Ajisai Gakuen -Hydrangea Scho...

By IkariKeno

18.3K 1.4K 224

WARNING! Umpatan, kekerasan dan adegan berdarah! Sekolah ini mengikat simpul pertemuan kita. Dari fajar hingg... More

Intro
Hajimemashite
RIVAL
The (K)Night
FiRe
Justification Not Truth
"Sayounara."
Need Help?
#HaveFaith
CLIMAX (Part I)
CLIMAX (Part II)
Untitled (Part 1)
Untitled (Part 2)
Untitled (Part 3)
DEPARTURE

Word

994 94 3
By IkariKeno

IKON is coming to town
IKON is coming to town
IKON is coming to town
IKON is coming to town

- Anthem

25 Februari.

Fajar menyambut kembali gedung usang ini. Pagi ini aula sekolah nampak ramai dipenuhi para murid.

"Cih!" Rose mendecih seraya menyingkirkan kepala Lalice yang seenaknya membebani bahunya. Mengganggunya yang tengah asyik melipat bangaunya. Jennie hanya menggeleng kecil akan kelakuan kedua kawannya.

"Kemana perginya iKON?! Tak ingatkah mereka bahwa kita tak bisa berlama-lama meninggalkan gerbang!" sungut Hayi meneguk sekaleng wine yang seenaknya ia renggut dari tangan Suhyun.

"Bersabarlah sedikit." balas Suhyun merebut kembali 'minuman'nya. "Mino! Ayolah jangan bersiul terus! Lakukan sesuatu!" protesnya pada sang Ajisai's president yang malah asyik merokok dan bersiul dihadapan ruangan.

Mino melempar pandang seraya menghembuskan asap rokoknya.
"Lantas kau mau aku melakukan apa? Berkeliling kota dengan resiko mati konyol demi mencari genk yang bahkan lebih kuat dariku, begitu?" dengus Mino menghisap kembali rokoknya.



BRAKK!

Pintu aula diterjang dari luar. Tepat saat Rose menghantamkan ringan botol air ke pipi Lalice guna membangunkannya.

IKON tiba. Tidak, tepatnya hanya Double B. BI dan Bobby.

Mino berdiri seraya melempar puntung rokoknya. Segera menghadap mereka.
"Darimana saja kalian?! Buang waktu saja!" desisnya. "Mana June-san?!" desaknya mendongak menatap 'raksasa' dihadapannya.

Bungkam. Bahkan menghiraukan Mino yang dengan bodohnya mati-matian berjinjit dihadapannya. Sang 'raksasa' hanya melempar tatap tajam pada pusat ruangan.

Tak terima genknya ditatap mengintimidasi, sontak Jennie berdiri menantang. Ditatapnya langsung manik sang 'raksasa'.

Bukan. Netra BI tak tertuju padanya. Jennie menoleh mengikuti manik BI. Nampak genk Jay tengah makan besar tepat dibelakang tempat dimana Blackpink berada. Segera saja gadis-gadis itu menyingkir.

Bobby mendongak menatap paras sang 'kakak'. Meminta persetujuan. Bi melepas rangkulannya pada pemuda kelinci itu. Seakan mendapat izin, Bobby melangkah dingin menuju arah pandang BI yang kini mengekor langkahnya.

Mino tengah menyalakan rokok barunya saat tubuhnya disingkirkan begitu saja oleh Bobby hingga terjungkal ke belakang.

Tanpa bicara satu kata pun ia melemparkan kacamatanya dengan senyum terkembang sempurna. Chan, DK dan Song sontak tertegu. Bergidik menatap gigi kelinci pemuda dihadapan mereka. Tepat berpijak dibelakang Jay yang duduk menghadap mereka.

"Nani? Naze?" bingung Jay tetiba kawan-kawannya bergeming.

"Kkk.. Konnichiwa." sapa Bobby seraya terkikik tepat ditelinga Jay yang duduk bersila membelakanginya. Bulu kuduk Jay meremang.

"Hahaha.." Bobby tergelak riang. Dicekiknya tengkuk Jay layaknya anak kucing lantas diangkat dan hempasnya tubuh pemuda itu hingga mendarat disudut ruangan. Walau tepatnya, tidak sempurna mendarat. Karena salah satu kaki Jay tersangkut di jendela dan kini ia menggantung terbalik layaknya kelelawar.

