Dylana

By yoophorina

62.1K 1.9K 175

Ana yang seorang Bad Girl di sekolahnya harus mau merelakan waktunya yang berharga untuk Dylan, seorang Most... More

Dylan
First Meet
Satu langkah lebih dekat
Andriana Caroline Enderson
What Makes You Beautiful
Live While We're Young
Bad Reputation
Bad Stalker
Bad Stalker part 2
Stalker
Bad Side
Senyuman yang Hilang
First Date
Senyuman yang Sempat Hilang
Berkencan
Sweet Talk
Kisah Manis
Dilla
The Name is Called Best Friend
We're Best Friend
Relation-sweet
The Name is Called Kencan
Triple Date
The Storm is begin
Kehilangan Sebelah Sayap
Rapuh
Kecewa?
Axel si Moodboster
The Darkest Side
Senang dan Sedih Satu Paket
For the First Time
Perubahan Besar Ana

Overdose

1.2K 41 4
By yoophorina

Aku menarikmu lebih dekat dengan semua yang aku punya. Sekarang aku tidak bisa mengubahnya kembali. Ini jelas merupakan kecanduan yang berbahaya. Begitu buruk tak seorang pun menghentikannya. -EXO Overdose

•••

"Bun, kayaknya kita harus bawa Dylan ke dokter secepatnya!" seru Keenan saat mereka sekeluarga berkumpul di ruang keluarga di hari Minggu yang tenang dengan menonton siaran televisi dan memakan cemilan yang disediakan Bunda.

Mereka menolehkan kepala ke arah Keenan sebelum menatap Dylan yang tengah tersenyum bahkan cekikikan melihat layar ponselnya. Ketiga orang itu hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum geli sebelum melanjutkan aktivitas.

Ayah dengan tidak perdulinya merangkul Bunda ke dalam dekapannya dengan siaran televisi yang menyala di hadapan mereka. Bunda tengah memakan buah segar dan ikut menonton bersama Ayah. Sedangkan Kinnan memakan cemilan seraya membaca novel yang tengah digandrungi remaja saat ini.

Melihat ucapannya diabaikan, Keenan menghentakkan kaki meninggalkan ruang keluarga dengan sebal, bahkan saat ia pergi dari ruangan itupun mereka hanya menolehkan kepala sejenak sebelum kembali ke aktivitas sebelumnya.

Dengan masa bodoh Dylan melanjutkan acara chatting di pagi hari ini dengan tenang. Ia hanya melirik dari sudut matanya saat Keenan melenggang meninggalkan ruang keluarga tanpa ada niatan menyusul atau apapun yang berhubungan dengan aksi ngambek Keenan.

"Kamu sayang sama pacarmu, Dek?" tanya Ayah tanpa mengalihkan pandangan dari televisi yang menyiarkan berita wawancara seorang tokoh masyarakat, Dylan yang merasa dirinya ditanya menolehkan kepala ke Ayah.

"Iyalah, Yah. Kalau gak sayang kenapa dipacarin?" menurut Dylan, ini pertanyaan yang mengesalkan, menanyakan perihal perasaan dengan sang kekasih yang saat ini tengah ia chat membuatnya seketika sebal.

"Santai, Dek. Ayah cuma nanya." sahut Ayah dengan santai dan melanjutkan acara menontonnya. Sedangkan kedua perempuan cantik di keluarganya hanya menggelengkan kepala dengan senyuman geli di wajahnya.

Dylan mendengus sebal sebelum melenggang menuju kamarnya sehingga ia bisa menelpon sang kekasih dengan aman dan tanpa gangguan sedikitpun.

"Halo."

"Hai."

"I miss you."

"Kita baru gak ketemu hari ini, masa udah kangen aja?"

"Aku kangen kamu setiap detik."

"Gombal banget, kamu Lan."

"Loh? Kok gombal sih, beneran!"

"Iya deh, iya."

"Kamu gak percaya?"

"Percaya, Dylan."

"Yaudah, bagus."

"Bagus kenapa?"

"Bagus kamu percaya aku."

"Hehehehe." Ana tertawa kecil sebelum memutuskan sambungan telponnya tanpa mengatakan apapun pada Dylan. Dylan mengerutkan keningnya dan mencoba menelpon Ana yang sayangnya panggilan itu tak terjawab. Ada apa dengan Ana?

Dylan bergegas mengganti pakaiannya dan mengambil kunci motor miliknya serta berlari menuju gerbang dan mengabaikan tatapan penasaran keluarganya di ruang keluarga.

Yang ada dalam pikirannya hanya satu. Keadaan Ana. Karena selama dua bulan mereka berpacaran, Ana tak pernah seperti ini, maksudnya ia tak pernah memutuskan sambungan telpon secara mendadak dan tak bisa dihubungi.

Dylan memakai helmnya dan menyalakan motor miliknya-yang dibelikan oleh Ayah tentunya- berjalan menjauhi rumah untuk mengecek keadaan sang kekasih. Ia harap, Ana baik-baik saja.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Dylan sampai ke rumah Ana dan ia melihat Ana sedang berjalan keluar rumah dengan raut wajah marah yang tak pernah Dylan lihat.

