Marriage Flavors

By barbiebyunn

362K 31.2K 2K

"Ci, aku mau punya anak," kata Guanlin langsung, seperti meminta dibelikan permen seharga lima ratusan kepada... More

0.1 Prolog
0.2 Prolog
2. Mine
3. Guanlin's Friends
4. Kencan
5. Mama Mertua
6. Boomerang
7. Beautiful In Wife
8. Whatever
9. Latata
10. Si Bocah
11. Gossip Girl
12. Alpukat Kocok
13.1 Kenangan
13.2 Kenangan
14. Si Anak Kecil
15. Pity me
16. Day One
17. Oh My God!
18. Emergency Couple
19. Very Important Person
20. Our Times
21.1 Deep Talk
21.2 Deep Talk
22.1 Surprise
22.2 Surprise
23. Triple Choco
24. Hormon
25. Kesayangan Gue
26. Everything
27. Melted
28. Mama Mertua (Again)
29. Make-up
30. Saturday Night
31. Morning Routine
32. I love You 5000
33. Scenary
34. Troublesome
35. Girl's Talk
36. Fearful
37. Cheesecake
38.1 EX
38.2 EX
39. Modern Fairytale
40. I'm Mentally Tired

1. Daily Activity

19.2K 1.2K 38
By barbiebyunn

Gue udah bangun sebelum adzan subuh berkumandag, seperti biasa gue mengendap tanpa suara keluar kamar, takut untuk membuat suami gue yang masih tidur nyenyak itu terbangun. Kerjaan gue masih banyak karena sehabis makan malam gue langsung tepar dan memilih untuk tidur karena kecapean. Hal yang pertama yang gue lakuin adalah penyebab kenapa gue bangun pagi kali ini: memeriksa keadaan tumpukan baju kotor di wadah cucian. Seketika gue manarik nafas lelah. Gue nggak ngira kalau cucian gue numpuk sebanyak ini. Walaupun gue pake mesin cuci, tapi nggak akan bisa langsung dimasukin semua, ada beberapa baju atau celana yang harus gue pisah, beberapa kali putar baru kerjaan gue beres.

Suami gue emang suami paling nyusahin sedunia. Untungnya gue sayang. Selain pengennya makan masakan gue mulu, Guanlin juga nggak suka kalau baju dia di cuci dengan jasa laundry. Alasan suami gue emang masuk akal, karena di laundry kadang baju kita kurang bersih atau kadang takut kena luntur. Tapi please, apa dia secinta itu sama gue kalau apa-apa harus gue yang kerjain.

Mertua gue aja pernah nyaranin untuk mengewa pembantu rumah tangga. Guanlin menolak dengan alasan biar gue mandiri jadi istri dia, akan ada saatnya dia bakal menyewa seseorang yang bakal ngurus rumah entah kapan itu, dan orang tua gue dengan teganya mengiyakan perkataan Guanlin. Sehingga gue lagi-lagi harus ngalah dan menuruti kemauan suami gue.

Tapi jujur, apa yang dilakuin sama suami gue memang membuat perubahan besar dalam hidup gue. Dulu sebelum menikah, membersihkan kasur sehabis tidur aja gue males, cucian baju kadang gue biarin dan yang lebih parah gue paling males nyuci piring sendiri kalau nggak niat jadi gue entar-entarin. Dirumah orang tua gue memang disedian pembantu, tapi nggak selalu ada setiap saat, hanya datang kalau dibutuhin aja. Kadang ibu gue suka kesel dan ngomel sama gue kalau lagi ada dirumah, kerjaan gue ketika ada waktu luang selalu gitu-gitu aja, tidur-tiduran nggak jelas, jadi pemalas seharian dan nggak pernah mau repot kesana kemari kalau disuruh. Itu juga gue baru gerak dari kasur kalau ada teman yang ngajak main.

Kalau sekarang? Jangan ditanya, gue bahkan bisa dikirim menjadi TKW ke luar negeri karena kemampuan kebersihan gue sudah bersertifikat kompetensi.

Memang ya kata orang, menikah mampu mengubah pribadi seseorang.

Sambil membiarkan mesin cuci gue menyala untuk mencuci baju, gue membereskan kerjaan yang tersisa: cuci piring, menyapu dan juga membuang sampah, selesai, tinggal menjemur baju dan penderitaan hari ini selesai.

"Sayang," kata gue membangungkan suami gue itu, "Matahari udah mau terang. Kita belum sholat subuh. Ayo bangun."

