Raja & Lea (COMPLETED)

Od Neliyssaa

14.3M 803K 9.6K

Highest rank : #1 in CHICKLIT Seri pertama Trio Centil (Lea, Diandra & Lili) Cerita lengkap di Dreame dengan... Více

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52
Part 53
Part 54
Part 55
Part 56
Part 57
Part 58
Part 59
Part 60
Part 61
Part 62 - End
Ekstra Part - 1
Ekstra Part - 2
Raja pov
Lea pov
Ken & Diandra
Tentang Buku dan ???????

Part 5

235K 14.6K 171
Od Neliyssaa

Lea tak henti - hentinya meneteskan airmata sejak tadi sore. Eyang tercintanya belum juga bangun dari tidurnya. Mata Lea sudah sembab dan bengkak, dan badannya sudah sangat lengket karena belum sempat membersihkan diri dan berganti baju.

Pintu ruangan itu menjeblak terbuka. Lili dan Diandra masuk dengan ekspresi sama, sedih. Terutama Lili. Gadis itu langsung menghambur kearah brankar Eyangnya yang terbaring tak berdaya itu dengan airmata berderai.

Lea merasakan pelukan seseorang di bahunya. Ia mendongak. Ternyata Diandra.

Setelah keadaan tenang, mereka pindah duduk di sofa. Lea menatap Eyang yang masih saja tertidur. Gadis itu tak bisa untuk tidak merasa sedih dan prihatin atas kondisi sang Eyang.

Eyangnya memiliki empat orang anak, tapi tak seorang pun yang berada disini disaat ibu mereka sedang meregang nyawa.

"Mereka benar - benar keterlaluan..." Kata Lili memecahkan kebisuan diantara mereka.

Lea dan Diandra menoleh kearah gadis itu.

"Papa dan Mama. Gue udah kasi tau mereka Eyang masuk rumah sakit dan minta agar mereka segera pulang, tapi mereka lebih milih menyelesaikan konferensi di Bogor itu. Om Mahes yang di Kalimantan aja langsung mengambil penerbangan pertama pas gue telpon tadi."

Lea mendesah kemudian tertawa miris. "Aku bahkan malah ragu kalau Papa dan Mamaku udah tahu tentang hal ini. Udah telfon mereka berkali - kali tapi gak diangkat, jadi aku tinggalkan aja pesan ke sekretaris Papa."

Lili ikut tertawa getir, sementara Diandra hanya menatap mereka berdua dengan prihatin. Keluarga kedua sahabatnya ini benar - benar lucu. Dalam artian negatif tentu saja. Berbeda dengan keluarganya yang solid dan berlimpah kasih sayang.

"Mending lo mandi dulu Le, ini tadi gue bawain lo baju ganti." Diandra mengangsurkan sebuah bungkusan besar ke pangkuan Lea.

Lea mengangguk kemudian berlalu menuju kamar mandi tanpa protes. Ia mandi dengan cepat. Tak sampai dua puluh menit kemudian, ia sudah keluar kembali dengan menggunakan kaus lengan panjang dan celana panjang bahan katun yang dibawa Diandra tadi.

"Lili mana Di?" Tanya Lea begitu tak mendapati Lili di ruangan itu. Hanya ada Diandra dan seorang suster yang sedang mengecek kondisi Eyang.

"Keluar sebentar, katanya mau nelpon supirnya minta dibawain makanan dan baju buat besok." Kata Diandra.

Lea mengangguk - angguk kemudian mengambil tempat duduk disamping Diandra. Matanya menatap suster yang sedang menuliskan sesuatu di papan clipboard yang dibawanya.

"Gimana Eyang saya sus? Kenapa beliau masih belum bangun juga?" Tanya Lea.

Sang suster tersenyum ramah. "Nyonya Adiwangsa stabil, hanya saja masih dalam pengaruh obat tidur. Beliau perlu istirahat yang cukup. Nanti satu jam lagi saya kembali buat mengganti infusnya."

Lea mengangguk.

"Masih ada lagi, mbak?"

"Nggak ada sus. Terimakasih."