Para murid berlarian menyelamatkan diri. Masing-masing saling menghindar dari kengerian ini. Sementara Blackpink tetap bergeming. Bingung harus melakukan apa. Lalice bahkan hanya mampu meremas kecil botol air dalam genggamannya.

Song, DK dan Chan sempat bergeming menatap apa yang dilakukan pemuda kelinci itu pada Jay, namun lantas saling berdiri membentuk kuda-kuda. Ancang-ancang memasang kepalan yang terarah pada Bobby.

"Hahahahaha.." Bobby meraih kursi-kursi yang sempat diduduki Blackpink lantas melemparnya.

BRAK! BRAK!

Lemparannya sukses menghujam tubuh Song dan DK yang berada dikanan-kiri Chan hingga tubuh mereka ikut terpental lantas tumbang terkapar.

Chan tetap kukuh dengan pertahanannya. Bobby melangkah memangkas jarak. Chan bersiap menerima serangan Bobby.

"Silahkan. Kau boleh mulai lebih dulu. Aku akan menghitung sampai juu." ujar Bobby tersenyum membiarkan Chan menyerangnya.

Bugh!
Chan menghamtam paras kiri Bobby. Bobby terkikik.
"Kkkk.. Ichi."

Bugh!
Kali ini paras kanan Bobby yang dihantam Chan. Bobby kembali terkikik.
"Ni. Kkkk.."

Bugh! Bugh! Bugh!..

..
..
..

Serangan Chan pada Bobby semakin membabi buta. Namun Bobby tetap berdiri tegak dihadapannya. Seakan tak merasakan sakit sedikit pun.

"Juu." Bobby mengakhiri hitungannya dengan senyuman khasnya dengan paras yang kini dihiasi beberapa memar dan lecet.

"Sekarang giliranku."

Gelak tawanya yang sangat menyeramkan menggema.

BUGH!
Dihantamnya paras Chan. Seketika tubuh Chan terpelanting dengan mudahnya.

BUGH! BUGH!
Diinjak-injaknya dada Chan hingga sang bocah terbatuk-batuk.

Bobby berlutut dan mengunci tubuh Chan dengan memijakan salah satu kakinya diatas leher bocah itu. Dengan nafas tersenggal Chan hanya mampu memegangi sepatu Bobby. Mencoba mempertahankan hidup.

"Hahahahahaha.." Bobby mengarahkan tangan kirinya untuk melebarkan paksa kelopak mata kiri Chan lantas mengarahkan mengarahkan kuku jari tengah kanannya pada bola mata Chan.

"Kkkk... Aku minta matamu ya!.. Kkkk.."

Aku seorang gangster dari awal
Melihat perbedaan antara kau dan aku
Aku akan mematahkan itu semua terpisah, jadi datang ke sini sebelum diriku
Tendang dan tangkap sampai kau tak bisa bernafas

"Hey! Apa yang kau lakukan?!" geram Mino berlari lekas menarik punggung Bobby agar menjauh dari Chan. Lantas beralih kehadapan Bobby guna menghadangkan tubuhnya sendiri. Hayi-Suhyun ikut melerai dengan menghadangkan tubuh mereka diantara Mino dan Chan, menahan terjadinya pertumpahan darah.

"Hahaha.. Sudah kubilang aku akan menghabisi siapapun.. Bahkan APAPUN yang lancang melukai orang yang kusayangi! Hahahahaha.. Jadi menyingkirlah sebelum kau ikut kubunuh.. Hahahaha.." berontak Bobby tetap tergelak.

Mino melempar rokok yang masih menyala dimulutnya ke lantai. Kalap.
"Bunuh saja aku kalau begitu!" tantang Mino.

BUGH!

Mino menghantam paras Bobby. Akibatnya Mino malah menjadi pelampiasan.

"Hahahaha.. Kalau begitu pergilah... Hahahaha... Pergilah ke NERAKA!"

Grawt!

Bobby mencakar paras kiri Mino. Darah segar mengucur dari pelipisnya. Kulit wajahnya terkoyak dan terkelupas. Kini nampak tulang dahinya terlihat.

"Hahahahaha.." Bobby menatap jemarinya yang berlumuran darah lantas menjilatinya.

BYURR!

Dalam refleks, Lalice menyiramkan separuh bagian botol air dalam botol digenggamannya tepat membasuh paras tampan pemuda kelinci.

