersebut. Selama perjalanan menuju rumah, Nicole terus menghubungi Justin, namun tak kunjung diangkat. pada akhirnya, ponsel Justin malah tak aktif. membuat Nicole semakin frustasi.

Begitu tiba dirumah, Nicole menemukan mobil Justin terparkir di depan rumah. Nicole segera berl;ari masuk ke rumah. Skandar, Wero juga Cody terkejut melihat Nicole yang tiba-tiba masuk, persis seperti Justin beberapa menit yang lalu.

"dimana Justin?" tanya Nicole langsung.

"sepertinya dikamar." ucap Wero.

Nicole langsung berlari menuju tangga , hal itu di lihat oleh Pattie.

"Nicole! Jangan berlari!" teriak Pattie.

"baik Mom!"

Namun Nicole tetap berlari menaiki tangga membuat Pattie hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Nicole tiba di kamar. Namun kamar tersebut dalam keadaan kosong. Nicole terkejut melihat ponsel Justin yang tergeletak begitu saja di atas tempat tidur. Ponselnya di matikan.

Angin menerpa tubughnya. Nicole menoleh kearah masuknya angin.Pintu  balkon yang terbuka. Nicole segera menuju balkon dan berdiri di ujungnya.

Ia melihat seseorang tengah duduk pada bangku yang ada di taman belakang. Setelah di perhatikan, orang itu adalah Justin.

"JUSTIIN!" teriak Nicole.

Justin menoleh sejenak. menatap NIcole dengan tatapan dinginnya lalu kembali mengalihkan pandangan.

Nicole mendesah. "JUSTIN!" panggil Nicole lagi.

"APA!" Bentak Justin. "jangan ganggu aku!"

Setelah mengatakan itu, Justin bangkit dari duduknya lalu berjalan kearah hutan. Ia tidak memperdulikan Nicole yang terus memanggilnya.

Nicole memperhatikan Justin yang terus menjauh. Tanpa berpikir lebih lama lagi, Nicole segera turun lalu keluar melalui pintu belakang. Ia berlari kearah Justin pergi tadi, meskipun Justin sudah tak terlihat. Semakin lama, Nicole semakin masuk ke hutan. Cahaya pun berkurang karena daun-daun pohon yang bersatu itu menyebabken cahaya matahari terhembat.

Nicole berhenti berjalan. Ia lelah, kakinya pegal di tambah lagi ia tak menemukan Justin. Ia memandang ke sekeliling. Ia benar-benar telah berada di tengah-tengah hutan. dan masalahnya, ia tak ingat jalan pulang. Langit semakin gelap walaupun masih jam dua-an. Hey, ini musim gugur! Dingin juga.

Nicole berjalan menuju sebuah pohon dengan sisa tenaga yang dimilikinya.  dan duduk di atas akarnya yang keluar dari tanah.

"JUSTIN!" Teriak Nicole.

hening.

"aku tahu kau mendengarku!" teriak Nicole lagi.

masih tak ada suara sedikitpun.

"sepertinya aku harus memancingnya." gumam Nicole. "AAARGh! JUSTIIIN! PERUTKU!!!" erang Nicole.

Nicole memandang ke sekelilingnya, berharap Justin muncul. ia memegang perutnya yang memang terasa sedikit sakit. mungkin karena dia berjalan terlalu jauh.

"JUST....hmmph" Nicole tak jadi berteriak karena mulutnya dibekap seseorang dari belakang.

Nicole memukul tangan orang itu karena ia mulai kekurangan oksigen.

"hmmpph!!!"

"Jangan berteriak!" desis suara itu.

Nicole mengangguk.

Orang itu melepaskan bekapannya. Nicole memutar tubuhnya.

"Justin?"

"iya!" bentak Justin.

Tanpa persetujuannya, Justin langsung menggendonya, dan membawanya berlari. Ia segera menutup matanya, karena lari Justin benar-benar cepat. Ia merasa Justin sedang memanjat sesuatu. Walaupun penasaran, tapi ia tetap memejamkan matanya. Ia merasa tubuhnya diturunkan dan kakinya berdiri diatas sesuatu.

"buka matamu!"

Nicole mebuka matanya perlahan.

Mata Nicole membulat saat ia menyadari kalau ia sedang berada dalam sebuah ruangan. tidak cukup besar. hanya ada sebuah sofa, serta temapat tidur kecil di sudut ruangan.

"duduk disana!" Justin menunjuk tempat tidur.

Nicole menurut. Ia tahu, sebentar lagi ia akan mendengarkan pidato Justin.

"jadi, apa yang kau lakukan disini?! kau tahu kan, ini hutan! bukan rumah! kau tak bisa berkeliaran sesuka hatimu. Berteriak sesukamu!"

"maaf." Nicole menunduk.

"Bagaimana kalau tadi bukan aku yang menemukanmu? Apa yang akan kau lakukan? Lari? membuat bayi yang dalam rahimmu itu celaka?!"

"iya, aku minta maaf." ujar Nicole lagi. "aku ingin bicara denganmu, tapi kau malah masuk ke hutan, jadi aku menyusulmu."

"aku kan sudah bilang! jangan ganggu aku! itu artinya aku tak ingin di ganggu!"

"iya, aku tahu." sungut Nicole.

"kalau kau tahu, kenapa kau mengikutiku?!"

"karena aku inign berbicara denganmu!" Nicole mulai emosi. Dia sudah mengatakannya tadi, tapui pria ini masih bertanya.

"apa yang ignin kau bicarakan?!"

NIcole mendesah. "aku ingin menjelaskan tentang di Cafe tadi."

"jangan bicarakan itu lagi kalau kau tak ingin ku tinggal disini!" cetus Justin.

"tapi aku ingin meluruskannya. apa yang kau lihat tak seperti yang kau pikirkan."

"mamangnya apa yang ku lihat dan apa yang ku pikirkan?" tanya Justin.

Nicole bergumam. Ingin menjawab tapi ragu.

"sudahlah." Jusrin mengibaskan tangannya. "aku ingin turun, aku ikut tidak?" Justin berjalan menuju pintu yang terbuka.

Nicole masih berdiri di tempatnya.

"NIcole, aku ingin....."

"Dia hanya kakak kelasku di SHS." potong Nicole.

Justin memutar tubuhnya kembali menatap Nicole. "apa?"

"dia, Pria tadi hanyalah seniorku di SHS."

"Ooooh." Justin kembali memutar tubuhnya. Ia tersenyum dalam diam. Selang beberapa saat, dia kembali mentap Nicole. "kenapa kau masih berdiri disana?!"

Nicole terperanjat. "apa?"

"eeeerrrggh!! saatnya pulang, Nicole Athena BIeber!"

The Half Blood Vampire 82

oleh d'Bezt JD Author pada 25 Maret 2012 pukul 12:30 ·

Cody hampir mengeluarkan potongan daging yang berada dalam mulutnya begitu melihat Justin masuk dengan Nicole yang digendong di punggungnya.

 

 

“benar-benar pasangan aneh, bukan?” bisik Cody pada Wero.

Wero mengangguk semangat. “memang.”

Justin pun mendudukkan Nicole dibangku disamping Skandar, sedangkan dia sendiri disamping Wero.

“kalian dari mana?” tanya Pattie.

Justin melirik Nicole tajam. “hutan. Dimengikutiku kesana.”

Nicole hanya bisa menunduk menatap piring kosong dihadapannya.

“ya sudah. Ayo makan.”

“Nic, kau pucat sekali?” Skandar memperhatikan wajah Nicole yang tengah mengambil makanan.

Nicole menatap Skandar. “benarkah?”

