I Know You Gay (Complete)

By giasirayuki

16.1K 1.9K 71

Mungkin menjadi seorang gay adalah sebuah pilihan. Apa yang akan Jaejoong lakukan saat seorang terdekatnya me... More

I Lost You, I Found You
I Catch You, I Got You
I Know You Still A Gay
You Love Me, You Want Me

I Am With You

3.5K 381 11
By giasirayuki

♥YUNJAE♥
***
Rating :: PG -18+
Lenght :: 1-5 END
Warning :: DLDR, Typo, EYD, no BASH yes FLAME, read, enjoy and Taked.
Disclamer :: Yunho dan Jaejoong milik diri mereka sendiri, cerita ini punya aku 😉
.

BRAK

Laki-laki bermarga Jung itu menggebrak meja restoran dengan cukup kencang, membuat para pengunjung lain dan berpasang-pasang mata mengarah pada meja tempatnya berada. Jaejoong bahkan menatap tajam kearahnya sedikit terkejut dengan apa yang laki-laki bermata musang itu lakukan. Sementara Hwan Hwi justru melontarkan seringainya lalu memutar bola mata.

"Yunho oppa, kau membuat kami malu saja." Ujarnya semakin membuat amarah Yunho memuncak.

"Apa kau bilang?"

SET

Tanpa menunggu lagi, Yunho meraih pergelangan tangan Jaejoong dan membawanya pergi. "Yunho, bisakah kau tidak berbuat sesuka hatimu? Demi Tuhan, jangan bersikap kekanakan seperti ini."

"Kau mau ikut denganku, atau dipecat dari pekerjaanmu Kim Jaejoong?" ancaman itu membungkam bibir cherry Jaejoong. Sampai akhirnya Yunho membawanya pergi dan memasuki kembali mobilnya. Jaejoong bisa saja mengundurkan diri dari pekerjaan, tapi setelah itu ia tau apa yang bisa dilakukan Yunho. Jaejoong mengenal Yunho, wataknya dan kepribadiannya.

Begitu keduanya di dalam mobil, mereka sama-sama saling diam sampai Yunho membenturkan kepalanya pada stir kemudi. Jaejoong menoleh dan menatap namja disampingnya dengan tatapan sulit. Sebuah helaan nafas dihembuskannya.

"Wae? Apa ada sesuatu yang mengganggumu?" tanyannya kemudian. Yunho mengalihkan manik musangnya menatap satu-satunya orang yang sekarang berada disampingnya. Sorot matanya mulai teduh dan berubah lembut.

Jaejoong ingin menolak saat Yunho tiba-tiba mendekap tubuhnya. Namun niat itu terurung begitu mendengar sebuah isakan kecil yang lolos dari bibir hati Yunho. "Yunho~ya... apa kau baik-baik saja?"

Yunho menggeleng.

"Tidak. Aku tidak baik-baik saja Jae. Aku takut, sangat takut sekarang."

Sedikit ragu, Jaejoong mengulurkan tangannya membelai punggung lebar Yunho. Sebuah kebiasaan yang dulu selalu dilakukannya saat sahabatnya itu menghadapi sebuah masalah.

"Jangan pernah meninggalkanku Jae. Sampai kapanpun, berjanjilah padaku." Pintanya. Namun Jaejoong masih bungkam, ia tidak tau harus menjawab seperti apa.  Jaejoong melepas pelukan Yunho. Sepasang iris matanya menatap ke dalam bola mata pria dihadapannya.

"Maaf... aku tidak bisa menjanjikan itu. Yun__"

Brak

Jaejoong terkejut bukan main saat Yunho memukul kaca pintu mobil di sampingnya. Kedua doe eyesnya langsung terpejam dengan wajah mengernyit. Apa Yunho sudah benar-benar gila? Pikirnya.

"Aku menginginkan dirimu Jae. Bukan permintaan maafmu dan aku tidak menerima permintaan maaf." Ucap namja Jung itu final. Ada nada kecewa terselip dalam ucapannya.

Jaejoong menggeleng lemah.

Hingga pintu mobil itu terbuka. Yunho tertegun melihatnya. Ia lupa belum mengunci pintu mobil, namun sudah terlambat saat dilihatnya Jaejoong beranjak dan pergi meninggalkanya. Yunho terlihat seperti orang yang benar-benar kebingungan. Ia mengikuti Jaejoong dan meninggalkan mobilnya begitu saja. "Jae!" panggilnya.

