I Wonder If You Hurt Like Me...

By boyslove06

581K 32K 10.1K

[COMPLETED] Dia terdiam sejenak dan tak menjawab pertanyaanku.. Aku bingung dan terkekeh pelan.. "Kau sunggu... More

KARYA TERBARUKU HADIR
"PROLOG"
#1 : I HATE YOU, BASTARD!!
#2 : Closer... Then You'll Know
#3 : Evil With Kindness
#5 : He is.....
#6 : Boyfriend ?
#7 : Weird Things
#8 :This is My First Kiss
#9 : Truth & Lies
#10 : Trust Me!
#11 : I Like You
#12 : You and I
#13 : Wet Dreams
#14 : Promises
#15 : Lover
#16 : The Hidden Enemy
#17 : Jealous
#18 : Confession
#19 : Unbelievable
#20 : Move On
#21 : Memories of You
#22 : This Airport.....
#23 : Can't Say
#24 : You've Got Me Wrong
#25 : End Part 1 - London, I'm Coming!
#26 : End Part 2 - Will You Marry Me?
#27 After Ending : Closing Chapter

#4 : I Think....?

21.9K 1.4K 598
By boyslove06

Author's POV

.

.

.

Beberapa waktu yang lalu....

Alfa tergesa-gesa ke sekolah karena hari ini dia harus mengikuti ujian matematika. Bukannya dia tidak pandai dalam pelajaran ini atau apa, dia hanya tak ingin mengikuti ujian susulan yang tentunya pasti disitu akan ada si brengsek Reza.

Reza selalu saja menjadi daftar tetap siswa yang mengikuti ujian susulan; tapi itu tak berarti kalau dia bodoh. Reza juga punya prestasi yang bagus di kelas, sama seperti Alfa. Mereka bagaikan saingan; mungkin lebih kepada 2 siswa teladan yang pandai dalam beberapa bidang baik itu akademik maupun kegiatan ekskul.

"Aissshh... Seharusnya aku menyetel juga alarm di ponsel semalam..." gerutu Alfa sambil terus berlarian karena memang bus ke sekolah sudah berangkat duluan. Berlari dan sambil terus melihat jam tangannya; langkahnya seakan semakin dipercepat mengikuti putaran jarum jam analognya..

"Oh God.... 7 Menit lagi dan aku masih begitu jauh dari sekolah.."

Alfa berlari dan semakin gusar, bahkan dia saja tidak sempat mandi dan lihatlah betapa penampilannya sekarang begitu aneh. Baju yang hanya setengah dimasukkan ke dalam celananya, dasinya yang belum diikat dengan baik, rambut yang acak-acakan dan masih basah... Alfa terus saja berlari hingga dia melihat seseorang hendak menaiki motor di depannya.

Tanpa pikir panjang lagi, dia langsung saja memegang lengan orang itu dan menghentikannya.

"Pak.. pak... ! Tolong antarkan aku ke sekolah sekarang.. Aku bayarnya dua kali lipat nanti..." ujarnya yang langsung mengambil dan memakai helm yang ada di jok belakang..

Sosok tadi masih kelihatan kebingungan akan tindakan Alfa yang begitu tiba-tiba ini.

Tapi karena dia memperhatikan Alfa yang seakan sedang berlari-lari di tempat, dia pun menyuruh Alfa untuk naik...

"Ayo.. naiklah..." ucap pria tinggi itu sambil tersenyum kecil..

Dalam perjalanan ke sekolah, Alfa masih saja seperti cacing kepanasan.. Dia terus saja menepuk pundak pria tadi...

"Lebih cepat pak...Aku sudah terlambat sekarang..."

Pria itu hanya bisa tersenyum lagi dan menambah kecepatan sepeda motornya...

Mungkin saja si pria ini berpikir... Ett dah, emang elu pikir gua gojek apeh... wkwkwkk... #SorryAuthorSedikitKorslet

.

.

Mungkin karena sepeda motornya mahal, makanya mereka tiba di sekolah dalam waktu yang tepat; mungkin malah lebih cepat.

Alfa kemudian turun dan melepaskan helm yang dia pakai tadi.. Dia merogoh sakunya untuk mengambil uang, tapi sepertinya saku itu kosong sekarang.. Dia menelan ludahnya kasar dan menggaruk-garuk kepalanya ..

"Damn... Pasti aku lupa masukkin uangnya tadi... Alfa!!! Kau ini memang amazing!!!" batinnya bergejolak..

Pria itu melihat dan menerima helm yang diberikan oleh Alfa..

"Kenapa? Kamu tidak bawa uang ya....?" tanya pria tadi.. Alfa yang merasa tak tahu harus berbuat apa, dia kini hanya bisa tersenyum aneh dan begitu lebar hingga menampilkan semua giginya. Pria itu tersenyum balik kepadanya, dan kemudian mengeluarkan ponselnya.

"Berikan nomormu....." ujar pria itu..

"Ehh? Pak... Tolonglah jangan laporkan aku ke polisi... Aku jujur bisa bayar, Cuma...."

