The Rain Within

By wiwienwintarto

2.1K 178 24

Sebuah kesalahan fatal dalam sebuah pertandingan playoff yang sangat penting membuat Elan Naratama trauma dan... More

PROLOG
ONE
TWO
THREE
FOUR
FIVE
SIX
SEVEN
EIGHT
NINE
TEN
ELEVEN
TWELVE
THIRTEEN
FOURTEEN
FIFTEEN
SIXTEEN
SEVENTEEN
EIGHTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
EPILOG

THE PAST, THE MEMORIES & THE MIRACLES

71 6 0
By wiwienwintarto

Jam dinding menunjukkan pukul 16.00.

Elan dan Rain duduk bersila berjejeran menghadap ke arah jendela raksasa yang membentang dari plafon atap ruangan hingga ke lantai. Pemandangan luar biasa sekali dari situ. Seakan-akan mereka sedang mengambang di angkasa raya tempat hamparan panorama Jakarta terlihat luar biasa sekali.

Pemandangan Ibukota dari lantai 37 emang sangat memesona.

Mereka barusan makan nasi goreng sambil duduk lesehan di lantai menghadap ke jendela. Kini, sisa piring kotor ditumpuk tak jauh dari situ.

"Semua dimulai pada tahun 1983," Rain mengawali ceritanya sambil mengorek-ngorek gigi pake tusuk gigi. "Waktu itu, di Semarang, Papa dan Mama mendirikan biro perjalanan wisata Taurus Travel. Awalnya, tu biro kecil aja. Rute yang dilayani pun baru sekitar Demak, Jepara, Borobudur, dan Jogja. Karena dikelola dengan baik, Taurus berkembang pesat. Setahun kemudian, Taurus udah bisa melayani paket wisata di seluruh Indonesia.

Tahun 1986, bisnis pariwisata keluarga kami udah sangat maju dan besar. Papa dan Mama bergerak di berbagai bidang, mulai biro wisata, persewaan mobil, transportasi umum, outbond, diving, sampai membuka jaringan taman ria di Denpasar, Mataram, dan Serang. Tahun 1987, saat aku lahir, Papa mendirikan Hotel Taurus dan biro penerbangan Taurus Air. Waktu itu Taurus Air belum jadi maskapai penerbangan internasional kayak sekarang, tapi baru sebuah biro penerbangan partikelir yang melayani pelanggan para turis asing yang pengin jalan-jalan keliling Bali pake helikopter.

Titik balik terpenting dalam karier bisnis Papa dan Mama terjadi pada tahun 1990. Om Hermawan, adik mamaku, saat itu baru aja lulus kuliah ekonomi di Amerika. Dia nyaranin agar Papa terjun ke bisnis investasi. Beli saham, jual saham, beli perusahaan publik yang hampir kolaps, mereparasinya, dan lantas menjualnya lagi dengan harga sepuluh kali lipat. Papa nurut. Dan dia terutama mengincar perusahaan-perusahaan turisme luar negeri yang udah pada masuk pasar saham.

Hasilnya ternyata sungguh luar biasa. Hanya dalam jangka tiga tahun, Taurus melar menjadi sebuah kerajaan bisnis yang sangat sukses. Tahun 1993, karena emang dirasa udah perlu, Papa membentuk sebuah holding company yang mewadahi seluruh kegiatan bisnisnya di dunia pariwisata. Namanya Taurus Corporation. Saat itu, jaringan kita udah melebar hingga ke Eropa, Mediterania, dan seluruh Asia."

Rain diam sejenak. Ia memeluk kedua lututnya. Sepasang matanya menerawang ke arah langit, persis ketika sebuah pesawat terbang melintas di kejauhan sana.

"Tapi kemudian, semua berubah dengan cepat. Tahun 1994, Papa meninggal karena serangan jantung. Dua tahun sesudah itu, Mama menyusul karena diabetes," Rain menarik napas panjang. "Tiba-tiba aja, aku jadi yatim piatu saat umurku belum lagi genap 9 tahun. Aku nggak punya siapa-siapa lagi padahal ada sebuah perusahaan raksasa yang harus diurus."

"Emang kamu nggak punya sodara kandung?" Elan menyela.

Rain menggeleng.