"Jae. Beri  aku alasan kenapa kau bersikap seperti ini padaku? Apa  salahku? Kenapa kau selalu mencoba menutupi perasaanmu padaku. Kau tau dan aku pun juga tau bahwa kita sama-sama saling menyukai. Kenapa kau masih mengelaknya? Kenapa kau membohongi perasaanmu sendiri?" nafas Yunho memburu setelah menumpahkan semua isi hatinya. Telapak tangannya masih kuat menggenggam jemari Jaejoong.

"Seandainya kau memberikanku sebuah pilihan. Aku akan rela menjadi serpihan kaca untukmu, agar saat kau melihatku. Kau akan melihat dirimu sendiri Yunho-ya."

"Jangan bermain teka-teki denganku Jae."

Jaejoong menggeleng dan menutup matanya. Ia ingin mengatakan pada Yunho semuanya. Tetapi hatinya terasa berat jika harus membiarkan laki-laki itu tau bahwa dirinyalah penyebab utama masalah ini.

Karena Yunho yang egois. Karena dia yang memaksakan keinginannya. Karena dia yang menetapkan apapun yang menjadi pilihannya adalah yang terbaik. Padahal kenyataannya sangat berbeda jauh.

"Aku harus kembali bekerja." Jaejoong melepas genggaman tangan Yunho dan berjalan menjauh.

"Kalau kau tidak bicara, bagaimana aku tahu kesalahanku Jae. Bagaimana aku akan memperbaikinya? Bagaimana aku membuat hubungan kita menjadi seperti dulu lagi?" tanya Yunho frustasi.

"Jaejoong-ah. Kumohon katakan padaku sebuah kebenaran tentang perasaanmu. Sekali saja, aku akan menanggungnya meskipun itu adalah kebenaran yang menyakitkan sekalipun."

"Kau tidak mengerti Yunho..." Jaejoong berbalik dan mengerang dalam keputusasaan. Dia tidak ingin menyakiti Yunho. Tapi apa yang dikatakan laki-laki itu benar. Jika Jaejoong diam, semuanya tidak akan pernah terselesaikan.
"Aku tidak akan mengerti kalau kau tidak bicara."

"Astaga. Demi Tuhan Yunho. Aku tidak ingin kau merasa bersalah. Tapi kalau kau benar-benar ingin tau apa yang kurasakan, alasan kenapa aku menjauh. Kumohon ingatlah saat-saat terakihir sebelum kau menyatakan perasaanmu padaku tiga tahun yang lalu. Saat-saat waktu kita masih menjadi seorang sahabat. Jika kau sudah menyadarinya, kau bisa menemuiku, tapi jika tidak. Aku berjanji, aku akan menghilang selamanya dari kehidupanmu."

Yunho termangu oleh ucapan Jaejoong. Ia hanya terdiam dan memperhatikan Jaejoong kembali pergi dari hadapannya.

Pikirannya melayang pada masa-masa dimana ia masih menjadi sahabat Jaejoong. Masa setelah ia mengetahui bahwa Jaejoong sama seperti dirinya. Seorang yang mencintai sesama jenis.

Hatinya berdenyut tiba-tiba. Dia terkesiap, keadaan itu melayang-layang dalam pikirannya. Yunho masih mengingat dengan jelas bagaimana sikapnya yang berubah drastis begitu mengetahui bahwa Jaejoong juga mencintainya, menginginkannya.

Ia ingat saat membuang buku tugas yang dititipkan Kim Junsu padanya untuk diberikan kepada Jaejoong. Yunho pernah memukul Park Yoochun saat bercanda dan menggoda Jaejoong. Ia pernah menceburkan seorang yeoja ke dalam kolam ikan di kampus saat terang-terangan menyatakan perasannya pada Jaejoong. Shim Changmin pernah menginap di rumah sakit selama seminggu karena mengambil makanan milik Jaejoong padahal ia sangat tau Jaejoong tidak pernah keberatan dengan tingkah namja Shim itu begitu juga teman-temannya yang lain.

"Argghh!!" Yunho mengerang.