"Lagian siapa juga yang mau laporin kamu ke polisi?"

"Bukannya...? Nomor telpon itu kan?" Alfa sedikit kebingungan karena dugaannya salah.

"Berikan saja..." sambung pria sambil menyerahkan ponselnya pada Alfa.

Alfa yang tanpa pikir panjang langsung mengetikkan nomornya dan memberikan kembali ponsel itu kepada pria tadi.

"Terima kasih banyak Pak.. Nanti aku bakal bayar.. Simpan saja dulu nomorku." kata Alfa yang kemudian langsung berlari hendak memasuki gerbang sekolah.

"Tunggu dulu....." panggil pria tadi yang langsung menghentikan langkah Alfa.. Alfa pun berbalik melihat pria itu..

"Siapa namamu..?"

"Alfa....."

"Oke....."

.

.

.

.

Alfa's POV

Terima kasih kuucapkan hari ini kepada Tuhan Yang Kuasa; Engkau sungguh baik karena mengirimkan aku pertolongan lewat bapak yang tadi.

Bagaimana pun itu, aku merasa bersalah karena tadi tidak membayar dia. Bukan karena aku tak mampu bayar ya... Tapi uangku ketinggalan di rumah karena aku telat hari ini.. Jadi ya begitu, semua berubah dan tak teratur seperti ini.

Tak berapa lama menunggu, ujiannya dimulai dan aku senang karena apa yang kupelajari semalam semuanya ternyata dimasukkan ke dalam soal.

Dan....? What...? Si aneh, iblis, dan brengsek itu tumben sekali tidak absen untuk ujian hari ini.

Ah sudahlah, dia bukanlah hal penting yang perlu kupikirkan sekarang.. Sekarang, aku hanya perlu fokus dengan soal ujian ini.. "Semangat Alfa!" batinku.

Ujian berlangsung selama 2x35 Menit, dengan 40 butir soal. Mungkin ya bisa dihitung dan diprediksi, aku bisa menyelesaikan setengah soalnya dengan baik dan benar. Sisanya?... Biarin lah gurunya yang memeriksanya nanti..

Keluar dari ruang ujian dan bertemu dengan Tiara, aku terus saja terpesona akan sosok gadis yang satu ini. Dia sungguh sempurna; jika ada gelar dewi yang patut diberikan di dunia ini, aku tentunya akan memberikan gelar itu padanya.

"Fa....Bagaimana ujiannya tadi?" tanya Tiara. Bukannya menjawab, aku malah terdiam; mungkin lebih mengarah ke kondisi dimana aku terpana oleh silaunya berlian hidup di depan mataku ini. Tiara yang mungkin bingung akan tingkahku langsung saja menjitak jidatku dan hal itu secara kilat menarik kembali roh alam bawah sadarku.

"Auu.... Hei kau ini...." ujarku seraya memegang jidat.

"Lagian kamu juga... Aku tanya kok kamu malah melongo.."

Gemes dih Tiara..... Tau tak? Aku ini melongo karena terpesona akan kecantikanmu. Andai saja bisa kukatakan hal itu padamu sekarang; tapi aku memanglah tak punya keberanian untuk itu.

Tiara tiba-tiba sudah pergi meninggalkanku karena dia sedang bersama para siswi yang lain. Kupikir ini mungkin terasa aneh, tapi aku merasakan hawa yang tak biasa dari sudut pandang mata kiriku. Nah ternyata benar; putra iblis itu ada disana.

Aku seringkali bertanya kepada diri sendiri... Kenapa begitu besar ya aku membenci pria ini. Mungkin dia dan aku perlu ditempatkan pada dimensi yang berbeda agar tidak bertemu lagi.

Ponselku tiba-tiba bergetar, dan kulihat ada pesan masuk.. dan nomornya belum ada di list kontakku..

.

.

Incoming Message :

From : +628717xxxxxxx

" Kapan kau pulang? Aku ingin menagih bayaran ojek yang tadi."

.

.

To : +628717xxxxxxx

" Jam 2 siang...."

.

.

From : +628717xxxxxxx

"Aku akan menjemputmu nanti..."

.

.

Menjemputku? Sampai segitunya dia hendak menagih uang ojeknya tadi. Tapi tak apalah, mungkin bisa sekalian dia mengantar pulang aku nantinya.

Ujian hari ini berakhir dengan begitu cepat; 3 mata pelajaran yang diujikan hari ini ternyata tidak begitu sulit bagiku.

Benar saja, bapak yang tadi datang menjemputku lagi. Tapi dia hah? Bukan seorang bapak, lebih kearah seorang pria dewasa mungkin anak kuliahan atau karyawan gojek? Bagaimana mungkin karyawan gojek setampan ini? Dia bisa saja jadi artis atau model iklan. (Author bersuara = Jelaslah.. Dia artis keles... Cuman author aja yang ngasal nyolong gambare..)

.

.

