Jomblo Until Akad #KyFa (REPO...

By awanteduh23

11.7K 440 34

Sudah terbit. Ini hanya cuplikannya saja. ๐Ÿ˜‰ Pesan sekarang juga untuk baca novel "Jomblo until Akad" ๐Ÿฅณ๐Ÿฅณ DM... More

Prolog
#1
#2
#3 Unpredictable Thing
#5 (private mode)
23
#30 Catatan Langit Tentang Mengikhlaskan
COMING SOON. Novel #kyfa terbit
Open pre-order novel kyfa
Baca Karya Baruku Yuuuk
Ada Yang Baru Nih๐Ÿ˜
Open Pre-order Novel "Jomblo until Akad"
Cerita Ini Telah Diterbitkan
Open PO novel Jomblo until Akad

#4 A day with You

601 32 0
By awanteduh23

Tok tok tok!

Pria beralis tebal itu mengetuk pintu rumahku. "Assalamu'alaikum?" Karena tak ada yang menyahut, ia pun mengetuk pintu sekali lagi.

"Iya, sebentar!" sahutku dari dalam rumah.

Krek!

Pintu pun terbuka. Dan, hal yang pertama kulihat saat itu adalah senyuman manis yang terukir di bibir tipis pria beralis tebal itu. Aku agak terperangah akan kehadirannya.

"Wa'alaikumussalam...," jawabku.

"Eh! Ngapain loe pagi-pagi gini udah dateng ke rumah gue?" sambungku dengan nada kesal. Bukan karena aku tak suka, tapi karena ini terkesan aneh saja. Setelah hampir tiga tahun ia menghilang begitu saja dan kini ia mulai melakoni lagi rutinitas lamanya. Ya, ia memang sering datang ke rumahku pagi-pagi sekali. Sebab, dulu aku dan dia berangkat ke sekolah sama-sama. Dan, itu sudah menjadi kebiasaanku dengannya.

"Gapapa kali, Lea... Gue kan sahabat loe. O, iya, gue juga mau ngajak loe jalan-jalan," kata pria beralis tebal itu seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket yang ia kenakan. Ia juga memakai syal di lehernya. Tak biasanya seperti itu.

Mungkin karena udara di Bandung yang benar-benar dingin. Atau mungkin karena ada alasan lain yang tak pernah ia nyatakan padaku.

"Jalan-jalan ke mana?" Mata sipitku berbinar-binar. Lesung di kedua pipiku pun jadi tampak jelas karena aku tersenyum.

Ya, aku sudah tidak kesal lagi pada pria beralis tebal itu. Karena, aku sangat suka travelling. Dulu saat aku masih belajar di bangku SMP dan SMA, aku adalah anak pramuka. Aku hampir tak pernah absen jika ada ekskul itu. Tak heran jika sekarang aku berjiwa petualang dan suka sekali pada alam dan semua tentang penjelajahan.

"I reckon... nature is a simple thing that could make me happy just some seconds. And, it is a greatest creation of Allah that I cannot lied," pikirku seraya tercenung. Aku pun mengkhayal jika aku tengah berada di Mt. Dieng yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Mungkin aku akan menjadi orang yang paling bahagia sedunia. Sebab, aku sangatlah ingin mendaki gunung itu dan melihat keindahan yang terhampar di sana.

"Di sekitaran Bandung sih, but pasti loe suka. Gue jamin deh loe pasti suka dan betah berlama-lama di sana."

"Hmmm, iya dah iyeee, Adam Ahmad Fauzan. Awas aja ya kalo loe bohong dan malah ngajak gue ke empang," ancamku seraya meremas-remas jari-jemariku.

"Ya kali gue ngajakin loe ke emang. Kagak lah, Lea... Udah, gih mandi dulu biar wangi."

"Yeee, gue mah gak bau kali...."

"Hmmm, iya deh iya. Btw, gue gak disuruh masuk nih," sindir Adam seraya melihat ke bagian dalam rumahku.

"Ya udah sok aja masuk. I am going to shawa o abimasu ne," ucapku seraya berlalu dari hadapan Adam.

"Huuu! Sok bule ama jepun loe!" cibir Adam seraya geleng-geleng kepala. Tapi, sebenarnya ia merasa senang karena ia bisa melihat keceriaan yang terpancar di wajahku lagi.

"Biarin!" seruku dari dalam kamar.

"Kenapa loe gak berubah, Ra, setelah apa yang gue lakuin sama loe?" Adam membatin seraya duduk di sofa. Ia menatap ke arah buku album foto yang ia ambil dari bawah meja. Ia mengelus-elus potret diriku saat masih kecil. Sesekali, pria bertubuh jangkung dan beralis tebal itu tampak tersenyum simpul saat melihat-lihat isi buku itu. Namun, seketika tatapannya berubah menjadi sendu. Langit di hatinya pun merupa menjadi mendung.