Justin ikut memperhatikan Nicole. “tidak panas.” Justin baru saja memeriksa kening Nicole.

Nicole merasa kepalanya pusing, ditambah lagi perutnya yang tiba-tiba sakit.

“Nic, kau baik-baik saja?” tanya Wero khawatir.

Nicole mengangguk. “aku ingin ke toilet.”

Nicole dengan susah payah bangkit dari kursinya. Perutnya semakin sakit, namun ia tetap berusaha berjalan menuju toilet.

“kakak! Kakimu berdarah!” seru Jazzy.

Semuanya langsung menoleh ke arah Nicole. Mata Justin melebar melihat darah yang mengalir di betis Nicole, karena saat itu Nicole hanya memakai dress selutut.

Justin segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Nicole yang tubuhnya mulai goyah.

“kau?”

“perutku..” lirih Nicole.

“kenapa perutmu?” tanya Pattie.

Justin langsung membopong Nicole menuju luar.

“Skandar! Kita pakai mobilmu!” teriak Justin.

Skandar segera berlari menuju kamarnya untuk mengambil kunci, lalu kembali keluar.

Skandar duduk dibelakang kemudi, Pattie disampingnya, sementara Justin dan Nicole jok belakang. Sedangkan Wero, Cody, Jazzy dan Jaxon tetap dirumah.

“masih sakit?” tanya Justin. Walaupun terdengar santai, tapi sebenarnya ada kecemasan didalamnya.

Nicole mengangguk lemah.

Justin mendesah kuat-kuat.

Mereka pun tiba disebuah rumah sakit terdekat yang bisa mereka capai. Namun pada saat itu Nicole sudah tak sadarkan diri.

“dia kelelahan. Dan soal bayinya, baik-baik saja.” ujar dokter. “ku sarankan, dia tidak boleh berjalan jauh, apalagi memakai high heels. Itu akan sangat membahayakan janinnya. Dia tidak perlu rawat inap.”

Justin manggut-manggut mendengarkan penuturan dokter.

“biarkan aku yang menjaga. Kalian pulang saja.”

Pattie mengangguk. “baiklah. Ingat, jangan mengomelinya dulu.”

Justin mengangguk.

Tak berapa lama setelah Pattie dan Skandar keluar, Nicole sadar dari pingsannya.

“eerg.... aku dimana?” gumam Nicole.

“rumah sakit.”

Nicole menoleh ke sumber suara. Justint tengah menatapnya dengan matanya yang tajam.

“sepertinya aku punya salah.” batin Nicole.

“kau memang punya masalah dan itu menyangkut janin yang ada dirahimmu.” cetus Justin.

“apa?” Nicole tak mengerti.

Justin bangkit dari duduknya. “kau pasti sudah tahukan, kau tidak boleh kelelahan? Tidak boleh berjalan jauh, tidak boleh memakai high heels, tapi kenapa semua itu kau langgar?” semprot Justin. “kau tau, akibat tingkahmu itu kau membahayakan nyawamu sendiri juga janin mu itu? Huh! Kau itu, bisa tidak, tidak membuat masalah satu hari saja?!”

“semuanya juga berawal dari dirimu. Coba kau mau memakan masakan Cody sampai habis, aku tidak akan pergi ke Café dan bertemu David. Dan coba saja kau.....”

“oke. Cukup.” potong Justin. Ia tahu, masalah ini memang bersumber dari dirinya.

“jadi kita boleh pulang?”

“boleh. Ayo.” Justin berjalan menuju pintu. “aku akan membayar administrasinya dulu. Kau tunggu saja diluar.”

“dasar suami tidak peka! Memangnya dia tida sadar, kalau aku butuh bantuan?!” Nicole menggerutu dalam hati.

Justin kembali berbalik, dan langsung menggendong Nicole keluar dari ruangan itu dan mendudukkan Nicole di bangku yang ada dikoridor.

“puas?” ketus Justin.

Nicole tersenyum lebar. “tentu saja, Mr. Bieber.”

Setelah Justin berbelok diujung koridor, David lewat dihadapannya, dan David juga melihatnya.

“Nic?”

“David?” Nicole berdiri dari bangkunya.

“hai, kita bertemu lagi. Kau sedang apa?”

“tadi aku ada sedikit masalah.” ujar Nicole sambil tersenyum. “kau sendiri kenapa bisa disini?”

“oh, aku menjenguk temanku yang sedang sakit.” David mengangkat parsel yang dipegangnya.

“oh begitu.” Nicole mengangguk.

“kalau begitu, sebaiknya kau menjenguknya sekarang.” Justin tiba-tiba datang dan berdiri disamping Nicole.

Nicole menyikut Justin agar bicara lebih sopan.

“maaf?” David mengernyit bingung.

“David, dia Justin, dan Justin ini David, seniorku di SHS.”

“Oh, senang berkenalan.” David menatp Nicole. “kekasihmu?”

“oh, aku suaminya.” ada nada angkuh di dalam suaranya.

“oh?”

“ya. Aku memang suaminya dan sekarang dia sedang hamil.”

“David, kami pulang dulu.” pamit Nicole langsung menarik tangan Justin.

“apa maksudmu bicara begitu?” protes Nicole.

Justin diam. “bicara apa?”

“kau itu... Eeergh!”

“aku cemburu!” cetus Justin.

“apa?”

“lupakan!” Justin mengibaskan tangannya.

The Half Blood Vampire 83

oleh d'Bezt JD Author pada 26 Maret 2012 pukul 18:55 ·

Saat tengah malam, Nicole terbangun dari tidurnya. Bukan karena mimpi buruk, tapi karena ia menginginkan sesuatu.

Tanpa memakai alas kaki, Nicole berjalan kearah balkon, setelah menyelimuti kemeja tipis Justin dengan cardigan rajutan.

Setiap malam, dia memang tidur dengan pakaian Justin, kalau tidak, dia tidak akan bisa tidur. Dan hal itu membuat Justin senewen. Karena kaos atau kemeja yang dipakainya adalah kaos atau kemeja yang akan dipakai Justin esok pagi untuk kuliah.

Nicole memperhatikan ranting pohon mulai diselimuti es, namun salju belum turun. Ini baru awal musim dingin.

Nicole menggigit bibir bawahnya menahan dingin. Dia sengaja berdiri diluar, agar kedinginan sehingga dia mengantuk dan pada akhirnya, dia akan melupakan ke inginannya itu.

“aaarrgh!” Nicole mengerang, kembali masuk ke kamar dan menutup pintunya rapat-rapat.

Nicole kembali membaringkan tubuhnya dikasur, dan menarik selimut hingga sebatas lehernya. Dia sangat kedinginan sekarang.

“Justiin.” lirih Nicole sambil memegang bandul kalungnya.

10 menit kemudian, pintu balkon terbuka.

“ada apa?” tanya Justin sambil menutup kembali pintu balkon.

Nicole tak menjawab. Ia hanya menatap Justin yang tengah berjalan kearahnya.

“ada sesuatu yang terjadi?”

Nicole menggeleng.

Mata Nicole melebar saat melihat sedikit darah disekitar bibir Justin.

“ada apa?” tanya Justin lagi, saat melihat Nicole tak berkedip menatap dirinya.

“duduk disini.” Nicole menepuk sisi kosong ditempat tidurnya.

Dengan malas, Justin mengikuti permintaan Nicole.

Nicole langsung merengkuh wajah Justin dan langsung mencium bibirnya. Justin terkejut karena Nicole tiba-tiba menciumnya. Bukannya lembut tapi seperti orang kesurupan.