"Aku anak tunggal. Nggak ada kakak, nggak ada adik," ia diam sebentar. "Sesuai surat wasiat yang ditulis Mama sebelum meninggal, seluruh kepemilikan saham Taurus Corp atas nama Mama sebanyak 75% diwariskan langsung ke aku. Bisa kamu bayangin sendiri kan kayak apa keadaanku saat itu? Ada anak umur 9 tahun mewarisi sebuah kerajaan bisnis yang bernilai ratusan juta dolar!"

"Lantas siapa yang abis itu menggantikan ortu kamu memegang Taurus?"

"Siapa lagi kalo bukan Om Her? Dialah pewaris terdekat sesudah aku. Saat dewan direksi bersidang memilih ketua, Om Her menang karena dia memakai semua suaraku. Sejak saat itu hingga sekarang, dia menjadi CEO Taurus untukku. Secara resmi Taurus tetap menjadi milikku. Om Her hanya menjalankan operasional harian atas namaku. Hebatnya Om Her, dia nggak punya ambisi sedikitpun untuk merebut Taurus dari tanganku, meski dengan pengalaman bisnisnya yang segudang, dia sebenernya bisa ngelakuin itu dengan sangat mudah.

Dia setia banget pada Mama. Sebelum meninggal, Mama sempat berpesan supaya dia menjagakan Taurus untukku. Dan dia bener-bener sangat mematuhi pesan terakhir mamaku itu. Maka kalo perusahaan ini diumpamakan kerajaan, selama ini Om Her bertindak sebagai wali raja buatku. Kelak, jika waktunya telah tiba, kalo dirasa aku udah siap, Taurus akan dikembalikan juga padaku. Aku akan jadi ratu di kerajaan ini, persis seperti pesan Mama."

"Kapan itu?"

"Seperti pernah kubilang, kira-kira 20 tahun lagi. Om Her bilang, kalo umurku udah di atas 35 tahun, aku mungkin udah punya cukup bekal untuk mengelola Taurus. Sebagai permulaan, sejak dua tahun terakhir ini, Om Her selalu mengajakku mengikuti semua kegiatan bisnis tingkat atas yang dilakukan dewan direksinya. Tujuannya agar aku seenggaknya bisa kenal dulu urusan apa aja yang kelak akan ku-handle. Kemaren itu, saat aku ngilang sampe hampir dua minggu, Om Her ngajak aku nonton rangkaian terakhir proses pembelian Tel-Sat oleh Taurus. Aku juga diajak melihat-lihat beberapa anak perusahaan Taurus di seluruh dunia. Rasanya merinding dan hampir nggak percaya melihat semua perusahaan gede itu, yang diurus oleh para bisnismen terkemuka yang sebagian besar adalah orang bule dari Amrik atau Eropa itu, sebenernya adalah milikku... dan aku bertanggung jawab atas nasib mereka semua dan juga keluarga mereka!"

Elan tercenung sesaat, "Kalo gitu, kalo kamu udah nggak punya siapa-siapa lagi, lantas di Semarang kamu tinggal sama siapa?"

"Keluarga... dalam tanda petik," Rain tersenyum. "Satpam, tukang kebun, juru masak, pembantu rumah, dua orang asisten, dan satu orang sekretaris pribadi. Itulah sebabnya semalam aku bisa ngeluyur sampai jam satu pagi lebih. Nggak akan ada yang marah kalo aku pulang telat atau bahkan seandainya nggak pulang sama sekali. Emang ada bawahan marah-marah sama bos tertinggi? Paling Mbak Ira, sekretarisku itu, yang suka cemas dan rajin menelpon kalo udah agak malam aku belum juga pulang."

"Kenapa kamu nggak tinggal di sini aja bareng Om Her daripada tinggal jauh-jauh di Semarang?"

"Itu suruhan Om Her juga. Dia bilang, aku harus latihan hidup mandiri sejak sedini mungkin. Dia menyuruhku masuk SMA di Semarang. Lagian tinggal di Semarang kan sama aja balik kampung buatku, karena pas kecil dulu aku emang tinggal di rumah Jalan Argopuro itu. Aku harus tinggal di Semarang sampai lulus sekolah sambil mencoba bekerja untuk pertama kalinya di Radio Ozone, yang masih merupakan perusahanku juga. Setelah beberapa kali masukin surat lamaran, baru pas awal kelas dua aku bener-bener diterima kerja di sana di bagian marketing."

"Pernah kena marah atasan?"

