[ ⏸️ ] Detective FIVITD : The...

By Formenkairi

8.2K 407 70

Seorang penyihir bernama Rifa, ingin mencari kakaknya yang sudah lama menghilang beberapa tahun yang lalu. Be... More

Prolog
Chapter 1 :"Tahun Pertama Sekolah"
Chapter 3 :"Memulai Pertengkaran"
Chapter 4 :"Andri vs Rifa"
Chapter 5 :"Frice seperti 'Prince'"
Chapter 6 :"Frice dan Rifa"
Chapter 7 :"Pusat Perhatian"
Chapter 8 :"Pusat Perhatian (2)"

Chapter 2 :"Marah Terus!!!"

481 52 17
By Formenkairi

"WOI!"

"...." Rifa tidak menyahut saat Andri menegurnya.

"CEWEK RAMBUT BIRU TULI!"

"...."

Lagi-lagi Rifa masih tidak menyahut teguran Andri.

"Cih ...." Andri berdecak kesal saat Rifa makin tidak menggubris nya.

"Inilah kenapa aku tidak pernah mau berurusan dengan orang sombong sepertimu."

'Sadar diri woe!' batin Rifa menjerit, namun hal itu tidak ia suarakan secara langsung.

Dengan sekali tarikan napas, Andri mencoba untuk memanggil gadis berambut biru-Rifa-yang ia maksud. Namun kali ini mungkin lebih ekstrim karena Andri melakukannya tepat di depan telinga kanan Rifa.

"BANGUN WOE! UDAH PAGI! SAUR! GUA NGOMONG SAMA ELU YAK, BUKAN SAMA SETAN KESIANGAN!!!!"

'Gila nih orang! Pingin aku cepat tuli apa?! Aku nggak budek bambank!' protes Rifa menjerit di dalam hatinya sambil mengusap telinga kanannya. Mungkin Rifa juga sedikit merasakan bahwa telinganya pasti akan pecah jika ia mendengarkan teriakan toa milik Andri sedikit lebih lama.

Dengan rasa kesabaran yang masih tersisa, Rifa menyatukan kedua tangannya. Lalu, ia letakan tangan tersebut diatas kepalanya sambil sedikit membungkuk untuk meminta maaf (lagi) secara sopan.


"Kalau begitu, aku ingin meminta maaf yang sebesar-besarnya atas apa yang kulakukan sebelumnya. Aku benar-benar minta maaf," ujar Rifa pada Andri yang sepertinya memang benar-benar sangat menyesalinya.

'Tapi bo'ong,' batin Rifa dalam hati sambil menjulurkan lidah.

Tapi sepertinya saat Rifa meminta maaf, pria yang bernama Andri itu tiba-tiba menjadi sangat pendiam secara tiba-tiba. Dan Rifa juga makin dibuat bingung karenanya.

"Hey, kamu!" Andri menegur, "angkat kepalamu! Aku ingin bertanya sesuatu padamu!"

Lagi dan lagi, Rifa dibuat bingung dan tercengang saat Andri memohon padanya dengan sedikit bentakan.

'Apa dia mempunyai kepribadian ganda?'

Rifa pun mulai mengangkat kepalanya secara perlahan dan melirik Andri dengan rasa penasaran yang masih bergelayut di pikirannya. Daripada ia berubah pikiran lalu menjadi laki-laki sangar yang sedang PMS, pilih mana?

"Woah!! Jarang sekali aku melihatmu bertanya kepada orang lain sebelumnya."

Bukan, itu bukanlah suara Rifa ataupun Andri. Lalu, suara siapakah itu?

Andri yang melihatnya langsung mengerutkan alis tanda bingung.

"Anda siapa?"

Mendengar pertanyaan itu, seseorang yang sebelumnya menyahut itu pun dengan cepat merangkul Rifa dari samping dengan cengiran khas gadis periang.

"Perkenalkan, namaku Roxie. Roxie Flowerra. Kalian bisa memanggilku Roxie jika kalian mau." Roxie antusias memperkenalkan dirinya. "Oh ya, aku juga ada di kelas yang sama seperti kelas kalian. Yaitu kelas 1-7!"

"Oh."