“cukup.” Justin mendorong tubuh Nicole, sehingga ciuman mereka berhenti. “ada apa dengan dirimu?”

“darah.” Nicole nyaris berbisik.

Justin mengerjapkan matanya. “apa? Darah? Apa maksudmu?”

“aku ingin darah.”

Mata Justin membulat sempurna. “kau bermimpi. Sekarang tidur.” ujar Justin. “aku harus ke hutan.”

“kalau kau bisa minum darah, kenapa aku tidak?” tanya Nicole.

Tangan Justin yang akan menggapai ganggang pintu terhenti. Ia langsung menatap Nicole. “kau bilang apa?”

“kenapa kau boleh minum darah, sedangkan aku tidak?”

Justin mendengus. “pertanyaan macam apa itu?”

Nicole tak menjawab.

“apa kau tidak tahu, aku ini vampire sedangkan kau manusia. Itulah alasannya kau tidak boleh minum darah.”

“tapi aku ingin darah. Sekarang.”

Mimpi buruk itu terjadi. Inilah yang ia takutkan semenjak tahu Nicole hamil. Ia takut Nicole menginginkan darah, ingin minum darah seperti dirinya. Ia tak ingin anaknya menjadi vampire seperti dirinya meski hanya vampire berdarah campuran.

“kau tidak boleh minum darah. Karena... karena darah itu tidak enak dan tidak baik untuk janinmu.”

“darah itu manis.”

“dari mana kau tahu? Bahkan kau belum mencobanya.”

“aku sudah mencobanya saat menciummu tadi. Saat itu ada darah disekitar bibirmu.” balas Nicole. “aku belum pernah mencoba minuman semanis itu.”

“kau lupakan saja keinginan konyolmu itu. Lebih baik kau tidur, besok kita kuliah pagi.”

Setelah mengucapkan itu, Justin langsung keluar dari kamar.

“huh! Dia bilang keinginanku itu konyol? Dasar menyebalkan!” gerutu Nicole.

Rasanya, Baru saja memejamkan mata, Nicole sudah dibangunkan. Dengan susah payah, Nicole membuka matanya yang terasa dibebani berton-ton besi. Sangat berat.

“apa?” tanya Nicole dengan suara paraunya.

“kau harus kuliah. Cepat bangun.” ujar Justin. Singkat. Tanpa ekspresi.

Nicole mencibir pada Justin yang tengah memilih pakaian yang akan digunakannya untuk ke kampus.

Dari dulu hingga sekarang, dia benar-benar belum bisa memahami sikap Justin. Kadang baik, kadang tidak. Kadang perhatian, kadang tidak acuh.

“waktumu sudah berkurang satu menit hanya karena mencibiriku, nyonya muda.” ujar Justin tanpa memutar tubuhnya. Justin tengah memakai kemeja putih, dengan lengan panjang.

Nicole mendengus. “baik Tuan muda, aku akan mandi.”

Justin nyaris tertawa kalau dia tidak segera pura-pura batuk mendengar perkataan Nicole.

Justin yang tengah menyisir rambutnya, sesekali memperhatikan Nicole yang tengah berjalan dengan langkah malasnya menuju kamar mandi.

Dalam hitungan detik, Justin sudah menangkap tubuh Nicole yang hampir terjatuh ke lantai kamar mandi karena wanita itu terpeleset. Namun, pada akhirnya mereka jatuh juga ke lantai kamar mandi yang basah dengan posisi Nicole menindih Justin.

Nicole tak berkedip menatap mata Justin yang begitu indah. Tapi dia sangat kecewa karena mata indah itu selalu menatap tajam padanya.

Justin berdehem karena dia mulai gugup akibat wajahnya dan wajah Nicole terlalu dekat. “bisa tidak kau bangkit dari tubuhku? Kau itu sudah berat.”

Dengan kikuk Nicole berdiri. “maaf.”

“lain kali berhati-hatilah. Untung saja kau tidak jatuh ke lantai! Sekarang lihat, aku harus mengganti pakaianku lagi.” omel Justin.

Nicole terkekeh pelan. Ia merasa, paginya belum lengkap kalau belum mendapat omelan dari Justin. “maaf. Hehe”

The Half Blood Vampire 84

oleh d'Bezt JD Author pada 27 Maret 2012 pukul 21:31 ·

Hahaha :) udah part 84 aja :D

Nicole membuka lemari sepatu, tempat dia meletakkan semua high heels dan beberapa buah sepatu ketsnya. Ia pun mengambil high heels berwarna merah marun, senada dengan syalnya. Walaupun tidak boleh memakai high heels, tapi ia tetap tak peduli. Ia sangat nyaman dengan high heels, karena ia merasa cukup pendek.

Setelah persiapannya lengkap, Nicole turun menuju ruang makan.

“dad? Kau sudah datang?”

“aku baru saja tiba.” ujar Jeremy.

Nicole berpelukan dengan Jeremy sebentar lalu, duduk disamping Justin.

“buka.” ujar Justin saat Nicole baru duduk disampingnya.

“apa?” tanya Nicole tak mengerti.

“high heelsmu.”

Nicole tak menjawab karena ia tak mengerti dengan ucapan Justin. Ia tidak mengacuhkan Justin, dan memakan roti bakarnya.

“heh! Aku sedang bicara denganmu!” bentak Justin, sambil menahan tangan Nicole yang akan memasukkan potongan roti dalam mulutnya.

Nicole menatap Justin dengan tatapan bertanya. “kau ini bicara apa?”

“aku bilang, buka high heelsmu.” ujar Justin dengan rahang terkatup.

“kenapa?” protes Nicole.

Justin mengerang. “cepat berdiri!”

Sambil memberengut, Nicole bangkit dari kursinya. Orang-orang dimeja makan hanya menggeleng-gelengkan kepala.

Justin berjongkok di hadapan Nicole, membuat Nicole bingung. Justin langsung melepas high heel milik Nicole.

“apa yang kau lakukan?” protes Nicole.

Justin tak menjawab. Dia terus melakukan aktivitasnya.

Setelah berhasil membukanya, Justin langsung menjinjing high heels itu menuju atas, membuat seluruh yang ada diruangan itu terpana.

“Justiiin!” teriak Nicole kesal.

Dengan langkah lebar, Nicole menyusul Justin. Ia tak berani lagi berlari ditangga agar janinnya baik-baik saja.

“apa maksudmu?” protes Nicole.

Justin mengangkat high heels Nicole, sebatas dadanya. “ini?”

Nicole mengangguk.

Justin tersenyum samar, lalu melempar high heels itu kedalam lemari sepatu.

“hei.....”

“pakai ini!” Justin melemparkan sepatu kets hitam dengan corak putih.

Justin mengunci lemari itu, lalu membuang kuncinya lewat jendela.

Mata Nicole melotot sempurna. Semua high heels, atau sepatu yang selalu digunakannya ada dilemari itu. Satu sepatu yang tersisa hanyalah yang dipegangnya saat ini.

“Justiin! Kau.....” Nicole kehabisan kata-kata untuk mengomeli Justin.

“sebaiknya kita sarapan di kampus saja.” Justin menunjuk jam tangannya. “ayo, pakai sepatu itu!” tegas Justin.

Sambil menggerutu dengan suara pelan, Nicole memasang kets nya itu. Sebenarnya sepatu itu cocok dengan pakaiannya, hanya saja, dia terlihat lebih pendek. Dan itu membuatnya tidak nyaman.

“ayo turun!”

Nicole mengikuti Justin dengan wajah kusut. Saat berpamitan dengan Pattie pun dia susah tersenyum karena dia masih kesal dengan sikap Justin.

“kau kenapa?” tanya Miley bingung melihat wajah Nicole begitu kusut.