Itu adalah sikap protectifnya yang tidak menginginkan Jaejoong menerima kebaikan dari orang lain selain dirinya. Sikapnya yang tidak pernah ingin Jaejoong berinteraksi ataupun dekat dengan orang lain selain dirinya. Tidak salah lagi, Jaejoong pasti mengetahui apa yang dilakukannya saat itu.

Bruk

Yunho terduduk dan berlutut di atas rerumputan. Ia tau, bahkan sadar bahwa Jaejoong tidak menyukai hal itu.

'Astaga Yunho. Ini hanya membuka tutup kaleng pepsi. Aku bisa melakukannya sendiri. Tanganku tidak selemah yeoja. Arrachi.'

Yunho semakin tertegun saat menyadari satu hal lain dalam masa lalunya. Saat itu...

"Apa rencanamu saat lulus kuliah nanti?" Jaejoong tampak tersenyum sambil membayangkan sementara Yunho memandangnya dengan seksama.

"Mendirikan sebuah restoran, aku akan menjadi kepala koki dan menciptakan resep-resep baru. menjadi kepala dekoration agar aku bebas mengatur semua peralatan untuk restoran kemudian aku akan menjadi kepala kasir agar tidak ada yang mencuri uang haha..." Jaejoong tergelak dengan ucapannya sendiri tanpa menyadari wajah keruh namja disampingnya.

"Tidak boleh."

Jaejoong menoleh cepat ke arah sahabatnya. "Kenapa?"

"Karena aku melarangnya Joongie sayang." Desahan kecewa itu meluncur dari bibir Jaejoong saat Yunho mengatakan alasannya.

"Padahal  itu adalah rencana yang menakjubkan."

"Kau akan kelelahan. Kau bisa mengandalkanku. Aku siap menjadi apapun yang kau butuhkan. Aku akan selalu disampingmu, kita akan hidup berdua selamanya."

Jaejoong terkesiap begitu mendengar ucapan Yunho. Ia bangkit dari tempat duduknya dan memandang kedua mata Yunho bingung. "Apa yang kau bicarakan Yunho? Hidup berdua? Apa maksudnya itu?"

Yunho menggeleng dan tersenyum lebar.

"Kau sangat aneh akhir-akhir ini Yunho-ah."

Jaejoong tidak mengetahui bahwa Yunho sudah mendapatkan isi hatinya yang sebenarnya. Ia tahu bahwa Jaejoong juga mencintainya. Meskipun namja cantik itu mengatakannya dalam keadaan mabuk setelah menghabiskan dua botol soju miliknya. Yunho tahu Jaejoong belum siap mengakuinya. Karena bagaimanapun juga menjadi seorang Gay adalah kesalahan dan penyimpangan, sebuah dosa yang terkutuk. Yunho akan menunggu sampai Jaejoong siap mengakui perasaanya. Hingga sampai saat itu tiba, ia telah berjanji pada dirinya sendiri akan menyingkirkan siapapun yang berusaha mendekati dan menggoyahkan Jaejoongnya.

Seperti orang yang dilanda kebingungan. Yunho menggelengkan kepalanya lagi saat kilasan kenangan di masa lalunya kembali mengusik.

"Jae! Apa yang terjadi? Tanganmu berdarah. Ya Tuhan, bagaimana  bisa begini? kakimu juga berdarah hah?"

"Aku tidak apa-apa Yunho. Ini hanya luka kecil. Tanganku tergores pisau saat memotong cherry itu untuk hiasan cake. Aku meletakkan pisau itu sembarangan lalu jatuh dan mengenai kakiku juga. Bukan masalah besar."

"Kau berdarah. Lalu kau bilang ini bukan masalah besar? Aku tidak mau melihatmu memasak atau membuat apapun lagi Jae. Cukup sudah."

Prang

Jaejoong tersentak saat melihat Yunho membanting meja dihadapannya.

Semua jerih payahnya hancur berantakan dilantai. Cake buatannya teronggok seperti sampah dihadapannya. Jaejoong merasakan hatinya berdenyut.

"Yunho!!" bentaknya lalu bangkit berdiri.

"Bagaimana bisa kau melakukannya? Kau menghancurkan semuanya." Ucapnya mengabaikan tangannya yang tergores serta kakinya yang masih berdarah. Sementara Yunho justru memberikan tatapan menantangnya. "Ya. Aku sudah muak melihatmu terluka Jaejoong-ah. Jadi kumohon hentikan semua ini. Jangan memasak lagi, jangan membuat cake lagi, jangan membuka restoran." Ujarnya dengan nafas tertahan. Jaejoong menggeleng tidak percaya.

