Buku #1 | My Beloved Niqobi [...

By Finairakara

212K 13.6K 282

SUDAH TERBIT Cover by Finairakara Buku 1 | Niqobi Series ------------------------ Rank #36 in Spiritual (1/6... More

Prolog
Satu: Niqob yang Dipermasalahkan
Dua: Nikah, yuk!
Tiga: Gadhul Bashar
Empat: Luka Hati Niqobi
Lima: Juragan Pengepul Wanita
Enam: Penolakan yang Sama
Tujuh: Wanita Istimewa
Delapan: Calon Istri(?)
Sembilan: Calon Imam
Sepuluh: Pemimpin Aneh
Dua Belas: Kelam Masa Lalunya
Tiga Belas: Duo Berandal Elit
Empat Belas: Niqobi itu ...
Lima Belas: Calon Istri Surgawi
Enam Belas: Aku Khitbah Kamu atas Nama Allah
Tujuh Belas: Barang yang Telah Dibeli
Delapan Belas: Ali Terlalu Tua?
Sembilan Belas: Jalan Berliku Terbaik
Dua Puluh: Kejutan itu Ali?
Info
Dua Puluh Satu: Save Al Aqsha, Pray for Palestine
Dua Puluh Dua: Terluka Kembali
Dua Puluh Tiga: Bantuan yang Dikirim Allah
Dua Puluh Empat: Mahkota atau Sendal Jepit
Dua Puluh Lima: Niqobi dan Ar-Rahman
Dua Puluh Enam: Ratu Bidadari Surga Untukku
Dua Puluh Tujuh: My Beloved Niqobi [END]
Info Seri Kedua
Info II

Sebelas: Ali Pulang

5.6K 438 2
By Finairakara


Didedikasikan khusus untuk para Cat Lovers, terutama yang suka rescue/feeding/rawat stray cat. Baik yang tergabung dalam komunitas atau tidak.

"Suaranya mampu mengalahkan efek morfin dosis tertinggi sekalipun."

——————————


Raska beranjak dari duduknya dan bergegas menyusul Maira. Pintu lift belum terbuka, sampai Raska berhenti dengan napas memburu di belakang Maira. Ia mengatur napasnya yang tersengal, sambil memerhatikan Maira dari belakang.

"Maaf—" Raska mengambil napasnya, "—aku boleh berbicara sebentar?"

"Maaf, saya boleh segera pergi?"

"Aku hanya ingin tahu alasan kamu memanggilku ... Ali."

Pintu lift terbuka, membuat Maira tersenyum kemudian masuk. Raska masih tercengang dengan kepergian Maira. Ia diabaikan oleh seorang perempuan, lalu menunggu lift untuk menjemputnya lagi. Sampai di lobi, Raska segera menyusul Maira yang belum pergi jauh dari kantor. Raska melihatnya berjongkok di trotoar, ia khawatir dan segera berlari menghampiri Maira.

Raska melihat kucing di depan Maira yang tengah asyik menyuapi sosis ke mulut kucing itu. Ia tersenyum melihat Maira, sesekali ia melihat perempuan itu terkekeh kecil. Kucing itu mengeong kecil dengan suara serak, tubuh bergetar, wajah penuh luka, dan bulu yang kotor. Raska memandangnya jijik. Namun, hatinya terenyuh saat mendengar isakan kecil Maira. 

Ia masih sama baiknya, batinnya.

"Maaf, cmiw. Aku hanya bisa memberi kamu makanan ini. Aku harus pulang. Semoga ada manusia yang berbaik hati merawat kamu." Maira masih terisak sembari mengelus dagu kucing kecil itu. Kemudian, ia berdiri dan merasakan ada seseorang yang tengah terisak di belakangnya. Maira menolehkan kepalanya ke belakang.

"Tuan, baik–baik saja?"

"Ah! Aku baik–baik saja." Raska menghapus air mata yang telah meleleh di pipi chubby-nya.

"Tuan, saya akan pulang. Bolehkah saya meminta tolong?" Raska mengangguk dengan senyuman lebarnya, yang entah ia tanggalkan di mana selama ini.

"Bisakah Tuan merawat kucing ini? Setidaknya sampai ia sehat dan kuat untuk hidup." Tanpa sadar Raska meneteskan air matanya kembali. Maira bingung oleh Raska yang menangis tiba-tiba.

"Akan aku rawat—" Ia sibuk menghapus air matanya, "—tapi, aku ingin mengajukan satu permintaan pula." Maira mengerutkan keningnya di balik niqob.

"Apa itu?"