“lihat ini!” Nicole menunjukkan kakinya.

“apa?” Miley tak mengerti.

“sepatuku, lihat.”

“bagus.”

“eeerrgh! Maksudku bukan itu.”

“lalu apa?” Miley semakin tak mengerti.

“huaa! Dia mengunci semua high heelsku dilemari lalu membuang kuncinya entah kemana!” cetus Nicole dengan emosi yang meluap-luap.

“dia? Maksudmu Justin?”

“siapa lagi?!” jerit Nicole.

“ehem.” Justin duduk disamping Nicole.

Mata kuliah mereka baru saja berakhir 15 menit yang lalu. Begitu dosen keluar, Nicole langsung menarik Miley menuju kantin. Yang pertama karena dia lapar, kedua karena dia ingin menjauh dari makhluk yang bernama Justin.

“sepertinya, pembicaraan kalian sangat seru.”

Nicole memutar bola matanya malas.

“jadi apa yang kalian bicarakan?” tanya Justin.

“Nic, dia mengatakan tentang...., materi kuliah hari ini sangat susah.” Miley terpaksa mengarang karena Nicole melotot padanya.

Justin terkekeh. “ayo Nic, kita pulang.”

“aku masih ingin disini.”

Justin menarik tangan Nicole paksa. Lalu memeluknya erat.

Bersamaan dengan itu, datang angin yang berhembus kuat. Sangat kuat sehingga menggugurkan daun yang masih tersisa diranting pohon.

“astaga! Angin apa itu.” gumam Miley.

“angin musim dingin, tentu saja.” ujar Justin santai. Padahal sebenarnya tidak. “ayo Nic, disini tak aman.” bisik Justin.

Justin memasang sabuk pengaman untuk Nicole, lalu mulai menjalankan mobilnya.

“itu bukan angin musim dingin, bukan?” tanya Nicole.

“bagaimana bukan? Itu memang angin musim dingin.”

Nicole berdecak.

“kenapa wajahmu itu? Dari tadi pagi kusut terus?”

Nicole tak menjawab.

“mau ku belikan boneka?”

Nicole menatap Justin sinis. “jangan sok baik. Ingat, kau tadi pagi baru saja menyita semua high heelsku.”

Justin terkekeh pelan, namun tak membantah ucapan Nicole. “aku akan membawamu ke suatu tempat.

The Half Blood Vampire 85

oleh d'Bezt JD Author pada 28 Maret 2012 pukul 18:01 ·

Nicole tercengang saat mobil Justin mulai memasuki parkiran sebuah mall yang cukup besar di kota New York.

“kenapa kita kesini?” tanya Nicole bingung.

“shopping, maybe.” Justin mengangkat bahu.

Nicole langsung menarik tangan kanan Justin, memperhatikannya dengan seksama. “benar, kau Justin.” gumam Nicole.

Justin menarik tangannya. “tentu saja aku Justin! Kau pikir Austin?” sungut Justin. “Austin tidak mungkin punya cincin ini!” Justin menunjuk cincin nikahnya dengan Nicole.

“benar kau Justin? Bagaimana kalau kau Austin? Dan cincin itu kau dapatkan setelah membunuh Justin?”

“kau mengharapkan ku dibunuh Austin, begitu?!” tanya Justin kesal.

“kadang-kadang. Seperti tadi pagi, misalnya.” ujar Nicole kalem.

Justin melotot kesal. “kau..... Sudahlah! Ayo turun sebelum aku berubah pikiran!” ketus Justin sambil membuka sabuk pengamannya.

Nicole pun berusaha mengikuti langkah Justin yang lebar. Sekarang mereka sudah masuk ke dalam mall, dan berada dilantai tiga, tempat toko-toko aksesoris juga sepatu, high heel dengan merk terkenal.

“kau ingin memberi kado untuk ku ya?” tanya Nicole.

Justin mengangkat alisnya. “kenapa aku harus memberi kado untukmu?”

Nicole tersenyum. “karena sebentar lagi adalah natal!”

“jadi, aku harus memberimu kado? Begitu?”

Nicole mengangguk senang. “tentu saja.”

“aku tidak pernah memberi kado pada siapapun saat natal. Bahkan saat seseorang ulangtahun.”

“pernah.” ralat Nicole.

“kapan?”

“sewaktu aku ulangtahun! Kau membiarkanku membeli apapun yang aku inginkan. Dan kau bilang, itu adalah kado.” ujar Nicole semangat.

“anggap saja hari itu aku sedang mengalami gangguan otak. Makanya aku membelikan kado untukmu.”

“kau juga membelikanku kue ulangtahun.”

“itu karena aku.....” Justin tidak menemukan alasan yang tepat.

“karena apa?”

“ayo naik.” Justin menarik Nicole kedalam lift.

“kenapa kita ke lantai lima?”

“karena aku lapar.” ujar Justin.

“oh ya, kau belum menjawab pertanyaanku yang tadi.”

Justin tak menjawab.

“kenapa kau membelikanku kue ulangtahun?”

“jadi kau tidak suka?” tanya Justin.

“bukannya tidak suka. Tapi....”

“kalau kau memang suka, kenapa harus dibicarakan lagi?”

Nicole tak berbicara lagi. Bagaimanapun cara dia berdebat dengan Justin, dia tidak akan pernah menang. Seperti yang terjadi barusan.

“Justin, tempat makannya....”

“aku tidak lapar.” potong Justin cepat.

Mereka pun pergi ke sebuah toko sepatu. Justin membawanya masuk kedalam.

“toko ini milik Caitlin.” ujar Justin singkat.

“hai, Justin, Nicole?”

“aku ingin membelikannya kets, atau pansus (emang disana ada?), atau apapun asalkan jangan high heels.” ujar Justin.

“baik.” Caitlin mengangkat jempol.

“belilah sebanyak jumlah semua high heels mu dirumah.” ujar Justin pada Nicole.

“kau serius?” tanya Nicole tak percaya.

“anggap saja ini pengganti semua high heelsmu yang ku kunci dilemari.”

“memangnya kenapa kau menguncinya dilemari?” tanya Caitlin penasaran.

“dia sedang hamil, jadi tidak boleh memakai high heels.”

mata Caitlin berbinar. “benarkah? Waaah, selamat yaa.” Caitlin memeluk Nicole sejenak.

Nicole menanggapinya sambil tersenyum.

“kau masuk saja ke dalam. Disana ada Chaz.” ujar Caitlin.

Setelah membeli sepatu-sepatu itu, ia dan Justin keluar dari toko Caitlin. Dia hanya membawa dua kantong sepatu sedangkan sisanya akan diantarkan Caitlin kerumah, karena ia tak mungkin membawa kantong belanjaan sebanyak itu.

“kita akan kemana lagi?” tanya Nicole.

Justin menarik tangan Nicole menuju sebuah toko. Toko boneka.

“pilihlah sesuka hatimu.” ujar Justin.

“kau benar-benar membelikanku boneka?”

Justin mengangguk singkat.

Nicole tersenyum lebar, lalu berjinjit dan mencium pipi kiri Justin. “terima kasih.” Setelah itu, Nicole langsung hilang dibalik rak penuh boneka.

Justin hanya tersenyum paksa saat matanya bertemu dengan kasir toko yang tengah menatapnya sambil menahan tawa. “Nicole!” desis Justin.

Justin melihat-lihat boneka yang ada disekitarnya. Matanya tertuju pada boneka spongebob. Ia teringat pada Jazzy yang suka tokoh kartun itu. Saat ia akan mengambilnya, seseorang menepuk pundaknya. Justin pun berbalik.