Wah wah... Dia pasti karyawan gojek paling banyak dapat pelanggan setiap hari. Lihat aja kan fakta sekarang, mana ada yang tak suka kalau tukang gojek-nya tampan? Mungkin pria straight sepertiku yang merasa biasa saja. Tapi para wanita remaja, ibu-ibu, bahkan mungkin kaum pelangi pasti berteriak histeris dan malah memeluk dia erat kalau sedang menikmati jasa ojeknya.

"Kau sudah pulang?" tanyanya padaku saat aku berada dihadapannya.

"Ummm..." jawabku

"Mau pergi sekarang?"

"Oke..."

.

.

.

Langsung di skip time aja, sekarang aku sama kakak yang satu ini sudah sampai di restoran sea food. Restoran ini mewah sekali, aku bahkan belum pernah datang kemari. Lalu yang herannya, tukang gojek sepertinya malah mengajak aku kemari sekarang. Lihatlah, mataku saja melebar seketika saat melihat daftar menu.. Fix!! Aku cuma tertarik buat melihat harganya.. Dan ini??? Plak.....!!!!!

"Mahal sekali ya ampun...." Batinku.... "Bagaimana nih kalau dia pesan makanannya dan aku yang bayar? Bisa-bisa aku tak punya uang saku sebulan." Perasaanku jadi tak menentu....

"Kamu mau makan atau minum apa?" tanya pria tadi

"Air putih aja..." jawabku spontan dan bisa kulihat pria itu tertawa padaku.

Aku menunduk karena menahan malu.. Shitt!! Aku memang berhutang ongkos ojek padamu, tapi jangan begini juga lah.. Ini menyusahkan aku.. Bagaimana jika prediksiku ini benar..? Tamatlah riwayatku buat beli iPod baru. Uang tabunganku bisa dikorek abis hanya buat bayar makan-makanan ini.

"Pesan saja... Aku yang bayar kok.." ucapnya yang langsung membuat aku mengangkat kembali kepalaku karena kaget.

"Hah?" spontan menjawab karena tak percaya.

"Pesan saja... Jangan khawatirkan soal bill-nya nanti." Sambungnya sambil tersenyum.

Entah kenapa aku sedikit terpana dengan senyumannya itu, tapi segera kukumpulkan kembali kesadaran dan kenormalanku.. Kau bukanlah gay!! Remember Alfa!!

Dia memang menakjubkan, tukang gojek saja tapi makanannya begitu berkelas seperti ini. Mungkin dia punya penghasilan yang besar karena banyak pelanggannya.

Sepertinya aku ingat sesuatu dan perlu untuk ditanyakan padanya.. Walau mungkin akan sedikit mengganggu karena kami sedang makan sekarang.

"Btw, kakak ini na....."

"Rama... Rama Prawijaya..." potongnya yang seakan tahu pasti apa yang hendak kutanyakan. Memang benar, aku hendak menanyakan namanya dari tadi.

"Oh... Kak Rama.. Nama belakangnya mirip sama.... Temanku.... di sekolah." balasku pelan. What? Temanku? Sejak kapan kami berdua berteman? Dengan iblis seperti itu.... Membayangkannya saja membuat kepalaku seakan terbakar. Oh Reza, kenapa secara langsung atau tidaknya, kau selalu saja ikut terlibat dalam kisahku ini... Dan kau tahu? Itu menyebalkan... Sangat...

.

.

.

.

Oke... Kita kembali ke waktu sekarang....

"Oh jadi kalian berdua sudah saling kenal kak sebelumnya.." tanya Reza setelah mendengar serangkaian flash back yang diceritakan sama kakaknya. Tapi aku malah kembali merasa risih dengan pria yang satu ini. Si iblis ini terus tertawa dan memukul-mukul pundakku karena dia merasa cerita yang kakaknya katakan itu begitu lucu. Aku harus bisa menahan amarah ini, dan tetap tersenyum saja.

"Jadi begitu... awal mula kakak ketemu sama Alfa.." tutur Kak Rama setelah menyelesaikan ceritanya.

"Tapi aku masih tak habis pikir kenapa faffa mengira kakak adalah karyawan Gojek.." tanya Reza lagi sambil bergantian melihat kearah kami berdua.

"Jaket hijaunya..." jawabku dan kak Rama bersamaan.

Dan untuk kesekian kalinya, dia masih saja memanggilku seperti itu.. Pria iblis ini harusnya kulakban saja mulutnya.

"Oke... Karena di rumah mbok sama yang lainnya pada minta pulang kampung, jadi hari ini kita makan malam di luar dulu." Sambung kak Rama yang menghentikan tawa si iblis ini.. "Alfa juga ikut makan bareng kami ya...."

Kak Rama lalu menstarter mobil dan menjalankannya. Aku seharusnya menolak tawarannya tadi, dan lihatlah si brengsek disampingku sekarang... Dia sibuk dengan smartphone-nya dan terkadang dia tersenyum sendiri dan terkekeh pun sendiri..

"Yesss!!!" dia membuatku terkejut karena tiba-tiba mengeluarkan suara.