Ajaibnya, pemuda psikopat itu seketika tertegun lalu melepaskan tubuh Mino. Hayi-Suhyun sigap menahan tubuh Mino yang nyaris terhuyung sementara Bobby malah bergeming terduduk di lantai.

"Jaga bicaramu Mino! Kau tau sendiri bagaimana peringai Bobby-san! Kau tak boleh sampai kalap menghadapinya! Itu saja kau membunuh dirimu sendiri! Untung masih sempat, jika terlambat kau akan mati konyol!
Kita memang hidup di sekolah yankee tapi bukan berarti semua masalah harus diselesaikan dengan kekerasan. Kematian tak menyelesaikan masalah." seru Jennie. Mino hanya menatapnya.

"Lepas. Tangani saja bocah-bocah itu." Mino menepis tangan Hayi-Suhyun dari kedua bahunya lantas memungut kembali rokonya.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Jennie.

Kembali bungkam, BI malah menatapnya. Lekat.

Lalice berlutut memungut kembali kacamata Bobby lantas mengumpulkan keberanian untuk menghampirinya dengan botol air yang masih digenggamnya. Entah bagaimana sang pemuda menurut untuk menengguknya ketika Lalice menyodorkanya.

Mino menggaruk tengkuk seraya menghampiri sang pemuda kelinci. Tak percaya bahwa psikopat yang baru menyerangnya bisa tenang begitu saja serta takut-takut gadis bakpao itu tetiba mendapat serangan. Namun Bobby nampak semakin tenang. Benar-benar tenang. Bahkan tak menepis kala sang gadis ikut menjatuhkan tubuhnya dan memakaikan kembali kacamatanya.

Jujur saja sumber keberanian Lalice kini hanya instingnya. Nalurinya yang begitu ketakutan manatap pemuda kelinci itu tanpa kacamata.

"Hei! Aku bertanya padamu!" bentak Jennie membuyarkan fantasi BI. Sang raksasa lekas mengalihkan pandangnya.

"June sekarat." jawab BI setelah sebelumnya menghela nafas sejenak.

Semua perhatian sontak tertuju pada pemuda berhidung bangir itu. Pelindung terkuat Ajisai Gakuen telah roboh. Semua bergeming memikirkan nasib masing-masing. Merasa jiwa saling terancam.

"Tadi malam ia ditemukan bersimbah darah di sebuah gang kecil dengan katananya sendiri menancap di dada kanan sampai menembus punggungnya." deskripsi BI lantas melayangkan telunjuknya. Tepat pada kelompok dihadapannya.

"Itu pasti ulah mereka. Yang sengaja membentuk kelompok guna menentang kami." sinisnya.

BRUKH!! AAKKHH!!

Jay berhasil mengakhiri ke-tersangkut-annya, namun  memekik tajam kala tubuhnya terjerembab dengan parasnya terlebih dahulu yang menghantam lantai.

Jay merangkak lemah dan mendongak kearah BI.

"Hey penguasa! Walaupun kami menentang kalian namun kami tak setamak itu hingga harus buang tenaga guna melukai pemimpin kalian hanya demi kekuasaan." seru Jay susah payah.

Rose berdehem membuka bukunya seraya menatap mereka bergiliran.
'Bisa aku bicara?' bunyi kutipannya.

Semua bergeming, akhirnya Rose menatap Jennie. Jennie menghela nafas, tak tega melarang kawannya.
"Bicaralah."

Rose mengayunkan selangkah lebih dekat pada BI.

"Ini semua pasti sudah direncanakan oleh seseorang.
Orang yang tahu akan perpecahan yang terjadi diantara kita. Tanpa sadar kita telah masuk kedalam rencananya. Ia memanfaatkan momen ini untuk mencelakai June-san demi mengadu domba lantas menghancurkan Ajisai Gakuen dari dalam." simpul sang gadis porselen.

"Bisa saja kapten mereka bunuh diri jika katana yang menancap ditubuhnya adalah miliknya sendiri." Mino santai memotong ucapan sang gadis seraya menghembuskan asap rokoknya.

"BEDEBAH! Menurutmu June gila heh?! June tidak tolol sepertimu!! Apa pernah ia lepas tanggung jawab heh?! Apa pernah ia bertindak semena-mena heh?! Kalian prioritasnya! June slalu melindungi kalian! June slalu membela kalian! Membelamu berengsek!! Ini balas budimu heh?! Persetan! Kubunuh kau!!" tempramen BI mengambil alih warasnya.