“astaga!” Justin langsung mundur kebelakang karena sebuah boneka berada tepat didepan wajahnya.

“lucu tidak?”

Saat Justin akan menjawab, Nicole kembali berbicara.

“ini hampir mirip dengan pemberian Zayn. Bedanya, boneka ini punya pita, sedangkan pemberian Zayn tidak.”

“tidak lucu.” jawab Justin.

Justin mengambil boneka itu dari tangan Nicole, dan meletakkan ditumpukan boneka pinokio.

“ini lebih lucu.” Justin menyerahkan boneka pinguin ukuran sedang pada Nicole.

“dari mana lucunya?” protes Nicole.

“lebih lucu boneka....”

“boneka babi itu tidak lucu.” potong Justin.

“boneka babi itu lucu, tapi lebih lucu ini.” Nicole menyerahkan boneka monyet cokelat pada Justin. “mirip denganmu, kan?”

“kau!!”

“hehe..., aku hanya bercanda.” kekeh Nicole.

The Half Blood Vampire 86

oleh d'Bezt JD Author pada 30 Maret 2012 pukul 21:29 ·

Nicole mendengarkan materi yang disampaikan oleh dosen dengan setengah hati. Ia sedang tak niat kuliah, tapi Justin terus memaksanya untuk kuliah. Dirumah tidak aman. Itulah alasan Justin melarangnya tinggal dirumah.

“waaah...kita satu kelompok!” suara Miley membuyarkan lamunannya.

Nicole langsung menatap Miley. “apa maksudmu?”

“lihat whiteboard.”

Nicole mengikuti perintah Miley. Disana ada pembagian kelompok untuk materi kuliah berikutnya. Dia sekelompok dengan Miley dan Teresa. Bagus.

“ada yang salah.” gumam Nicole.

Ia segera mencari kelompok Justin. Justin ada dikelompok lima.

Kelompok lima :

.Justin Bieber

.Elizabeth Flignes

.Karen Johnson

Mata Nicole melebar. Ia ingin protes untuk kelompok Justin. Tapi tidak mungkin.

“kenapa wajahmu berubah drastis seperti itu?” tanya Miley saat dosen sedang tidak memperhatikan mereka.

“kau tidak lihat kelompok Justin?”

“lihat. Justin, Eli dan Karen.” ujar Miley santai.

“maksudku bukan itu. Tapi, eerrgh! Anggotanya wanita! Hanya dia laki-laki.”

“lalu kau cemburu?” goda Miley. Ia tau apa yang dipikiran Nicole saat ini.

“tidak. Aku heran saja. Kenapa di kelompok itu hanya dia yang laki-laki.” Nicole berkelit.

Miley mendengus pelan mendengar alasan Nicole.

Sepulang kuliah....

Nicole menunggu Justin didepan ruang kelas, karena Justin sedang berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Kapan dan dimana mereka akan mengerjakan tugas dari dosen itu.

“ayo.” Justin berdiri disamping Nicole.

“sudah selesai?” ada nada menyindir dalam suaranya.

“kami duluan.” pamit Eli dan Karen pada Nicole dan Justin.

Justin hanya mengangguk. Seperti biasa, dia selalu hemat bicara didepan semua orang.

“ayo pulang!” Nicole berjalan duluan.

Justin menggelengkan kepalanya melihat tingkah Nicole.

“kenapa lagi?” tanya Justin saat mobil yang dia kendarai mulai meninggalkan arena kampus. Ia selalu bingung saat Nicole tak berbicara sedikit pun dalam mobil.

“kenapa apa?” Nicole balik bertanya.

“kau itu kenapa? Aneh melihatmu diam.”

“aku ingin menjadi orang yang pendiam.”

“hmmppff” Justin membekap mulutnya menahan tawa. “kau tidak pantas jadi orang yang pendiam. Sama sekali bukan dirimu.”

“lalu hanya kau yang pantas jadi orang pendiam, begitu?” tanya Nicole. “benar-benar.”

“sebenarnya kau ini kenapa?” tanya Justin lagi.

“kau tak perlu tahu!” bentak Nicole.

“dan kau tak perlu membentakku!” Justin meninggikan suaranya.

Nicole tak bersuara lagi. Bahkan ketika sampai dirumah, dia langsung turun dari mobil meninggalkan Justin dengan wajah kusut.

“kenapa lagi dengannya?” tanya Skandar saat Justin duduk disampingnya.

“entahlah! Dia itu benar-benar aneh.” sungut Justin. “wanita hamil.”

Skandar tertawa pelan. “itu juga karenamu. Jadi kau harus sabar menghadapinya.”

Justin mendesah, lalu bangkit dari duduknya. Berjalan menuju kamar.

Sesaat sebelum dia masuk, ia mendengar Nicole tengah mengomel. Sepertinya sedang menelepon.

“kelompoknya itu Eli dan Karen. Setahuku, mereka berdua itu dulunya menyukai Justin.....bukan begitu. Aku hanya tidak suka Justin sekelompok dengan mereka..... aku tidak cemburu, Selena... sudahlah! Percuma berbicara denganmu!”

Justin mengulum senyum. Setelah yakin Nicole telah mengakhiri panggilannya, ia pun masuk.

Nicole menatap Justin sekilas, lalu kembali mengutak atik ponselnya.

“kau mau ikut tidak?” tanya Justin.

Nicole tak menjawab.

“Nic?”

“kau sedang berbicara padaku?”

“tentu saja denganmu! Memangnya masih ada orang lain disini?!” bentak Justin.

“kupikir kau bicara sendiri.”

“eeerrgh! Jadi, kau mau ikut tidak?”

“kemana?”

Justin mengibaskan tangan. “begini saja, bagaimana kalau aku akan mengantarmu. Kemanapun.”

Nicole menatap Justin penuh selidik. “kau sedang membujukku kan?”

“terserah apa katamu. Yang penting kau cerewet lagi. Kau sangat tidak pantas jadi orang pendiam. Aneh.”

“aku sedang tak ingin pergi keluar. Diluar sangat dingin.”

“ya sudah. Kita beli boneka lagi?”

“baru beberapa hari yang lalu kau membelikanku boneka.”

“atau mau es krim?”

“sekarang musim dingin.” Nicole memanyunkan bibirnya.

Justin kembali berpikir. “berhubung kita belum makan siang, bagaimana kalau aku memasak?”

“kau memasak? Waah, aku mau.” Nicole bertepuk tangan semangat. “macaroni cheese?”

“baik lah.”

Nicole kembali bersorak.

Mereka menuju dapur. Skandar yang melihat keduanya hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Justin mulai mengeluarkan bahan-bahan yang dia perlukan, sementara Nicole duduk dikursi tingi disana.

Setengah jam kemudian masakan Justin selesai. Nicole menatap masakan Justin dengan mata berbinar.

“aku mencium makanan enak disini.” Skandar masuk ke ruang makan.

“Justin baru saja memasak. Ayo, kau harus mencobanya.” ujar Nicole.

Skandar duduk dihadapan Nicole, sementara Justin disamping Nicole.

Saat mereka tengah makan, ponsel Justin berbunyi. Justin mengangkat teleponnya disitu juga.

“ya, aku Justin. Kau siapa?..... Karen?.... Soal tugas itu.....” Justin terus berbicara tanpa memperdulikan wajah Nicole yang sudah memerah menahan kesal.

The Half Blood Vampire 87

oleh d'Bezt JD Author pada 1 April 2012 pukul 19:31 ·

Nicole sedang menonton saat bel rumah berbunyi. Nicole hampir berteriak untuk menyuruh Justin agar laki-laki itu membuka pintu. Namun dia teringat kalau Justin sedang dikamar mandi, kalaupun dia ada dirumah, Justin juga tidak suka diperintah-perintah. Akhirnya Nicole meneriaki Cody.

