The Half Blood Vampire

By TaniaMs

1.7M 60K 1.1K

Nicole seorang gadis biasa yang baru menginjak semester kedua di kampusnya. Dia berharap masa remajanya dapat... More

The Half Blood Vampire
The Half Blood Vampire 1-5
The Half Blood Vampire 6-10
The Half Blood Vampire 11-15
The Half Blood Vampire 16-20
The Half Blood Vampire 21-25
The Half Blood Vampire 31-35
The Half Blood Vampire 36-40
The Half Blood Vampire 41-50
The Half Blood Vampire 51-60
The Half Blood Vampire 61-70
The Half Blood Vampire 71-80
The Half Blood Vampire 81-90
The Half Blood Vampire 91-100
The Half Blood Vampire 101-110
The Half Blood Vampire 111-120
The Half Blood Vampire 121-128
The Half Blood Vampire 129-139
The Half Blood Vampire 140-149
The Half Blood Vampire 150-160
The Half Blood Vampire 161-170
The Half Blood Vampire 171-180
The Half Blood Vampire 181-185
The Half Blood Vampire 186-191 [END]
Terima Kasih
[EDISI KANGEN] 1
[Edisi Kangen] 2
[Edisi Kangen] 3

The Half Blood Vampire 26-30

55.1K 2.3K 36
By TaniaMs

The Half Blood Vampire 26

oleh d'Bezt JD Author pada 27 Januari 2012 pukul 11:45 ·

Nicole mendengarkan penjelasan yang keluar dari mulut Justin malas-malasan. Ia sedang tak ingin belajar, tapi Justin tetap memaksanya. Belum lagi, sebelum mengajar tadi, dia diomeli laki-laki itu karena mendapat nilai D pada saat Test tempo hari. Jadi, dia harus memperbaiki nilai itu, setidaknya D akan berubah menjadi B, atau paling kurang C.

“bagaimana, sudah mengerti?” tanya Justin.

Nicole menggeleng lemah. “aku sudah katakan, aku sedang tak ingin belajar!”

“heh! Kau pikir, kau akan bisa menjawab soal saat pengulangan test nanti, tanpa belajar?”

“memang tidak. Tapi, mungkin saja ada keajaiban.” elak Nicole.

Justin memukul puncak kepala Nicole. “keajaiban itu ada pada dirimu sendiri!”

“entahlah.” sahut Nicole lemah.

“lihatlah dirimu, sangat mudah putus asa! Mana ada laki-laki yang mau dengan wanita sepertimu!”

“heh! Jangan sembarangan!” Nicole menunjuk Justin kesal.

Justin mengibaskan tangan Nicole dari depan wajahnya. “jangan hanya bisa menggantungkan hidupmu pada keberuntungan!”

“memangnya kau tidak menggantungkan hidupmu pada keberuntungan? Kalau tidak, mengapa kau bisa mendapat nilai A pada saat test kemarin?”

Justin menghela nafas panjang. Sekarang, Nicole sudah tak begitu takut lagi padanya, karena ia tak bisa menunjukkan ekspresi dingin itu lagi. Sifat Nicole yang hampir seperti Jazzy itulah yang membuatnya sedikit berubah.

“dengar.” Justin menatap Nicole. “didunia ini ada dua orang pintar. Pertama, pintar karena rajin belajar, dan yang kedua, pintar karena memang sudah ditakdirkan untuk pintar.”

“lalu kau, masuk kategori orang yang kedua?” tanya Nicole remeh.

“kau yang mengatakannya. Bukan aku.” ujar Justin. “ku rasa, kau bisa menjadi orang pintar kalau kau rajin belajar.”

Nicole mendesah. “kau tahu, satu hal yang paling tidak aku suka didunia ini?”

Justin mengangkat bahu.

“belajar.” ujarnya dengan penuh tekanan.

“pantas saja jika kau bodoh!”

“terserah apa katamu!” sungut Nicole.

Justin menutup semua bukunya. “aku ingin tidur. Ini sudah jam 4 sore. Setidaknya, aku masih punya waktu 2 jam untuk tidur.”

Nicole menatap Justin bingung. “tidur? Lalu bagaimana dengan test ulangku nanti?”

