Dylana

yoophorina tarafından

62K 1.9K 175

Ana yang seorang Bad Girl di sekolahnya harus mau merelakan waktunya yang berharga untuk Dylan, seorang Most... Daha Fazla

Dylan
First Meet
Satu langkah lebih dekat
Andriana Caroline Enderson
What Makes You Beautiful
Live While We're Young
Bad Reputation
Bad Stalker
Bad Stalker part 2
Stalker
Bad Side
Senyuman yang Hilang
First Date
Senyuman yang Sempat Hilang
Berkencan
Overdose
Kisah Manis
Dilla
The Name is Called Best Friend
We're Best Friend
Relation-sweet
The Name is Called Kencan
Triple Date
The Storm is begin
Kehilangan Sebelah Sayap
Rapuh
Kecewa?
Axel si Moodboster
The Darkest Side
Senang dan Sedih Satu Paket
For the First Time
Perubahan Besar Ana

Sweet Talk

1.2K 42 3
yoophorina tarafından

Ana memasuki mobil Dylan dengan tidak semangat. Moodnya sudah hancur saat ia meninggalkan rumah itu dengan teriakan dari arah belakangnya.

Dylan yang melihat Ana memasuki mobilnya langsung menyambut dengan cengiran yang mampu membuat Ana ikut tersenyum. Perlahan-lahan senyuman di bibir Ana merekah saat Dylan melemparkan candaan garing yang Ana sambut dengan gelak tawa.

Ana bersyukur, mulai sekarang ia memiliki seseorang yang bisa mengubah suasana hatinya. Her moodboster.

"Nah, terus ya, si Ayah bilang gini ke Keenan,'Jadi, cuma kamu yang jomblo di rumah?' Terus wajah Keenan seakan tersakiti sama ucapan Ayah." Ana ikut tertawa saat Dylan menceritakan kejadian lucu dan tragis di rumahnya. Bahkan, sampai saat ini Keenan masih di ledeki karena hanya dia seorang yang jomblo di rumah mereka.

"Terus-terus? Keenan gimana?" pertanyaan Ana membuat Dylan berhenti tertawa dan mengerucutkan bibirnya sebal. Ana memandang Dylan dengan heran sebelum akhirnya senyumannya mengembang karena ucapan Dylan.

"Kok kamu nanya soal Keenan? Kamu suka sama dia?" tanya Dylan dengan sarkastis tanpa memperdulikan senyuman Ana yang kian mengembang.

"Kalau iya?"

"Kamu menyakiti hatiku, Yang." Dylan memegang dada kirinya seolah ucapan Ana memang membuatnya merasa tersakiti. Ana tertawa melihat tingkah sang kekasih di sebelahnya. Kekasih, ya. Memikirkan itu membuat pipi Ana semakin bersemu.

"Belajar yang bener, nanti aku jemput." ujar Dylan seraya mengacak pelan rambut Ana yang dibalas dengan wajah sebal milik Ana. Sang gadis hanya menganggukkan kepala dan turun dari mobil Dylan dengan masih mengerucutkan bibirnya.

Senyuman Ana semakin melebar saat mobil Dylan berlalu di hadapannya.

"Ana!" teriakan itu membuat Ana makin melebarkan senyumannya yang jarang ia perlihatkan pada siapapun selama ini.

Sepertinya mulai saat ini, kebahagiaan menyertaiku batin Ana dengan senang.

"Ana~ pinjem pr dong." Ana hanya menatap datar Nara yang ikut menghampirinya dan langsung meminta tugas Ana yang akan ia salin sebelum jam pertama dimulai. Mereka berjalan beriringan menuju kelas dengan gelak tawa yang tak pudar dari wajah mereka, karena hal sederhana seperti tadi misalnya.

"Ada maunya aja lo." Nara menoyor kepala Key dengan pelan saat mendengar sahutan sahabatnya itu saat melihat Ana karena tak lain dan tak bukan untuk meminjam tugas yang belum ia kerjakan. Key hanya memamerkan deretan gigi putihnya saat mendapatkan hadiah dari Nara.

