Room 13

By G33_me

5.7K 109 61

Seorang suster baru yang mendapat giliran jaga malam di sebuah rumah sakit, tak ada yang salah khan? Atau me... More

Room 13

5.7K 109 61
By G33_me

Kisah ini berasal dari satu kalimat yg kudengar sambil lalu. Satu kalimat yg kebetulan diucapkan oleh dua orang suster yg sedang ngobrol sambil menunggu mobil angkutan.

"Hari ini harus jaga shift malem deh... !" kata suster itu pada temannya.

Dulu aku selalu ingin bekerja di sebuah rumah sakit. Karena suasananya yg selalu tampak rapih, bersih, tenang, dan tertata dengan baik. Tapi, itu dilihat dari luarnya, jika kamu melihat sedikit jauh lebih dalam, di mana kamar-kamar yg menjadi saksi bisu kematian pasiennya dengan berbagai penyebab, menjadikan rumah sakit sebagai tempat yg membuatmu bergidik ngeri saat harus berjaga di malam harinya...

“LAPAARR!” erangku.

Tiba-tiba saat kubuka mata, terhampar begitu banyak makanan didepanku, beraneka ragam menu tersedia disana. Ada kalkun yg ukurannya besar sekali, seafood, sayuran, kue, buah, semuanya menggugah selera. Perutku yang sudah tidak bisa diajak kompromi memerintahkan tanganku untuk segera meraih makanan itu.

“Heeey Susan! Bangun!” tiba-tiba kudengar suara yang memanggilku,

“Siapa itu?” tanyaku sambil menoleh.

Ohhh… ternyata Cuma mimpi, sial… kupikir aku sedang dalam sebuah pesta, padahal makanan tadi terlihat begitu lezatnya. Aneh, kenapa aku akhir-akhir ini sering bermimpi tentang makanan ya? Padahal aku udah gemuk begini!

“Huff…” aku menghela nafas.

“Giliranmu tuh!” kata Lily, seorang suster imut berseragam putih ketat yg selalu sabar membangunkanku bila aku ketiduran. Ku tengok jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi.

“Iya,…!” kataku, sambil mengambil kotak peralatan setelah merapikan seragam susterku, dan bergegas menuju koridor sepi di rumah sakit. Tentu saja sepi, karena waktu saat ini adalah jam 2 pagi. Sementara aku harus membangunkan pasien dan mengecek tekanan darah dan suhu badan mereka.

Rumah sakit selalu sepi di malam harinya, pasien butuh istirahat, jadi tidak diijinkan jam besuk setelah lewat jam 9. Para pengunjung pun jarang sekali ada yang menginap, karena rumah sakit kecil ini tidak menyediakan tempat untuk mereka menginap.

Namaku Susan, usiaku 22 tahun dan aku bahagia. Karena akhirnya aku diterima bekerja sebagai suster di sebuah rumah sakit swasta di kotaku. Meskipun ini bukan rumah sakit besar, tapi cukup untuk menambah pengalamanku sebagai seorang perawat. Yang kebetulan aku belum punya selain kerja magang di rumah sakit, itulah sebabnya kenapa susah sekali melamar bekerja sebagai seorang perawat di rumah sakit besar.

Meskipun aku baru bekerja sebagai suster. Tapi pengalaman magangku cukup membuatku mengenal prosedur-prosedur yg harus dijalani. Jadi aku rasa aku bakalan kerasan bekerja disini.

Tapi ada satu hal yang membuatku kecewa. Selama 6 bulan pertama, setiap perawat baru selalu kebagian shift malam, yaitu dari jam 9 malam sampai jam 6 pagi keesokan harinya. AKu kecewa karena, kupikir jika aku dapat shift siang atau pagi, aku bisa menyesuaikan diri terlebih dahulu dengan gedung rumah sakit ini.

“B06, B07, B08, B09, …” gumamku, sambil mencari nomor bangsal yang kutuju. Sementara sepatu hak tinggiku berdetak-detik di atas lantai, menimbulkan suara 'klak' 'klik' yang cukup nyaring.

“B10”

Aku membuka pintu bangsal, dan melihat di dalamnya ada tiga orang pasien yg tengah beristirahat. Dengan sopan kubangunkan mereka satu persatu untuk di periksa tekanan darah dan suhu badannya. Mereka cukup koperatif, walau kadang ada beberapa yang menggerutu padaku dan bertanya kenapa harus diperiksa di jam begini. Tapi itu semua prosedur, harus dilakukan.