"Demi Tuhan. Aku bahkan tidak pernah menyentuh dapur dirumahku karena semua pekerjaan dilakukan oleh pelayan karena Appa dan Eomma melarangku, karena aku seorang laki-laki dan sekarang kau juga  melarangku melakukan sesuatu yang aku inginkan? Jangan gila Yunho. Aku tidak peduli siapun karena aku akan tetap membuat apapun yang aku suka. Aku akan memasak untuk siapapun yang bersedia memakannya."

"Arghhh!!!" mengabaikan tatapan aneh orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya, Yunho kembali mengerang. Pikirannya menyadari satu hal. Ya, alasan Jaejoong tidak pernah mau menerima dirinya menjadi seorang kekasih, alasan Jaejoong menyembunyikan perasannya dan kenapa Jaejoong menjauh darinya.

Semuanya tampak nyata sekarang. Ini adalah murni kesalahannya. Yunho menyadari bahwa sikapnya pada Jaejoong berubah total begitu dirinya mengetahui bahwa Jaejoong juga mencintainya. Bodoh!! Yunho menyumpahi dirinya sendiri, betapa tololnya dia karena bersikap seperti penjara, pengekang dan pengendali hidup Jaejoong di masalalu. Jaejoong jelas tidak menyukainya, karena itulah ia pergi menjauh dari  Yunho.

Sebelum terlambat, Yunho akan meperbaikinya. Ia akan menyakinkan Jaejoong sekali lagi bahwa ia akan kembali pada Yunho yang dulu, saat ia belum mengetahui isi hati Jaejoong. Saat ia masih menjadi Yunho yang biasa.

Memutuskan kehendaknya, Yunho bangkit dari keterpurukannya. Ia bergegas kembali menuju mobilnya dan bersiap menuju pabrik. Jaejoong pasti sudah sampai disana beberapa menit  yang lalu.

Yunho sampai di depan parkiran pabrik Ju Ahn satu jam kemudian setelah memutuskan untuk membeli makanan karena Jaejoong belum sempat menyentuh apapun untuk makan siangnya tadi. Ia menarik nafasnya mencoba menenangkan batinnya dan menyakinkan dirinya sendiri bahwa Jaejoong pasti akan memaafkan kesalahannya di masalalu hingga kesempatan kedua itupun akan berada dalam genggamannya.

Dia baru saja menutup pintu mobilnya saat mata musangnya di hadapakan pada orang-orang yang berlalu lalang serta berlarian menjauh dari pabrik. Suara alarm yang menggaung memecah perhatiannya.

Yunho tertegun begitu kabut tebal terperangkap oleh pandangannya. Langit menjadi gelap dan berubah pekat diselimuti oleh asap dari gedung yang terbakar itu. Tidak ada yang dipikirkan Yunho selain sosok itu. Jaejoong, dimana namja itu berada sekarang. Seperti orang kesetanan, Yunho menghambur ke arah pabrik.

SET

Ia menarik seorang ajhusi yang berlari kearahnya.

"Apa yang terjadi? Ada apa ini? Kenapa bisa ada api di pabrik?" tanyannya gelisah.

"Semuanya terjadi begitu saja. Kami tidak tau menahu kejadiannya sajangnim."

"Kau kenal Kim Jaejoong? Namja yang berparas cantik yang bekerja di bagian sample dan fibration. Tapi dia pernah menjadi seorang operator produksi." pria tua itu mengangguk. "Nde. Saya kenal baik dengan pemuda cantik itu. Dia yang suka menjual makanan di pabrik bukan?" Yunho langsung mengangguk namun wajahnya berubah khawatir dalam sekejab.

"Dimana dia? Apa dia ada didalam?"

"Saya tidak tahu pasti. Tapi terakhir kali saya melihatnya, dia ada di ruang produksi mesin molding  (mesin untuk membuat cetakan penutup pada kabel bagian bawah earphone) untuk mengecek hasil sample sajangnim." Laporan ajhusi itu membuat wajah Yunho menjadi ngeri. Ia menyentak tangannya di bahu ajhusi itu dan bergegas memasuki gedung yang baru saja diketahuinya.