Suster muda itu kembali tersenyum."Kalau ada apa - apa pencet saja tombol darurat diatas tempat tidurnya ya mbak."

"Baik sus... "

Kalau gitu saya permisi."

"Sekali lagi terima kasih suster..."

Suster itu tersenyum lalu melangkah keluar dan menutup pintu.

"Thanks Di, for accompanying us here..." Kata Lea begitu ruangan itu hanya tinggal mereka bertiga.

Diandra menatap Lea sedikit lama. Tapi beberapa detik kemudian gadis itu tersenyum. "My pleasure. Eyang juga udah gue anggap Eyang gue sendiri. Jadi santai aja kali!"

"Mama Herlina tau kamu disini, kan? Ntar ribut nyariin kayak kemarin."

"Tau. Gue udah izin juga buat nginap disini. Mama titip salam,katanya besok baru bisa kesini. Nungguin Papa pulang dari Medan soalnya."

Hening. Hanya bunyi mesin elektrokardiograf dan jam dinding yang menemani mereka.

Diandra tahu, Lea akan langsung kehilangan semangat dan keceriaan setiap kali dihadapkan dengan situasi seperti ini. Eyang adalah dunia bagi sahabatnya itu.

"Keluarga aku lucu banget kan Di?" Kata Lea lirih. Mata indah gadis itu saat ini sedang menatap Eyangnya yang terbaring kaku diatas tempat tidurnya.

Diandra hanya diam.

"Eyang punya banyak anak, tapi diantara mereka hanya om Mahes yang benar - benar peduli pada Eyang."

"Papa dan Mamamu sibuk, Le. Begitu juga kedua orangtua Lili." Diandra mencoba menghibur meskipun ia tahu itu tak berguna sama sekali.

"Yeah, but at least activate the phone. It's far, i know. And i'm not expecting they will come back everytime Eyang collapse. Aku hanya minta mereka sedikit peduli. For God's sake Di, we just a little girl! Kasian Eyang..."

Lea tak kuasa kembali menumpahkan airmatanya. Diandra memeluknya erat. Mencoba menyalurkan semangat pada sahabatnya itu.

"Kadang aku iri dengan keluargamu. Ingat nggak waktu bang Gilang masuk rumah sakit waktu itu? Semua anggota keluarga kamu berkumpul untuk memberikan semangat. Bahkan bang Bima yang waktu itu di Bandung saja sampai meninggalkan meeting pentingnya untuk mendampingi bang Gilang. Sweet banget, kan?"

Diandra tersenyum. Kalau boleh ia juga besar kepala karena terlahir di keluarganya.

Lima menit kemudian, Lili masuk sambil menenteng tiga bungkusan besar ditangannya. Salah satunya adalah bungkusan makanan dilihat dari label gerai fast food terkenal yang tertera di bungkusnya.

"Ayo makan dulu. Gue minta pak Amin ambil baju di rumah dan beliin makanan ini tadi di depan. Mbok Sar udah nyampe rumah, besok pagi datang lagi. Gue udah minta dia bawain baju ganti juga buat lo ke kampus besok."

"Thanks Lili..."

Lili hanya tertawa. Gadis itu dengan lincah menata makanan diatas meja. Ada nasi dan seember ayam goreng, french fries, tiga botol air mineral dan sekotak eskrim coklat. Kata Lili, untuk menambah mood.

Lea menatap jejeran makanan di depannya dengan ragu."Banyak banget, Li. Siapa yang mau ngabisin?"

"Gak usah banyak omong deh, lo kan setiap kali stress pelampiasannya ke makanan, Le." Kata Lili. Gadis itu menatap Lea dengan tatapan tak habis pikir. Pelampiasannya gak elit banget. Untung saja Lea orangnya tak cepat gemukan. Kalau tidak, badannya pasti sudah mirip gentong.

Lea menggigit bibir. Sepupunya itu memang selalu hapal kebiasaannya yang satu itu.

"Eyang lebih baik cepat - cepat bangun. Gue mau minta ganti rugi soalnya. Masa iya uang jajan gue habis buat nraktir lo doang?" Lili mulai sewot.