Kegiatan itu kulakukan juga di kamar B11, dan B12. Setelah itu,…

“Lho?” aku sedikit heran, kenapa kamar B13 tak ada di daftar tugas kunjungan kamarku. Apa mungkin dokter kelupaan memasukkan nomor kamar ini di daftar tugasku? ‘Mungkin saja’ pikirku.Tapi, aku harus bekerja sesuai daftar. Mungkin kamar itu berisi pasien yang harus ditangani khusus oleh dokter tertentu.

Kulewati kamar B13 menuju kamar B14.

Saat kulewati pintu kamar B13, kudengar suara ibu-ibu yg tengah terisak menangis, dan suara anak kecil yang mengerang kesakitan. Kasihan sekali mereka, tapi suara seperti ini sering kali terdengar di rumah sakit.

Pernahkah kau dengar suara tangis seseorang yg meledak karena menangisi kepergian keluarga mereka di rumah sakit? Beberapa orang ada yg meringis saat mendengarnya, ada juga yg ikut berduka. Tapi kami para suster sudah terbiasa terhadap hal seperti itu.

Kubuka pintu kamar B14, dan menemui hanya ada satu orang pasien disitu, seorang gadis berusia sekitar 13 tahun, dan tampak dia tengah asyik membaca sebuah buku.

“Selamat pagi… Sandra!” kataku, sambil melirik ke papan nama yg terletak di kaki ranjangnya. Harus panggil mereka dengan namanya, itulah perintah dokter pada kami para suster.

“Selamat pagi! Suster mau periksa ya?” tanyanya ramah.

“Iya, kok kamu belum tidur jam segini?” tanyaku, sambil membuka kotak peralatan yang kubawa.

“Gak bisa tidur!” jawabnya singkat.

“Nanti saya minta obat tidur sama dokter buat kamu ya.”

“Tapi, aku gak butuh obat tidur!” katanya dengan mulut dimonyongkan.

“Trus kenapa kamu gak bisa tidur?” tanyaku lagi sambil memasangkan alat ukur tekanan darah di lengan kirinya.

“Kamar sebelah berisik banget!” kata Sandra.

“Ya, tadi waktu saya lewat kamar itu, saya juga dengar suara mereka!” jelasku sambil terus melakukan tugasku.

“Suara apa?” selidik Sandra.

“Kurang jelas sih, tapi saya dengar ada ibu-ibu yg lagi nangis, sama suara anak kecil kesakitan!”

“Hah? Masa? Kalo aku dengar suara orang pukul-pukul dinding pake apaa gituuu!” katanya heran.

“Mungkin kamu dengar suara barang yang jatuh!” kataku tenang.

“Memang di sebelah pasiennya sakit apa sih Sus?”

“Saya nggak tau Sandra, soalnya saya gak ada jadwal tugas ke situ!” Jelasku.

“Tolong dong bilangin, jangan berisik, aku gak bisa tidur!” pinta Sandra.

“Iya, kamu gak minta pun, nanti saya pasti akan bilangin mereka!” Kataku, sementara tanganku sibuk memasukkan kembali alatku ke dalam kotak, setelah selesai memeriksa tekanan darah dan suhu badannya.

“Makasih ya Sus!”

“Ya udah, kamu sekarang tidur ya!” kataku, sambil merapikan bantalnya.

Dengan itu, aku meninggalkan kamar Sandra. Dan meneruskan ke kamar-kamar berikutnya. Setelah semua kamar selesai kuperiksa. Aku kembali ke ruang suster. Dengan melewati kamar-kamar yang tadi ku masuki satu persatu. Saat kulewati kembali kamar B13, suara tangisan dan erangan kesakitan tadi sudah tidak ada lagi. Mungkin mereka sudah bisa tidur.

Tapi, aneh sekali. Kenapa hanya kamar ini saja yang tak ada dalam daftar kunjunganku? Sudahlah, besok akan kutanyakan pada dokter jaga.

Saat kumasuki ruang suster, kulihat Lily tengah terlelap di meja, masih dengan posisi duduk di bangkunya. Sayang sekali, padahal aku mau tanya tentang kamar B13, mungkin Lily tahu siapa pasien yang dirawat di kamar itu, karena Lily sudah 3 tahun lebih bekerja sebagai perawat dirumah sakit ini.

“Gak usah terlalu senang diterima kerja di rumah sakit ini, aku juga waktu pertama kali kerja disini, belum ada pengalaman!” kata Lily beberapa hari yang lalu.