Yunho menggeram saat seseorang  menahan bahunya. "Anda tidak bisa masuk kedalam tuan. Apinya sangat besar. Anda akan terluka. Sebaiknya menunggu petugas pemadam kebakaran."

"Persetan dengan diriku. Orang yang kucintai ada didalam. Aku tidak bisa menggantungkan nyawanya pada orang lain. Dia adalah hidupku. Kalau kau menahanku untuk pergi menyelamatkannya  dengan tanganku sendiri, aku bersumpah jika terjadi sesuatu dengannya, aku akan membunuh kalian semua."

Melihat tatapan tajam yang Yunho lontarkan, cukup membuat orang itu melepaskan pengangannya. Hingga Yunho langsung berlari masuk kedalam kobaran api.

Hanya luapan api yang mampu ditangkap mata telanjang Yunho. Asap membuat pergerakannya menjadi lambat karena menahan sesak yang menggerogoti saluran pernafasannya. Yunho bergegas menuju ruang mesin molding berada. Ia mengerang saat lengannya menyerempet meja membuat jasnya tersulut api. Yunho langsung melepasnya dan memadamkan api itu, ia lantas menggunakan jasnya untuk menutupi hidung serta mulutnya, ia masuk semakin dalam keruangan untuk mencari Jaejoong.

"Jae!! Kim Jaejoong dimana kau? Jaejoong-ah!" rasa frustasi memenuhi otak Yunho saat melihat beberapa tubuh terbaring dilantai dengan wajah-wajah yang telah memejamkan mata. Ia tidak berniat untuk menyelamatkan orang-orang itu. Yang ada dikepalanya hanyalah Jaejoongnya. Satu-satunya orang yang ingin diselamatkannya. Melangkah semakin dalam, Yunho hampir saja tertimpa tiang yang dipenuhi api yang tiba-tiba roboh tepat dibelakangnya.

"Jaejoong-ah!!" Yunho hampir menyerah dan kembali keluar, namun mata musangnya tanpa sengaja menatap sebuah pintu hijau yang ada diujung lorong ruangan mesin. Tampak ragu, ia tetap menuju pintu itu.

Uhuk! Uhuk!!

Suara batuk yang didengarnya membuat Yunho siaga. Ia meraih handle pintu itu. Mencoba melihat kedalam melalui kaca transparan berukuran kecil yang ada di pintu bagian atas.

Deg

Yunho tercekat begitu tahu bahwa orang dibalik pintu itu adalah Jaejoong. Ia langsung menarik handle pintu. Tapi keberuntungan tidak berpihak, pintu itu terkunci.

Semenatra Jaejoong yang melihat seseorang di sisi luar pintu langsung menghampiri kaca transparan itu. Ekspresi lega terpancar dari wajahnya begitu nama Yunho terucap dari bibirnya. "Yunho!!"

"Jaejoong-ah. Bertahanlah, aku akan mengeluarkanmu secepatnya. Menyingkir dari pintu." teriaknya. Jaejoong hanya bisa membaca bahasa bibir Yunho. Ia mengerti bahwa namja itu menyuruhnya menjauhi pintu. Tanpa menunggu lagi, Jaejoong segera mengikuti perintah Yunho. Sedangkan namja Jung itu mulai menarik nafas dan menghitung dalam hati sebelum menabrakkan tubuhnya pada pintu. Ia mengulanginya terus dan terus tanpa tahu sudah keberapa kalinya ia berusaha mendobrak pintu itu. Yunho frustasi saat usahanya tidak berhasil.

Melihat kembali pada Jaejoong yang sudah terbatuk-batuk parah dan asap memenuhi ruangan itu, Yunho benar-benar panik. Ditatapnya sekeliling hingga kedua maniknya menemukan alat cetakan molding  bentuknya memang kecil seperti batu, tapi paling tidak ini terbuat dari besi murni dan beratnya mungkin sekitar satu kilo.

Yunho mencoba menghancurkan handle pintu dengan alat molding ditangannya. Berulang kali alat itu melesat dan justru menghantam tangannya sendiri. Darah yang merembes di sela-sela jarinya sama sekali tidak dipedulikan Yunho.

Arghh!!!