"Bisakah kamu ikut denganku ke rumah? Mamaku pasti senang, jika mengenalmu." Maira terdiam mendengar permintaan Raska. Ia bingung harus menjawab dengan kalimat penolakan seperti apa.

"Kumohon. Aku tahu, kamu sedang terburu-buru. Tapi, tolonglah. Mamaku sedang sangat terluka." Maira tak mampu menolak permintaan pria di hadapannya ini karena kalimat terakhir yang dilontarkan Raska. Ia hanya menghela napas tertahan.

"Aku akan mengajak temanku agar kita tidak berdua dalam mobilku. Kumohon, hmm?"

"Baiklah. Tapi selepas Ashar, saya harus pergi." Raska mengangguk dengan senyuman lebar dan mata berbinar.

"Aku akan ambil mobilku, tunggulah. Dan, bawa kucing kecil itu untuk dirawat di rumahku." Raska segera beranjak mengambil mobilnya. Meninggalkan Maira, kembali menyuapi kucing kecil yang sejak tadi memutar di kakinya.

"Selamat ya cmiw. Kamu akan dirawat di rumah pria tadi."

Tin-tin-tin!

Suara klakson mobil di belakang Maira. Raska keluar dari mobil CRV hitam mengilat, menghampiri Maira. Ia membuka pintu mobil bagian depan di seberang pintu kemudi. Maira melihat seorang pria tengah duduk di jok belakang mobil. Akhirnya Maira masuk ke dalam mobil itu dengan perasaan was-was, sembari tetap menggendong kucing kecil yang ditemukannya di trotoar.

"Wah! Wah! Lo kebangetan, Ka!" ucap pria yang sedari tadi asyik bermain game di macboook-nya, ketika melihat Raska kembali duduk di jok kemudi. Perlahan menjalankan mobilnya, menjauh dari pelataran kantor. Ia ingin cepat sampai di rumah untuk mengenalkan Maira kepada Mamanya. Ia menambah laju mobilnya, meski jarak kantor dan rumahnya tidak terlalu jauh.

"Kenapa?"

"Lo yakin mau bawa pulang ini cewek? Emang lo tahu dia cewek?" Maira hanya diam sembari berpura-pura tidak meggubris perkataan teman Raska.

"Ri, lo diam. Ok?" tukas Raska kepada Rio, membuat Rio kembali fokus dengan macbook-nya. Setelah mendengus kepada Raska.

"Maaf, Rio suka keterlaluan kalau bercanda." Nada Raska melembut kepada Maira sembari fokus menatap jalanan di depannya.

"Eh! Gue nggak bercanda!"

"Rio, jaga kalimat lo."

"Raska! Lo jangan mau dibegoin sama manusia bentukan seperti ini. Gimana kalau dia jelek? Atau teroris? Atau dia bekas jalang? Lo—"

"Stop!" Maira bersuara dengan tegas, namun suaranya kecil tertahan. Raska memelankan laju mobilnya ketika mendengar suara Maira. Rahang Raska mengeras dan wajahnya memerah mendengar kalimat Rio. Tangannya pun ikut terkepal.

"Berikan alamat rumah, Tuan." Raska menoleh terkejut mendengar kalimat Maira.

"Oh! Lo budak seks Raska yang baru?" Rio meneruskan ejekannya, tak memedulikan jika kalimatnya mampu melukai Maira. Ia hanya ... tidak menyukai perempuan itu. Perempuan yang terlalu fanatik dalam agama, menurutnya.

"Saya turun di halte depan." Raska benar-benar marah saat ini, iris elangnya semakin menyorot tajam ke arah Rio. Apalagi mendengar kalimat Maira dengan suara yang menahan amarah serta tangis.

"Rumahku sudah dekat. Tolong, maafkan kalimatnya."

"Maaf. Saya harus turun." Raska menghela napas, lalu mengalah dan menepikan mobilnya tepat di sebuah halte bus. Maira segera beranjak dari tempat duduknya lalu berdiri di halte.

"Rio! Lo nggak seharusnya ngomong gitu sama dia. Lo harus tahu! Kalau dia beda dengan perempuan di luar sana. Lo tahu kan, dia itu Maira. Maira yang kita kenal di pesantren, Maira yang hafidzah dan dekat dengan putri Kyai Rozaq, Maira yang—"

"Maira yang menolak lo berulang kali?"

"Apapun yang terjadi saat itu adalah hal yang terbaik," tegas Raska kemudian keluar dari mobilnya menyusul Maira. Rio hanya mendengus kesal.