Katanya rumah sakit ini memang tidak terlalu diminati, karena tercatat sebagai rumah sakit dengan jumlah kematian terbesar diantara rumah sakit lain di kota ini. Ah, tapi aku justru menghormati rumah sakit seperti ini, karena mereka tidak pernah menolak pasien yang ingin dirawat, meskipun keadaan kritis atau bahkan tidak ada harapan hidup, dibandingkan rumah sakit terkenal yg selalu menjaga reputasi mereka, dengan hanya menerima pasien yang mereka anggap mampu mereka sembuhkan.

“DING…DING!” tiba-tiba suara bel dari ruang pasien membuyarkan lamunanku. Kubangunkan Lily yang masih terlelap. Dengan malas, dia menggeliat.

“Li… Lily, ada pasien yg manggil!” kataku

“Nomor berapa?” tanyanya tanpa menoleh.

“Emm…B13!” kataku setelah melihat lampu led indikator bel suster.

“Yeah… lucu banget… udah ah, aku capek banget nih!” katanya tak menggubrisku.

“Lily… kok cuek sih… gimana niiih!” kataku.

“Kamu periksa aja sendiri!” katanya ketus.

Entah apa maksudnya. Tapi karena hanya kami berdua suster jaga malam di paviliun ini. Mau tak mau, aku yg pergi kesana periksa. Kuambil kotak peralatanku, dan bergegas menuju kamar B13. Mungkin anak kecil tadi membutuhkan sesuatu, atau sakitnya kambuh lagi. Saat ku telusuri koridor yg baru saja ku lewati, entah kenapa tiba-tiba bulu kuduk-ku meremang.

Sepertinya malam ini terasa dingin sekali, lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Kutepis rasa tak enak itu. Aku tak mau berpikir macam-macam, terutama saat aku sedang berjaga di shift malam.

“B06, B07, B08, B09, …” gumamku, sambil mencari nomor bangsal yang kutuju.

“Ini dia…B13!” kubuka pintu kamarnya, tapi…

Kok terkunci? Kucoba memutar kenop pintu kamar B13, tetap tak terbuka, seolah ada yg menguncinya dari dalam, sedangkan dari dalam kudengar suara rintihan anak kecil yg semakin tedengar memilukan, disertai suara ibu-ibu yg menangis keras.

“Bu…! buka pintunya Bu!” panggilku, mungkin pasien di dalam tak sengaja mengunci pintunya. Ku coba menggedor beberapa kali, tapi tangisan dan rintihan semakin kencang terdengar. Ku gedor lebih keras tapi tetap berhati-hati takut membangunkan pasien lain yg sedang istirahat.

“DOK….DOK…DOK!” suara gedoranku, dibalas gedoran lagi dari dalam kamar B13.

“Bu,…Bu… buka pintunya!” kataku.

“DOK…DOK…DOK!” semakin keras terdengar gedoran dari dalam. Tapi tak ada respon, atau bahkan usaha membuka pintu dari dalam. Aku mulai panik, dengan cepat ku berlari kembali ke ruangan suster dan kulihat Lily masih pulas tertidur.

Tak sempat membangunkannya, pikirku. Aku mencoba mencari ke tempat dimana biasanya ditaruh kunci bangsal-bangsal di paviliun ini. Setelah beberapa kunci, akhirnya kutemukan. B13 tertulis jelas di pegangan kunci yg lusuh terlihat tak pernah di ganti labelnya.

Aku berlari kembali ke kamar B13, suara gaduh masih terdengar dari dalam., ku masukkan kunci ke lubangnya dengan buru-buru. Dan kuputar kenopnya. Saat kubuka kamar itu, tercium bau busuk yg menyengat, tapi suara gedoran tak terdengar lagi hilang begitu saja.

“Uph…!” Aku sampai mundur beberapa langkah ke luar, tak tahan dengan bau busuknya. Di dalam kulihat kamar bangsal B13 gelap gulita. Tak ada lampu led dari peralatan yg menyala. Meskipun tak terlihat, tapi terdengar suara ranjang pasien berguncang keras, seperti ada pasien yang menderita kejang-kejang diatasnya. Kucoba meraih saklar lampu, di samping pintu, sambil dengan tangan kananku tetap membekap hidung dan mulutku. Bau busuk itu masih menyengat. Dan saat lampu kamar B13 menyala, aku tersentak dengan pemandangan mengerikan di depanku.

Seorang anak kecil perempuan berusia sekitar 4 tahun, dengan tubuh terguncang mengejang terlempar naik turun di atas ranjang pasien, pakaian pasiennya sudah lusuh seperti tak pernah dicuci. Wajah anak kecil itu pucat, pucat sekali seperti mayat. Dan di sebelahnya di lantai, terbaring tubuh wanita tua, dengan pakaian kumal dan dari kepalanya mengeluarkan banyak sekali darah membasahi lantai rumah sakit. Kulihat semua sisi tembok juga penuh dengan bercak darah.