Justin mengangkat bahu tak peduli. “percuma mengajarkan orang yang tidak punya niat belajar sama sekali.” Justin pun berjalan menuju tangga.

“Justin!” panggil Nicole.

Justin tetap melanjutkan langkahnya tanpa beban seolah panggilan Nicole itu tak terdengar.

Nicole mengacak rambutnya. “bagaimana ini?!”

---

Nicole membuka matanya perlahan begitu mendengar benturan pintu yang cukup kuat.

“baguslah kalau kau sudah bangun! Aku tak perlu membangunkanmu lagi.” ujar Justin sambil memakai kemejanya. “15 menit lagi, aku sudah melihatmu diruang makan.....”

“terlambat 1 detik, kau tinggal.” ucap Nicole memotong ucapan Justin.

Kalimat Justin yang itu memang sudah hafal diluar kepalanya. Bagaimana tidak? Setiap pagi ketika ia baru bangun, kata-kata itu yang selalu didengarnya dari mulut Justin. Bukan kata selamat pagi, sudah bangun? Atau yang lainnya.

Dengan terburu-buru, Nicole menuruni tangga. Jika ia turun dengan santai seperti biasa, dia akan ditinggalkan oleh Justin. Semua ini karena ia lupa meletakkan salah satu buku kuliahnya, membuatnya menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk menemukan buku itu.

Saat akan menginjak tangga terakhir, kakinya tergelincir, membuatnya jatuh dan kakinya sakit. Sepertinya ada engsel yang bergeser pada pergelangan kakinya.

“aawww!” ringis Nicole. Bukan hanya kakinya yang sakit, tapi juga bokongnya.

Justin datang dari ruang makan, lalu menatap Nicole dengan tatapan datarnya.

“ceroboh!” ujarnya. “sudahlah! Jangan menghabiskan waktu lagi, cepat berdiri.”

Nicole menggigit bibir bawahnya menahan sakit. “kakiku sakit, Justin.”

“nanti juga sembuh. Jangan mendramatisir suasana. Aku tak akan menggendongmu kemobil. Cepat bangun.” Justin menarik lengan Nicole agar perempuan itu berdiri.

“aaawww” Nicole kembali meringis. “aku tidak bisa berjalan, Just.” rintihnya.

Justin melirik kaki Nicole yang terlihat membengkak. Pasti tulangnya bergeser. “kau gadis bodoh yang ceroboh!” bentak Justin.

Air mata Nicole mengalir dari sudut matanya. Bukan karena bentakan Justin, tapi karena kakinya semakin sakit, apalagi Justin masih mempertahankan posisinya untuk berdiri.

“dan cengeng.” sambung Justin.

Rumah sudah sepi karena sudah jam 9. Semua orang pasti sudah pergi. Tunggu! Sepertinya ada orang dirumah selain mereka.

“Wero! Jangan cuma berpikir apa yang sedang terjadi pada Nicole! Keluar dari kamarmu!” teriak Justin.

Tak lama wero keluar dari kamarnya dan menghampiri Justin. “ada apa?”

“kau telfon dokter, tukang urut atau siapapun yang bisa mengobati kaki Nicole.” perintah Justin.

Wero mengangguk. Lalu pergi kemeja telfon. Sedang Justin memapah Nicole menuju ruang tengah, mendudukkannya di sofa.

“sudah! Jangan menangis lagi. Sebentar lagi dokter datang, dan sekarang aku harus ke kampus. Bye.”

“dasar tidak punya perasaan!” batin Nicole jengkel.

“whatever!” terdengar teriakan Justin.

The Half Blood Vampire 27

oleh d'Bezt JD Author pada 27 Januari 2012 pukul 13:23 ·

Justin bertos ria dengan Cody karena rencana mereka berjalan lancar. Terlihat sekali kebahagian diwajah kedua laki-laki itu.

“kau tahu, aku benar-benar grogi. Aku takut ketahuan.” ujar Cody.

Justin tersenyum. “tapi kau benar-benar mirip.”

Cody balas tersenyum. “baguslah. Ya sudah, aku masih ada kuliah. Bye.”

Setelah Cody pergi, Justin pun melangkah menuju parkiran. Ia ingin segera pulang, selain mengantuk, ia juga ingin melihat keadaan kaki Nicole.

