Young and Restless

By Kimikara

173K 18.2K 412

Nattaya adalah salah satu dari jutaan pekerja di ibu kota yang harus pergi pagi pulang petang. Waktunya pun l... More

Part 2 Shoes from A Cocky Guy
Part 3 Oops!... He Did It Again
Part 4 The Girl with the Cat Tattoo
Part 5 I'll Kill You Twice
Part 6 Deal or No Deal?
Part 7 Fake Boyfriend vs Ex Boyfriend
Part 8 Klub Jomblo Terhormat
Part 9 Dum Spiro, Spero
Part 10 Anak Mami vs Koningin Nattaya
Part 11 The Wedding Season
Part 12 Social Hangover
Part 13 Single but Not Available
Part 14 It's Friday
Part 15 In Loving Memory
Part 16 Chickenpox
Part 17 Ignis Fatuus
Part 18 The Woman in the Picture
Part 19 Cowok Gagal Move On
Part 20 I Will be Blessed
Part 21 Solitude is Bliss
Part 22 Going Solo
Part 23 C'est La Vie
Author's Note

Part 1 A Pair of Shoes and A Cup of Coffee

23K 1.6K 31
By Kimikara

10 hal yang harus dilakukan sebelum mati:

1. Pergi ke dataran terendah di dunia => garis pantai Laut Mati.

2. Bungee jumping di Macau Tower, Macau.

3. Memandang puncak pegunungan Himalaya dari Nagarkot, Nepal.

4. Pergi ke Ushuaia, Argentina => tempat yang disebut sebagai ujung dunia.

5. Nonton konser Ben Howard.

6. Punya pekerjaan yang bisa dilakukan di mana saja, tidak menyita waktu dan gaji banyak.

7. Menemukan panggilan hidupku.

8. Bisa nyetir.

9. Buka penampungan kucing liar dan terlantar.

10. Belajar bahasa Rusia.

***

Kuarahkan kursor ke ikon save dan kuklik. Jam di laptop menunjuk pukul 16.45. Sebentar lagi waktunya pulang. Akhirnya, aku bisa pulang tenggo. Kulepas kacamataku dan kuletakkan ke atas meja. Tangan kananku memijat pangkal hidungku untuk meredakan mata lelah akibat terlalu lama menatap layar laptop. Tiba-tiba, ponselku berdering. Caller ID menunjukkan kalau peneleponnya adalah Jude, temanku.

Mau ngapain dia?

Kupasang kembali kacamataku, lalu kuraih ponsel itu. Aku mengangkatnya sambil berjalan keluar dari ruangan. "Halo."

"Halo, Nat. Bisa minta tolong?"

"Apa?"

"Tolong kasih tahu Pia kalau aku bakal telat jemput. Dari tadi aku telepon enggak diangkat, kirim pesan enggak dibalas."

"Lagi sibuk kali."

"Tolong ya, Nat," pintanya.

"Oke."

"Makasih, Nat." Jude menutup telepon.

Kulangkahkan kakiku menuju ke lift dan turun ke kafe tempat Pia bekerja sebagai supervisor. Kafe itu berada di lantai dasar gedung ini. Kantorku ada di lantai teratas gedung yang juga berfungsi sebagai pusat perbelanjaan. Gedung ini juga satu kompleks dengan apartemen dan hotel bintang empat.

Ketika sampai di depan kafe, aku melihat Pia sedang mengobrol dengan seorang cowok berpostur tinggi menjulang. Meskipun sudah memakai high heels, Pia tetap terlihat pendek. Mereka berdiri di dekat meja kasir. Tangan kanan Pia berkali-kali menepuk bahu cowok itu saat tertawa. Dari pengamatanku mereka kelihatan akrab.

Aku berjalan mendekat. Pia melihatku, lalu tersenyum dan melambai ke arahku. Kubalas lambaiannya.

"Hai, Nat," sapa Pia ketika aku berada di sampingnya.