Pergi sejauh kau akan pergi
Lakukan segala sesuatu yang mereka bilang padamu tuk tidak dilakukan

BUGH!

Hantaman mendarat disisi paras. Darah menghulu disudut bibir. Bukan Mino melainkan BI.

Netra BI lantas menatap nyalang sosok yang lancang memukulnya.

"Nani?! Pukul aku! PUKUL!!" tantang Jennie. "Aku sudah bilang, kematian tak menyelesaikan masalah!"

"Aku belum selesai bicara." interupsi Rose seraya kembali mengayunkan langkah.
"Alasan kami berkumpul disini adalah untuk melapor pada kalian bahwa Suitopi Gakuen sudah mulai bergerak dengan menghabisi anak-anak Ajisai yang berkeliaran satu demi satu." jeda sejenak. Rose kembali melangkah.

"Cederanya June-san membuat kita harus mengulur waktu pelaksanaan pertempuran besar itu. Semakin lama waktu yang kita ulur, semakin banyak murid Ajisai Gakuen yang akan gugur. Maka jika kau dan Bobby-san menghabisi seseorang hari ini, itu hanya akan menambah masalah." sambungnya.

BI memegang kepalanya. Pelipisnya terasa berdenyut. Ucapan Rose bak mengoyak syaraf pikirannya. Sekelumit masalah ini terlalu banyak tuk ditampung diotaknya.

Satu langkah lagi, lantas Rose berjinjit. Tepat menghadap rungu BI.

"Saat ini tanggung jawab kalian diuji. Harga diri pemimpin berada ditanggung jawabnya. Apa itu penguasa jika hampa belaka. Jika hanya senja kelabu, tuk apa menanti fajar baru."

BRAKK!

Raksasa itu jatuh berlutut.

"Cukup." seru Jennie memakai tangannya untuk menutup mulut Rose seraya mendorongnya sedikit menjauh kebelakang.

Jennie lekas ikut berlutut menghadap BI. Namun netra BI kembali tak tertuju padanya. Netra itu nampak tak miliki arah pandang. Kosong.

Sontak manik Jennie bergulir nyalang menatap Rose. Rose hanya membalasnya dengan tatap datar yang seolah berkata 'Kau-yang-membiarkanku-bicara.'

Inilah kekuatan Rose. Kata-kata. Setiap kata yang terlontar murni merupakan yang terlintas begitu saja dibenaknya. Lisannya memang lancang. Justru sebab itulah ia dikenal mampu membuat lawan menjadi gila jika terlambat menutup telinga. Karena itulah mereka sampai menerapkan peraturan bahwa Rose hanya boleh buka suara pabila mendapat izin.

"Aku berserah padamu." Jennie berdehem, meralat.
"Kami berserah pada kalian. Kalian pelindung Ajisai Gakuen. Dengan atau tanpa June-san sekalipun kalian tetap pelindung Ajisai Gakuen. Tumpuan kami tinggal kalian. Jangan karena June-san cedera kalian lengah menjaga sekolah ini." ujar Jennie.

Hening sejenak.

"Aku akan menjagamu." ujar BI teramat pelan hingga hanya ia dan gadis dihadapannya yang mampu mendengarnya.
"Aku berikrar." sambungnya lantas berdiri.

"Bobby!" panggilnya.

"Butuh bantuan?" jawab Bobby. BI merentangkan tangannya. Bobby berdiri menyambut rangkulan sang kakak lantas segera meninggalkan ruangan.



Langkah kaki membawanya tiba pada tempat dimana sang ksatria bertarung.

Langkahnya bergetar menatap sang ksatria dihadapannya. Bukan hal asing tuk melihat pertarungan sang ksatria hingga setetes mutiara suci lancang lolos dari salah satu maniknya kini. Bukan pula karena ia terlampau lemah menahan tangis, namun sebab kini pertarungannya berbeda. Bertarung melawan maut.

"June.." lirihnya menatap sekian banyak alat-alat medis bersemayam berbalut tenun randu pada dada ksatria-nya.

"June-san." ralatnya.

"Izinkan aku melindungimu."

TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

229K 34.3K 62
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
921K 44.5K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
126K 10K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...