Justin menekan bel rumahnya tenang. Tak lama kemudian, muncullah wajah Wero.

“kau sudah pulang? Ini masih jam satu.” ujar Wero bingung.

“hari ini hanya ada satu mata kuliah.”

“kalau satu mata kuliah, harusnya kau sudah pulang sejak sejam yang lalu.” omel Wero.

“kau ini seperti Mom saja.” sergah Justin. “menyingkirlah dari sana. Aku ingin masuk.”

Wero menggeser tubuhnya sehingga Justin bisa masuk.

“dimana dia?” tanya Justin sambil membuka kulkas.

“pergi dengan Grey.”

Alis Justin bertaut. “pergi?”

“iya. Greyson yang mengantarnya mengobati kakinya itu.”

“akukan sudah menyuruhmu menelfon dokter atau siapapun untuk mengobatinya?” ujar Justin.

“memang. Tapi ia tak mau. Ia malah memintaku untuk menelfon Grey.”

“lalu kau turuti?”

Wero mengangguk.

Tiba-tiba terdengar suara mobil didepan rumah. Tak lama kemudian disusul oleh bunyi bel.

“pasti Nicole.” ujar Wero sebelum berlari menuju ruang depan.

Nicole berjalan menggunakan tongkat. Kakinya yang terkilir dibalut dengan perban.

“bagaimana kakimu?” tanya Wero.

“sedikit lebih baik.” ujar Nicole, sambil tersenyum tipis.

Ia pun menuju ruang tengah dibantu Greyson. Sedangkan Wero menuju dapur untuk membuatkan minuman untuk Greyson.

“luruskan kakimu.” Greyson membantu Nicole agar adiknya itu meluruskan kakinya diatas sofa. “bagus.” ucap Greyson puas.

“bagaimana kakimu?” tanya Justin yang tiba-tiba muncul.

Nicole menatap Justin sejenak, lalu memalingkan wajahnya kearah lain.

Justin tak bisa menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. “anak kecil.” desis Justin.

Nicole mengacuhkan ucapan Justin, lalu menatap Greyson. “kau akan disini sehariankan?”

Greyson menggeleng. “aku harus kekantor, sayang.”

Wajah Nicole langsung berubah masam. “lalu bagaimana denganku?”

“ada aku juga Justin.” ucap Wero sambil meletakkan minuman untuk Greyson dimeja.

“ah, benar. Ada kau.” ucap Nicole lega. Ia benar-benar tak menganggap Justin.

Justin mendesah pelan. “aku keatas dulu.”

“terserah!”

Justin menghujam Nicole dengan tatapan tajamnya, membuat Nicole langsung mengalihkan pandangannya dari Justin. Justin pun berjalan menuju tangga untuk lantai dua. Tak lama kemudian, terdengar pintu kamar terbuka, lalu kembali ditutup.

“aku pulang dulu.” pamit Greyson.

Nicole menatap Greyson tak percaya. “cepat sekali?”

“aku hanya diberi waktu keluar hingga jam makan siang selesai oleh Dad.”

Nicole mendesah. “ya sudah.”

“bye Sayang.” pamit Greyson sambil mencium puncak kepala Nicole.

Setelah Greyson pergi, Wero kembali menghampiri Nicole diruang tengah.

“kau belum makan siang, bukan?” tanya Wero.

“aku sudah sarapan bersama Greyson.”

“itu sarapan, bukan makan siang.” ujar Wero. “sekarang kau harus makan.” sambungnya tegas.

Nicole tak bisa membantah lagi. Ia membiarkan dirinya dipapah Wero menuju ruang makan. Ia pun duduk disalah satu bangku.

“sebentar, ku panggil Justin. Dia pasti belum makan siang.” ujar Wero.

Saat Nicole hendak melarang, Wero sudah bangkit dari duduknya.

Tak sampai 5 menit, Wero kembali duduk dibangkunya semula, kemudian disamping Wero, duduklah Justin.

“ayo dimakan. Ini semua masakanku.”

Nicole memperhatikan tiga jenis hidangan berbeda diatas meja makan. “kelihatannya enak.”

“tentu saja enak. Wero kan pintar memasak.” ujar Justin, dengan penekanan pada kata pintar.