Aku mendengar penggalan lagu Green Day yang berjudul When I Come Around.

No time to search the world around

'Cause you know where I'll be found

When I come around

Ternyata bunyi itu berasal dari ponsel milik cowok yang tadi mengobrol dengan Pia. Dia mengambil benda bersuara nyaring itu dari dalam saku kemeja dan menatapnya. Matanya terbelalak. Sementara gelas kertas berisi kopi yang dipegangnya miring. Dan, isinya tumpah ke sepatuku.

"Arrrgh...!" teriakku sambil menatap alas kakiku. Sepatu yang sudah tidak dijual.

"Aduh, sorry," kata cowok itu. Dia meletakkan gelas kopi ke meja kasir. Wajahnya menunjukkan kalau dia merasa bersalah.

Kuamati cowok yang entah sudah berapa hari tidak bercukur itu. Dia memiliki dagu persegi dan kulit sawo matang. Badannya yang kokoh dibalut kemeja hitam dan celana jeans.

"Yah, sepatumu jadi jelek," kata Pia.

Aku melepaskan pandanganku dari cowok itu dan mengamati sepatu Keds Sneaky Cat Taylor Swift warna kremku yang ketumpahan kopi. Sepatu itu kubeli karena ada gambar kucing hitam yang mengingatkanku pada Ireng, kucingku yang sudah mati. Waktu beli di toko hanya ada warna krem untuk ukuranku. Sebenarnya, aku tidak suka sepatu warna krem. Peristiwa ini membuatku bersumpah untuk tidak akan pernah membeli sepatu warna terang untuk selamanya.

"Nanti aku ganti," kata cowok itu.

"Enggak usah. Di sini udah enggak ada yang jual," jawabku ketus.

"Oke. Aku balik dulu," pamit cowok itu.

Dan, dia pergi begitu saja. Pandangan mataku mengikuti punggung cowok itu hingga dia menghilang.

"Ada perlu apa, Nat?" tanya Pia.

Kugeser tatapan mataku ke depan. "Tadi Jude nelpon. Dia bakal telat jemput kamu."

"Oh."

"Aku naik, ya," ujarku.

"Oke," balas Pia.

Aku naik ke lantai tujuh memakai lift. Begitu keluar dari lift aku melihat Indah, teman kantorku. Kemungkinan besar dia mau ke toilet.

"Nat...!" teriak Indah sambil berlari-lari kecil ke arahku. "Dicariin Madam, tuh."

Madam adalah panggilan yang kami berikan untuk bos kami, Bu Ivone, Chief Operating Officer Piurity Organic, perusahaan yang memproduksi makanan dan produk perawatan kulit organik. Perusahaan ini didirikan oleh Bu Ivone bersama dua rekannya.

Arrgh...! Kenapa dia harus datang menjelang jam pulang kantor?

Aku menghela napas. "Dia ke kantor?"

Dia mengangguk. "Mood-nya lagi jelek, tuh. Anak-anak udah pengin kabur aja."

"Bukannya mood-nya lebih sering jelek daripada bagus? Duluan, ya."

"Goodluck, Sis."

Kutinggalkan Indah, lalu masuk ke kantor. Aku berhenti di depan ruangan Madam. Kumasukkan ujung boyfriend shirt ke dalam high waisted jeans yang kupakai. Madam benci pegawai yang berpakaian tidak rapi.

"Mbak dicari Bu Ivone," kata Norma, sekretaris Madam.

"Dia di dalam, kan?" tanyaku.

Cewek berambut panjang itu mengangguk.

Aku mengetuk pintu dan baru masuk setelah Madam memintaku masuk. Perutku melilit. Hal ini selalu kurasakan setiap kali dipanggil Bu Ivone ke kantornya.

"Duduk!" perintah Madam tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptop, sedangkan jari-jari tangannya menari di atas papan ketik.

Aku duduk di depan Madam. Dan, perutku terasa semakin melilit.