"Ayo, Na." ajak Key dengan menggandeng tangan kanan Ana untuk mengikutinya menuju kelas dan meninggalkan Nara berjalan seorang diri. "Sakit, bego!"

Nara yang menjadi pelaku hanya menjulurkan lidah dengan maksud mengejek Key yang saat ini sedang bergumam kesal dengan tingkah Nara tadi.

"Ana!" seruan itu terdengar dari arah belakang, seorang gadis dengan rambut yang diikat satu melambaikan tangannya ke arah Ana yang membalikkan badan serta menaikkan sebelah alisnya tanpa tahu siapa orang yang memanggilnya tadi. Begitu pula dengan Key dan Nara yang memandang heran ke arah gadis itu.

"Aku Elsa. Do you wanna build a snowman?" seketika gelak tawa memenuhi koridor yang lumayan sepi, suara tawa Key lah yang mendominasi sedangkan Ana hanya terkekeh mendengar candaan seorang bernama Elsa.

"Sumpah ya, gue baru kali ini denger lelucon gini." ujar Key dengan mengusap matanya yang berair karena tawa yang tak kunjung henti.

"Kebalik kali, seharusnya Ana yang bilang gitu." Nara ikut mengusap sudut matanya yang berair dan memandang Elsa yang tengah cengengesan.

"Hehehehe habisnya gue gak tahu harus nyapa Ana kayak gimana." elak Elsa dengan menyatukan kedua tangannya di belakang tubuhnya serta dengan cengiran yang membuat mereka menggeleng melihat perilaku Elsa.

"Ya, sapa aja kali. Gue gak gigit." sahut Ana yang masih dengan kekehan kecil dan menggelengkan kepalanya.

"Iya, Ana udah jinak kok." sambung Key dengan cengiran yang dibalas dengan jitakan di kepalanya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan orang yang dibicarakan.

"Matamu!" Key kembali tertawa saat Ana mengucapkan kata itu dengan logat yang dibuat mirip dengan logat Jawa.

"Hehehehe Ana, nanti latihan basket ya, seperti biasa." pinta Elsa dengan penuh harap, karena ketua team basket putri jarang mengikuti latihan belakangan ini.

Ana menghela napas pelan sebelum menjawab. "Iya, gue usahain."

"Yeay! See you Bu Boss!" pekik Elsa dengan girang dan berlari menjauhi mereka. Ana sang ketua basket putri hanya dapat menggelengkan kepala melihat salah satu anggota inti teamnya berperilaku seperti itu.

•••

"Halo." ucap Ana pada dering ketiga saat ponselnya menampilkan panggilan dari seseorang yang membuatnya tersenyum saat menjawab panggilan tersebut.

"Hai."

"Kenapa?" tanya Ana dengan heran, namun itu membuat dirinya ikut tersenyum.

"Nanti aku jemput ya."

"Gak usah."

"Loh, kenapa?"

"Ada urusan."

"Urusan apa?"

"Kepo deh."

"Kamu udah berani ya, Sayang." tak ayal membuat Dylan ikut tersenyum dengan pembicaraan yang tak jelas ini.

"Apaan sih." elak Ana yang menahan senyumannya dengan menggigit bibir bawahnya untuk mencegah senyumannya semakin melebar.

"Yaudah, nanti aku jemput."

"Iya, see you."

"See you."

Panggilan sudah terputus, namun Ana masih saja menahan senyumannya yang malahan semakin melebar. Beginikah rasanya jatuh cinta? Someone call the doctor!

"Akhirnya Bu Boss datang!" pekik Elsa dengan gembira, sudah satu bulan Ana tak ikut mereka latihan dikarenakan suatu hal yang tak mereka ketahui.

"Ayo kita latihan!" seru Ana dengan semangat dan memulai latihan di sore hari ini.

Matahari hampir terbenam dan latihan mereka baru saja selesai. Ana mengelap keringat dengan handuk kecil yang ia bawa dan mengangkat panggilan dari Dylan.

"Halo."

"Aku udah di depan, Yang." kening Ana bertautan dan ia dengan segera mengambil tas miliknya dan melambaikan tangan ke arah teman-temannya yang masih beristirahat di tengah lapangan.