Dengan kompaknya kedua manusia berbeda gender-Andri dan Rifa-itu menjawab. Hal itu sukses membuat Roxie yang mendengarnya pundung seketika.

Andri pun menghela napas panjangnya dan memutuskan untuk melanjutkan bertanya pada Rifa.

"Siapa namamu?"

"Namaku Rifa. Sudah kan?"

Ctik!

Perempatan imajiner muncul di dahi Andri, dirinya juga sempat mengepalkan kuat tangannya akibat emosi. Sedangkan Roxie malah langsung bertepuk tangan dengan meriah.

"Woah~ Jawaban yang sangat sederhana sekali~" Roxie berujar sambil bertepuk tangan dengan mata berbinar kagum menatap Rifa.

"Maksudku itu nama panjangmu bego!"

"Riiiiiifaaaaa.....!!!!!! Tuh, nama panjang ku."

Oke, kesabaran Andri mungkin sudah habis hanya karena satu gadis yang mempermainkannya. Padahal itu semua bukanlah termasuk ejekan. Apa mungkin karena ekspresi Rifa yang sedatar dada monyet- maaf salah, maksudnya sedatar tripleks?

"Woah!!!! Pintar, pintar, kamu memang hebat Rifa!!!" Roxie malah semakin antusias bertepuk tangan.

"Oke, ku ganti namamu jadi 'Hantu Air' saja karena penyebutannya lebih enak." Andri berujar santai sambil melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Rifa dengan tatapan angkuh.

Tentu saja Rifa yang mendengar itu langsung protes karena tidak terima.

"Enak aja! Aku nggak terima!"

"Makanya beri tau nama panjangmu."

"G, ty."

"Woah!!! Balasnya pakai singkatan ya?! Sungguh menakjubkan!!!" Lagi-lagi, Roxie semakin mempercepat gerakan menepuk tangannya karena terlalu takjub.

Ini sebenarnya ada apa sih?

'Apanya yang menakjubkan, bego?!'

Setelah Andri dan Rifa membatin secara bersamaan lagi, Andri memutuskan untuk mengalah saja lalu kembali ke kelasnya.

"Terserah kau saja. Kalau begitu, aku kembali ke kelas dulu."

"Bodo, ku tak peduli!"

Jleb!

Entah kenapa, balasan Rifa kali ini sukses menusuk tepat di jantung Andri. Baru kali ini Andri merasakan tertohok yang sesakit ini. Sakit tapi tak berdarah.

Setelah Andri cukup jauh meninggalkan Rifa dan mahluk tak dikenal di belakang Rifa, barulah Rifa dapat bernapas dengan lega.

"Huft ...."

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Roxie yang menghampiri.

"Nggak, aku nggak apa."

"Ngomong-ngomong, kau hebat sekali! Baru kali ini aku melihat ada orang yang berhasil melawan Andri seperti itu!"

Rifa yang mendengar nama tersebut langsung menoleh dimana Roxie berada.

"Andri? Namanya Andri?"

"Iya, namanya Andri. Andrian Fireryaro. Kau akan tau nanti jika sudah memasuki kelas dan mendapat pembagian kelompok."

"Oh, begitu ...."

Sambil berjalan menyusuri lorong, Roxie terus bercerita untuk memecah kecanggungan diantara mereka berdua. Karena Rifa adalah orang yang sangat pendiam menurut Roxie yang melihatnya, akhirnya Roxie putuskan untuk bercerita saja panjang lebar, entah topik nya menyangkut tenang apa.

"Saat kau bersekolah dulu, kau masuk ke sekolah apa? Maksud ku, sekolah sihir dulu." Roxie bertanya penasaran.

"Aku nggak sekolah di sekolah sihir mana pun sebelumnya-"

"HAH?! SERIUS?!"

Kali ini, Roxie terkejut dengan volume suara yang sengaja di tinggikan. Hingga beberapa pasang mata melirik mereka berdua. Hal itu sungguh membuat Rifa malu di tempat.

"Kok sampai se-histeris itu sih? Apa sampai segawat itu?"

"Y-ya ... begitulah." Roxie menjawab kikuk, tak tau harus membalas apa. Namun setelahnya Roxie pun berujar dengan nada volume yang makin meninggi.