Dia mengalihkan pandangan dari laptop ke aku. Wajahnya tanpa senyum. "Nat, kamu ini gimana, sih? Kenapa nulis press release aja enggak becus? Malu-maluin," semprot Madam.

Aku menatapnya bingung.

Perasaan enggak nulis press release.

"Maaf, Bu. Boleh saya lihat?"

Dia menggeser laptop.

Aku memindah posisi dudukku menjadi miring agar bisa melihat press release tentang kinerja Piurity Organic pada kuartal ketiga tahun 2017. "Bukan saya yang bikin, Bu."

"Kalau bukan kamu, terus siapa?" tanyanya sambil memindah posisi laptop.

"Saya enggak tahu, Bu. Mungkin Belinda yang nulis."

Matanya menatapku tajam. Bagaikan burung elang yang siap menerkam mangsanya. "Kenapa kamu enggak bantu dia? Kerja di sini harus bisa kerja tim, kalau ada yang butuh bantuan harus siap kasih bantuan," dia ngomong dengan nada tinggi.

"Kalau dia minta bantuan, pasti saya bantu. Tapi, dia enggak pernah minta. Saya kan enggak tahu," aku membela diri sambil berusaha untuk tidak ikut-ikutan bicara dengan nada tinggi.

Sebenarnya posisiku adalah copywriter, tapi kenyataannya kadang aku merangkap sebagai sekretaris Madam. Ketika melamar kerja deskripsi pekerjaanku adalah menulis newsletter, kampanye untuk keperluan marketing dan memperbarui isi situs Piurity Organic. Aku juga bertugas sebagai admin media sosial. Oh iya, satu lagi syarat untuk menjadi pegawai di sini adalah harus membantu marketing ketika dibutuhkan.

"Oke. Sekarang kamu perbaiki press release ini. Kalau udah selesai, kirim ke saya dan Pak Ronald," ujarnya.

"Iya, Bu. Saya permisi dulu." Aku bangkit dari kursi dan keluar dari ruangan Madam. Sebelum kembali ke ruanganku aku meminta salinan press release dari Norma.

Ponselku berdering, ada telepon dari Jude. Aku mengabaikannya karena malas ngomong. Sebagai gantinya, aku mengirim pesan.

Nattaya: Aku sudah kasih tahu Pia. Jangan lupa besok mandiin anjing sama kucing.

Jude: Siap! Makasih Nat.

Aku duduk di depan laptop dan merevisi press release yang ditulis Belinda, Public Relation Piurity Organic. Tulisannya memang kacau pantes Madam ngomel-ngomel. Buntutnya aku tidak bisa pulang cepat hari ini. Aku menghela napas. Sepertinya hari ini adalah hari sialku. Diantara dua manusia menyebalkan yang kutemui hari ini, manakah yang harus kubunuh? Cowok yang merusak sepatuku atau Bu Ivone? Atau dua-duanya?

____________________________

Author's Note:

Cerita ini sebenarnya sudah di tulis sejak tahun lalu. Daripada ngendon di laptop dan terlupakan, mending diterbitkan di sini. Just simply read and vote if you like and ignore it if you don't like it. Seperti ceritaku sebelumnya, karakter utama dalam cerita ini juga berbeda dari protagonis dalam cerita pada umumnya. Just love her or leave her alone.

Happy reading and Merry Christmas for those who celebrate it. Selamat liburan buat yang lagi libur. Dan, selamat bekerja buat yang harus bekerja di hari libur.

See you soon.


Continue Reading

You'll Also Like

53.3K 2.6K 22
Rafael William Struick,seorang pemain bola Keturunan,yang kemudian sumpah WNI.Hingga dirinya bisa membela Timnas Indonesia.Pemain berdarah Indonesia...
311K 39.8K 54
Prisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jik...
52.5K 4.6K 62
Ini hanya sebuah fiksi dan jangan sangkut pautkan kepada real life. Selamat membaca. Jangan lupa untuk votenya.
546K 51.1K 42
Demi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza...