Married With Melody

By Kumalari

56.2K 2.9K 303

Highest Rank : #973 in Teen Fiction [January 01th, 2018] #758 in Story [May 11th, 2018] #1 in Lumpuh [Februar... More

Prolog
1
2
4
5
6
7
8.1
8.2
9
10
11
12
13
14
15
Tentang Sosok Ramsi
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Tentang Sosok Ramsi II
30
31
32

3

2.3K 119 18
By Kumalari

Mitha berdiri di balik pohon besar samping rumahnya. Sambil membenarkan hoddienya, dia mengintip dari balik pohon itu ke arah rumah besar yang sejak kecil menjadi tempat tinggal Mitha. Ada perasaan rindu sekaligus bersalah, pada diri Mitha saat mengingat keluarganya, terutama Mamanya. Tapi semua perasaan itu segera ditutupi dengan rasa benci sekaligus kesal, saat mengingat bahwa orang tuanya memaksa nasib Mitha untuk berubah menjadi buruk.

Mitha menghelai napas, mencoba memaksa dirinya sendiri untuk tetap bertahan seperti ini. Sampai kapan? Ntahlah, Mitha sendiri juga gak tau, sampai kapan harus jauh-jauhan dengan Mama, Papa, sekaligus dua avengersnya, yaitu Alfat dan Rafli. Mungkin sampai semuanya perjodohan ini batal. Yah, Mitha harus bertahan.

Kembali Mitha merapatkan hoddienya. Mencoba meyakinkan dirinya sendiri untuk melangkah masuk lewat gerbang belakang.

Setelah berhasil masuk area dalam rumahnya, Mitha mengedarkan pandangan ke sekitar. Memastikan bahwa tidak ada satupun orang yang melihatnya. Dengan langkah mantap, Mitha berjalan pelan-pelan masuk ke rumahnya. Berpikiran bahwa Mitha akan pulang? Salah besar, Mitha hanya ingin melihat Mamanya, Mitha rindu.

"Mbok!"

Dengan langkah cepat, Mitha segera berjongkok di dekat kursi kayu yang berada di dekat pintu masuk yang menghubungkan kolam renang dengan rumah. Mitha mengintip dari celah-celah kursi tersebut, dan melihat wanita yang selama ini menjadi motivasinya sedang menuruni tangga sambil merapatkan jaket yang melekat pada tubuh kurusnya.

Mitha mengigit kuku jarinya saat menyadari raut wajah Mamanya yang pucat. Mamanya sakit! Dan rasa bersalah pada diri Mitha itu kembali muncul. Oh! Apa Mitha sudah durhaka sekarang?

"Maafin, Mitha, Ma." gumam Mitha tanpa suara.

"Mbok, minta tolong bikinin teh hanget yaa."

Si Mbok yang berada di depan Azkia itu mengangguk sambil tersenyum. Lalu jembali ke dapur.

"Ma, kenapa nggak minta ke aku? Aku kan bisa bawain."

Azkia berbalik, melihat Andre turun dari tangga. "Kamu tadi masih mandi."

"Uda ayo balik ke kamar." Andre memutar bahu Azkia lalu merangkulnya sambil berjalan.

Hati Mitha kembali sesak. Melihat kedua orang tuanya yang sekarang Mitha rindukan. Bahkan Mitha ingin sekali berlari ke meraka dan berdiri ditengah-tengah meraka, lalu memeluk meraka berdua dengan erat,menciumi pipi mereka berkali-kali. Sayangnya itu hanya angan-angan Mitha yang masih dia tahan.

Mitha menangis. Senakal-nakalnya Mitha, Mitha sayang Mamanya. Mitha slalu nurut sama Mamanya. Dan sekarang dengan jahatnya dia pergi dari rumah dan ngebiarin Mamanya sakit. Dia pingin pulang, tapi egonya menahan dirinya.

Mitha kembali bediri dan berbalik sambil mengusap pipinya yang basah. Tapi saat baru saja melangkah kakinya seperti menatap sesuatu yang membuat lututnya nyeri.

"Lo?!" Mitha kaget sekaligus kesal saat melihat Ramsi yang ada di depannya, ah maksudnya di bawahnya. Jadi lututnya tadi ketatap kursi roda Ramsi? Sial, emang!

Mitha menatap Ramsi secara was was saat mengetahui Ramsi ingin bicara. "Diem! Lo diem! Jangan ngomong!" desis Mitha berusaha memelankan nada suaranya. Mitha khawatir, suaranya akan mengundang seisi rumah, maka dari itu dia bergegas untuk segera pergi.