Saat rasa panik tengah mencengkeramku, wanita tua yg terbaring kaku di lantai, tiba-tiba membuka matanya dan dengan wajah penuh darah yang mengalir dari luka koyak yang parah sekali di bagian dahinya, terseok mencoba menggapai kakiku.

“AAKKHHH!” aku berteriak sekeras mungkin, sambil mencoba mundur keluar dari kamar berbau busuk itu. Dan di saat itu juga kurasakan cengkraman tangan di bahu kananku. Saat ku menoleh mencari tahu tangan siapa,… kudengar suara Lily.

“Heeey Susan! Bangunlah!” Lily memanggilku.

“Hah…. Ini… dimana?” tanyaku gelagapan, ternyata itu semua cuma mimpi.

“Mimpi apa sih, seru banget"

"Untung ruang suster tertutup, kalo nggak, semua pasien bisa bangun denger teriakan kamu!” kata Lily.

“Jam brapa sekarang?” kataku sambil menenangkan diri, jantungku masih berdegup cepat.

“Jam 2, giliranmu tuh!” kata Lily.

“Giliranku? Tadi khan aku udah…!” kataku sambil melihat ke arah jam, dan tercekat. Baru jam 2, berarti aku tadi bermimpi sudah melakukan kunjungan kamar. Aku langsung bangun dari kursiku, dan mencari kertas daftar kamar-kamar yg harus kuperiksa. Kamar… B10, B11, B12,….. B14! Tak ada kamar B13. Sama persis seperti mimpiku.

“Lily!” panggilku tiba-tiba yg mengejutkannya.

“Apa sih? Ngagetin aja!” katanya yg baru saja mau tidur dengan posisi menelungkupkan kepalanya di atas meja.

“Kamar B13!” kataku. Lily langsung terperanjat mendengar kata itu, rasa kantuknya hilang.

“Kamar B13, kenapa gak ada dalam daftar kunjungan kamarku?” tanyaku dengan wajah penasaran.

“Mana ada kamar B13?” kata Lily heran. “Kamu mimpi ya?” lanjutnya.

“Trus, di daftar tugasku, abis kamar B12 kok tiba-tiba kamar B14? Dan ini di lampu indikator bel suster ada kamar B13!” berondongku dengan pertanyaan-pertanyaanku.

“Abis kamar B12, itu kamar B12a. Kamar B13 udah gak dipake lagi, itu nomor di lampu indikatornya belum di ganti!” jelasnya.

“Kenapa harus diganti?” tanyaku, jantungku berpacu semakin kencang, menunggu jawaban Lily.

Lily ragu-ragu sesaat, tapi setelah tengok kanan kiri, dengan suara pelan yg hampir berbisik, dia menjelaskan padaku.

“Dulu ada anak kecil dan ibu-ibu yg meninggal di kamar itu, aku kurang tau sakitnya apa, katanya, tiap malam waktu anak kecil itu dirawat, badannya suka kejang-kejang hebat, tapi karena ibunya gak punya uang dan gak ada saudara yg bisa menjamin, dokter disini gak ada yg mau periksa.

Sampai anak kecil itu meninggal, dan ibunya bunuh diri dengan membenturkan kepalanya ke tembok kamar itu. Serem banget deh, katanya sejak saat itu, setiap pasien yg masuk kamar B13, selalu dengar suara tangisan ibu-ibu dan suara anak kecil kesakitan. Makanya pihak rumah sakit memutuskan untuk mengganti nomor kamar B13 jadi B12a. Tapi sampai sekarang, kamar itu masih belum berani dibuka. Mau panggil pendeta dulu katanya.” Jelasnya.

Aku hanya melongo seperti orang hilang ingatan. Lily pun tampak ketakutan, karena harus menceritakan kisah ini di saat rumah sakit sedang sepi begini. Dan saat itulah suara Bel suster berbunyi mengejutkan kami berdua.

“DING…..DING!” Kami berdua serempak melihat lampu indikator bel suster.

Lampu led-nya menyala...

di nomor B13...

Continue Reading

You'll Also Like

54.5M 4.2M 58
Selamat membaca cerita SEPTIHAN: Septian Aidan Nugroho & Jihan Halana BAGIAN Ravispa II Spin Off Novel Galaksi | A Story Teen Fiction by PoppiPertiwi...
8.3M 518K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
17.7K 519 36
β€’BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACAβ€’ Setelah meninggalkan tempat dirinya di lahirkan, Erlang pergi nge-kost. Tidak di sangka juga, Tetangga nya adala...
13.3M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...