Kisah Fenny

By aldyarc

1.5K 105 620

Kehilangan dua orang yang sangat dia sayang membuat Fenny pergi meninggalkan Jakarta. Bermaksud ingin lepas d... More

02. BAYANGAN MASA LALU
03. KETUA EKSKUL

01. KISAH BARU

497 51 226
By aldyarc


Fenny melangkah ke luar rumah, menikmati sejuknya udara pedesaan di pagi hari. Berulang-ulang dia menghirup udara segar serta mengembuskannya secara perlahan. Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling, menatap hamparan sawah yang terpampang jelas di hadapannya, ditambah kebun-kebun hijau yang terlihat dari kejauhan. Membuatnya semakin menikmati pemandangan yang tidak bisa ditemui di ibu kota.

Fenny tiba di Bandung kemarin malam diantar orang tuanya, dia akan melanjutkan sekolah di sini.

"Fenny."

Fenny menoleh demi mendengar Mama memanggil namanya. Gadis itu lalu menghampiri Mama yang sedang membawa opak sekantong penuh.

"Ini mau dibawa, Mah?"

"Iya. Kali aja orang luar demen sama makanan khas sini." Dengan susah payah Mama mengangkat tas yang sepertinya cukup berat. "Kamu bantu dong, jangan diem aja!" perintah Mama sedikit meninggikan suaranya.

"Oleh-oleh Bandung tuh peuyeum kali, Mah."

"Mama juga tahu. Udah, kamu cepet masukin ke mobil."

Fenny membawa barang-barang Mama menuju mobil. Sekarang Mama dan Papa akan kembali ke Jakarta. Meninggalkannya sendirian tinggal bersama Oma. Dia memeluk erat Papa, seakan tak ingin berpisah dengannya. Gadis itu sangat dekat dengan Papa, sosok lelaki yang tak pernah menyakitinya dan selalu bisa membuatnya tersenyum. Tak jarang, Fenny juga sering menceritakan kisah asmaranya pada beliau.

"Kamu jaga diri baik-baik, ya, Fen. Jangan kecentilan!" Papa mencubit hidung Fenny, sontak dia memekik nyaring.

"Ihhh, jangan samain Fenny sama Mama dong, Pah!" ujar Fenny ngasal yang langsung disambut tatapan buas Mama. Fenny cekikikan.

"Mama, kan, centilnya sama Papa kamu aja bukan sama yang lain!"

Papa menggeleng pelan, takjub dengan tingkah istri dan putrinya yang ajaib. Mama berjalan mendekati Fenny seraya mendaratkan kecupan di pipi gadis itu. Sesekali mengacak-acak rambut putri kesayangannya. Beliau lalu masuk ke mobil setelah mencium tangan Oma, serta pamitan kepada Fenny sekali lagi.

"Papa berangkat, ya, Sayang."

Fenny mengangguk, menatap kepergian Papa dan Mama ditemani Oma di sampingnya. Dia terus memperhatikan mobil yang dikendarai Papa melaju, sampai akhirnya menghilang di ujung desa.

Sebenarnya, Fenny bisa saja tinggal sendiri di Jakarta. Namun, gadis itu lebih memilih untuk tinggal bersama Oma di Bandung. Dia merasa tidak akan tenang bila tetap di ibu kota. Ada sebab yang membuatnya terus mengingat kejadian yang membuatnya sangat merasa bersalah. Walau kejadian itu sudah lama berlalu, tetapi tetap saja luka itu sangat membekas di hatinya. Oleh karena itu, Fenny memilih pergi menuju tempat baru.

***

Sore itu, Fenny berjalan santai mengelilingi desa. Sampai saat ini, dia belum menemukan teman baru, karena hanya berdiam diri di rumah dan sesekali pergi keluar. Selain itu, kadang ada bahasa yang tidak dimengerti, membuatnya harus beradaptasi terlebih dahulu.

Ketika melewati lapangan desa, Fenny terkejut begitu mendapati bola yang mengarah padanya dan tepat mengenai kepala. Gadis itu meringis kesakitan.