Tapi karna si Ramsi sialan itu yang menahan pergelangan tangannya, membuat Mitha mengurungkan niatnya dulu. Oh! Jadi Ramsi mau diberantas. Ok.

Mitha menoleh ke Ramsi, menatap Ramsi penuh kebencian.

"Lo uda pulang, jadi lo gak boleh pergi lagi." ucap Ramsi sambil mendongak.

Tiba-tiba Mitha tersenyum manis. Meraih tangan Ramsi, menjunjung tangan Ransi dengan menyubit kulit punggung tangan Ramsi, lalu melepaskan tangan Ramsi begitu saja sambil mendelik, menatap Ramsi.

"Gue mau pulang kalo perjodohan itu batal. Demi apapun, gue gak mau punya hubungan sama lo, hubungan apapaun itu. Termasuk sepupu!" Mitha berujar sambil memberikan ekspresi jijknya.

Lalu Mitha bersedekap sambil menatap Ramsi. "Gue berasa main film Beauty and The Beast! Gue cantik dan lo yang buruk." jelas Mitha sambil memandang remeh pada kedua kaki Ramsi.

"Mitha. Nyokap lo sakit. Lo harus pulang." Ramsi masih keukuh untuk menahan Mitha, bahkan Ramsi gak peduli kalo barusan Mitha menghinanya. Tapi berbeda dengan Mitha, Mitha sudah terlanjur kesal dan males untuk meladeni Ramsi. Maka dari itu, dengan gerakan cepat Mitha mendorong kursi roda Ramsi kuat-kuat. Dan ntah bagaimana bisa, kurso roda itu terbalik dan membuat Ramsi jatuh, sekaligus menimbulkan suara yang keras.

Mitha was-was. Dia langsung berlari untuk bersembunyi, membiarkan Ramsi yang merintih kesakitan.

Sekali lagi, Mitha gak peduli!

"Ram--astaga!! Paa!" teriak Azkia, lalu berlutut di depan Ramsi.

"Ramsi! Kenapa bisa gini?! Kamu gak pa-pa? Mana yang sakit?!" tanya Azkia dengan raut khawatir.

"Suara ap--Ramsi!" Andre ikut terkejut. Dengan segara dia mendirikan kursi roda Ramsi lalu membantu Ramsi untuk duduk kembali.

"Ramsi mana yang sakit?!" tanya Azkia dengan posisi masih berlutut.

"Kaki ku gak berasa sakit sama sekali. Tapi punggung ku yang sakit." jawab Ramsi.

"Astaga! Kenapa bisa jatuh?"

"Lantainya licin."

Andre dan Azkia mendesah.

"Kita masuk. Om panggilin dokter kamu."

Mereka bertiga masuk dengan Andre yang mendorong kursi roda Ramsi dan Azkia yang menunduk sambil merangkul Ramsi sekaligus mengelus lengan Ramsi.

Sedangkan Mitha yang ada di balik air mancur itu hanya bisa menatap kesal ke arah Ramsi. Padahal tadi niat Mitha mendorong kursi roda Ramsi, agar Ramsi menjauh, tapi malahan Ramsi terjatuh. Maka dari itu, sekarang Mitha gak menyesal dan merasa bersalah sama sekali.

***

"Lo dimana?"

"Di depan toko roti Mokko. Gue di arah jam sembilan. Gue bisa liat mobil lo, kok. Mobil lo berhenti di depan toko mainan kan?"

Ramsi mendengar helain napas dari seberang telpon. "Lo yakin itu Mitha?"

"Yakin. Dia masih berdiri disebelah tiang lampu merah. Sebentar lagi dia nyebrang." Mata Ramsi menatap lurus ke arah Mitha yang berdiri di sana sendirian sambil menenteng kantong plastik berwarna putih. Ramsi bersyukur, sangat bersyukur. Bahwa dia saat membeli roti tadi tidak sengaja melihat Mitha yang keluar dari mini market seberang. Dan Ramsi memilih melihat Mitha dari dalam mobil sambil menelpon Alfat.

"Seyakin apa kalo dia itu Mitha?"

Ramsi berdecak. "Fat! Gue gak bohong. Lo bisa liat kan, ada orang berdiri deket lampu merah, pakek hoddie warna pink? Itu Mitha, lebih baik lo liat pakek teropong, deh!" ujar Ramsi mulai kesal sambil melihat detikan waktu lampu merah akan kurang 20 detik, maka lampu itu akan berwarna merah, dan semua kendaran akan behenti. Otomatis Mitha akan nyebrang ke arahnya.