'Thanks, Dam. Loe udah ngajarin gue banyak hal---termasuk jatuh cinta sekaligus terluka."

Adam membaca kata-kata itu yang terselip di balik foto. Pada kertas seukuran origami itu, ia melihat ada namanya yang tertulis di bagian bawahnya. "Jadi, selama ini Haura suka sama gue?" tanyanya dalam hati seraya menatap tak percaya. Spontan, ia langsung menutup album foto itu saat mendengar suara langkah kaki seseorang.

"Eh, Adam! Kamu apa kabar?" tanya seorang wanita paruh baya pada Adam. Ia adalah Ibuku.

"Alhamdulillah, Tante. Kabar Adam baik. Kalo tante gimana?" ucap Adam seraya tersenyum tulus.

"Kabar tante juga baik kok, alhamdulillah."

Obrolan antara Adam dan Ibuku pun terus berlanjut hingga terdengar gelak tawa.

"Apa yang tengah mereka bicarakan?" batinku bertanya-tanya.

Aku mengintip dari balik dinding seraya mengamati Adam dan Ibuku. Ya, aku sudah selesai mandi dan sedikit bersolek. Aku tak begitu suka berdandan, tapi bagaimanapun juga aku harus belajar untuk suamiku kelak. Meskipun sederhana, tapi insyaa Allah dapat bahagia karena membahagiakan hati si dia yang masih jadi rahasia Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

"Bu, aku mau keluar dulu, ya sama Adam?" tuturku seraya menghampiri sahabat kecilku dan bidadari tak bersayapku.

"Ya udah, hati-hati ya. Ibu titip Haura sama kamu, Dam. Jagain dia," pesan Ibuku seraya menepuk-nepuk pundak Adam.

"Siap, Tante...."

"Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumussalam warohmatulloh."

Adam menaiki motor vixion-nya lalu memberikan sebuah helm berwarna putih padaku. "Nih pake."

Aku pun memakai helm itu dan menaiki motorcycle-nya Adam yang sudah terparkir di tepi jalan raya yang berada di samping rumahku.

"Udah gak?" tanya Adam.

"Udah."

"Ya udah turun."

"Hah? Turun?"

"Iya, kan kata loe udah." Adam menahan tawanya seraya melirik ke arahku.

"Apa-apaan sih loe? Kirain gue udah pake helm, Dam."

"Nggak, nggak. Gue becanda kok, Lea... Yuk kita caw," ucapnya diselingi gelak tawa yang terdengar renyah. Kemudian, ia menyalakan mesin motor gedenya itu.

"Yap. Tapi, loe mau ajak gue ke mana sih, Dam?" tanyaku seraya menaruh kedua tanganku pada punggung Adam, sahabat kecilku.

"Udah, gak usah bawel. Nanti juga loe bakal tahu kok." Adam mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang. "Lea, loe masih keukeuh sama prinsip loe itu?" Ia memulai pembicaraan lagi dengan topik lain dan itu tentang aku. Ia memang suka begitu. Kalau lagi otw pake motor, ia suka ngedongeng tentang apa pun. But, sering kali sih tentang pengalamannya sendiri yang tak terhitung. Ya, actually ia lah yang lebih terbuka padaku. Terbukti dengan curhatan-curhatannya yang entah sudah yang ke sekian kalinya. Aku tak ingat.

'Menurut kisah di novel-novel yang sering kubaca, itu artinya ia nyaman untuk curhat sama loe. Dan, membuat kenyamanan itu ternyata gak segampang loe ngegombalin si doi lho. Butuh waktu yang cukup lama, mungkin aja sangat lama untuk membuat si dia nyaman sama kita. So, buat loe yang udah berhasil bikin dia nyaman, jangan pernah loe sia-siain dia. Pun, jangan sampai loe acuhin dia. Sebab, sekali dia dicuekin sama orang yang ia percaya, hancurlah kenyamanannya itu.'

Langit-langit benakku malah dihinggapi oleh cerita-cerita fiksi yang sering kubaca. Dan, aku tak sadar bahwa sedari tadi aku membungkam dan tak menjawab pertanyaan dari Adam, sahabatku.

"Lea? Loe lagi mikirin apa sih? Mikirin gue ya?" seloroh pria bertubuh jangkung itu. Senyuman pun terukir indah di wajahnya yang berkulit putih. Dia adalah satu-satunya sahabatku yang berlainan jenis dengank. He is boy. Dan, bagiku dia adalah prince ice sekaligus prince charming-ku.