“CODYYY!!”

Tak lama kemudian, Cody keluar dari kamar dengan sebuah buku ditangan.

“apa?” tanya Cody.

“tumben kau langsung keluar?” tanya Nicole heran. “biasanya aku harus menunggumu lima menit.”

“aku memang ingin keluar saat kau memanggilku. Ada apa?”

“sepertinya tadi aku mendengar bunyi bel.” ujar Nicole, kembali menatap layar televisi.

“lalu?”

“lalu kau pergi kedepan dan buka pintunya.”

“kenapa harus aku?”

“karena aku menyuruhmu. Sudahlah, buka sana. Jangan membuat tamu itu menunggu.”

Cody mendelik kesal. “kau ini! semenjak hamil kau jadi menyebalkan, tahu?”

“hmm...” jawab Nicole malas-malasan.

“persis seperti Justin.”

suara bel terdengar lagi.

Nicole menyeringai. “tamu itu pasti sudah membeku diluar sana.”

Sambil menggerutu, Cody berjalan kedepan.

Nicole kembali berkonsenterasi pada layar televisi yang sedang menayangkan drama. Tak sampai lima menit, Cody meneriaki namanya dari ruang tamu.

“eeergh!” erang Nicole.

Dengan malas, Nicole berjalan keruang tamu. Ia sangat malas bergerak jika sudah mendapatkan posisi yang nyaman.

“kenapa?”

“teman kuliahmu.” ujar Cody dan kembali masuk keruang tengah.

Nicole terkejut saat menyadari kalau orang itu adalah Eli dan Karen. Dengan terpaksa, ia menyunggingkan senyum.

“senang kalian datang.” ujar Nicole. “ada apa?”

“kami ingin mengerjakan tugas dari dosen. Kau ingat bukan?”

Belum sempat menjawab, Justin tiba diruang tamu. “kalian sudah datang.”

Karen dan Eli memperlihatkan senyum termanis mereka.

Nicole langsung mengutuk dalam hati.

“sok manis.”

Justin berdehem untuk meredam tawanya yang hampir meledak karena ucapan Nicole. “kalian ingin minum apa?” tawar Justin.

“terserah.”

Justin menyikut Nicole sedikit, membuat Nicole menoleh.

Nicole mengerti arti tatapan Justin. Dengan kesal, Nicole bangkit dari sofa, berjalan kearah dapur.

“kenapa harus ditawari minum? Dan kenapa harus aku yang membuatnya?! Menyusahkan saja!” Nicole terus mengomel dalam hati, tanpa sadar kalau Justin mengetahuinya.

Justin tahu Nicole tak akan membuatnya dengan benar, karena itulah dia segera menyusul Nicole kedapur. “aku kebelakang, sebentar.” pamit Justin.

“buat yang benar.” ujar Justin dari bangku tinggi.

Nicole tak menjawab. Ia terus melakukan aktivitasnya.

“kalau kau menunangkan air panas seperti itu, kau bisa terluka.”

“terserah.” ujar Nicole tak perduli.

“cemburumu berlebihan.” ujar Justin langsung.

Nicole langsung mengangkat menatap Justin. “aku tidak cemburu.”

“kau pikir aku bodoh, sepertimu?”

Nicole mendelik kesal.

“dari semua tingkah lakumu saja sudah terlihat. Seperti masih remaja saja!” cetus Justin. Ia mengambil cokelat hangat yang dibuatkan Nicole. “semoga tidak ada racunnya!” gumam Justin.

Nicole sudah mengangkat sebuah pisau saat Justin pergi ke arah ruang tamu. “eeergh!”

Nicole segera naik keatas menuju kamar Skandar. Ia membutuhkan bantuan kakak iparnya itu.

“aku mengantuk Nic.” ujar Skandar saat Nicole berusaha membangunkannya.

“ayolah Skand. Aku butuh bantuanmu.”

“apa?”

“aku ingin tahu apa yang sedang dibicarakan Justin dibawah sana.”

tak ada jawaban dari Skandar. Hal itu membuat Nicole semakin jengel. Saat ia akan memukul Skandar dengan guling, skandar membuka suaranya.

“tidak ada.”

“apa maksudmu tidak ada?” tanya Nicole bingung.

“aku tak mendengar suara Justin. Yang ada hanya suara wanita. Dua orang.”

“benarkah?”

“tunggu. Justin baru saja berbicara.”

“dia bilang apa?” Nicole penasaran.

“boleh.”

“hanya itu?” tanya Nicole tak percaya.

“ada lagi.”

“apa?”

“baiklah.”

Nicole mendelik kesal. “kau sedang mengerjaiku?!”

“tidak.” bantah Skandar.

“tapi kenapa cuma itu yang dia ucapkan? Kau membohongiku kan?”

“tidak Nicole, adik iparku tersayang.”

“benar?”

“dia berbicara lagi.” ujar Skandar. “dia bilang oh, baguslah.”

“kau.....”

Skandar tergelak.

“apa?”

“aku dengar di menggumamkan sesuatu.”

Nicole menatap Skandar dengan tatapan menuntut.

“dia bilang. Cemburu mu sangat tidak beralasan.”

“aku tidak cemburu!”

“pasti bayimu.” tukas Skandar.

“heh! Kau.....”

Tiba-tiba pintu kamar Skandar terbuka. Justin. Membuat Nicole terkejut.

Justin langsung menghampiri Nicole yang tengah duduk disisi ranjang Skandar. Dengan gerakan cepat, ia menunduk dan mencium bibir Nicole lembut. Selang beberapa detik, ia melepas ciumannya dan berlutup dihadapan Nicole yang masih duduk. Ia mencium perut Nicole yang sudah agak terlihat berisi. Lalu ia pun mengelusnya.

“ini Daddy. kau tak perlu cemburu pada mereka. Mereka itu hanya teman, tidak lebih. Lagipula aku sudah terlanjur cinta Pada mommy mu.” ucap Justin. Saat kalimat terakhirnya, Justin membisikkannya tepat diperut Nicole, sehingga Nicole tak mendengarnya.

“so romantic.” gumam Skandar.

Sedangkan Nicole tak bisa berkata-kata. Speechless.

The half Blood Vampire 88

oleh d'Bezt JD Author pada 3 April 2012 pukul 7:47 ·

Nicole masih tak bergerak setelah Justin keluar dari kamar Skandar. Ia masih terlalu syok karena apa yang dilakukan Justin.

“Nic, dia sudah pergi.” Skandar membangunkan Nicole dari lamunannya.

Nicole menatap Skandar dengan perasaan bercampur aduk.

Secepat kilat ia keluar dari kamar skandar, dan masuk ke kamarnya. Ia langsung menghempaskan diri ketempat tidur dan menutup wajahnya dengan bantal. Ia benar-benar malu. Namun disisi lain dia juga bahagia.

“ya tuhan! Kenapa wajahku panas sekali!” gerutu Nicole pada dirinya sendiri.

Ia bangkit dari tempat tidur lalu berjalan ke meja rias. Pipinya benar-benar merona saat ini.

“Justiin..” lirih Nicole. “laki-laki itu! Kenapa dia bisa melakukan hal seperti itu?!” Nicole tak percaya pada yang dilakukan Justin tadi.

Nicole mengelus perutnya dengan senyum yang tak henti-hentinya terkulum dibibirnya. Belum pernah ia merasa sebahagia ini.

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Justin masuk dan langsung berjalan menuju meja tempat dia meletakkan laptopnya. Iapun mulai mengetik.

Nicole masih setia berdiri didepan meja rias. Ia hanya memandangi Justin lewat cermin.

“mereka sudah pulang.” ujar Justin tanpa menatap Nicole.

“ooh.” ujar Nicole pelan. Ia bingung ingin mengatakan apa.

“oh ya, apa kau sudah menyelesaikan tugasmu?” Justin membalikkan tubuhnya, menatap Nicole.

Bluuuussh

Wajah Nicole kembali memerah saat matanya bertemu dengan mata Justin. Buru-buru Nicole berjalan ke tempat tidur mengambil ponselnya.

“belum.”

“belum?” tanya Justin.

“iya, belum.” ujar Nicole tanpa menatap Justin.

“ini tugas kelompok. Jadi aku tidak akan membantumu. Kerjakan bersama kelompokmu.” tegas Justin dan kembali berkutat dengan laptopnya.

Nicole mendengus pelan.

“aku juga tidak akan meminta bantuanmu.” rutuknya dalam hati.

“bagus kalau begitu!” cetus Justin.

Nicole langsung menutup mulutnya. “uups”

dia benar-benar tak ingat kalau Justin punya kelebihan dalam hal itu.

Hening.

Nicole sibuk dengan ponsel di tangannya, sedangkan Justin masih sibuk mengetik. Namun sesekali Nicole mencuri pandang pada Justin, melihat apa yang sedang dilakukan laki-laki itu.

Tiba-tiba ponsel keduanya berbunyi bersamaan.

“Zayn/Eli?” ucap mereka bersamaan.

Dalam satu ketukan, mereka saling menatap satu sama lain dengan tatapan kesal. Dalam satu ketukan pula, mereka sama-sama mendengus lalu memutar kepala kearah lain.

Keduanya sibuk dengan ponsel masing-masing. Sesekali mereka saling lirik. Lirikan tajam tentunya.

“bye/oke.” ujar mereka bersamaan lagi.

Mereka kembali saling tatap.

“Zayn hanya mengatakan kalau dia kembali ke Atlanta / Eli hanya mengatakan tentang tugas kelompok.” lagi-lagi mereka mengatakannya bersamaan.

“jadi kau tak perlu cemburu!” tegas mereka bersamaan.

“aku tidak cemburu!” bantah Nicole.

“aku juga tidak!” sambar Justin.

“oh ya?” remeh Nicole.

“kau mau pergi dengan Zayn, aku tidak papa.”

“sama! Kau pergi dengan Eli, aku juga tidak papa. Apa perduliku?!” sahut Nicole tak mau kalah.

“ya sudah!” sungut Justin.

“oke!”

“kalian tau tidak?! Kalian itu sama-sama cemburu!! Dasar pasangan bodoh! Hahaha” teriak Skandar dari kamar sebelah.

“SHUT UP! SKANDAR!” Ujar mereka kompak.

The Half Blood Vampire 89

oleh d'Bezt JD Author pada 4 April 2012 pukul 20:57 ·

Nicole dan Justin keluar dari kelas bersamaan. Tiba-tiba saja, Justin memeluk Nicole. Erat sekali. Tak lama setelah itu, datang angin musim dingin yang cukup kencang. Persis seperti dikantin kampus.

“ayo! Kita harus ke kelas berikutnya.” ujar Justin tanpa melepaskan pelukannya.

“bagaimana aku bisa berjalan kalau kau terus memelukku?” rutuk Nicole.

Justin melepas pelukannya, namun ia menggenggam tangan kanan Nicole dengan erat.

Tangan Nicole yang terbuka tanpa sarung tangan terasa hangat karena digenggam Justin. Ia memperhatikan tangan Justin yang tengah menggenggam tangannya.

“aku tidak akan melepaskan tanganmu! Jadi percuma kau merengek seperti anak kecil padaku. Tidak akan ku kabulkan.” tegas Justin, lalu menarik Nicole menuju kelas berikutnya.

Tiba-tiba Justin mendorongnya masuk kedalam lift padahal kelas mereka dilantai yang sama, dan itu hanya tinggal sedikit lagi. Diujung koridor.

Orang-orang didalam lift menatap mereka bingung. Justin seakan tak acuh, sementara Nicole berusaha menanggapinya dengan senyuman.

“apa yang kau lakukan!” ketus Nicole.

Justin tak menjawab.

Ting

pintu lift terbuka. Mereka tiba dilantai lima, padahal harusnya mereka dilantai dua. Dimata kuliah prof. Danny.

Orang-orang yang tadinya didalam lift pun keluar kecuali Justin dan Nicole. Mereka kembali turun ke lantai dua.

“kenapa kau mendorongku kedalam lift?” tanya Nicole.

Tak ada jawaban.

“kalau tadi aku tersandung lalu jatuh lalu sesuatu yang buruk menimpa bayi dirahimku bagaimana?!” omel Nicole.

“lebih baik aku kehilangan bayi itu.”

“apa?!” tanya Nicole tak percaya. Jadi Justin tidak suka pada bayi ini?

“dari pada aku harus kehilanganmu.”

ting

Mereka tiba dilantai dua. Justin langsung melangkah keluar diikuti Nicole.

“tadi kau bilang apa?” tanya Nicole.

“kita hampir terlambat.”

“heh? Sepertinya bukan itu.”

Justin berhenti melangkah. “lebih baik aku kehilangan bayi itu dari pada harus kehilanganmu.”

“aku tidak dengar. Bicaramu cepat sekali.” keluh Nicole.

Justin memutar bola matanya jemu. Tanpa mengulang ucapannya, dia langsung masuk kekelas.

“dasar pria aneh!” Nicole menghentakkan kakinya dengan kesal lalu ikut masuk kedalam.

---

Begitu mereka tiba di parkiran, saat ingin pulang kerumah, hal itu terjadi lagi.

Justin memelukknya tiba-tiba dan tak lama setelah itu angin kencang kembali bertiup.

Nicole mulai curiga. Pasti angin ini bukan angin musim dingin.

“cepat masuk mobil.”

“kenapa?”

“cepatlah! Sebelum angin itu datang lagi!” ujar Justin gusar.

Nicole pun masuk kedalam dan memakai sabuk pengamannya, tak lama kemudian Justin juga masuk.

“aku harus pergi. Hanya sebentar. Kau tinggal disini. Aku akan menguncimu didalam mobil. Jadi tak ada yang bisa masuk.” ujar Justin panjang lebar.

Belum sempat Nicole membuka mulut untuk bertanya, Justin sudah keluar dari mobil, dan benar saja. Justin benar-benar menguncinya.

Nicole menyandarkan kepalanya dengan kesal.

“kenapa laki-laki itu selalu merahasiakan sesuatu dariku?!” gerutu Nicole.

Tak lama kemudian Justin kembali datang. Wajahnya terlihat sangat tegang. Menyiratkan kemarahan.

“apa yang terjadi?” tanya Nicole.

“bukan urusanmu untuk tahu, kan?”

Nicole cemberut. “baiklah. Lalu yang tadi itu angin apa?”

“musim dingin.”

“bohong!” ketus Nicole. “kenapa kau selalu merahasiakan sesuatu dariku?!”

Justin tak menjawab.

“ah!”

---

Setelah memakai kemeja Justin, Nicole menghempaskan dirinya ke tempat tidur. Sudah hampir tengah malam saat itu. Sebelumnya ia mengerjakan tugas kelompok itu. Ia mendapat tugas mengetik, sedangkan Miley dan Teresa mendiskusikan jawabannya. Ia memang tak ingin berdiskusi karena itulah ia menawarkan diri untuk mengetik. Jadilah dia duduk selama tiga jam didepan laptop.