"Sepuluh detik lagi, lampu merah, Fat. Lebih baik, sekarang lo samperin dia. Karna gak mungkin gue, dia pasti bakal kabur."

"Nggak. Kita kepung dia ditengah-tengah. Begitu lampu merah, lo belokin setir lo ke arah Mitha, lo kepung sebelah kiri, gue kepung sebelah kanan."

"Nggak! Lo gila, Fat! Ini jalan raya!" Ramsi membalas Alfat dengan matanya yang masih was-was menatap ke arah waktu lampu merah yang masih kurang 10 detik.

"Sekali lagi lo protes, gue pecat lo jadi calon adik ipar."

"Ap--ap--apa? Tapi Fat--"

"SEKARANG!"

Tut!

Sentakan dari telpon itu berhasil membuat Ramsi kaget, sekaligus jantungan saat mobilnya melaju dengan kencang ke tengah-tengah trotoar.

"PAK AGUSS!!" teriak Ramsi pada sopir yang memegang kemudi mobilnya. Dan sekarang Ramsi menyesal saat menelpon Alfat tadi, ponselnya dalam mode loudspeker.

***

Kedua mobil sedan hitam itu sudah berhasil mengepung Mitha yang tadinya berjalan sendirian di trotoar. Hoddie yang tadinya terpasang rapi di kepala Mitha, sudah terbuka karna hembusan angin yang cepat kencang, membuat Mitha tidak bisa menyembunyikan mukanya. Bahkan kantong plastik besar yang Mitha bawa tadi sudah jatuh karna saking terkejutnya Mitha.

Mitha kaget! Masih menahan napasnya sambil melihat ke sekeliling, memastikan bahwa kedua kakinya masih berpijak di tanah dengan sempurna.

Mitha menghembuskan napasnya pelan, saat dirasa-rasa dia sudah tidak kuat menahan napas lagi. Mungkin Mitha mati karna kehabisan napas sendiri bukan karna ditabrak mobil.

Mitha memberanikan diri menatap ke salah satu mobil. Dia kesal dan sangat membenci orang itu yang berusaha membunuhnya, sebelum dia meminta maaf ke kedua orang tuanya. Tapi rasa benci dan kesal itu tiba-tiba menghilang saat melihat Kak Alfat muncul dari pintu belakang. Alhasil sekarang Kak Alfat sudah ada di depannya, tubuhnya ikut terhimpit mobil dengan tubuh Mitha.

Alfat menarik paksa tangan Mitha. "Pulang Mith! Kamu bikin semua orang khawatir!"

Mitha meronta-ronta dengan keras. "Nggak mau! Aku gak mau dijodohin!" balas Mitha sambil menahan tubuhnya untuk tetap berdiri di tempat dari pada masuk ke mobil.

"Kakak bilang pulang! Mama sakit dan kamu tega?!"

Mata Mitha sudah berkaca-kaca. Bahkan sejak tau kalo Mamanya sakit, Mitha menghindari topik tentang Mamanya. Mitha tidak ingin tau keadaan Mamanya, karna semakin dia tau, semakin Mitha ingin pulang.

Maka dari itu dengan keberanian di atas ubun-ubun. Mitha menggingit tangan Kakaknya kuat-kuat. Sehingga tangan Alfat yang menarik Mitha itu terlepas.

"Auh! MITHA!"

"TOLONG!!! PENCURIII!!" teriak Mitha dengan kuat.

"Maaf Kak!" ucap Mitha pelan saat mendapati Alfat yang memegangi tangannya kesakitan. Mitha berbalik, tapi matanya gak sengaja melihat orang yang ada di mobil satunya. Ramsi! Cowok itu terlihat sedang berdebat dengan sopirnya.

Mitha gak peduli dia harus segera pergi sebelum Alfat kembali menariknya.

"TOLONG!!! ADA YANG MAU CURI SAYA!! TOLONGIN SAYA!!"

***

Hai!

Aku update lagi, hihi.
Nih, aku lunasin yaa, kemarin yang minta update. Makasih banyak karna uda baca dan vote cerita ini.

Semoga suka.

Salam
K.

Continue Reading

You'll Also Like

291K 9.7K 24
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
6.6M 216K 75
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
375K 20.7K 70
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
6.2M 266K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...