"Apa? Mikirin loe? Ya nggak lah, masa iya gue mikirin loe, Tong!" elakku seraya menatap punggung Adam. "Gue lagi mikirin project novel sama puisi gue kali," lanjutku seraya mengedarkan pandanganku ke arah jejalanan di Bandung yang hampir seperti kota metropolitan, Jakarta. Kini kota kembang tak lagi seperti dulu dan macet bukanlah hal yang galib lagi di sini, apalagi di pusat kota.

"Lea, loe belom jawab pertanyaan dari gue. Loe... masih megang prinsip jomblo until akad loe itu, ya?"

Aku mengerutkan sebelah alisku. "Of course. Emangnya kenapa?" jawabku seolah tidak ada apa-apa dengan hatiku. Aku berusaha menyisihkan perasaanku pada Adam yang kian tumbuh liar. Aku berusaha susah payah untuk menutup-nutupi rasaku ini darinya. Sebab, kutahu bahwa dari dulu ia hanya menganggapku sebagai sahabatnya dan takkan pernah lebih dari itu.

Maka, baiknya aku menepi saja. Aku ingin beristirahat dulu 'tuk menyembuhkan hatiku yang hampir lampus (mati). Aku ingin begini saja dulu; sendiri menyepi dan membiarkan hatiku menghening.

Laa ba' sa!

Sungguh tidak apa-apa.

Kubiarkan lembaran almanak terus berganti dan hanya meninggalkan kenangan yang membuatku berada dalam labirin sunyi.

Di tempat terlengang ini aku masih bisa bersyukur karena aku bisa menemukan secercah cahaya harapan dari Ilahi. Cahaya itu bertebaran bersama ikhlas dan sabar. Melebur menjadi tabah yang tak berbatas. Aku pun jadi sadar bahwa cahaya itu adalah bentuk kasih sayang Allah padaku. Kasih sayang tak takkan pernah terkira seberapa besarnya.

"He'em. Kenapa gitu?"

"Rapopo." Adam sok pake bahasa Jawa. Di detik selanjutnya, ia pun mengalihkan pembicaraan ke arah lain. Yaitu tentang cita-cita dan blablabla. Terlalu banyak yang ia ceritakan padaku. Hingga aku tak bisa tuk merincikannya satu per satu.

***

Senja pun tiba. Ufuk barat kini dihiasi semburat kemerahan dari sang lembayung. Magenta pun tepercik di kaki langit yang mulai meredup.

Sesiur angin berkelindan di sekelilingku. Kurasakan begitu dinginnya udara di kota kembang ini. Karena, saat itu Adam dan aku tengah berada di daerah perbukitan. Bukit Moko namanya.

"Subhanallah, Allahu akbar!" Aku berdecak kagum seraya menyebut asma-Nya.

"Loe agak berubah, Lea," celetuk Adam seraya menoleh padaku. Ia duduk di sampingku di atas bukit Moko. Adam dan aku tengah menikmati sunset yang sebentar lagi akan tenggelam ditelan awan temaram.

"Berubah gimana?" Aku menatapnya sekilas lalu kupandangi lagi panorama kota Bandung yang tampak jelas dari atas bukit ini.

"Ya, loe jadi lebih kalem dan kayak akhwat rohis gitu..."

"Ya, gue cuma mau jadi lebih baik lagi aja, Dam. Dalam kaca mata Islam sih namanya muhasabah diri."

"Ya bagus sih kalo gitu. Gue dukung apa pun keputusan loe." Adam tersenyum hangat padaku.

"Syukron, Dam. Eu... mulai sekarang kita jangan pake loe-gue lagi ya, aku-kamu aja." Aku menatap Adam seraya melengkungkan seuntai senyuman tulus.

"Tapi kan aneh jadinya. Biasanya juga loe-gue," dalih pria beralis tebal itu. Kelihatannya, ia tidak setuju dengan apa yang barusan kukatakan padanya.

"Ya biasain atuh."

Adam hanya berdehem ria seraya menatap mentari senja yang baru saja tergelincir ke peraduannya. Kini, yang ia lihat hanyalah gelap-gulita dan ribuan cahaya lampu dari bawah sana.

Ya, kota Bandung hampir terlihat separuhnya dari bukit Moko. Saat malam menjelma pun keindahan kota kembang tampaklah jelas. Mulai dari lampu-lampu neon yang bergemerlapan di bawah sana, pegunungan yang melingkupi bukit Moko, masjid raya Bandung yang tampak bersinar, dan sebagainya.

Fabiayyi aalaairabbi kumaa tukadzdzibaan. (QS. ar-Rahman)

"Lea?" Adam memanggil namaku. Ia merusak keheningan yang kuciptakan, karena aku tengah tercenung. Bukan sekadar merenung yang tiada artinya, tapi renungan yang bermakna dan mendekatkanku pada Yang Maha Kuasa.