"BERARTI KAU NGGAK PERNAH TAU YANG NAMANYA KENIKMATAN DUNIA?! ASTAGA, MALANG SEKALI HIDUPMU!!!"

'Ya tapi jangan teriak-teriak bisa nggak sih nih orang?!'

Rifa kesal sejadi-jadinya. Ia juga sudah berusaha untuk membalasnya semisal memukul Roxie mungkin, namun nihil. Rifa tidak tega jika harus melakukan hal itu.

"Kalau begitu, biar ku jelaskan saja sekarang!"

Roxie tampak antusias sekali saat ingin menjelaskan hal yang ingin ia jelaskan pada Rifa. Mungkin, Roxie juga ingin menunjukkan kepintarannya pada orang awam (seperti Rifa).

"Sebenarnya sebelum ada sekolah SMA sihir ini, ada juga sekolah SD atau SMP sihir. Seperti sekolah-sekolah di dunia manusia pada umumnya, bedanya sekolah ini dikhususkan bagi pengguna sihir saja. Manusia yang masuk ke sekolah ini saja dilarang kalau tidak mempunyai sihir," jelas Roxie (sedikit) sombong untuk memamerkan kepintarannya. Sedangkan Rifa hanya membalas dengan gumaman saja sangking malasnya untuk berbicara.

"Jadi, apa kau berasal dari dunia manusia?" Roxie bertanya kemudian yang sepertinya sedikit penasaran dengan kehidupan Rifa sebelumnya.

"Ya, begitulah. Aku berasal dari dunia manusia."

"Woah!!!"

Roxie tak henti-henti nya terkagum-kagum melihat Rifa yang berasal dari dunia manusia. Jujur saja, Roxie sebenarnya sedikit penasaran dengan kehidupan yang ada di dunia manusia saat ini.

"Jadi, bagaimana sekolah di sana? Apakah menyenangkan? Atau malah lebih parah? Kau berasal dari negara mana? Coba ceritakan sedikit padaku!"

Rifa merasa sedikit tidak enak ketika Roxie sangat antusias jika membahas tentang dunia manusia. Pasalnya, tidak ada yang dapat dibanggakan di dunia manusia, itu sih menurut Rifa sendiri.

Bayangkan saja. Banyak kendaraan umum di kota hingga menyebabkan macet dan debu jalanan, beberapa air laut sudah tidak sejernih dulu lagi, banyak sampah berserakan dimana-mana, bahkan hutan saja sudah ditebang akibat pemukiman warga. Hal apa lagi yang bisa dibanggakan?

"Sebaiknya kamu jangan pernah pergi ke dunia manusia, Roxie." Rifa menatap Roxie serius, lalu memegang kedua pundak Roxie.

"Eh? Kenapa?"

"Karena ...." Rifa sedikit menjeda perkataannya sebelum ia lanjutkan kembali, "di dunia manusia itu seperti bencana alam. Aku nggak mau kamu pingsan nantinya cuma karena melihat keadaan dunia manusia disana."

Roxie sedikit merinding ketika Rifa mengatakan hal tersebut dengan serius. Bahkan dirinya saja tidak tau harus berekspresi seperti apa.

"O-oh ... o-oke."

❄❄❄

Sesampainya di kelas 1-7, Rifa dan Roxie melihat takjub seisi kelas karena kelas yang mereka masuki sangat unik dan besar sekali. Mungkin itu hanya berlaku untuk Rifa saja.

"Tidak heran kita di suguhi pemandangan seperti ini dari murid-murid lain yang juga mempunyai sihir. Mulai dari ras vampire, werewolf, siren dan bahkan alien juga ada disini," komentar Roxie santai saat melirik Rifa dengan mata berbinar.

Murid-murid aneh yang ada di dalam kelas Rifa memang belum pernah Rifa lihat sebelumnya. Entah itu perasaan senang, sedih, dan terharu bercampur menjadi satu.

"Sepertinya kita harus cepat memilih tempat duduk atau bangku yang kosong disini. Aku khawatir kalau nantinya kita tidak mendapatkan tempat duduk sama sekali."

Mendengar Roxie mengatakan tentang pemilihan bangku membuat Rifa sedikit syok.

"Tapi kan, semua murid yang ada disini seharusnya sudah punya tempat duduk semua kan?" tanya Rifa panik.