"Maaf, nggak sengaja." Seorang cowok bertubuh jangkung mendekati Fenny yang terduduk di luar lapangan. "Kamu nggak apa-apa?" Fenny berusaha tersenyum demi melihat keramahan si cowok, meski kepalanya masih terasa agak nyeri. Cowok itu membantu Fenny berdiri dengan raut wajah memelas. "Kepalanya masih sakit?"

"Udah agak mendingan." Fenny tersenyum kaku.

Cowok itu menghela napas lega, terlihat sekali dia sangat khawatir karena tendangan bolanya nyasar pada seorang gadis. Cowok itu mengulurkan tangan, mengajak berkenalan.

"Oh, ya, kenalin aku Firza," kata cowok itu lembut. "Kamu orang mana? Perasaan aku belum pernah liat kamu."

Fenny membalas uluran tangan itu dengan tersenyum. "Aku Fenny, baru pindah dari Jakarta."

Firza manggut-manggut, pantas dia tak pernah melihat dia selama ini. "Pindahan? Oh, yang waktu itu di rumah Nek Icih bukan?" tebaknya seraya menatap Fenny lekat.

Fenny mengangguk. "Iya itu aku." Gadis itu melirik jam di pergelangan tangan. "Aku duluan, ya. Salam kenal."

Firza menatap kepergian Fenny tanpa berkedip, takjub dengan pesona gadis yang ditemuinya barusan. Dia mengambil bola yang tergeletak di tanah, kemudian kembali pada teman-temannya yang sedari tadi sudah menunggu.

***

Besoknya, Fenny sudah siap untuk berangkat sekolah. Diiringi lagu dari band favoritnya, Noah, dia asyik berdandan di kamar. Gadis itu sedikit gugup menjalani debutnya sebagai murid baru di SMA Harapan. Walau Fenny memang terkenal ceria, tetapi tetap saja dia agak gerogi ketika menjalani hal baru untuk pertama kali. Berulang-ulang dia merapikan rambut panjangnya, memakai ciput biru kesayangannya, serta memastikan bedak yang dipakai tidak terlalu tebal. Tak lupa dia menyemprotkan wangi-wangian pada tubuhnya.

Setelah dirasa semua sudah beres, Fenny bergegas berangkat sekolah setelah pamitan pada Oma yang sedang menyapu di halaman depan. Sesampainya di pertigaan desa, dia menaiki angkot yang biasa mangkal saat pagi. Fenny yang seorang facebok addict, langsung mengeluarkan ponsel dan update status tentang situasinya saat ini.

"Sekolah hari pertama di kota kembang."

Setelah menekan tombol kirim, Fenny menunggu reaksi teman-temannya di Jakarta. Gadis itu penasaran dengan apa yang terjadi di sana setelah kepindahannya. Karena dia merupakan murid yang cukup aktif di sekolah, pasti banyak yang merasa kehilangan. Beberapa saat, banyak yang mengomentari postingannya tadi.

"Cieee sekolah baru, pacar barunya ada nggak?" Laras berkomentar.

"Kau jaga selalu hatimu, saat jauh dariku." Gebi malah nyanyi.

"Fen, di Bandung cowoknya cakep-cakep kan? Gue nitip satu, ya." Fitriyani ngocol.

Fenny senyum-senyum sendiri membaca komentar teman-temannya, sampai tak sadar kalau tingkahnya itu diperhatikan orang-orang di dalam angkot.

"Neng kenapa? Ketawa-tawa sendirian. Udah nggak waras, ya?" celetuk bapak berkumis.

Fenny mengangguk hormat pada semua orang di dalam angkot sambil tersenyum garing. Kemudian, dia mengirim pesan pada Laras demi menenangkan dirinya yang tengah dilanda rasa malu.

"Ras, gara-gara komenan kalian gue jadi tengsin di angkot!"

"Kok nyalahin, sih? Elo-nya juga nggak liat keadaan sekitar. Lo jangan malu-maluin dong, Fen. Jakarta ada di tangan elo!" balas Laras konyol.