Lea terkekeh geli. "Iya iya, ntar diganti kok Lili imut. Pelit banget sih sama sepupu sendiri. Om Saka kan kaya."

"Iya, Papa lo juga kaya kali! Jadi gak usah morotin gue terus!"

Sebenarnya Lea tak pernah 'morotin' sih, malah Lili dan Diandra selalu dibayari setiap kali mereka hangout di kafe atau jalan - jalan ke mall. Lili berkata seperti itu hanya untuk membuat Lea kembali semangat dan ceria.

"Papa aku kan jauh, susah kalau mau minta duit. Enakan kamu tinggal tadah tangan."

"Papaku juga jauh kali. Terbukti selama sebulan cuma sepuluh hari aku ngeliat dia di rumah."

"Iya, tapi kan---"

"Ini kapan makannya sih? Udah laper gue!" Diandra menyela perdebatan kedua sahabatnya itu. Dia sudah hampir meneteskan liurnya melihat sayap ayam yang menggoda itu sejak tadi, tapi Lea dan Lili masih saja meneruskan debat tak bermutu mereka.

Lea dan Lili berpandangan dan tersenyum geli. Tak lama kemudian mereka sudah diam sambil menyantap makan malam. Memang makanan adalah obat mujarab bagi orang yang lagi cerewet karena lapar.

Makanan yang tadinya sempat dianggap banyak oleh Lea kini bersih tak bersisa. Ember yang tadinya dipenuhi ayam goreng kini isinya berganti menjadi tulang - tulang sisa makan mereka. Hanya eskrim coklat yang masih utuh ditempatnya. Itupun tampaknya tak akan terjadi lama, karena Diandra sudah membuka tutup eskrim itu dan mulai menikmati isinya sendirian.

"Ini apaan?" Lea membuka dua plastik besar yang tadinya diletakkan Lili disamping sofa.

"Baju gue sama cemilan."

Lea mengernyit. "Makanan lagi?"

"Hm, tapi kan nggak makanan berat, Lea. Lo harus tahu orang yang menjaga pasien itu harus makan dengan baik. Jangan sampai kita mau jagain Eyang, tapi malah kita yang jatuh sakit. Jadi gue minta aja pak Amin beliin buat persediaan."

Lea kembali diam dan mengatur barang - barang itu ke dalam lemari sementara Lili membereskan sisa makan mereka dan Diandra asyik dengan eskrimnya. Ada air mineral, tisu, roti dan buah - buahan. Ia juga mengeluarkan kasur, selimut dan bantal yang khusus disediakan oleh rumah sakit untuk penjaga pasien yang menginap dari dalam lemari dan menggelarnya diatas lantai.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh lewat. Suster yang tadinya mengecek Eyang juga sudah selesai mengganti infus. Lea, Lili dan Diandra yang memang mengantuk karena kelelahan dan kekenyangan langsung tertidur setelah menghabiskan eskrim dan membersihkan diri.

Pukul satu dinihari, Lea terbangun. Ia mengerjapkan mata beberapa kali dan menoleh kearah brankar Eyang. Memastikan Eyangnya baik - baik saja. Ia sedikit terkejut mendapati sesosok pria yang duduk membelakangi dirinya disamping brankar. Tapi begitu orang itu bicara, Lea kembali menutup mata dan meneruskan tidurnya.

Pria itu adalah Maheswara Adiwangsa sekaligus anak bungsu Eyang. Pria itu langsung menuju rumah sakit begitu sampai dari Kalimantan.

"Mama tidur lagi ya, masih malam ini." Kata Mahes pada ibunya. Ia kembali meletakkan gelas di tangannya keatas nakas disamping brankar setelah selesai membantu ibunya minum.

Nyonya Adiwangsa tersenyum lemah. "Kenapa nggak nunggu besok saja baru kesini? Kasihan anak - anakmu di rumah."

"Ada Dwi yang menjaga mereka, Ma. Aku sengaja minta dia pulang dulu malam ini dan kembali besok. Jadi Mama tenang saja."

Nyonya Garwita Adiwangsa menghela napas pelan.