Nicole mengalihkan pandangannya pada Justin.

“kenapa menatapku seperti itu?” tanya Justin tajam.

Nicole mengangkat bahunya lalu menggeleng. “tidak ada.”

“ingat, kau tidak bisa berpikir macam-macam karena aku akan mengetahuinya.” ujar Justin sambil menunjuk Nicole dengan garpu ditangannya.

“iya.” ujar Nicole singkat, lalu mulai menyantap makanannya. “ini enak, Wero.”

“terima kasih.” ujar Wero senang. “aku senang kau menikmatinya.”

Nicole tersenyum. “aku memang menikmatinya.”

“kau memang pintar memasak.” ujar Justin pada Wero.

“tentu saja.” ujar Wero.

Nicole berusaha tenang menghadapi sindiran yang dilontarkan Justin. Karena, dia tidak mungkin mengomeli atau memarahi Justin. Jika dia melakukannya, satu detik saja, keadaan akan berbalik. Justin yang akan mengomelinya.

The Half Blood Vampire 28

oleh d'Bezt JD Author pada 27 Januari 2012 pukul 20:06 ·

Dengan perasaan gugup stadium akhir, Nicole berjalan menuju ruangan Mr. Clark. Dosen yang memberinya nilai D pada saat test tempo hari.

Seharusnya, kemarin dia akan mengikuti test ulang untuk memperbaiki nilainya itu. Namun, karena ada insiden di tangga itu, ia tidak jadi datang kekampus. Sekarang saja dia masih berjalan menggunakan tongkat, dan kakinya pun masih diperban.

Nicole POV

Dengan gemetar, aku mengetuk pintu ruangan Mr. Clark.

Aku tahu, begitu aku masuk, aku akan langsung dihujam mata elangnya melalui kaca mata bundarnya itu. Tapi aku tetap harus menemuinya, agar nilai ku terselamatkan.

“masuk.” terdengar suara berat milik Mr. Clark.

Sebelum masuk, aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.

“oh, Mrs. Bieber.” ucap Mr. Clark saat aku masuk kedalam ruangan itu.

Aku tersenyum canggung. “Mr. Clark.”

“aku baru akan memanggilmu, tapi kau sudah datang duluan.” ujarnya. “silahkan duduk.”

Masih dengan gugup aku duduk dihadapan Mr. Clark. Wajahnya tetap saja seperti itu. Jarang sekali melihatkan senyum. Membuat orang takut saja.

“ini, nilai test perbaikanmu. Ternyata kau benar-benar belajar.” Mr. Clark menyerahkan selembar kertas padaku.

Aku mengambil kertas itu dengan tatapan bingung.

Test perbaikan? Bahkan aku tidak mengikuti test itu. Lalu kenapa ada kertas test atas namaku? Semua ini membuat kepalaku berdenyut. Apa Mr. Clark sedang sakit, dan salah membaca nama, tapi ini memang namaku! Dan nilainya A.

Oh Tuhan? Apa ada yang salah dengan susunan tata surya? Apa bumi berpindah orbit? Atau keluar dari susunan galaksi Bimasakti? Oke, ini terlalu berlebihan!

“Seseorang tolong beri aku kejelasan!” jerit Nicole dalam hati.

“selamat Mrs. Bieber.” ujarnya. “lalu, apa yang ingin kau katakan?”

Aku bergumam. “tidak jadi. Permisi Mr. Clark.”

Nicole POV end

---

Nicole berjalan keluar dari ruangan Mr. Clark, lalu menuju taman. Ia pun duduk disalah satu bangku. Saat ini Justin sudah pulang karena dia bilang ada urusan. Jika Nicole sudah ingin pulang, ia tinggal menghubungi Justin.

Nicole masih bingung. Kenapa lembaran test perbaikan ini atas namanya? Siapa yang melakukan ini? Tidak mungkin Miley karena Mr. Clark itu sangat hafal wajah mahasiswanya. Jadi tidak mungkin Miley berpura-pura menjadi dirinya, tentu saja hal itu tak akan berhasil. Lalu siapa? Mana ada orang yang bisa menyamar sebagai dirinya tanpa ketahuan Mr. Clark? Tidak akan ada yang bisa!