Fenny hampir tertawa ketika membaca balasan Laras, untung bisa ditahan. Kalau nggak, bisa-bisa tengsin jilid dua. "Ada-ada aja lo! Eh, gimana kelas nggak ada gue?"

"Agak beda sih. Sekarang nggak ada lagi Fenny si Ratu Centil. Nggak ada lagi yang suka ngingetin PR pagi-pagi. Nggak ada lagi yang rajin nyusul guru. Nggak ada lagi ... pokoknya beda deh! Dan yang pasti, gue kehilangan sahabat terbaik gue."

Seketika Fenny teringat suasana kelasnya dulu. Meski baru sebentar meninggalkan Jakarta, tetapi dia tak bisa memungkiri kalau merindukan semua yang ada di sana. Terlalu banyak cerita di tempat kelahirannya, yang membuatnya harus memupuk rindu karena telah meninggalkan semua itu.

Setelah membalas pesan Laras, Fenny turun dari angkot yang sudah sampai di sekolah. Gadis itu berdiri di depan gerbang, menatap bangunan megah yang akan menjadi persinggahan barunya dalam masa putih abu-abu. Dengan penuh keyakinan, Fenny melangkah masuk ke sekolah diiringi sengatan mentari pagi yang hangat.

***

Suasana kelas XI IPS 1 pagi itu cukup riuh. Mendengar kabar akan ada murid pindahan di kelas mereka, membuat anak-anak ribut membicarakannya. Maklum, pada norak semua, apalagi menyangkut murid pindahan. Tentu mereka punya ekspektasi tinggi tentang calon teman sekelasnya itu.

"Ka, beneran di kelas kita bakal ada murid baru?" tanya Wawan, murid paling polos yang dimiliki kelas ini. "Laki-laki apa perempuan?"

"Cewek." Dhika, sang ketua kelas menjawab singkat dengan memasang wajah dongkol.

"Asyik, euy! Berita bagus ini mah!" tanggap Wawan heboh.

Dhika nggak peduli, cowok itu hanya bisa menahan diri yang sedari tadi dibuat kesal sama anak-anak. Dia menerima banyak pertanyaan yang sama, tentang si murid pindahan. Sekarang masih saja ada yang bertanya hal serupa. Dia lalu berpura-pura fokus pada bacaannya, berharap tak ada lagi yang mengganggu.

Di pojok kelas. Firza, Ujang, dan Lilis juga sedang membicarakan topik yang sama. Rasanya saat sesuatu menjadi trending, pasti semua kalangan akan membahas hal serupa tentang topik obrolannya. Begitu juga dengan situasi kelas ini sekarang.

"Lilis kalo liat orang Jakarta di tivi teh pada cantik. Lilis asa jadi minder." Lilis membuka percakapan.

"Ah, kalo yang cantik mah di Bandung oge banyak atuh, Lis," sahut Ujang sambil menyimpan kedua tangannya di dada.

"Ih, kata Lilis kan yang sering muncul di tivi!" balas Lilis sengit.

Firza hanya menyimak percakapan kedua temannya. Dia cukup penasaran dengan murid pindahan ini. Dari Jakarta? Apa gadis yang dia temui kemarin? Buru-buru dia menepis pikirannya. Yang pindah dari Jakarta kan banyak, bukan hanya gadis itu saja. Dia lalu kembali merumpi sambil menunggu murid pindahan itu.

"Bener kata Ujang, Lis. Yang cantik, sih, nggak perlu jauh-jauh ke Jakarta. Kan di sini juga ada. Lo mau tahu siapa?" Resti, yang duduk di seberang bangku Lilis menceletuk. "Ya gue dong!" sambernya cepat menjawab pertanyaannya sendiri.

"Naon, sih, Res? Kalo nggak diajak ngomong mah diem weh!" Lilis membalas ketus.

Resti, cewek yang merasa paling cantik di SMA Harapan ini memang kerap membanggakan diri sendiri. Dia paling sebal kalau ada cewek lain yang menjadi topik pembicaraan di sekolah. Dia memang layak menjadi primadona. Dengan kemolekan tubuh serta memiliki gigi gingsul yang terselip di antara bibir mungilnya, membuatnya terlihat sangat menggemaskan. Belum lagi rambut panjangnya yang sedikit pirang, membuat banyak hati lelaki yang rontok saat melihatnya.