"Wah, ya sering," Rain ketawa. "Terutama pas hari-hari pertama dulu. Waktu itu aku belum begitu gape pegang komputer. Shutdown Windows aja aku belum tau. Kalo pas pulang, komputer langsung aku matiin begitu aja. Akibatnya waktu Mas Viktor tahu, aku langsung dibunyi-bunyiin dan dibilang ketinggalan jaman 100 tahun!"

Elan ikut ketawa geli.

"Sekarang apa kira-kira reaksi dia kalo tau yang pernah dia bilang ketinggalan jaman itu sebetulnya bos tertinggi dia, ya?" ia nyeletuk.

Rain tertawa, "Pasti shock!"

Elan seketika melongo saat ia teringat sesuatu.

"Kalo gitu, guyonan kamu soal ngasih hadiah aku kapal pesiar tu aslinya bukan guyonan, ya?"

Rain mengangguk dengan raut wajah jenaka.

"Bisa aja sih, kalo kamu mau. Kapan kamu ulang tahun? Ntar kukasih hadiah satu buah yacht yang spesifikasi desainnya terserah kamu."

"Gimana kalo hadiahnya pesawat F-16 bekas pakai Angkatan Udara Amerika? Kamu bilioner paling kayak nomor 65 sedunia. Pasti sanggup dong beli pesawat."

Rain langsung manyun sebal, "Nek kuwi jenenge kurang ajiar bin ngelunjak!"

Elan ngakak keras.

Ia terdiam sesaat, lantas sesuatu kembali menyinggahi benaknya.

"Nanti dulu! Kalo DeltaMed adalah bagian dari Taurus Corporation, dan DeltaSinema adalah bagian dari DeltaMed, apa urusan kastingnya si Wening...?"

Rain tersenyum penuh arti.

"Siang itu, abis kamu pergi dari rumah sakit, aku nelpon Pak Digdo dan Mas Wijang. Aku minta agar mereka ngasih kesempatan kasting buat seorang model bernama Wening Trihastuti yang hari itu ikut pemotretan dengan para bintang Prom Night 4Ever. Karena mereka adalah anak buah yang profesional, dan karena yang ngasih instruksi adalah bos tertinggi Taurus, ya akhirnya si mantan calon pacarmu itu punya peluang untuk mewujudkan cita-citanya jadi bintang pilem!"

Elan menggeleng-geleng, "Wening pasti kaget kalo tau ini..."

"Jangan kasih tau dia. Inget itu! Ini rahasia kita. Aku bukannya mau nepotisme dengan mengutamakan teman dari temanku. Kayak yang udah aku lakukan pada Erin, aku cuman make kekuasaanku untuk ngasih kesempatan pada mereka yang memerlukan. Tapi keputusan terakhir tetap berada di tangan mereka yang paling ahli. Di tangan orang-orang kayak Mas Viktor atau Mas Wijang. Soal kasting itu, ya biar Wening sendiri yang berusaha dengan kemampuannya sendiri. Aku nggak pernah memaksa Mas Wijang untuk ngasih peran utama Prom Night 2 ke Wening. Sekarang kalo dia lolos kasting sinetron Cinta Seribu Lara, itu bener-bener karena dia emang punya kemampuan akting lumayan, bukan karena Mas Wijang keder sama aku!"

"Tetap saja luar biasa," Elan masih menggeleng-geleng. "Bayangin, kamu baru 18 tahun, tapi seakan-akan udah punya power untuk nentuin jalan hidup orang lain. Bukan, bukan seakan-akan lagi. Kamu emang punya power!"

Rain ketawa pelan.

"Tapi cerita soal keluargaku masih belum selesai sampai di situ tadi," ujar Rain kemudian, dengan wajah kembali jadi sendu. "Ada lagi yang lebih seru, yang tadi bikin aku bilang bahwa aku sama sekali nggak punya keluarga."

"O, ya? Apa itu?"

"Ternyata, selain surat tentang warisan saham, tanah, rumah, dan harta benda lainnya, mamaku masih punya surat wasiat satu lagi. Surat itu baru bisa dibuka oleh pengacara keluarga kami saat umurku udah 17 tahun. Maka tanggal 24 Februari tahun lalu, saat umurku genap sweet seventeen, Om Her membuka dan membacakan surat itu buatku. Dan isinya bikin aku luar biasa terpukul dan mengalami depresi hebat sampai empat bulan lebih."

Elan menunggu dengan tegang, "Emang isinya apa?"