“Cody!” cetus Nicole sambil menjentikkan jarinya.

Ia pun mengirim pesan pada Cody, agar cody menemuinya ditaman kampus. Tak lama kemudian, Cody muncul.

“kenapa?” tanya Cody bingung. “oh ya, kau tak bersama Justin?”

Nicole mengabaikan pertanyaan Cody, ia langsung memeluk adik iparnya itu.

“kau kenapa?” tanya Cody bingung.

Nicole melepas pelukannya. “katakan yang sebenarnya padaku.” ujar Nicole sambil menunjukan lembaran testnya pada Cody.

“apa ini?” tanya Cody tak mengerti.

Nicole mendesah. “kau tidak perlu berbohong, kemarin kau menyamar sebagai diriku lalu menemui Mr. Clark kan? Aku sangat berterima kasih.”

Cody hanya tersenyum.

“kau tahu, aku senang sekali! Kau sangat baik.” ujar Nicole. “tapi, kenapa kau bisa menjawab semua soal test ini? Oh, ternyata kau juga pintar seperti kakakmu ya.” decak Nicole kagum.

Cody bergumam. “sebenarnya begini.”

Nicole menatap Cody bingung. “maksudmu?”

“kemarin, aku memang mengubah diriku menjadi dirimu. Tapi, yang menjawab semua soal ini adalah justin.”

“bagaimana bisa?” tanya Nicole tak percaya.

Cody menatap kesekeliling, lalu kembali menatap Nicole. “satu lagi kelebihan Justin yang belum kau ketahui.”

“apa?”

“dia bisa membuat dirinya tak terlihat. Sama sepertiku.” jawab Cody. “jadi, saat aku menemui Mr. Clark, dia juga ikut. Dia menunjukan jawaban yang benar lalu aku menulisnya. Jadi, ya begitu. Nilaimu sempurna.”

Nicole ternganga mendengar cerita Cody. “kenapa dia melakukan itu?”

Cody menggaruk tengkuknya. “dia bilang, kau tidak akan bisa mendapatkan nilai B, bahkan C sekalipun. Karena itulah dia membantumu. Apalagi kemarin kau jatuh ditangga.”

Setelah Cody pergi, Nicole langsung menghubungi Justin, agar laki-laki itu menjemputnya. Nicole langsung masuk mobil begitu mobil Justin tiba dihadapannya.

“kau kenapa?” tanya Justin datar begitu mereka tiba dirumah. Namun belum keluar dari mobil.

Nicole tersenyum pada Justin.

Entah setan apa yang merasukinya, Nicole mencondongkan tubuhnya kearah Justin, lalu mencium bibir Justin lembut. Namun tak terlalu lama. Justin menatap Nicole tak percaya. Tapi Nicole salah mengartikan tatapan itu.

“maafkan aku. Aku terlalu senang karena kau membantuku.” aku Nicole.

Justin tetap diam dan menatap Nicole seperti tadi.

“maafkan aku.” ujar Nicole lirih lalu keluar dari mobil.

Justin tersadar saat pintu mobilnya ditutup. Perlahan ia memegang bibirnya. Ciuman itu begitu singkat, namun juga begitu lembut. Benarkah wanita itu menciumnya, atau hanya ilusi? Justin tersenyum dalam diam.

The Half Blood Vampire 29

oleh d'Bezt JD Author pada 28 Januari 2012 pukul 18:13 ·

Sarapan pagi itu berlangsung bersama seluruh keluarga. Tanpa ada kecuali. Karena kebetulan, Nicole, Justin, Skandar, Wero dan Cody ada kuliah pagi jam 7.30.

Sesekali Nicole melirik Justin yang duduk disampingnya. Ia sedikit gelisah karena semenjak insiden ciuman kemarin siang, Justin belum bicara sedikit pun padanya. Bahkan perintahnya seperti biasapun tak ada diucapkannya.

“Nicole, kau kenapa?” tanya Pattie.

Semua orang langsung melihat kearah Nicole, termasuk Justin.

“ah, ti..tidak apa-apa.” ujarnya sedikit gugup.

“kau terlihat aneh.” ujar Wero.

“kakiku hanya sedikit sakit lagi.” sahut Nicole bohong.