"Aku dapat nomornya Faffa... Aku dapat nomornya..." tunjuknya padaku sebuah nomor dalam ruang obrol line miliknya. Pasti itu deal antara dia dengan kak fanny; hingga dia berani-beraninya mencium keningku.

Memang mereka adalah duo bersaudara yang kaya... Jika saja difilm-kan sekarang, mungkin aku hanyalah dapat peran sopir atau tukang kebun mereka. Bagaimana tidak? Restoran mewah lagi yang kumasuki bersama mereka sekarang. Bahkan mungkin lebih mewah daripada yang pernah kudatangi sebelumnya. Orang tuaku juga pengusaha; tapi well.... Kami jarang sekali makan di luar, karena ibuku selalu memasak makanan paling enak di rumah. Itu juga bukan karena ayahku pelit... Ingat!! Ayahku itu lebih suka jika uang yang ada digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat. Tapi aku bersyukur karena dilahirkan dalam keluarga sederhana seperti itu; apalagi diberikan seorang teman kecil yang sungguh bak bidadari dari khayangan.

Kak Tari pastilah kesal kalau tahu aku sering makan di resto mewah seperti ini.. Karena dia selalu memimpikan hal seperti ini. Diajak nge-date oleh pacarnya, makan malam romantis, musik, dan juga perjalanan indah seharian. Benar-benar impian yang sungguh seperti drama korea. Tapi mungkin saja dia bisa mendapatkannya, karena sepengetahuanku; dia sekarang pacaran dengan Kak Sammy.... Anak orang kaya juga, karena kami sering bertemu saat dia datang ke rumah di akhir pekan untuk mengajak kakak keluar.

"Kalian mau makan apa?" tanya kak Rama.

"Gado-gado..." jawabku spontan.. Bisa kulihat Kak Rama tersenyum dan si brengsek Reza menutup mulutnya karena dia tertawa terbahak-bahak mendengar penuturanku. Sebenarnya apa yang salah dengan itu? Gado-gado itu makanan yang sehat dan enak.

"Faffa... kau ini memang luar biasa..." ujar Reza dalam keadaan tertawa.

"Apa??"

"Ini restoran makanan perancis.. Mana ada gado-gado disini.."

"Isshh... Mana kutahu..."

Mendadak saja dia langsung mencubit pelan hidungku dan langsung membuatku menepis tangannya. Kak Rama yang melihat itu mungkin sedang menertawakanku juga.. Terserah apa yang mau kalian pikirkan? Hei Readers!! Jangan coba-coba kalian ngakak... Bisa-bisa kutabok kalian pake bakiak.

"Za... Kau ini selalu saja menggoda temanmu..." tutur Kak Rama.. "Escargot saja ya..."

Sumpah... aku benci sekali sama manusia yang satu ini, awalnya kukira dia berbeda karena ucapannya di lapangan basket.... Dih dih... dia sekarang kembali pada sosok aslinya, malah lebih jahat lagi.. Iblis memang seharusnya tak bisa dipercaya.

.

.

.

.

Setelah makan malam dan pulang diantar oleh Kak Rama; tak usah deh menyinggung soal iblis tadi. Ternyata jam sekarang menunjukkan pukul 10 malam. Aku masuk dan langsung menuju kamarku.. Kunaiki tangga dan ternyata ibuku sedang menungguku di kamar saat aku masuk kedalam.

"Ma......" ujarku sedikit kaget, karena biasanya ibu sudah tidur jam segini.

"Kamu baru pulang..? Kok tumben sekali pulangnya sampai jam segini?" tanya ibu padaku.

"Oh... Tadi Alfa sedikit olahraga di sekolah terus pulangnya sama teman dan diajakin makan malam di luar." jawabku.

"Hmmm.. Udah, sekarang kamu mandi dulu dan tidur ya nak.. Jangan begadang lagi." kata ibu sambil mengacak-acak sayang rambutku. Ibu pun keluar dan menutup pintu kamarku. Terima kasih Tuhan, karena sudah memberikan ibu terbaik dalam hidupku ini.

30 menit aku mandi dan kemudian sudah memakai piyama untuk tidur.. Aku berbaring dan mendengarkan beberapa lagu yang kuputar dari ponselku. Aku tahu, aku memang perlu untuk beristirahat untuk hari yang sungguh melelahkan ini. Siapa coba yang tidak akan merasa kelelahan setelah bermain basket selama 2 jam dan berkeliling di luar hingga jam 10 tadi? Tapi pikiranku malah lebih lelah dibandingkan dengan tubuhku ini.

Dan ini kesalahannya siapa?

Bukan orang lain lagi, si brengsek yang bernama Reza Prawijaya!!

Hal paling mengejutkanku hari ini adalah pertemuan kami bertiga dalam satu mobil. Bagaimana bisa seseorang seperti kak Rama adalah kakak dari si brengsek Reza? Aku bahkan tidak pernah punya pikiran yang mengarah ke hal itu sebelumnya.

"Kakaknya bagai malaikat.... Lah adiknya? Lucifer pengganggu..!"