"Tidak juga. Kadang beberapa murid ada yang disuruh berdiri karena tidak mempunyai tempat duduk."

Saat Roxie sudah mulai putus asa, entah kenapa Rifa merasa tidak tega melihat temannya seperti itu.

"Jangan takut! Kita nggak akan berdiri! Aku bisa jamin itu!" Rifa mengacungkan ibu jari di tangan kanannya.

"Kenapa kau bisa seyakin itu?"

"Karena aku sudah mendapatkan tempat duduk untukmu." Rifa menunjuk tempat duduk di barisan kedua paling tengah.

Dan benar saja, disana memang tidak ada murid lain yang menempati. Bangku tersebut memang benar-benar masih kosong, bersih dan suci.

"Tapi, disana kan hanya ada satu bangku. Kalau kau memberikannya padaku, kau akan duduk dimana?" tanya Roxie sedikit mengerutkan alisnya dan menatap Rifa khawatir.

Tiba-tiba saja, Rifa teringat sesuatu saat melihat bangku tersebut. Dan benar saja, bangku itu memang benar-benar hanya ada satu dan masih jomblo. Padahal Rifa pikir, bangku tersebut ada dua, seperti yang ada pada sekolahnya yang dulu.

"Baiklah Rifa, terima kasih karena sudah mencarikannya untukku. Tapi aku-"

"Tidak! Kamu ambil aja bangku itu. Biar aku cari lagi bangku yang lain," sangkal Rifa cepat dengan serius.

"O-oke."

Akhirnya disinilah Rifa, mencari bangku kosong dari satu tempat ke tempat yang lain sambil berkomat-kamit di dalam hatinya. Tak sampai membutuhkan waktu yang lama, akhirnya Rifa sudah mendapatkan bangku kosong di paling kiri bagian tengah (bukan paling depan atau paling belakang) dekat jendela.

Rifa berjalan ke bangku kosong tersebut dan langsung duduk di kursi tersebut sambil mengamati sekitar. Tak lama kemudian, datanglah Roxie menyapa.

"Bagaimana Rifa? Kamu sudah betah?" Tanya Roxie yang hanya sekedar untuk basa-basi atau serius.

"Gimana mau betah kalau cuma sehari sekolahnya."

"A-ahahaha ... kau benar juga." Roxie menggaruk bagian belakang kepalanya canggung.

"Tapi kau tau tidak, kalau kegiatan sekarang ini adalah pembagian kelompok?" Tanya Roxie lagi. Rifa semakin mengerutkan alisnya tanda tidak paham.

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak membaca informasi yang ada di mading? Semua informasinya sudah tertera disana loh."

Mampus. Baru kali ini bagi Rifa merasakan yang namanya sial sejadi-jadinya. Pantas saja Rifa selalu mengumpat selama ini.

"Kayaknya, aku melewatkannya." Rifa terkekeh pelan.

"Waduh, Rif. Ku pikir kau sudah tau semua ini."

Saat Roxie menggelengkan kepala tanda pasrah, Rifa malah nyengir-nyengir sendiri tidak jelas.

"Kau kan tau kalau seorang penyihir juga mempunyai kesalahannya sendiri. Penyihir juga nggak sempurna."

"Terserah kau saja. Ngomong-ngomong, sihirmu jenis apa?"

Baru saja Roxie menanyakan hal tersebut, Rifa sudah tersedak air liurnya sendiri hingga sampai terbatuk-batuk. Lalu bagaimana kalau Rifa meminum sesuatu tadinya?

"Rif, kamu kenapa?" Tanya Roxie yang sepertinya mulai khawatir dengan keadaan Rifa.

"Ti-tidak! A-aku nggak apa!"

"Serius?"

"Dua rius! Tak perlu khawatir!" Rifa mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya di tangan kanan hingga membentuk huruf V.

"Jadi?" Tanya Roxie sekali lagi, namun Rifa sudah bisa menebak dari tatapan Roxie bahwa Roxie pasti akan memaksanya untuk menjawab.

"A-apa?"

"Sihir mu itu apa?"

Sambil menelan salivanya, Rifa menjawab dengan lantang dan cepat.