"Isinya..." raut wajah Rain kembali dibayangi emosi yang amat besar, "...Aku bukan anak kandung Papa dan Mama."

"Hah!?"

"Surat wasiat Mama dilampiri semua korespondensi dan surat-surat resmi yang mensahkan proses adopsiku oleh Papa dan Mama. Dari situ aku tahu bahwa aku dipungut oleh mereka dari Panti Asuhan Sekar Mawar yang ada di Magelang, tepatnya di Kota Mungkid, Kabupaten Magelang."

"Lantas ortu kandung kamu sebenernya siapa?"

Rain menarik napas panjang untuk meredam gejolak emosinya sendiri.

"Sesudah depresiku sembuh, aku diantar Om Her menengok panti asuhan itu untuk mencari tahu siapa sebenernya orang tua kandungku. Di sana aku bertemu Ibu Murtiningsih, kepala panti yang waktu itu menangani langsung proses adopsiku oleh Papa dan Mama. Dia cerita, Papa dan Mama waktu itu udah divonis dokter nggak bakalan bisa punya anak secara biologis. Karena saat itu usia mereka udah melewati 40 tahun dan segera butuh seorang anak untuk mewarisi Taurus, proses adopsilah yang akhirnya mereka pilih. Dan ketika cerita Bu Murti sampai pada identitas ortu kandungku yang sebenernya, kembali aku dibikin shock, karena cerita kemunculanku di dunia ini jauh lebih tragis daripada kisah sinetron yang nanti akan dibintangi si Wening."

Elan menahan napas dan menelan ludah dengan tegang. Kali ini ia terlalu spaneng menunggu kelanjutan kisah Rain sampai-sampai untuk ngomong pun nggak bisa lagi.

"Tanggal 24 Februari 1987 pagi, para petugas polisi pariwisata di Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur menemukan seorang bayi perempuan dibuang di selokan dekat terminal bus. Bayi itu kelaparan dan hampir koma karena kedinginan kalo aja nggak segera ditemukan. Dia lantas dirawat di RSU Magelang sampai sembuh. Dan karena nggak pernah ketahuan siapa orang tua kandung bayi itu, dia kemudian diserahkan ke Panti Asuhan Sekar Mawar. Biaya perawatannya ditanggung patungan oleh para polisi dari Polsek Borobudur dan Polsek Kota Mungkid. Mereka juga yang sepakat menamai bayi itu... Rainie Febri Murzani!"

Saat Elan menoleh menatap Rain, air mata sudah jatuh bercucuran membasahi sepasang mata indah itu. Tak ada isakan dan sedu sedan, tapi air mata tertumpah sempurna menggali kembali masa lalu yang sangat luar biasa.

"Dikasih nama Rainie dari kata 'rainy', karena dia ditemukan pada pagi hari yang dingin dan berhujan rintik-rintik. Febri udah jelas, dia lahir tanggal 24 Februari. Dan Murzani itu diambil dari nama Pak Ahmad Murzani, petugas polisi yang pertama kali menemukannya di selokan," Rain memakai tisu untuk menyeka air matanya. "Dua bulan kemudian, persisnya bulan April, datanglah Bapak dan Ibu Ernandianto, pengusaha kaya raya pemilik perusahaan pariwisata Taurus Travel, untuk mengadopsi bayi itu."

Elan tak mampu berkata-kata mendengar semua pengungkapan itu. Ia turut larut dalam emosi Rain. Tangannya gemetar terulur menyentuh bahu gadis itu.

"Kini kamu tahu siapa aku sebenernya," Rain bergumam lirih, lebih seperti merintih. "Bukan Rainie si orang terkaya ke-65 di dunia, tapi siapa aku yang sesungguhnya. Semua orang punya keluarga. Semua orang punya tempat yang mereka sebut 'rumah'. Tapi aku? Bahkan jati diri kedua orang tua kandungku pun tak tahu. Tak akan pernah. Hanya Tuhan yang tahu. Ibuku mungkin seorang remaja yang hamil di luar nikah. Kekasihnya meninggalkannya. Dan karena nggak kuat menanggung aib, karena nggak mau jadi single parent, atau mungkin karena nggak punya biaya untuk merawat seorang bayi, dia lantas membuangku ke selokan...