Masih tenggelam dalam banyak pemikiran tentang kejadian hari ini, semuanya buyar seketika saat sebuah suara merusak kinerja otakku. Ini pasti ponsel bodoh itu lagi.. Kenapa panggilan itu tidak masuk saat kita hanya membutuhkannya saja? Aku mengambil ponselku dan betapa terkejutnya lagi akan siapa yang menelpon. Aku berpikir beberapa saat untuk mengangkat panggilan ini, tapi akhirnya kuangkat saja..

"Reza...?"aku menjawab panggilan itu. Aku tak mendengar suara apapun untuk beberapa saat

"Kau punya nomorku?" aku mendengarnya dari balik telpon.

"Ceritanya panjang."kataku.. Ini yang dilakukan Tiara, dia menyimpan nomor brengsek ini di dalam ponselku. Katanya kami berdua harus berteman.. Itulah kenapa aku harus selalu memiliki nomor pria ini karena kita tahu kalau mereka itu pernah berpacaran. Aku hanya lupa untuk menghapus nomornya dari kontakku. Oh Tuhan! Tak mungkin kan aku mengalami gejala Alzheimer sekarang.

"Tunggu... Kau punya nomorku?" ucapku yang tiba-tiba sadar darimana dia bisa mendapatkan nomor telponku.

"Aku punya koneksi..." katanya.

"Wow...." Hanya itu yang bisa kukatakan...Setidaknya mungkin ada yang bisa kami bicarakan.. Tapi sepertinya memang benar-benar tak ada! Dan tak perlu sama sekali!

"Maafkan aku..." jadi itu adalah kalimat terakhir yang kudengar sebelum dia menutup panggilannya. Dan untuk apa sebenarnya itu? Kenapa pula dia meminta maaf?

Oke, jadi sekarang aku semakin pusing dibuatnya.. Reza memang benar-benar brengsek; karena dia aku bahkan tak bisa tidur dengan nyaman sekarang.

.

.

.

.

Keesokan harinya di sekolah tidak ada hal yang banyak berubah, masih sama saja. Aku tak tahu harus bertingkah seperti apa di depan Reza.. Tapi kelihatannya dia bertingkah normal dan tak menggangguku seperti biasa. Seperti tidak ada apapun yang terjadi kemarin. Itu bagus kan? Aku hanya perlu berlaku normal sepertinya. Bertingkah seperti biasa,.. Karena itu akan sangat terlihat aneh bagi teman-teman kelasku jika kami mengobrol. Lagipula kami memanglah tidak dekat satu sama lain.

Hal paling membingungkan lagi adalah saat jam istirahat.. Aku tak sengaja melihat Reza dan Tiara bicara satu sama lain di ujung koridor. Karena penasaran akan apa yang mereka bicarakan, aku mengendap-ngendap seperti tom di kartun tom & jerry. Tapi meski dengan jarak seperti sekarang ini; aku bahkan tak bisa mendengarkan apapun yang mereka obrolkan. Tapi aku bisa pastikan yang mereka bicarakan adalah hal yang serius. Itu semua tergambar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka sekarang. Aku berjalan mendekat dan menyadari Reza sudah pergi meninggalkan Tiara. Sial! Pembicaraannya begitu saja? Sudah selesai? Aku bahkan belum dengar apapun.....

Waktu istirahat belum selesai dan aku sekarang duduk bersama Tiara di bangku sekolah.. Aku tahu roh kucing mungkin sedang merasuki sekarang hingga begitu aktif saat ini. Aku sungguh penasaran akan apa yang sebenarnya mereka obrolkan.

Dan ini sungguh membunuhku karena aku tak tahu apa-apa sekarang. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya dikatakan oleh Reza pada Tiara. Dan sejauh apa obrolan mereka itu tadi... Terkhusus topik apa yang mereka bicarakan.. Mungkin readers udah ngatain kalau aku ini Kepo, biarin lah... ^.^ :p

Jadi dengan begitu banyak pertanyaan ini, aku mulai bertanya padanya,

"Apa yang Reza katakan padamu..?" aku bertanya dengan nada pelan dan aku tahu dia sedikit terkejut walaupun aku tak melihat benar padanya.

"Dia ingin agar aku kembali.." dia menjawabku dengan cepat.

"Begitukah..?" aku berharap rasa marahku ini tidak terefleksi dalam suaraku ini. Reza memanglah benar-benar brengsek. Ini pastilah alasan kenapa dia minta maaf semalam. Dia sudah merencanakan semuanya untuk mendapatkan Tiara kembali. Reza! Kau memang iblis!

"Nah-ah.. Dia meminta maaf padaku..." lanjut Tiara yang kemudian menunjukkan senyum pahitnya dan itu sedikit membuatku terkejut.

"Untuk apa?" aku bertanya dengan sedikit heran.

"Untuk menyakitiku, membuatku menangis, dan putus denganku seperti itu.."dia mengatakannya dengan nada sedih. Aku sungguh tak menyadarinya.

"Jadi bunga itu...?" tunjukku pada bunga yang ada disamping Tiara.