Guanlin masih tidak bergeming.

"Ayo bangun sayang. Atau kamu mau aku bawain air wudhunya kesini? Biar sekalian mandi."

Kalimat itu selalu berhasil membangunkan suami gue, karena sekarang dia sudah mengucek mata sambil menatap gue dengan wajah mengantuk.

"Cepat banguun, ambil air wudhuuu." kata gue sambil menarik suami gue itu untuk bangun.

Setelah drama singkat akhirnya kita berdua sholat subuh bareng, dan seperti yang sudah bisa ditebak suami gue kembali tidur. Sedangkan gue kembali ke dapur untuk membuat sarapan pagi, lalu bersiap untuk pergi bekerja.

Sehabis mandi, gue ngedeketin ranjang kami lagi. Kali ini matahari sudah terang, dan suami gue itu harus siap-siap untuk pergi ke kampus karena katanya sekarang ada kuliah pagi.

"Guanlin," Gue menggoyang bahu dia cukup kuat, berharap Guanlin bakal langsung bangun. "Eh curut kenapa sih susah banget dibangunin padahal udah di ubek-ubek gini tapi gampang banget kebangun padahal aku cuman buka pintu kamar waktu tengah malam? Bangun nggak, lo ada kuliah pagi hari ini, nanti lo telat." Kata gue kesal.

Guanlin merentangkan tangan lalu membuka kedua mata, memandang gue dengan pandangan tak kalah kesal karena gue sudah menganggu dia.

"Lima menit lagi," kata Guanlin yang sudah bersiap kembali memejamkan mata.

"Nggak boleh," Gue menarik bantal yang sedang Guanlin tiduri sehingga otomatis suami gue itu membuka matanya secara sempurna.

"Lo kenapa sih akhir-akhir ini suka tidur dan susah banget untuk dibangunin, padahal gue liat waktu produktif lo masih banyak dibandingkan gue."

"Lo ngomong kaya nggak pernah jadi mahasiswa aja."

"Iya gue tau kalau lo kecapean. Tapi kalau udah saatnya lo bangun, berarti lo memang harus bangun. Namanya juga mahasiswa, nggak ada yang mudah."

Setelah memastikan suami gue bangun. Gue lalu menuju lemari, mengambil pakaian dalam dan langsung memakainya. Gue ngelirik sebentar, ngerasa suami gue tengah memperhatikan gue.

Dia tersenyum sambil menopang kepalanya, menatap gue dari atas sampai bawah. "Terimakasih karena sudah memberikan pemandangan indah dipagi hari." Guanlin malah bersiul menggoda gue.

Gue mutar kedua mata gue, "Liat ginian aja lo langsung melek. Dasar bocah. Sana gih mandi, jangan terlalu banyak ngulur waktu, malu sama ayam."

"Masih jam 7 kurang, Uci. Gue ada kelasnya jam 8," kata suami gue setelah melirik jam yang ada didinding.

"Satu jam itu sebentar untuk bersiap-siap, Linlin. Gue nggak mau kejadian kemarin keulang ya, lo ngulur-ngulur waktu buat kuliah terus nggak sempat makan sarapan yang gue buat. Lo juga hari ini udah janji mau nganterin gue kerja."

"Selama apapun gue siap-siap, nggak bakal selama elo."

"Cewek kalau nggak lama berarti bukan cewek." Gue mendengus, "Intinya hari ini gue mau dianter sama lo. Gamau tau. Harus. Kudu."

"Iya Uci. Iya. Gue anter kok."

"Gitu dong. Lo 'kan nggak terlalu sering nganterin gue. Masa lo tega biarin gue naik motor tiap hari berteman debu dan asap kendaraan."

"Gue udah pernah nawarin, gue yang pake motor dan lo yang naik mobil. Tapi lo dengan alasan lo itu selalu menolak. Jadi kalau lo mau gue ngalah dengan alasan cewek selalu benar, maaf, kali ini bukan salah gue."

"Yaiyalah. Mobil lo itu terlalu kebagusan untuk ukuran gue yang hanya seorang pegawai bank. Nanti orang-orang malah curiga gue dapat uang dari mana bisa punya mobil mahal dan sekeren itu."

"Ya, lo tinggal bilang kalau itu mobil suami lo."

Gue mengabaikan perkataan dia, melangkahkan kaki mendekat, meminta suami gue itu untuk menaikan resleting rok gue di belakang.