"Aku ke sana sekarang." sahut Ana dengan mematikan panggilan telpon sang kekasih dan berlari menuju pagar depan sekolah tanpa mengganti pakaian basket yang telah basah oleh keringat itu.

Kening Dylan bertautan saat melihat Ana datang dengan baju basket dan handuk kecil yang tersampir di bahunya dengan tas yang berada di gendongannya.

"Kamu main basket?" tanya Dylan dengan heran, karena saat mereka bersama ataupun saat Dylan memata-matai Ana beberapa waktu yang lalu, Ana tak terlihat memainkan si bola orange sama sekali. Dylan cukup terkejut dengan apa yang ada di hadapannya.

"Iya, emang kenapa?" balas Ana dengan bertanya sarkastis dan tak lupa pandangan tajamnya. Ana tak suka jika ia dipandang tak percaya karena ia bermain basket seperti ini.

"Yakin? Bisa banget main basketnya?" tanya Dylan untuk meyakinkan dan hal itu membuat Ana menjadi kesal dan melemparkan handuk yang berada di bahunya ke arah Dylan yang langsung menangkap lemparan yang hampir mengenai wajahnya.

"Kenapa?! Mau tanding? Ayo!" tantang Ana dengan berkacak pinggang.

"Enggak, enggak sayang. Yuk kita pulang, udah mau malam." ajak Dylan dengan merangkul bahu Ana dan ditepis oleh Ana yang melenggang memasuki mobil Dylan masih dengan wajah kesalnya.

"Yang, jangan marah." Dylan menyusul Ana dan duduk di belakang kemudi. Ia mencolek dagu Ana dengan tatapan menggoda miliknya yang langsung saja ditepis oleh Ana dengan sebal.

"Iya, aku percaya kamu kok." sambung Dylan saat tak mendapatkan sahutan dari sang kekasih.

"Bodo." dengan gelagapan Dylan menolehkan kepala ke arah Ana yang membuang pandangannya keluar jendela dan menarik tangan Ana hingga sang kekasih ikut melihatnya.

Ana dapat melihat dengan jelas bahwa Dylan kelabakan dengan sikap yang Ana tunjukkan. Mungkin karena beberapa bulan mendekati Ana hingga Dylan tahu yang mana saja kata-kata keramat yang harus dihindarinya.

Dalam hati Ana sedikit senang karena respon Dylan saat sikapnya seperti ini, walaupun sangat berlebihan, tetapi Ana merasa lebih... dianggap.

"Jadi, kamu ketua team basket putri?" tanya Dylan saat Ana menceritakan aktivitas basketnya sore tadi. "Kita memang jodoh, Yang. Aku kapten team futsal sekolah. Wah, kita sama-sama ketua. Kita jodoh!"

Ana hanya terkekeh saat Dylan dengan semangatnya mengatakan beberapa kesamaan yang ia dan Ana miliki. Dan Ana berharap, keceriaannya ini tak cepat menghilang. Karena yang ia tahu, jika ia terlalu senang, maka kesedihan akan datang menghampirinya dalam waktu dekat ataupun lama. Dan Ana selalu percaya itu.

"Lan, kita makan dulu ya." ajak Ana saat di perempatan jalan menuju rumahnya. Ia baru ingat jika kedua orangtuanya berada di rumah saat ini. Atau yang lebih ia hindari adalah sang Mama.

Dylan hanya menganggukkan kepala dengan semangat dan membelokkan kemudi berlawanan arah dengan rumah Ana. Dalam diam Ana menghela napas lega.

"Kamu harus makan di tempat ini! Dijamin nagih." ajak Dylan dengan semangat dan dilanjutkan dengan pengenalan singkat tempat makan langganan Dylan beserta sahabatnya yang selalu ia kunjungi hampir setiap hari. Tempat makan ini memang tak ada keunikannya, namun rasa dari menu yang ditawarkan membuat tak bisa berhenti mengunyah.

"Ayo." ajak Dylan dengan membukakan pintu dan menggandeng tangan Ana menuju sebuah tempat makan yang menurut Ana sangat sederhana. Terdapat beberapa meja di luar ruangan lengkap dengan payung di tiap mejanya.