"Dia mengatakan kata-kata yang manis. Dia bilang kalau aku cantik.. Aku adalah gadis yang sempurna. Dia bilang kalau dia memang buta karena melewatkan cintaku padanya. Dia bilang tak seorangpun bisa memaksakan cinta dan dia minta maaf karena tak bisa memaksa dirinya sendiri untuk menerima cintaku. Dia juga bilang kalau itu memang bukan hal mudah untukku mengganti cinta atau untuk mencintai lagi. Tapi dia bilang kalau aku harus move on, akan lebih menyakitkan lagi jika aku tidak melepaskannya." Aku tak percaya dengan apa yang kudengar sekarang. Ini terdengar seperti apa yang kukatakan padanya. Ini terlihat seakan rasa cintaku disampaikan kepada Tiara oleh Reza. Ini tidak benar!! Reza bukanlah orang yang baik seperti itu.

"Dia bahkan bertanya apakah mungkin setidaknya kami bisa berteman. Katanya, ada seorang pria yang menunggu untuk mencintai dan membahagiakan aku diluar sana. Seseorang yang layak mendapatkanku; dan memang dialah orangnya. Dia bicara seakan-akan pria itu benar-benar ada." Tiara terus bicara dan aku mendengarkannya. Tentu saja aku tahu siapa pria yang dibicarakan oleh Reza. Itu aku; Tapi kenapa harus Reza? Kenapa dia melakukan ini?

"Dia menyerahkan aku pada orang lain Alfa..." Tiara terus berbicara dan tetap menahan tangisnya yang bisa pecah kapan saja. "Jujur, aku tak menginginkan ini, aku tak ingin menerima permintaan maafnya.. Menerima ini berarti aku menyerah akan cintaku padanya kan..? Aku tak ingin menyerah akan dia sekarang.. Aku masih ingin bersama dengannya." Tiara berkata sambil mengusap air mata yang mulai mengalir dari sudut matanya. Jadi, aku hanya bisa memberikan dia pelukan hangat sekarang.

"Mungkin dia benar Ra... Mungkin kamu seharusnya melupakan dia sekarang.." aku melepas pelukanku dan menatapnya. "Mungkin kamu bisa menemukan cinta yang baru.." jika mungkin kamu mencintaiku saja.. Tapi mana mungkin kamu menyadarinya. Dan apa ini waktu yang tepat untuk menjadi begitu egois? Aku tak ingin lebih melukainya.

"Kamu kelihatannya sudah mengubah pandanganmu terhadap Reza.." ucap Tiara dan aku hanya bisa mengatakan "OMG"... dalam benakku..

"Bagaimana bisa kamu mengatakan hal itu?" tanyaku heran.

"Aku mengira kamu akan bilang; kamu harus lupakan brengsek itu, apapun yang keluar dari mulutnya hanyalah omong kosong dan bla bla bla, tapi kamu tak mengatakannya.." jelas Tiara yang membuatku bertanya juga pada diri ini.

"Ah... tapi aku masih menganggapnya brengsek..."

.

.

.

.

Kegiatan di sekolah berjalan seperti biasa hingga aku menemukan secarik kertas di mejaku dan aku tahu ini dari siapa..

"Temui aku di lapangan basket jam 5 sore nanti.."

"Kenapa?" tulisku pada kertas itu dan melemparkan itu padanya.

"Datang saja..."

"Aku tak mau..."

"Terserah... Aku tahu kau akan datang Faffa..."

Apa-apaan ini? Sungguh sulit dipercaya.. Tapi yang lebih tak bisa dipercaya adalah saat aku menoleh kearahnya untuk menanyainya lagi.. Sial! Dia mengedipkan matanya; kedipan mata yang biasa dia berikan kepada para gadis. Dan aku tahu kalau kedipannya ini dia tujukan padaku.

.

.

.

"Fa... ayo makan pizza..." Tiara menyapaku saat latihan sepak bola usai.. Aku sudah bilang kan kalau aku ahli dalam sepak bola. Reza mungkin ahli dalam basket tapi dia akan bertekuk lutut dihadapanku kalau itu berurusan dengan sepak bola.

"Maafkan aku Ra... Aku punya janji lain..." Sial! Ini kali pertama aku menolak ajakan Tiara. Dan aku tak percaya karena aku berencana untuk pergi ke lapangan basket bertemu Reza.

"Ngomong-ngomong, apa janjimu itu.. Dengan siapa?" tanya Tiara.

"Itu sama sekali tidak ada hubungannya denganmu Ra.. Tak perlu dipikirkan.." balasku sambil menyeka keringat di leherku dengan handuk.

"Kamu sudah mulai rahasia-rahasiaan ya dariku, Fa...?" sambung Tiara dengan matanya yang dibuat sipit sekarang; dan itu membuatku gugup.

"Oke, Fine!! Ayo makan pizza.." teriakku... Aku benci saat Tiara mulai menginterogasiku seperti sekarang. Dan kenapa juga aku harus pergi ke lapangan basket? Menemui Reza? Untuk apa? Bahkan jika aku tidak datang, dia tidak akan mungkin membunuhku juga.. Meskipun dia iblis, setidaknya dia bukan iblis sesungguhnya kan?