“benarkah?” tanya Jeremy. “ya sudah, kau tak perlu kuliah. Justin kau antarkan istrimu nanti kedokter, untuk memeriksa kakinya.”

Mata Nicole membulat. “tidak perlu Dad. Aku masih bisa kuliah, sungguh.” ujar Nicole.

“kau yakin?” tanya Skandar.

Nicole mengangguk untuk meyakinkan semuanya.

“kalau tidak kuat, tak perlu dipaksakan.” ujar Pattie. “benarkan, Justin?”

“kalau dia sudah yakin, biarkan saja. Tak perlu dilarang.” ujar Justin datar, sambil terus menyantap sarapannya.

Nicole menatap Justin jengkel. “tidak punya perasaan.” gumam Nicole pelan.

Skandar terkikik mendengar gumaman Nicole. Semua orang diruangan itu hanya menggelengkan kepalanya mendengar kikikan Skandar. Kecuali Jeremy. Karena ia juga mendengar apa yang digumamkan menantunya.

“Nicole, ikut aku.” ujar Jeremy.

Nicole menatap Jeremy bingung. “kemana Dad?”

Jujur saja, ia takut berdekatan dengan Jeremy, mengingat kalau Jeremy adalah vampire asli. Bukan berdarah campuran seperti anak-anaknya.

“Dad akan mengobati kakimu, sayang.” ujar Pattie.

Nicole mengangguk ragu, lalu bangkit dari bangkunya.

“Justin, bantulah istrimu.” goda Skandar.

“dia bisa sendiri, Skandy.” ujar Justin acuh.

Nicole melirik Justin dengan perasaan kesal akut! Akhirnya ia mendengus, lalu mulai mengikuti Jeremy keruang tengah. Ia pun duduk diatas sofa.

“naikkan kakimu kemeja.”

Nicole menatap Jeremy tak percaya. “tak apa Dad?”

“lakukan saja.” ujar Jeremy.

Nicole menurut.

Jeremy pun membuka perban yang melilit dipergelangan kaki Nicole. Terlihat kalau pergelangan itu masih biru dan bengkak.

Jeremy mendengus. “anak itu.”

“kenapa Dad?” tanya Nicole bingung.

“Justin, suamimu itu bisa menyembuhkan kakimu ini. Tapi, kenapa dia tak menyembuhkannya.” gerutu Jeremy.

“Justin bisa?”

“ya, kami para vampire asli bisa menyembuhkan luka kecil seperti ini. Biasanya kemampuan kami, kami turunkan pada salah satu anak kami. Dan aku ternyata menurunkan kemampuan ini pada Justin.” jelas Jeremy. “dialah yang paling banyak mewarisi kemampuanku. Mulai dari membaca pikiran, membuat dirinya menghilang, kecepatan yang sama denganku, juga menyembuhkan luka ringan.” ceritanya.

“lalu bagaimana dengn yang lain?” tanya Valentia penasaran.

“Skandar, dia bisa mendengar ucapan terkecil yang terlontar dari mulut seseorang yang jaraknya cukup dekat dengannya, hanya itu. Sedangkan Cody, mengubah dirinya menjadi orang lain dan membuat dirinya menghilang. Wero dan Jazzy mempunyai kemampuan yang sama, mengubah diri mereka menjadi kabut, sedangkan Jaxon, membuat dirinya tak terlihat. Tapi, karena masih dini, Jazzy dan Jaxon belum bisa menggunakan kemampuan mereka.” jelas Jeremy panjang lebar.

Nicole mengangguk mengerti. “oh begitu.”

“selesai.” seru Jeremy.

Nicole menata kakinya yang tadi terkilir.

Sembuh. Tak ada lagi bengkak ataupun biru dipergelangan kakinya itu. Benar-benar amazing!

“ku harap kau tak terkejut.” ujar Jeremy sambil tersenyum.

Nicole masih terjaga dengan ekspresi kagetnya. “wow.” desisnya.

Terdengar banyak langkah yang semakin mendekat. Semua yang diruang makan telah selesai dengan sarapannya.

“wow, kakimu sembuh ya Nic?” tanya Jaxon melihat kaki Nicole yang telah sembuh total.

Nicole tersenyum. “yeah. Dad yang menyembuhkannya.”