"Nasi liwet dua ya, Bu In. Sama minumnya es teh dua." pesan Dylan saat melihat Bu In berjalan di hadapannya dan dibalas dengan acungan jempol oleh sang pemilik warung makan ini.

"Kamu biasanya makan di sini?" tanya Ana dengan penasaran. Dia kira Dylan beserta sahabatnya paling tidak makan di restoran yang lumayan mahal tiap hari, karena barang-barang yang selalu mereka pakai. Namun, ia dapat melihat kesederhanaan dalam hidup Dylan setelah mereka dekat selama ini.

"Iya, hampir setiap hari aku sama teman-teman makan di sini." balas Dylan dengan riang, ia sangat semangat membalas pertanyaan Ana yang jarang ia lontarkan walau mereka sudah dibilang cukup dekat.

"Setiap hari? Memang kalian gak bosen?"

"Aku gak bosen sama nasi liwet di sini, kalau bisa aku bawa Bu In ke rumah buat masakin setiap hari." canda Dylan yang membuat Ana terkekeh kecil. "Tapi Reno dan Andi mulai gak asik, mereka selalu ngeluh saat aku ngajak mereka ke sini."

"Ya gimana gak ngeluh, kamu pasti ngajakinnya setiap hari." pertanyaan Ana itu hanya dibalas dengan cengiran yang sudah dapat Ana tebak jawabannya bahkan sebelum Dylan menjawabnya.

"Ini Lan, nasi liwet sama es teh nya." Bu In datang dengan makanan dan minuman pesanan mereka serta tersenyum melihat orang yang diajak Dylan ke tempatnya ini. "Akhirnya ke sini gak sama temenmu terus ya, Lan."

Dylan tertawa mendengar candaan Bu In. "Iya Bu, alhamdulillah dapet gandengan sekarang."

"Ayo makan."

"Enak banget." ujar Ana dengan wajah yang berbinar senang. Ia baru kali ini merasakan masakan seenak ini, bumbunya pas dan entah apa yang membuatnya sangat enak seperti ini.

"Apa aku bilang, di sini emang enak." balas Dylan dengan bangga. "Kalau kamu mau, kita bisa setiap hari makan di sini."

"Boleh, tapi gak setiap hari juga, Lan. Aku gak mau sampai bosen makan di sini, sayang banget kan kalau bosen."

"Iya, sayang." tanpa bisa dicegah, pipi Ana semakin memerah karena ucapan milik Dylan tadi. Dylan yang melihatnya hanya terkekeh dan mengusap puncak kepala Ana dengan sayang.

Berbincang merupakan sesuatu hal sederhana namun memberikan efek yang besar. Seperti halnya Ana dan Dylan, dengan berbincang mereka tahu satu sama lain sebagaimana mestinya dan dengan berbincang, ikatan takdir itu semakin mengikat dengan erat.

•••

Someone call the doctor nal
butjapgo malhaejwo~
Sarangeun gyeolguk jungdok
overdose~

Gue ngetik bagian 'someone call the doctor' langsung nyanyi lirik diatas🤫🤭

Ada yang tahu?🙋🏻‍♀️

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

73 51 9
⚠️⚠️ warning ⚠️⚠️ Kemungkinan besar cerita yang saya buat akan direvisi atau di perbaiki semuanya, dan ada satu cerita yang akan diganti judul, genre...
1.2K 79 6
"Pokonya lo harus jadi pacar gue. Gada penolakan. Titik!" ucap Langit dengan nada pemaksaan. "Kaga lah. Ngapain sih lo!" jawab Rain. "Heh kalian. Ora...
1.9K 529 59
Basket SMA Arubuana terancam dibubarkan! Elraga, sebagai ketua basket, berusaha dengan keras untuk membangun kembali pamor basket SMA Arubuana yang t...
3.9K 309 56
Antaressa TAMAT [TELAH DIREVISI] "Berjuanglah untuk hidupmu meskipun nggak ada yang mau memperjuangkan mu" -Ressa Dia Reva Antaressa. Gadis yang diju...