"Hmmm." Kujawab panggilannya itu dengan deheman saja, lalu aku menoleh pada Adam.

"Tunggu sebentar, ya?" tutur Adam lalu meninggalkanku. Aku pun fokus lagi pada hatiku yang tengah berzikir memuji asma-Nya. Dan, kupandangi keindahan malam nan syahdu. Bertemankan desauan angin yang bertiup menghampiriku dan suara-suara binatang malam yang sedikit menepiskan kesunyian.

Sesekali, kutatap langit yang ditaburi gemintang yang gemilap -- meskipun tanpa sang rembulan. Aku pun terhanyut dalam kesenyapan yang kupadupadankan dengan keheningan malam.

Aku membisu, namun tidak dengan hatiku. Jauh di dasar hatiku, kusebut-sebut nama-Nya tanpa jeda. Kurapal asma-Nya dengan penuh ketulusan sebagai seorang hamba yang dhaif, pun bergelimangan dosa.

"Subhanallah, Allahu akbar." Begitulah dan seterusnya.

Tak lama kemudian, Adam pun datang.

"Ini untuk kamu," ucap Adam seraya menyodorkan jagung bakar padaku.

Aku pun menerimanya seraya tersenyum. "Syukron, Adam. Tahu aja deh kalo aku lagi laper." Tak lupa aku membaca basmalah sebelum menyecapi dan menikmatinya.

"Oh, pantesan dari tadi serasa ada yang berisik-berisik gitu," seloroh Adam.

Aku tertawa kecil seraya menutup mulut dengan tangan kananku. Setelah itu, aku pun memakan jagung bakar itu lagi, begitu pun dengan Adam.

"Lea, maaf, ya. Itu ada yang item-item di bibir kamu." Adam mengelap sudut bibirku dengan saputangannya.

"Udah, udah, biar aku aja, Dam. Syukron," ucapku seraya meraih saputangan yang Adam pegang.

Adam mengangguk seraya tersenyum simpul padaku.

Jarum jam menunjuk ke arah pukul tujuh. Azan magrib sedari tadi telah berkumandang di surau-surau. Adam telah menunaikan kewajibannya sebagai seorang hamba. Ia telah salat saat ia pamit sebentar seraya memesan jagung bakar. Sementara, aku tidak salat karena sedang halangan.

"Pulang yuk, Dam. Aku gak mau ibuku khawatir karena pulang kemaleman."

"Oke. Bentar, ya... aku mau bayar yang tadi dulu."

Aku mengangguk pelan. Dan, setelah selama satu menit aku menunggu, akhirnya Adam pun datang. Aku dan Adam pun langsung pulang dengan menggunakan motor milik sahabatku, Adam.

***

"Thanks, Dam," tuturku setelah memberikan helm berwarna putih milik Adam. Aku tersenyum ramah pada pria bertubuh jangkung itu.

"Yap. Lea, gue... Eh! Aku maksudnya. Aku pulang dulu ya, tolong sampein salam juga ke ibu kamu, oke?"

"Iya, Dam. Siap."

"Oke. Assalamu'alaikum?"

"Wa'alaikumussalam warahmatullah. Hati-hati di jalan, Dam," pesanku pada Adam sebelum ia melesat dengan moter gedenya. Perlahan-lahan cahaya lampu motornya tak terlihat lagi di belokan sana.

Aku masih mematung di tepi jalan raya depan rumahku. Dalam hati aku berkata, "Untuk saat ini, lebih baik kusimpan saja pertanyaan-pertanyaan yang hampir tiga tahun ini menghantui pikiranku. Biar. Kan kujadikan ini sebagai teka-teki. Sebab, aku percaya bahwa suatu saat nanti Allah akan menjawab atas apa yang kutanyakan pada-Nya dalam doa."

Continue Reading

You'll Also Like

481K 40K 40
"1000 wanita cantik dapat dikalahkan oleh 1 wanita beruntung." Ishara Zaya Leonard, gadis 20 tahun yang memiliki paras cantik, rambut pirang dan yang...
203K 14.7K 47
ini cerita pertama maaf kalo jelek atau ngga nyambung SELAMAT MEMBACA SAYANG(โ โ‰งโ โ–ฝโ โ‰ฆโ )
383K 21.7K 85
"Manusia saling bertemu bukan karena kebetulan, melainkan karena Allah lah yang mempertemukan." -Rashdan Zayyan Al-Fatih- "Hati yang memang ditakdirk...
216K 11.2K 39
"Jangan menikah dengan Perempuan itu! Menikahlah dengan perempuan pilihan Umi, Gus!" Syakila Alquds, sosok gadis yang kehilangan kesucian dan berasa...