"Maaf, aku minta maaf atas perkataan Rio. Aku tahu kamu marah. Tapi—"

"Saya akan menemui Mama Tuan, di mana rumahnya?" Raska meringis mendengar nada dingin dan singkat Maira. Suaranya lembut, namun tertahan karena bahunya mulai berguncang kecil. Maira berusaha menahan tangis, berusaha menerima penghinaan untuknya.

"Terima kasih, gerbang berwarna hitam itu. Aku tahu, Rio keterlaluan. Seharusnya—"

"Tak masalah, saya sudah terbiasa."

Raska makin terpecut hatinya mendengar pengakuan Maira. Sementara, Maira berusaha menerima penghinaan baru untuknya 'budak seks' yang tidak pernah ia dengar sekalipun. Dan kamu hanya diam mendengar hinaan seperti itu? pikirnya.

"Permisi."

Maira melangkahkan kakinya meninggalkan Raska dan berjalan di bawah terik matahari. Tak melihat mobil Raska melintas melewati, tapi juga tidak menoleh ke belakang untuk sekadar memastikan keberadaan Raska. Ia terus melangkahkan kaki mungilnya yang ia tahan agar tidak terpincang.

Sementara Raska, masih berdiri memandangi Maira yang beranjak menjauh dari halte. Raska merasa hatinya ikut terbawa dengan kepergian Maira. Ia melihat Maira berhenti di depan gerbang yang tertutup, lalu satpam penjaga rumahnya mengibaskan tangan di depan wajah Maira. Ia berlari tanpa memedulikan mobilnya yang terparkir. Napas yang tersengal dan kaki pegal, tidak ia pedulikan karena amarahnya memuncak kembali.

"Pak Raska kenapa lari-lari?" tanya satpam yang berusaha mengusir Maira saat melihat Raska berlari mendekat. Tanpa mengambil jeda, Raska mencengkeram kerah satpam berkumis tebal itu dengan kasar.

"Lo! Berani ngusir dia? Hah?!" Suara Raska tajam penuh nada intimidasi. Satpam itu hanya berusaha menelan ludah yang menyangkut di kerongkongan.

"Ma-maaf, Pak."

"Maaf." Mendengar suara lembut Maira, amarah Raska mereda seketika. 

Seakan suara itu adalah bius yang mampu mengalahkan reaksi dari morfin dosis tertinggi. Ia melepas kedua tangannya dan memandang wajah Maira dari luar niqob. Ia menggaruk tengkuk yang tidak gatal—salah tingkah.

"Dia berani menyuruh kamu pergi."

"Tidak dengan kekerasan. Amarah hanya akan merusak segala yang baik." Raska mengangguk pelan. Beralih menatap satpam yang menunduk takut, karenanya. Satpam itu membuka gerbang untuk majikannya.

Raska berjalan mendahului Maira, ia berhenti di depan pintu berwarna putih dengan gagang emas. Tidak seperti biasa, ia akan langsung membuka pintu itu tanpa mengetuk. Namun, kali ini ia mengetuk pintu besar itu. Maira hanya diam memandangi pintu yang diketuk Raska.

Terdengar dari balik pintu, seseorang mendekat. Lalu pintu itu terbuka, menampakan seorang wanita paruh baya dengan rambut hitam, lurus sebahu. Tersenyum menatap Raska di hadapannya. Tubuh mungil Maira terhalang badan tegap Raska. Raska menatap wanita itu lama, lalu meneteslah air matanya. Namun, bibirnya mengulum senyuman.

"Mama."

Wanita yang dipanggil Mama itu hanya diam sembari menatap putranya bingung.

"Ali pulang."

Wanita itu menangis sembari merengkuh tubuh tegap Raska dalam pelukannya.



-Fin-
———————————
Jangan lupa, tetap jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama.

Continue Reading

You'll Also Like

136K 17.7K 37
[Spiritual - Romance] TAMAT - PART TIDAK LENGKAP BIASA TAPI RUMIT a story by Nurul Maidah Biasa tapi Rumit. Tiga kata yang sedikit bisa menceritakan...
1.9K 776 14
NIKAHI AKU! GUS [On going] Bagaimana jadinya jika seorang Gus menyukai anak pemilik pondok pesantren yang belum diketahui bahwa ternyata sang pujaan...
237K 13.3K 32
Spin off: Imam untuk Ara cover by pinterest follow dulu sebelum membaca.... ** Hari pernikahan adalah hari yang membahagiakan bagi orang banyak,namun...
6.6M 462K 58
Apakah seorang anak Kiai harus bisa menjadi penerus kepemilikan pesantren? Ya. Namun, berbeda dengan seorang Haafiz Alif Faezan. Mahasiswa lulusan sa...