Sekarang kamu ngerti kenapa aku bilang aku sama sekali nggak punya keluarga. Kini bahkan keluarga angkatku pun udah nggak ada lagi. Aku hidup sendiri... bener-bener seorang diri! Aku nggak pernah punya seseorang yang memarahiku, sok tahu menasihatiku dan melarangku pacaran karena aku dibilang masih kecil, membikinku marah dan ngamuk-ngamuk, yang menggangguku dengan berbagai kelakuan menyebalkan, yang akan dengan senang hati membikinkanku bubur saat aku masuk angin, atau yang diam-diam mencuri uang jajanku untuk beli es krim atau permen...

Pas aku opnam di rumah sakit dulu itu, aku pernah bilang lagi punya masalah dengan keluargaku. Inilah masalahku itu... aku nggak punya keluarga...!"

Rain kembali menyeka air mata yang jatuh mengalir dengan deras.

"Aku punya semuanya... kekuasaan, masa depan, harta benda berlimpah, pesawat jet pribadi, kapal pesiar raksasa yang kuberi nama Rainie I dan sekarang lagi sandar di Hong Kong, sebuah pulau di Laut Tengah, kastil kuno di Inggris peninggalan Raja Henry VII, dan akses langsung secara pribadi dengan Presiden SBY atau bahkan Ruang Oval Gedung Putih di Washington dengan Presiden Bush. Tapi aku nggak memiliki harta paling berharga bagi semua manusia di planet ini... yaitu keluarga."

Elan merangkul erat Rainie, bukan dengan renjana, tapi lebih kayak seorang kakak pada adiknya.

"Kalo mau, anggaplah orang rumahku sebagai keluargamu sendiri. Meski kamu sama sekali nggak ada pertalian famili dengan kita, tapi kita pasti mau bantu apapun yang kamu perlukan. Apapun, kapan saja..."

"Udah. Kalian semua udah sangat banyak bantuin aku belakangan ini," Rain mengangguk-angguk. "Pertama kalinya dalam hidup, akhirnya aku punya keluarga lagi. Punya rumah lagi. Punya tempat untuk pulang lagi. Tempat buat mudik kalo pas Lebaran, atau buat tidur dan bermalas-malasan kalo lagi capek. Aku langsung bisa merasakannya saat pertama kali masuk rumahmu habis kita nongkrong di kafe sore dulu itu. Dan waktu pertama kali ketemu Bapak, Ibu, dan juga Erin, aku seolah-olah kayak ketemu lagi dengan orang-orang terdekat yang udah belasan tahun nggak pernah aku temui. Saat itu aku bener-bener terharu waktu Bapak bilang aku adalah 'anak baru' di keluarga kamu. Makanya waktu aku cerewet mengomeli kamu supaya mau bangkit lagi main bola, itu bener-bener ungkapan kekesalan seorang adik terhadap kakaknya...!"

Elan langsung menyergah, "Cuman seorang adik terhadap kakaknya!?"

Rain ketawa dan menonjok lengan Elan.

"Kan udah kubilang itu gampang diatur!"

Elan terkekeh, "Naa.. gitu dong!"

Rain menyandarkan kepalanya ke bahu Elan. Terdiam agak lama.

"Makasih, ya?"

"Sama-sama."

"You changed my life..."

"Kamu juga. Kalo nggak ada kamu, saat ini pasti aku masih jadi pecundang sejati."

"Emang Dygta?"

Elan ketawa.

Lantas mereka saling membisu lagi. Sama-sama menikmati hening tanpa kata-kata yang sangat menakjubkan. Detik demi detik berlalu, dan mereka tak saling buka suara. Sunyi. Lama sekali. Namun di situlah semuanya tercurah sempurna. Apa yang nggak bakalan bisa diungkap dengan istilah atau kalimat seindah apapun.

Baru beberapa saat kemudian Elan menoleh memandangi Rain. Ia tersenyum. Si manis itu ternyata tertidur lelap di pundaknya.

Elan merapatkan rangkulannya. Ia meletakkan wajahnya sedekat mungkin dengan wajah Rain sehingga bisa merasakan hembusan halus nafasnya.

Ia menunggu sejenak. Lalu...

"I LOVE YOOOOOUUUUUU...!!!"

Rain terbangun kaget luar biasa. Ia langsung menyumpah-nyumpah dan memukuli Elan,

"Brengsek! Brengsek! Brengseeekk!!"

Elan ketawa ngakak keras sekali.

/P~"

Continue Reading

You'll Also Like

721K 67.5K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
1.8M 15.9K 24
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.βžβ–«not an...