Suami gue bangun, tanpa gue minta dia udah tau tujuan gue mendekat. "Lo kok gendutan, sih?" bisik Guanlin tepat di telinga gue.

"Apa! Siapa yang bilang gue gendutan!" bentak gue ngerasa nggak terima. Gimana ceritanya gue bisa gendutan kalau dia nguras kalori gue mulu tiap hari. Lagian wanita mana yang suka di katain gendutan.

Suami gue ketawa, "Rok lo sempitan nih, biasanya nggak sesusah ini naikin resletingnya."

"Ini ukuran S, baju yang gue pake biasanya lagi dijemur!" jawab gue membela diri. Tapi gue masih bisa ngeliat raut mengejek di wajah suami gue.

Gue mendengus, lalu melempar handuk gue yang tadi di ujung ranjang ke muka Guanlin. Suami gue itu dengan sigap menangkapnya. "Sana lo kalau mau mandi sekalian jemurin." Gue beranjak ke meja rias gue, tapi suami gue narik tangan gue.

"Ada yang lupa."

"Apa?"

"Morning kiss, beybih." kata suami gue sebelum mencium pipi gue lalu benar-benar pergi untuk mandi.

Gue tersenyum. Melupakan semua kekesalan gue tadi, Selelah-lelahnya gue menjalani hidup, gue masih punya penyemangat ketika gue membuka mata untuk menghadapi dunia.

Siapa lagi kalau bukan suami gue.

***

Selesai sarapan kami langsung pergi, bareng. Kali ini suami gue berbaik hati nganterin gue ke bank tempat kerja gue. Tempatnya searah dengan kampus dia—kampus gue juga karena kita berdua satu almamater. Biasanya gue milih naik motor sendiri atau naik transportasi online, alasan sebenarnya adalah gue nggak mau bikin dia repot. Dari waktu kita yang berbeda ketika bepergian dan pulang kerumah, juga sepertinya masih banyak hal yang harus Guanlin lakuin selain nganterin istri dia berangkat kerja meski itupun kewajiban.

Gue kerja jadi customer service di salah satu bank Indonesia, padahal gue jelas-jelas sarjana teknik. Iya, jangan heran. Apa lagi kalau bukan susahnya dapat restu serta izin suami gue tercinta. Gue bisa apa. Dia imam gue. Panutan gue.

Guanlin itu nggak mau gue kerja, tapi gue tetap ngotot sama dia dengan alasan gue nggak bisa berdiam diri dirumah seharian hanya untuk menunggu dia pulang. Kebetulan yang berbuah keberhasilan, gue iseng mendaftar di perusahaan yang menyimpan uang itu dan diterima. Itu juga harus melewati perjalanan yang panjang sampai gue dapat izin. Gue sama Guanlin harus berantem dulu, karena dengan gue bekerja disitu otomatis gue harus memanipulasi identitas gue menjadi belum menikah.

Guanlin kesel tentu aja. Tapi setelah berjam-jam saling diam, Guanlin mengiyakan keinginan gue, membolehkan gue bekerja. Itupun dia bersedia untuk ganti rugi kalau gue ketahuan udah menikah.

Suami idaman bukan?

Tapi ingat, itu dulu. Sepertinya gue harus segera mengucapkan selamat tinggal sama pekerjaan gue karena suami gue itu sudah mulai rese ingin gue cepat berhenti meski belum dikatakan secara langsung.

Gue lagi narik pagar rumah, saat tetangga gue nyapa gue. "Eh pagi, mbak Suci. Mau berangkat kerja?" kata bu Lena sambil tersenyum.

Emang lo kira gue mau nyawer.

Gue hanya senyum canggung sama tetangga gue, lalu langsung masuk ke dalam mobil karena suami gue udah nunggu.

"Bu Lena ngomong apa?" kata suami gue saat mobil udah jalan.

"Biasa. Basa basi nggak penting."

Suami gue terkekeh, lalu mengacak puncak kepala gue "Lo masih salty sama si ibu?"

"Bukan salty lagi, Gue masih dendam. Gue nggak bisa jelasin gimana keselnya gue sama tuh tante -tante rese yang suka julid."

Mobil kami berhenti karena lampu merah. Jadi suami gue bisa menoleh, menatap wajah gue.

"Iya kamu boleh kesal sama si ibu. Tapi bukannya dia udah minta maaf dan mengakui kesalahan yang sudah dilakuin?"