"Aku kaget banget pas Lili nelpon dan ngasi tau kalau Mama masuk rumah sakit." Kata Mahes lagi.

"Kamu seperti tidak terbiasa saja. Kamu kan tahu, rumah sakit sudah jadi rumah kedua buat Mamamu ini."

"Tapi tetap saja, Ma. Aku mohon, Mama harus cepat sembuh. Kasihan sama aku, Dwi, Lea, Lili. Kami semua khawatir dengan keadaan Mama." Kata Mahes. Tangannya mengelus lembut lengan ibunya yang bebas dari selang infus.

"Ya, kamu benar. Apalagi Lea. Mama nggak tahu apa yang akan terjadi dengannya kalau terjadi sesuatu sama Mama."

"Aku gak suka Mama ngomong begitu."

"Kamu harus janji sama Mama, Mahes. Kamu akan jaga dan rawat Lea dengan baik kalau Mama udah nggak ada nanti."

"Ma---"

"Janji sama Mama!"

Mau tak mau, Mahes mengangguk. Ia tak mau ibunya bicara lebih banyak lagi. Tapi Nyonya Garwita terus saja berbicara.

"Kenapa hanya Lea?"

"Bukan Mama berniat pilih kasih. Mama menyayangi cucu - cucu Mama sama rata. Hanya saja Lea, anak itu sudah melewati begitu banyak hal yang tidak menyenangkan dalam hidupnya. Kamu tahu sendiri bagaimana keluarga kita memperlakukannya. Bahkan kedua orangtuanya sendiri. Sementara cucu - cucu Mama yang lain sudah berada di zona aman. Rene dan Ergan sudah bahagia dengan kehidupan mereka, Lili dan Aji juga sudah punya tameng sendiri menghadapi Saka. Hanya tinggal sedikit bantuan saja dari kamu. William dan Auryn juga tak perlu dikhawatirkan, dan kedua cucu kembar Mama pasti akan selalu bahagia berada dibawah perlindungan seorang ayah yang hebat sepertimu. Hanya Lea... Hanya Lea yang masih belum bisa Mama lepas sendiri, Mahes..."

Mahes masih saja terdiam. Ia sangat tahu bagaimana kakaknya yang gila jabatan dan kesempurnaan itu memperlakukan Lea. Keponakannya itu seringkali dimarahi dan dibedakan dengan kedua kakaknya yang mengagumkan. Begitu juga dengan keluarga mereka yang lain, terutama Saka yang selalu saja merendahkan Lea. Untungnya Lili terlahir dengan otak cerdas, jadi dia tak menjalani hidup penuh tekanan seperti Lea.

"Mama bersyukur Lea tinggal disini dengan kita, meskipun dia sering mendengar cemoohan dari anggota keluarganya yang lain. Kadang Mama berpikir untuk mengembalikan dia pada Mama dan Papanya. Tapi akhirnya Mama sadar, dia lebih bahagia disini. Terlebih lagi dengan kehadiran Diandra dan Lili."

"Aku menyayangi Lea dan Lili seperti anakku sendiri Ma. Aku akan jaga mereka dengan baik, Mama tenang saja."

Nyonya Garwita tersenyum tulus seraya balas menggenggam erat tangan putranya yang sejak tadi menggenggam tangan tuanya.

"Cucu - cucu Mama pasti bahagia sekali memiliki Eyang yang perhatian dan menyayangi mereka melebihi yang mereka tahu seperti ini." kata Mahes lagi.

"Ya, tapi hanya beberapa orang saja dari mereka yang menyadarinya."

-------------------------------------------

Tbc...

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

2.3M 12.5K 26
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...
47.6K 3.8K 52
Series # 3 MauNinda Series #3 *** Cinta itu tidak seindah seperti taman bunga. Cinta itu rumit seperti sebuah labirin. Cinta itu memusingkan sepert...
320K 16.7K 51
Sequel INABILITY, bisa dibaca terpisah:) Menyembunyikan perasaan perihal biasa, berpura-pura tidak suka meski sebenarnya suka. Itulah yang Zelda lak...
558K 53K 120
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...