.

.

.

.

"Pergi saja kalau kamu memang sibuk sekarang.." sahut Tiara sambil menggigit pizza-nya.

"Kemana...? Kemana lagi aku akan pergi?"

"Bukannya kamu punya janji kan tadi..?Aku tak tahu apa itu, tapi itu kelihatannya penting bagimu." tutur Tiara

"Tidak... tidak ada..." apakah bertemu dengan Reza itu hal yang penting?? No way..

"Jangan berbohong Fa... Kamu tahu kita adalah sahabat.. Aku bisa tahu isi pikiranmu." Tiara bicara lagi sambil menaikkan alisnya.

"Sungguh?" tanyaku balik.

"Jadi sekarang pergilah... Biar aku bisa makan semua pizza ini sendirian.. Tapi ingat kau yang membayarnya.." tambah Tiara yang membuatku tersenyum kecil.

"Thanks Ra..." ucapku sambil mengambil 4 potong pizza dan membungkusnya dengan tisu lalu memasukkannya ke dalam tasku..

"Hei hei.... Kenapa kamu ambil semuanya?" Tiara protes akan tindakanku.

"Aku membeli ini dengan uangku.. Jadi aku akan mengambilnya! Dah!!!" jawabku sambil berlari dan tersenyum lebar.. Pertama, itu karena Tiara begitu imut dengan ekspresi kesalnya seperti itu dan yang kedua karena aku akan bertemu dengan Reza.

No no no ! Hapus alasan keduanya... Itu tidak benar!!

.

.

.

.

Aku terus berlari dan entah kenapa kaki ini menerima sinyal dari otak agar aku pergi ke lapangan basket sekarang. Memang cukup jauh tempat pizza tadi dan lapangan basket sekolah.. Mungkin 10 menit aku berlari dan akhirnya tiba di lapangan basket ini.. Dan apa ini? Tidak ada seorang pun disini? Dimana Reza?

Aku kembali melihat jam tanganku,

" 05.33 P.M "

Sudah lewat setengah jam, pasti dia sudah pulang karena mungkin aku terlalu lama..

"Ah sudahlah...." Batinku...

Aku melangkah dan hendak meninggalkan lapangan basket ini, hingga aku mendengar langkah kaki dan berbalik.. Dari kejauhan bisa kulihat samar-samar seseorang datang mendekat.

"Akhirnya kau datang juga.. Faffa..." sosok ini ternyata adalah Reza. Dan kami sekarang terpisah beberapa meter.

"Kukira kau sudah pergi...." jawabku..

Reza berjalan dan semakin dekat padaku. Dia semakin dekat dan wajahnya mulai menampakkan senyuman yang menurutku adalah senyumannya yang tak biasa..

"Aku menunggumu dari tadi....."

Mendengar ini seakan membuatku tertimpa rak buku sekarang..

Dia menungguku? Bagaimana mungkin..? Setengah jam dia berada disini hanya untuk hal ini? Dia memang sulit ditebak..

"Kenapa kau malah bengong seperti ini?" ujarnya lagi..

"Oh? Ah tidak.... " spontan aku menjawab karena tadi sempat berpikir untuk berbagai alasan.

"Kau tersentuh ya.....?" godanya sambil menyenggol pundakku..

Dan si iblis ini mulai lagi sekarang.. Aku bahkan membenci sikap sok dekatnya ini..

"Cihh...!! Ini ambil..." balasku sambil memberikan dia pizza yang kuambil dari Tiara tadi.

Dia menerima pizza itu dan tanpa berpikir langsung memakannya..

"Kau tak takut kalau aku menaruh racun didalamnya kah?" tanyaku saat melihat dia mengunyah potongan pizza.

"Jika memang ada racun, aku akan tetap memakannya..." balasnya yang membuatku kaget seketika. Ini terbalik kan? Seharusnya dia yang takut sekarang, tapi malah aku yang balik merasakan hal itu..

"Hah...? Why?" tanyaku penasaran.

"Jika semua itu darimu Faffa.... Aku rela..." sambil mengedipkan matanya..

Oh Why!! Si brengsek ini selalu saja melakukan kedipan menjijikkan ini.

"Cihhhhh.... "

Kami diam sesaat menatap langit sore, mungkin warnanya sudah semakin gelap karena memang menjelang malam sekarang. Sinar matahari mulai perlahan-lahan hilang dan lampu-lampu di lapangan basket mulai menyala sesuai waktunya. Sekarang semuanya begitu terang dan aku bisa melihat dia yang ada disampingku dengan jelas.

"Maafkan aku soal kemarin.." aku mendengar apa yang dia katakan.

"Hmmm......" Jadi kamu sudah memperjelas semuanya dengan Tiara?" aku balik menjawabnya.

" Iya...." dia mengakuinya.. "Aku rasa cintamu begitu tulus padanya." tiba-tiba saja dia mengatakannya sambil menatap langit yang mulai dipenuhi bintang.