Gue mendengus, "Iya emang. Tapi kita juga nggak tahu si tante serius atau nggak minta maafnya. Gue masih nggak terima di gituin sama dia. Main asal lapor warga aja bilang kita berdua pasangan kumpul kebo."

Kali ini Guanlin tertawa nyaring, membuat gue mau nggak mau mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Kira-kira kami baru menikah sebulan dan pindah ke rumah itu selama dua minggu. Karena sama-sama sibuk, Guanlin yang masih ospek, gue yang sibuk traning kerja di bank belum dengan urusan berkas-berkas kelulusan dan persiapan wisuda, sehingga nggak ada waktu untuk sekedar tegur sapa atau mendatangi para tetangga.

Emang sih nggak sopan. Tapi saat itu gue dan Guanlin benar-benar sibuk, bahkan kita berdua harus pulang pergi dari rumah mertua gue atau orang tua gue. Saat kesibukan itu sudah terselesaikan. Gue dan suami gue juga jarang ada dirumah karena kuliah dan bekerja. Tapi tetangga gue itu kayanya nggak terima ada sepasang pria dan wanita nggak dikenal, tidur berdua satu atap di samping rumah dia. Dan malah lapor ke ketua RT tanpa bertanya terlebih dahulu kejelasannya pada kami.

Padahal mertua gue sudah melapor ke ketua RT kalau kami pasangan baru menikah, tetap aja si Bu Lena itu tidak percaya, mungkin karena kami yang memang masih muda atau terlampau kesal karena nggak berhasil menganggu kami. Bu Lena malah membawa rekan-rekannya untuk menggrebek rumah kami.

Gue saat itu bahkan masih pake mukena, sehabis sholat Isha bareng suami gue. Dan tiba-tiba aja rumah gue udah rame kaya pasar malam. Berbeda sama gue yang emosi, suami gue malah sangat tenang. Menjelaskan pada tetangga kalau kita berdua udah menikah dan menunjukkan buka nikah kita berdua sama mereka, dan mereka tentunya percaya karena ada bukti.

Meski masalah itu sudah selesai begitu para warga pulang, sampai saat ini gue masih nggak terima sama bu Lena. Kalau bisa gue pengen pindah rumah secepatnya.

"Udah jangan cemberut gitu dong, nanti cantiknya hilang," Suami gue ngusap kepala gue lagi, lalu melajukan mobilnya kembali.

"Nggak baik musuhin orang lama-lama. Lagian si ibu udah minta maaf. Kita juga yang salah nggak mampir ke rumah sebelah."

Ingatin disini gue yang lebih tua empat tahun dari dia.

Sepanjang jalan menuju kantor. Sekali lagi gue harus mendengar ceramah suami gue, yang ngatain gue kekanak-kanakan dan mengajari gue hukum bertetangga.

Gue bisa apa, kalau apa yang dia katakana saat ini benar.

Mobil kita udah sampai di depan kantor gue. Gue noleh ke Guanlin, terus ngulurin tangan buat salim sama dia.

"Nanti lo jemput gue 'kan?" tanya gue sebelum membuka mobil.

"Lo chat gue aja nanti kalau minta jemput. Terus nanti malam temanin gue main basket, ya?"

Gue tampak berpikir, tapi akhirnya mengangguk dengan terpaksa.

Suami gue senyum. Senyum manis banget bikin hati gue meleleh. Nggak lama gue ngerasa dia ngecup bibir, cukup lama.

"Masuk gih. Gue mau kuliah." kata Suami gue saat melihat gue hanya diam.

Gue mengangguk lagi, lalu keluar mobil dia.

"See you later, beybih." Dia ngedipin mata ke gue di jendela yang sengaja dibuka, kemudian melajukan mobilnya, meninggalkan gue yang masih terdiam.

Kata orang, menikah dikatakan berhasil ketika lo jatuh cinta berkali-kali kepada orang yang sama setiap hari meski lo udah tau keburukan orang itu sendiri.

Dan itu terjadi pada diri gue yang selalu berakhir jatuh cinta dengan pria yang bernama Guanlin.

***Don't forget to vote and comment***

Si Ucii 🖤🖤

Kalau kaya gini siapa yg lebih beruntung, Linlin atau Uci? Wwk

Continue Reading

You'll Also Like

454K 8.4K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
35.8K 7.3K 10
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
74.5K 7.5K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
72K 3.2K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...