“wah, Dad hebat.” kagum Jazzy.

“Daddy ku memang hebat.” sahut Jaxon sambil memegang tangan Jeremy.

“itu Daddyku.” ujar Jazzy kesal.

“sudahlah.” lerai Pattie. “kita harus berangkat.”

Mereka pun keluar dari rumah bersamaan. Masuk kemobil masing-masing. Nicole dengan Justin. Skandar, Wero dengan mobil masing-masing, Cody dengan motor sport kebanggaannya. Sedangkan Jazzy dan Jaxon dengan Pattie dan Jeremy.

Nicole langsung keluar dari mobil begitu mobil Justin telah berhenti. Ia tak ingin berlama-lama di dalam mobil itu karena suasananya menyeramkan karena Justin tak mengaknya bicara. Walaupun biasanya juga begitu, setidaknya wajahnya tidak sedingin saat ini.

“hai Miley.” ia duduk disamping Miley.

Miley tersenyum. “hai, mana Justin?”

Baru saja ditanyakan, Justin sudah masuk kelas dengan wajah dinginnya itu. Justin pun duduk didepan kelas, disudut sebelah kanan. Kontras sekali dengan Nicole yang duduk dibelakang, disudut sebelah kiri.

“kau dan dia ada masalah?” tanya Miley.

Nicole hanya mengangkat bahu.

“kenapa laki-laki itu sebenarnya?” pikir Nicole.

Tiba-tiba sebuah pesan masuk keponselnya.

From : justin

bkn urusanmu!

The Half Blood Vampire 30

oleh d'Bezt JD Author pada 28 Januari 2012 pukul 19:36 ·

Saat dosen yang mengajar telah keluar, Nicole menahan Miley yang ingin bangkit dari duduknya. Miley menatap Nicole bingung.

“kita shoping yok?”

“maaf Nic, aku ada janji dengan temanku. Kenapa tidak dengan suamimu saja?” Miley melirik Justin yang telah keluar ruangan.

Nicole menggigit bibir bawahnya. “dia tidak bisa.”

Miley menatap Nicole tak percaya. “kau ada masalah dengannya?”

“sedikit. Ayolah, Miley. Aku tak ingin pulang bersamanya.” rengek Nicole.

“kenapa tidak coba kau selesaikan, dan malah kabur?” tuntut Miley.

“bagaimana ingin menyelesaikan masalah, kalau wajahnya dingin seperti itu.” gerutu Nicole pelan.

“apa?” tanya Miley.

“bukan apa-apa.”

sebuah pesan kembali masuk keponselnya.

From : Justin

aku beri kau waktu 10 menit untuk tiba parkiran. Terlambat 1 detik kau ku tinggal.

Mungkin saat ini ia belum bisa menyelesaikan masalahnya dengan Justin, tapi ia tak akan menambah masalah baru dengan datang terlambat.

“Miley, aku harus pulang. Justin sudah menungguku.” pamit Nicole lalu berlari keluar dari kelas.

Miley hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.

Nicole tiba diparkiran saat Justin akan masuk kedalam mobil. Nicole langsung masuk kemobil.

“hosh...hosh...” Nicole mengatur nafasnya yang tak beraturan karena berlari.

Justin tersenyum melihat Nicole yang telah masuk ke mobil. Ternyata wanita itu benar-benar mengikuti perintahnya. Ia pun ikut masuk dengan senyum yang sudah hilang. Dan Tanpa bicara pada Nicole, ia langsung melajukan mobilnya meninggalkan kampus.

Nicole menatap Justin takut-takut. “Justin?”

Justin hanya diam.

“Justin?” panggil Nicole lagi.

Justin tetap fokus pada jalanan didepannya.

“Justin!” Nicole menaikkan suaranya satu oktaf.

“aku dengar! Tak perlu berteriak seperti itu!” serang Justin balik.

Nicole langsung menelan ludah.

Terbuktikan? Awalnya dia memang membentak Justin, tapi satu detik saja keadaan langsung berubah.

“kenapa?” tanya Justin datar.

“aku ingin ke Mall. Ini kan masih siang. Kau Mau tidak?”

Tak ada jawaban dari Justin.