"Aku menerimanya sebagai sebuah permintaan maaf.." balasku.

"Kau sudah menjadi bajingan kecil sekarang.." lihat apa yang baru saja dia katakan padaku.

"Dan kau ini brengsek yang mahir menggoda wanita.." aku balik mengejeknya.

"Aku heran kenapa orang-orang mengira kalau kau ini adalah malaikat yang polos.." katanya padaku.

"Dan aku bingung kenapa para gadis menganggapmu sebagai seorang pria gentle.."

"Tapi aku memanglah gentle eh.." ucapnya sambil menunjukkan gestur tubuhnya..

"Dan bukankah aku begitu imut dan menggemaskan layaknya anak kecil?" ucapku

Sambil menunjukkan senyuman malaikatku yang entah kenapa membuat dia tersenyum dan berbaring sekarang di lapangan ini.

Aku pun ikut berbaring disampingnya.. Kami menatap langit bersama sekarang.. Aku menyukai langit, dan aku ingin sekali diberi kesempatan untuk melihat bintang jatuh saat ini.

"Apa yang kamu pikirkan?" katanya..

"Aku hanya berpikir, caramu berbicara padaku; seakan kita ini memanglah teman dekat." aku mengatakan hal yang benar padanya.

"Bukankah kita dekat?" ujarnya

"Tidak... Tidak sama sekali..." balasku sambil mengarahkan pandanganku ke sudut lain.

"Terserah kau mengakuinya atau tidak, tapi kita memang dekat sekarang.. Lihat saja, akulah satu-satunya orang yang tahu soal perasaanmu kepada Tiara.."

Oke benar, dia memang punya hal itu.. Tapi itu tidak berarti dia bisa mengubah kata musuh menjadi sahabat dengan mudah.

"Itu mungkin benar.... Tapi, itu hanyalah karena beberapa keadaan.. Hanya kau satu-satunya yang bisa kuajak bicara sekarang.."

"Nah... dengan keadaan itu, kita sudah menjadi dekat kan..?" katanya lagi.

"Umm... Pikirkan saja sesukamu..." aku tak ingin berargumen lebih lama dengannya, dia terlalu ahli untuk hal ini..

.

.

"Apa sebenarnya alasanmu putus dengan Tiara? Gadis lain?" tanyaku setelah kami terdiam beberapa saat.

Dia sama sekali tak menjawab pertanyaanku, dan tentu saja memang benar adanya.. Alasan yang sama untuk seorang Reza saat memutuskan gadis yang bersamanya.

"Awalnya memang begitu... Karena aku bosan..." tiba-tiba dia menjawab.

"Bosan..? Kalian bahkan pacaran baru sebulan lebih..." ejekku..

"Kurasa keputusanku memang salah karena hal itu menyakiti dia.. Tapi aku tak mungkin memaksakan titik dalam hatiku ini diisi oleh seseorang yang bukan kuinginkan.." dia berkata seakan-akan menjadi penyair hebat.. Wow!! He makes me feel ughhh... -_-

"Cukup bisa diterima alasan semelankolis ini..." jawabku sambil menatap kearahnya..

"Mungkin ini terdengar tak masuk akal bagiku dan juga orang lain...." Kata Reza lagi..

"Apanya yang tak masuk akal..?" tanyaku penasaran dan Reza pun memiringkan badannya kearahku seperti yang kulakukan padanya. "Jangan bilang kalau kamu sudah menyukai orang lain.. Aku sudah tahu karena itu memang kebiasaanmu.."

"Aku memang menyukai orang lain sekarang dan aku tak tahu kenapa aku merasakan hal ini padanya..." ucapannya semakin pelan.

"Lantas siapa yang kau sukai? Kak Fanny? atau mungkin Kakak kelas kita; Kak Imel?" tanyaku padanya....

Dia terdiam sejenak dan tak menjawab pertanyaanku.. Aku bingung dan terkekeh pelan..

"Kau sungguh mudah ditebak juga Reza Prawijaya.. Aku sudah tahu dari awal kau menyukai kak Imel.. Nomor di chat line itu; ada namanya..." sahutku lagi.

.

.

.

"Aku menyukaimu..... Alfa.."

Continue Reading

You'll Also Like

266K 26.7K 64
Janu ingin mati. Dia sudah tidak tahan menjalani kehidupan yang kerap kali menyiksa batinnya, melukai harga dirinya. Namun disaat dia ingin mengahiri...
1.9K 147 13
Book 2/3 - Let Go Trilogy Berlatar belakang "Omegaverse", dimana selain laki-laki dan perempuan ada gender kedua yaitu Alpha, Beta dan Omega. Karena...
271K 8.7K 7
Book berdosa, yang gak kuat iman silahkan go away~ isinya cuman Oneshoot atau bisa jadi twoshoot, 🔞 jangan salah lapak, yang salah lapak otw block...
658K 28.6K 52
Ini judul gue ganti+deskripsi ceritanya gue hapus. Kalo yang pengin baca, cus aja. Karena gue gak pinter bikin deskripsi. Juga deskripsi yang dulu ag...