Saat dirinya merasakan pandangan seseorang ke arah dirinya, Ana langsung mendongakkan kepala dan tatapannya langsung menuju mata Dylan yang menatapnya khawatir.

"Kamu kenapa?" tanpa menjawab, Ana langsung menaiki motor Dylan dan menyambar helm yang biasanya ia pakai.

"Jalan, Lan." gumam Ana seraya melingkarkan kedua tangannya diperut Dylan dan menundukkan kepala di pundak kanan Dylan. Sedangkan Dylan masih terdiam heran karena perilaku Ana yang tak biasa ini-memeluknya saat naik motor- dan sesaat setelah itu ia menjalankan motornya menjauhi rumah Ana.

"Kita mau ke mana?" tanya Dylan ke arah spion yang menampilkan wajah sendu milik Ana. Ana melirik spion yang sama dan menggelengkan kepala dengan lemah.

Ini yang lebih menyeramkan dari kata terserah, menurut Dylan. Karena diamnya perempuan berarti banyak hal yang tak dapat ia terjemahkan ke dalam kata-kata. Seperti sekarang, ia telah memberhentikan motornya di salah satu warung makan di dekat sana dan Ana tak beranjak untuk turun.

Dylan menghela napas pelan. "Ayo, kita makan dulu." ajak Dylan seraya turun dari motor dan menggandeng Ana yang ikut turun dengan melepaskan helm miliknya dan Ana tentunya.

"Lan." panggil Ana dengan pelan dan sang pemilik nama menolehkan kepala ke arah Ana dengan pandangan bertanya. "Kamu mau aku gemuk ya, ngajakin jalan ke tempat makan terus."

Dylan tertawa melihat wajah cemberut Ana dan mengacak pelan rambutnya. "Memangnya kalau gak ke tempat makan, kamu mau aku bawa ke mana? Mall?"

Ana menggelengkan kepala dengan tidak setuju dan wajah cemberut yang masih ia perlihatkan. "Ya enggak ke sana juga, Lan."

"Terus ke mana, Sayang?"

"Ke mana kek, jangan ke tempat makan mulu, nanti diet ku gagal."

"Gausah pake diet diet segala, Yang. Udah kurus gitu masih mau diet, mau kulit sama tulang doang?" Ana menatap sinis ke arah Dylan yang dengan santainya mengatakan kalimat tajam dan mengembangkan senyumannya saat melihat reaksi Ana.

"Ini gendut, Lan."

"Ini yang kamu bilang gendut? Terus yang kayak gitu dibilang apa?" tanya Dylan dengan mengarahkan dagunya ke salah satu pelanggan yang memiliki badan yang bisa dikatakan gendut, mungkin beratnya 90 kg. Ana hanya menghela napas sebelum melangkahkan kaki menjauhi Dylan dan menghampiri penjual untuk memesan tiga porsi ayam rica-rica untuknya dan menduduki meja yang dekat dengan penjualnya.

"Yakin kamu makan tiga porsi, Yang?"

"Kenapa? Gak suka? Tadi katanya aku kulit sama tulang doang." Dylan terdiam mendengar semburan Ana yang membuatnya terasa bersalah setelah mengatakan hal itu pada Ana di parkiran tadi.

"Maaf, Yang." gumam Dylan yang memandang Ana dengan wajah bersalahnya. Salahkan mulut yang tak mampu mengontrol lajunya hingga membuat sang kekasih marah padanya. Namun, Dylan tak menyesalinya karena melihat Ana yang tengah marah-marah seperti ini membuatnya semakin gemas dengan Ana.

"Ngapain kamu minta maaf? Emang kamu ada salah? Kamu bener kok, aku kulit sama tulang doang."

"Aduh, duh makin gemes kalau kamu marah-marah gini." Dylan menarik gemas kedua pipi Ana yang membuat Ana langsung menepis tangan Dylan yang bertengger di pipinya dengan wajah sinis.

"Ini pesanannya." ucap seorang penjual dengan menaruh empat porsi ayam rica-rica di meja mereka dan dua gelas es jeruk.

Ana memakan makanan di hadapannya dengan lahap yang membuat Dylan tersenyum melihat tingkahnya dan mulai menyantap makanan miliknya dengan sesekali melirik Ana.

Tiga porsi ayam rica-rica dan segelas es jeruk mampu membuat Ana kekenyangan dan pikirannya menjadi lancar tak seperti sebelumnya yang buntu.

"Udah kenyang?" tanya Dylan saat melihat Ana sudah menghabiskan pesanannya dan dibalas anggukan oleh Ana. "Mau pulang sekarang?"

Ana menggelengkan kepala dengan tatapan memohon. "Ke manapun asal jangan balik dulu. Katanya kamu kangen."

Senyuman Dylan makin melebar karena ucapan Ana yang ada benarnya. Setelah membayar, Dylan mengajak Ana menaiki motornya dan berlalu meninggalkan tempat makan tadi.

"Kita mau ke mana?" tanya Ana dengan penasaran. Kedua tangannya memeluk perut Dylan seperti tadi yang membuat senyuman Dylan tak berhenti melebar.