Nicole menghela nafas panjang. Dia sudah tau jawabannya. Justin tidak mau. Seharusnya ia tak perlu bertanya. Lebih baik pergi sendiri. Nicole mengarahkan pandangannya pada jendela, lalu mulai memejamkan matanya.

“bangunlah.”

Nicole membuka matanya perlahan saat mendengar suara Justin meski samar-samar. Ia mendapati dirinya masih didalam mobil. Ia memandang kedepan. Ada mobil. Ia mengedarkan pandangannya lebih luas. Ia merasa tengah berada diparkiran suatu Mall. Atau hanya dugaan?

“kita memang di Mall.” jawab Justin. “kau ingin ke Mall kan?”

Nicole memandang Justin takjub. Ia telah berburuk sangka pada Justin. Ternyata Justin mengabulkan permintaannya. Nicole telah menggerakkan tangannya untuk memeluk Justin, namun ia teringat reaksi Justin saat ia mencium laki-laki itu. Akhirnya ia menurunkan tangannya kembali.

“terima kasih.” ucap Nicole akhirnya, sambil tersenyum manis.

Justin hanya mengangkat bahu.

Nicole dan Justin pun berjalan beriringan melewati berbagai toko-toko.

“Justin, aku ingin beli highells yang disana.” tunjuk Nicole.

“bukannya kau sudah punya banyak dirumah?” Justin mengingatkan.

“tapi itu warnanya ungu kesukaanku.” ujar Nicole.

“untuk apa beli sepatu banyak-banyak? Memangnya kau memakainya sekaligus!”

Nicole tak membantah lagi.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Mereka berhenti ditoko baju yang juga menjual aksesoris.

Nicole berjalan menghampiri sudut tempat syal. Ada syal ungu yang membuatnya tertarik. Bahannya juga halus. Ia melirik Justin. Laki-laki itu tengah menatapnya.

“kau mau beli?” tanya Justin.

“tidak. Aku rasa, syal yang dirumah sudah cukup banyak. Lagi pula, musim gugur ini belum terlalu dingin.” tolak Nicole lalu beralih ketempat aksesoris. Ada sebuah kalung yang membuatnya tertarik. Tetap saja ia tak bisa membeli, tak perlu ditanyakan lagi. Justin akan melarangnya membeli kalung itu. Nicole kembali meletakkan kalung itu pada tempatnya.

Sudah hampir dua jam dia di Mall. Tapi belum ada satu barangpun yang dibelinya. Kalau dia pergi dengan Miley, bisa dipastikan. Saat ini dia sudah memiliki 5 kantong belanjaan.

“Justin, aku ingin pulang.” pinta Nicole.

“kau tak makan dulu?” tawar Justin.

Nicole menggeleng.

“tak ada yang ingin kau beli?”

“tidak.”

Nicole keluar dari mobil dengan lesu. Baru kali ini dia ke Mall, tapi tidak membeli apapun. Justin kembali pergi karena ada urusan.

Nicole menghempaskan dirinya ditempat tidur. Syal dan kalung tadi terus muncul di pelupuk matanya. Nicole menutup matanya, berusaha untuk tidur. Kalau dia tidak pergi bersama Justin, ia akan mendapatkan Syal dan kalung itu.

“kau benar-benar laki-laki yang tak punya perasaan!” pekik Nicole kesal.

Continue Reading

You'll Also Like

18K 1K 86
Penulis :Erqia Pengantar karya: γ€€γ€€Ketika Shen Yanrong bangun, dia menemukan bahwa dia berpakaian seperti Putri Shaoyang, yang memaksa protagonis laki...
1.6M 68.9K 14
Series #4 Fantasi [Sequel Mine - Melvin D.Franklin] Hai namaku Melvin. Anak kedua yang lahir dari perut Mama-ku tersayang setelah Kelvin dan sebelum...
9M 289K 19
#1 in Fantasy #Tersedia Di Gramedia. Hidupku yang rumit semakin rumit saat aku bertemu dengannya. Dengan seorang pria tampan bak Dewa Yunani dengan...
121K 10.7K 14
"Aku ingin membeli jam tangan ini." "Baiklah. Tetapi aku hanya memperingatkanmu untuk berhati-hati." Sebuah jam tangan berwarna hitam ini selalu mele...