Setelah erangan sekaligus dorongan penuh ia memukulkan alat itu pada handle pintu, akhrinya usahanya membuahkan hasil.  Pintu terbuka dan terdorong dalam sekali tarikan. Yunho langsung berhambur masuk dan meraih tubuh Jaejoong yang terhuyung di sudut ruangan kedalam pelukannya. Air matanya mengalir begitu saja tanpa bisa dihalanginya begitu Yunho merasakan Jaejoong balas memeluk erat tubuhnya.

"Tidak apa-apa. Aku ada disini Jaejoongie. Aku ada disampingmu." Ujarnya penuh penenangan. Jaejoong mengangguk lalu keduanya bangkit berdiri. Mereka melangkah keluar dari ruangan yang sudah mulai dirembesi kobaran api.

Yunho meraih jasnya yang sempat dilemparnya beberapa saat lalu setelah mendobrak pintu. ia menyampirkan jas itu pada tubuh Jaejoong.

Dari kejauhan mereka bisa mendengar bunyi sirine pemadam kebakaran yang mungkin telah tiba di pabrik Ju Ahn. Jaejoong menatap Yunho saat namja itu memeluk tubuhnya dan menghindarkannya dari lahapan api. Menyingkirkan tiang-tiang yang menghalangi jalan mereka. "Terimakasih Yunho." Ungkap Jaejoong lirih namun masih bisa didengar Yunho hingga membuat bibir hatinya terhias senyuman.

Begitu mereka hampir mencapai gerbang keluar, Jaejoong tersentak saat melihat sesuatu yang dipenuhi api tepat akan jatuh di atas kepala Yunho. Dengan refleks Jaejoong mendorong tubuh Yunho kedepan hingga keluar dari pintu gerbang.

BRUG
Arghh!!

Tubuh Yunho ambuk menghantam tanah. Saat ia menolehkan kepala kebelakang, sesuatu yang mengerikan itu membuat kedua matanya terbelalak.

"JAEJOONG-AH!!!" teriaknya kemudian.

Dua hari kemudian Jaejoong terbangun dengan perasaan seluruh tubuhnya tidak mampu digerakkan. Samar-samar didengarnya suara-suara tak jauh darinya. Dia yakin bahwa salah satu suara itu milik Yunho. Jaejoong mendesah saat menyadari tangan dan kakinya dalam balutan perban. Tubuhnya benar-benar terasa remuk disemua bagian. Ia ingat terakhir kali hal apa yang sudah dilakukannya. Ya, mendorong Yunho dan membuat dirinya sendiri tertimpa balok kayu penuh api. Untungnya tidak ada luka bakar serius yang membekas dikulitnya. Jaejoong bersyukur untuk hal itu.

Pintu ruangan rawatnya bergeser membuka ketika dua orang namja masuk kedalam. Jaejoong melihat Yunho berjalan kearahnya dengan wajah kacau dan kusut seperti kehilangan gairah hidup.

"Kau sudah siuman?  Gwaencahanayo?" Yunho menyeret kursi agar lebih dekat pada ranjang rawat Jaejoong. Namja cantik itu mengusahakan mengangguk dan tersenyum, tapi berakhir dengan hanya kedipan mata dan wajah yang mungkin seperti meringis. Yunho meraih tangan Jaejoong yang bebas dari gips lalu menempatkan kecupan dalam di punggung tangan Jaejoong.

Saat Jaejoong melirik namja lain yang berdiri di samping Yunho, ia yakin bahwa laki-laki itu baru saja mengerutkan kening bingung dengan apa yang dilakukan Yunho. Mungkin tidak akan aneh jika Yunho melakukannya pada seorang yeoja. Tapi seperti itulah seorang Jung Yunho, tidak merahasiakan apapun perasaannya. Berbeda dengan dirinya yang menyangkal mati-matian tentang perasaan pribadinya sendiri.

Laki-laki asing itu berdehem mencoba menarik perhatian Yunho dan Jaejoong.

"Menurut hasil penyelidikan, kebakaran yang yang terjadi di pabrik bukanlah kecelakaan belaka.  Ada yang sengaja memutus kabel yang terhubung antara panel listrik dan menaikkan pembangkit listriknya tanpa pengaman sehingga terjadi consleting dan menyebabkan ledakan. Lebih parahnya lagi ledakan itu terjadi tepat disamping ruang untuk bahan kimia." Yunho menaikkan alis matanya. Ia menatap laki-laki yang diketahui Jaejoong adalah polisi setempat namun tangan Yunho masih setia menggenggam jemari Jaejoong.