Baru saja memejamkan mata, ia mendengar pintu balkon diketuk. Nicole mengeluarkan kepalanya dari selimut, melihat siapa yang mengetuk pintu balkon itu.

Nicolepun turun dari tempat tidur. Berjalan menuju pintu.

“kau sudah pulang?” tanya Nicole sambil membuka pintu.

“sebentar lagi akan badai salju, sayang.”

Nicole menatap Justin yang tengah berjalan masuk dengan bingung.

“lalu, kemana yang lain?” tanya Nicole sembari kembali menutup pintu tanpa menguncinya.

“mereka sebentar lagi akan sampai.” ujar Justin. “kenapa kau masih berdiri disana?”

Nicole tak menjawab. Ia hanya memperhatikan Justin yang tengah berdiri didepan meja rias.

“Nic?” Justin membalikkan dirinya menatap Nicole.

“hah iya?” Nicole tergagap. “bukankah tadi pakaianmu bukan ini?”

Justin tiba-tiba bersin. Ia menutup mulutnya dengan tangan kanan.

Mata Nicole melebar. Cincin itu. Justin tidak memakai cincin nikah mereka! Berarti.....

Nicole segera berlari menuju pintu kamar yang ada diseberangnya. Namun tangannya ditahan.

“kau akan kemana, sayang?”

“Austin! Lepaskan aku!” Nicole menyentakkan tangannya.

“tidak.”

Nicole mencoba menggapai kalungnya, namun Austin merebut kalung itu dan membuangnya.

“kita akan bersenang-senang.” Austin menyeringai.

“MOOMM!!” teriak Nicole.

The Half Blood Vampire 90 #wow! Udah 90 aja XD Error

oleh d'Bezt JD Author pada 5 April 2012 pukul 19:42 ·

“MOOMM!!” teriak Nicole. “JUST.... Hmmphf....” Austin membekap mulutnya.

“aaauu!” Austin meringis karena kakinya diijak Nicole.

Saat kekuatan tangan Austin yang mencengkram tangannya melemah, Nicole memanfaatkan itu untuk kabur. Namun saat ia hampir menggapai kalungnya, Austin kembali mencengkram lengannya. Austin langsung menghempaskan dirinya ketempat tidur.

“Vampire gila! Brengsek!” maki Nicole.

Austin menanggapinya dengan seringai lebar.

“jauhkan tanganmu!” Nicole menepis tangan Austin yang mengusap pipinya.

Tangan Austin turun ke perut Nicole. “bagaimana kalau disini kutanam bibitku?”

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Pattie terkejut melihat Austin yang sedang menundukkan tubuhnya sementara Nicole berbaring ditempat tidur, namun kakinya menggantung disisi kasur.

“Austin?!”

“hai Pattie.” Austin mengangkat sebelah tangannya menyapa Pattie.

Pattie segera menyentuh kalungnya memanggil Jeremy.

“Jerem....”

Austin berdiri didepan Pattie, dan langsung merebut kalung itu, membuangnya seperti kalung Nicole.

“kau....” Pattie melotot kesal.

“ini untuk kebaikan kita semua, Pattie.” Austin tersenyum lebar.

Pintu balkon terbuka. Jeremy lah yang pertama masuk. Ia menatap Austin tajam.

“pergi dari sini!” bentak Jeremy. “berhenti mengganggu Nicole! Dia sudah punya Justin! Jadi, jangan dekati dia!”

Austin mengangkat bahu tak peduli. Lalu berjalan menuju balkon dan hilang.

“kau baik-baik saja?!” tanya Pattie khawatir.

“ya, aku baik-baik saja.” ujar Nicole lemah.

“dimana Justin?!” tanya Pattie kesal. “istrinya dalam bahaya, tapi dia entah kemana?!” gerutunya.

“aku tidak tahu.” ujar Jeremy. “aku harus kembali kerumah keluarga Butler. Mereka baru saja memulai pesta, tapi aku sudah pergi.” sambungnya. “kalian tidak papa ku tinggal disini?”

“sebaiknya kau disini saja.” ujar Pattie.

“tidak. Kau pergi saja. Aku yakin, Austin tidak akan datang lagi.” Nicole meyakinkan.

Jeremy menatap Pattie. “bagaimana?”

“baiklah. Kau pergi saja. Keluarga Butler sahabatmu.” ujar Pattie.

Pattie bertahan ingin menemani Nicole, namun Nicole juga bersikeras ingin tidur sendiri. Perdebatan mereka baru berakhir saat pintu balkon kembali terbuka. Justin.

Nicole langsung berdiri dari tempat tidur. Ia perlahan mundur menjauhi tempat tidur sambil menarik tangan Pattie.

“berhenti!” Nicole menyuruh Justin berhenti. “aku bilang berhenti!!” Nicole mulai histeris.

Justin berhenti, menatap Nicole bingung. “ada apa?!”

“aku ingin lihat tangan kananmu!”

Justin mengangkat tangan kanannya ke udara.

Nicole memperhatikan dengan teliti.

Ya. Cincin itu ada disana.

“tentu saja cincin ini ada ditanganku!” ketus Justin. Pernyataan Nicole itu seolah tidak percaya pada cincin nikah mereka.

Nicole menghembuskan nafas lega.

Nicole segera berlari kearah Justin, dan memelukknya erat. Air matanya pun mengalir tanpa izin. Membuat Justin bingung. Justin menatap Pattie minta penjelasan.

Pattie menyebutkan nama Austin dengan gerakan mulut tanpa mengeluarkan suara.

Wajah Justin menegang. Laki-laki itu lagi! Padahal tadi sebelum meninggalkan kampus, ia sudah bertemu dengan Austin dan memperingatkan laki-laki itu agar tidak mengganggu istrinya, Nicole.

“apa yang dilakukannya?” tanya Justin dengan rahang terkatup.

Nicole tak menjawab. Ia masih menangis sesenggukan dibahu Justin.

Justin menghembuskan nafasnya kesal.

Ia mendorong Nicole dari tubuhnya dengan sedikit kasar. Dia benar-benar emosi kini.

“Mom. Aku titip Nicole!” ujar Justin. “jangan biarkan dia keluar dari rumah.”

Setelah mengatakan itu, Justin langsung keluar dari kamar, menuju balkon lalu melompat kebawah.

“JUSTIIN!!” teriak Nicole.

Ia tak akan membiarkan Justin babak belur di tangan Austin. Di lihat dari segi manapun, Justin tidak akan mungkin menang, mengingat Austin adalah vampire murni.

Nicole berlari menuju balkon dari berdiri diujungnya. Ia kembali berteriak.

“JUSTIIN! JANGAN KEJAR DIAA!!”

Continue Reading

You'll Also Like

780K 57.8K 53
"Seharusnya aku mati di tangannya, bukan terjerat dengannya." Nasib seorang gadis yang jiwanya berpindah ke tubuh seorang tokoh figuran di novel, ter...
6.4M 476K 25
[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Syafira tak menyangka apartemen yang disewanya ternyata berhantu. Pantas saja harga sewanya sangat murah dan para t...
1.4M 89.9K 55
Pernahkah kalian membayangkan bagaimana hidup bersama dengan 12 vampire? Bagaikan mimpi yang mengerikan dan menegangkan, tapi di satu sisi rasanya sa...
536K 30.3K 44
SUDAH TAMAT Edgar Volard, seorang vampir yang pergi ke dunia manusia untuk melaksanakan tugas dari sang Ayah, yang adalah pimpinan para vampir untuk...