"Nanti kamu bakal tahu."

"Sok rahasia banget, Lan."

"Biarin, biar ada kesan misterius gitu hehehehe." Dylan membelokkan motornya ke perumahan yang selalu ia lewati setiap harinya dan memasuki sebuah rumah sederhana yang selalu ia kunjungi.

"Ini rumah siapa?" tanya Ana dengan heran seraya turun dari motor Dylan dan memberikan helm miliknya ke Dylan.

"Rumahku." Ana menolehkan kepala dengan cepat ke arah Dylan yang dengan santainya mengajak Ana ke rumahnya.

Apa yang ada di pikiran Dylan? Oh ya, gue lupa Dylan kan gak pernah mikir. batin Ana dengan geli.

Dylan menarik tangan Ana memasuki pintu utama rumahnya disertai dengan teriakan yang membuat kedua orangtua dan kakaknya menolehkan kepala mereka dengan cepat ke arah Dylan yang menginjakkan kaki ke dalam rumah.

"BUNDA! DYLAN BAWA CALON MANTU!" teriak Dylan dengan heboh yang membuat Ana memukul lengannya dan menundukkan kepalanya bermaksud menyembunyikan rona pipi yang bersemu di wajahnya.

Dengan sama hebohnya Bunda dan Kinnan berlari menuju Ana yang menundukkan kepalanya dengan malu, bahkan Dylan yang berteriak pun tak memasang wajah yang sama. Tersenyum lebar.

"Yaampun, kamu siapa? Ayo ayo masuk, Bunda punya cemilan buat kamu." ajak Bunda dengan menarik lengan Ana menuju ruang keluarga.

"Aku punya novel baru nih, kamu suka baca novel kan?" tanya Kinnan dengan heboh. Pasalnya, karena ia satu-satunya anak perempuan di rumah ini membuatnya tak bisa berkonsultasi mengenai girls thing.

Bunda dan Kinnan menggiring Ana menuju ruang keluarga dan menyuguhinya berbagai macam cemilan dan novel yang tengah Kinnan baca. Sedangkan Dylan yang melihat itu menjadi kesal karena ia diabaikan namun tak ayal ia tersenyum karena keluarganya menyambut Ana dengan tangan terbuka.

"Ayo, dimakan dulu." tawar Bunda dengan memberikan berbagai macam cemilan yang ia dan sang putri buat saat weekend seperti ini. Sedangkan Kinnan menjelaskan mengenai novel yang ia baca dan disambut dengan sama antusiasnya oleh Ana.

"Iya, Tante. Terimakasih."

"Eits, jangan Tante dong. Panggil Bunda dan Ayah saja." Bunda menyandarkan badannya ke pelukan hangat sang suami dan dibalas dengan anggukan oleh Ana, tak lupa senyuman yang terpasang di bibirnya.

"Iya, aku juga suka apalagi kerjanya di bagian pastry." balas Ana saat Kinnan menjelaskan novel yang tengah ia baca, sungguh beruntung karena Ana dan Kinnan memiliki kesukaan yang sama. Mereka membicarakan apapun mengenai novel itu tanpa menyadari tatapan kecewa Dylan yang masih berdiri di dekat sofa.

"Aku punya novel karya penulis ini juga." Ana dengan wajah berbinar saat Kinnan mengatakan hal itu.

"Liat dong, Kak." pinta Ana dengan wajah memohon dan diangguki dengan semangat oleh Kinnan dan membawa Ana beserta beberapa toples cemilan ke dalam kamarnya.

"Kak! Pacar gue mau dibawa ke mana?" teriak Dylan saat ia hendak duduk di sebelah Ana dan sang kakak langsung menarik Ana menuju kamarnya yang meninggalkan Dylan berteriak kesal ke arahnya.

"Mau gue culik!"

"Bunda! Calon mantu Bunda dibawa lari!" adu Dylan dengan wajah cemberut.

"Ya, bagus dong kalau calon mantu Bunda akrab sama keluarga Bunda."

"Bunda, ih!"

"Gausah kekanakan, Dek. Gak cocok, inget umur." ucap Ayah dengan santai.

"Ayah!"


•••

Ini Gatau kenapa masuk draft lagi

Continue Reading

You'll Also Like

105K 5.3K 62
"King playboy yang gak tau kapan tobatnya. Mungkin nanti, kalau lo udah jadi milik gue." - Dylandra. "Stop! Gak mungkin tau gak gue suka sama playboy...
514K 19.1K 52
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA DAN JANGAN LUPA MENINGGALKAN JEJAK] Cerita seorang gadis yang berubah menjadi seorang wanita yang hamil diluar nikah karena u...
22.3M 210K 42
(18+ Indonesian) Hidup dalam rasa perih,duka, dan sex setiap harinya. Bisakah kamu menjadi ana? •Selesai
782K 46.6K 17
Viviana Leandra Chalondra adalah seorang gadis cantik yang tidak memiliki akhlak, barbar, bad girl,suka membuat ulah,penyuka cogan-cogan no 1, Mengha...