"R-rahasia! Na-nanti aja ku tunjukin! Kalau ditunjukin sekarang malah nggak seru!" Sangkal Rifa beralasan.

Roxie pun menatap Rifa curiga, berbeda halnya dengan Rifa yang menatap Roxie gugup karena takut ia akan memaksa untuk menjawab yang sebenarnya.

"Huft ...." Roxie menghela napas pasrah. "Baiklah, aku tidak akan memaksa. Tapi setidaknya, biarkan aku memperlihatkan sihirku dulu padamu."

Tangan kanan Roxie terangkat untuk mengeluarkan sedikit sihirnya pada tangannya. Dari yang Rifa lihat, hanya serbuk hijau saja yang mengelilingi tangan kanan Roxie.

Namun perlahan tapi pasti, ada beberapa akar yang keluar dari balik lengan baju Roxie. Akar itu terus saja tumbuh hingga sampai pada titiknya, yaitu di telapak tangan kanan Roxie. Roxie sedikit mengeluarkan sihirnya kembali, namun sudah terlihat jelas bahwa satu kuntum bunga mawar merah mulai mekar dari ujung akar tersebut. Rifa semakin takjub dibuatnya.

"He-hebat sekali." Rifa sedikit mendekat dan mengendus bau mawar tersebut. "Harum pula."

"Hahaha. Ini tidak seberapa," balas Roxie merendah.

Belum sempat Rifa bermain-main dengan bunga mawar, tiba-tiba saja seseorang tidak dikenal datang dan memasuki kelas 1-7. Mungkin, itu adalah guru mereka.

"Selamat pagi anak-anak!" Seru bu Leni, wali kelas dari kelas tersebut menyapa.

"Selamat pagi bu Leni!" balas semua murid.

Tunggu, bagaimana mereka bisa tau nama guru tersebut sedangkan si guru masih belum memperkenalkan dirinya?

Mudah. Dari nametag yang guru itu pakai dan nama dari meja guru, apa masih tidak menjawab semuanya?

"Ibu tidak akan memperkenalkan diri lagi karena sudah pastinya kalian tau nama Ibu. Jadi Ibu tidak perlu menjelaskan. Tanpa basa-basi lagi, kita akan membagi kelompok untuk kalian semua. Semua anggotanya akan dipilih secara acak. Jadi bisa random dan tidak sesuai jumlah."

Ibu Leni pun mulai memegang absen yang ada di atas meja guru dan membacakannya secara acak.

"Roni, Febri, dengan Geby."

Nama anak yang disebutkan pun mulai bergumam. Ada yang merasa senang, ada yang merasa kecewa, bahkan ada juga yang menangis sanking terharunya.

"Aila, Wanda, Giana, Sky.

"Alex, Roberto, Mafonso, Ferguso, Sofianovanto."

Rifa makin merasa gugup saat guru itu menyebutkan nama semua murid. Tangan Rifa saja bahkan sampai bergetar hebat.

"Dan yang terakhir. Rifa dan Andrian."

"Eh?"

Andrian? Nama siapa itu? pikir Rifa.

"Yo, teman yang baru ku kenal. Sepertinya, kita dipertemukan lagi."

Deg!

Suara itu. Suara yang pernah Rifa dengar sebelumnya. Tapi dimana? Apa mungkin itu adalah Iblis Api?

Dengan gerakan patah-patah, Rifa tolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat siapakah yang bersuara tepat di belakangnya.

"Yoho~ Sepertinya kau kangen sekali denganku~" Orang itu menunjukkan seringaian menyebalkan nya untuk mengejek Rifa yang duduk tepat di depannya. Rifa pun syok.

"YA TUHAN!!!! KENAPA HIDUPKU BERASA PALING SIAL DISINI??!!" Rifa menjerit saat mengetahui bahwa orang tersebut memanglah Andrian Fireryaro.

To be continue...

2280 word

Minggu, 23 September 2018

Remake : Jum'at, 3 Januari 2020

Continue Reading

You'll Also Like

666K 40.1K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...
1.5M 79.6K 41
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
3.7M 360K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
142K 13.3K 37
Teman SMA nya yang memiliki wangi feromon buah persik, Arion bertemu dengan Harris dan terus menggangunya hingga ia lulus SMA. Bertahun tahun tak ter...