Namun, sikapnya itu yang membuat anak-anak gerah meladeninya. Apalagi Lilis, gadis desa yang polosnya nggak ketulungan, paling sering dibuat sebal oleh sikap Resti. Jadi jangan heran kalau sewaktu-waktu dua gadis ini selalu cekcok dalam segala hal.

Makanya hanya dia yang tidak terpengaruh akan euforia kedatangan murid pindahan dari Jakarta. Apalagi setelah mendengar kalau murid itu cewek, Resti sudah punya perasaan tidak enak. Takut ketenarannya direbut oleh si murid baru.

***

Setelah beberapa saat. Bu Silvi, wali kelas ini akhirnya muncul di pintu kelas, beliau lalu berjalan masuk dan berdiri tegap seraya mengedarkan pandangan menatap semua muridnya.

"Ibu ada pengumuman!" Suaranya terdengar lantang mengumbar seisi kelas. "Kelas kita kedatangan murid baru. Dia siswi pindahan dari Jakarta. Dia ini—"

Belum selesai Bu Silvi berbicara, Wawan menyela dari belakang. "Laki-laki apa perempuan, Bu?"

"Bego! Yang namanya siswi, ya, pasti cewek lah!" bisik Arul menenangkan Wawan.

Bu Silvi menghela napas sejenak demi melihat tingkah muridnya yang ajaib itu. Beliau lalu mempersilakan si murid baru masuk, semua anak memperhatikan penasaran. Si murid baru pun masuk dengan percaya diri, dia melangkah dan berdiri sempurna di samping Bu Silvi. Sambil tersenyum manis, dia menyapa semua teman-teman barunya.

"Perkenalkan, namaku Fenny Apriantini, panggil saja Fenny. Aku dari Jakarta. Salam kenal semua." Fenny tersenyum cerah, memberikan kesan baik di pertemuan pertamanya.

Setelah itu Bu Silvi menyuruh Fenny untuk duduk dengan Lilis, karena kebetulan selama ini gadis itu memang duduk sendiri. Fenny pun berjalan menuju bangku Lilis yang berada tepat di depan bangku Firza dan Ujang.

"Ayo, Fen, duduk," sambut Lilis ramah seraya mempersilakan Fenny duduk. "Kenalin namaku Lilis, salam kenal, ya."

"Makasih, Lis." Fenny menarik kursi lalu duduk tenang mendengarkan perkataan Bu Silvi. Secara tak sengaja, dia menoleh ke belakang dan melihat Firza. "Kamu yang kemaren itu kan?" tebaknya tak percaya. "Ternyata kita sekelas."

"Iya, Fen, aku juga nggak nyangka." Firza cengar-cengir, sementara Ujang yang duduk di sebelahnya malah memasang wajah datar. "Moga kita jadi teman deket, ya," sambungnya masih cengengesan. "Yang di sebelahku ini namanya Ujang, jangan dideketin. Dia ini lebih parah dari cewek PMS!"

Lilis mendelik sewot demi mendengar perkataan Firza. "Enak aja! Emang cewek kalo lagi PMS gimana gitu?"

"Ya suka marah nggak jelas gitu." Firza spontan menjawab.

"Ah kamu tahu dari mana? Deket sama cewek juga nggak!" tembak Lilis sambil tersenyum jahat.

Firza menelan ludah, gondok dengan ejekan Lilis. Sementara Ujang malah ketawa, senang banget melihat Firza diledek di depan murid baru. Fenny hanya tersenyum, dia masih belum bisa untuk ikut bercanda. Namun, Fenny berusaha untuk bisa akrab dengan mereka secepat mungkin.

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 143K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
5.1M 380K 53
❗Part terbaru akan muncul kalau kalian sudah follow ❗ Hazel Auristela, perempuan cantik yang hobi membuat kue. Dia punya impian ingin memiliki toko k...
1M 52.5K 69
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

886K 48.2K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...