"Jaejoong ssi. Apa anda bersama seseorang saat kejadian sebelum kebakaran itu? bagaimana bisa anda terkunci dalam ruangan itu? menurut dugaan kami, pintu itu sengaja dikunci dari luar agar anda tidak bisa selamat dari kebakaran itu."

Seolah berfikir sesuatu, Yunho menggeram tiba-tiba.

"Park Hwan Hwi." Ucap Yunho tiba-tiba. Jaejoong memilih memejamkan matanya saat Yunho menyebut nama itu. Tanpa Yunho sadari Jaejoong menggeleng dan sebutir air mata mengalir melewati pelipisnya.

"Pasti gadis itu yang melakukannya. Dia menginginkan Jaejoong, tetapi tidak bisa memilikinya. Lalu gadis itu frustasi dan menyebabkan semua kegilaan ini. Kalian harus menangkapnya dan menghukum gadis itu seumur hidup." Lagi-lagi Jaejoong menggeleng dan menutup rapat kedua matanya.

"Kami akan menyelidikinya Yunho ssi. Kami akan memberitahu anda kembali jika menemukan informasi yang penting." Laki-laki dari kepolisian itu berangsur pergi dan menyisakan Yunho berdua bersama Jaejoong. Keheningan melingkupi sampai Yunho mengulurkan tangannya membelai wajah Jaejoong yang sedikit dihiasi memar.

"Maafkan aku." Ucap Yunho pelan penuh dengan penyesalan.

"Aku berjanji akan membuat siapapun yang menyakitimu mendapatkan balasan yang setimpal." Janjinya, namun Jaejoong segera menggelengkan kepalanya.

"Jangan menyakitiku saat aku sedang sakit bear." Lirihnya nyaris tanpa tenaga. Yunho mengerutkan keningnya tidak mengerti. Lalu Jaejoong memanggilnya apa barusan? 'bear' entah kenapa ada sesuatu yang membuncah saat namja cantik itu kembali memanggilnya dengan panggilan sayang mereka seperti dulu. "Joongie..."

Jaejoong menggeleng dan membuat isyarat agar Yunho menundukkan kepalanya. Dengan ragu Yunho menurutinya. Setelahnya, ia terkejut bukan main bagitu Jaejoong mengecup bibirnya singkat.

"Apa kau sudah menyadari kesalahanmu?" bibir Yunho terasa kelu, tanpa mangatakan apa-apa laki-laki itu mengangguk. Sesuatu yang basah berkumpul di bawah kelopak matanya. Kapanpun siap keluar saat Yunho berkedip sekali saja.

"Bagus sekali." Guman Jaejoong sangat pelan di hadapan wajah Yunho.

"Apa kau akan menjadi Yunhoku yang dulu lagi?" Yunho langsung menganggukkan kepalanya dan menyebabkan genangan itu akhirnya terlepas dan jatuh membasahi pipi Jaejoong.

"Kau tidak akan melarangku melakukan apapun yang kuinginkan?"

Menggigit bibirnya, Yunho menggeleng sehingga senyuman terulas di bibir Jaejoong.

"Terimakasih telah menyelamatkanku bear." Yunho terisak tanpa bisa lagi menahannya. "Bodoh. Bukankah kau yang menyelamatkanku eoh? Kau mendorongku dan membuat dirimu sendiri terluka. Kenapa Joongie? Kenapa kau melakukan itu?"

"Karena aku tidak ingin melihat orang yang kucintai merasakan sakit."

Tersentak, Yunho menjauhkan wajahnya dari Jaejoong dan menatap namja cantik itu dengan tertegun. "Jae... kau__"

"Aku mencintaimu bear. Saat tahu bahwa kau adaalah seorang gay sama sepertiku. Itu tidak berubah sampai sekarang."

"Jae...  kau benar-benar membuatku menjadi seperti orang gila." Yunho langsung merengkuh wajah Jaejoong dan mengecupnya bertubi-tubi. Menyalurkan kasihnya, perasaannya dan cintanya yang begitu besar pada namja cantiknya.

Tok
Tok

Ketukan pintu mengganggu moment penuh haru mereka. Yunho menatap wajah Jaejoong dan tersenyum lembut. "Istirahatlah. Aku akan mengurus semuanya. " ujarnya kemudian beranjak pergi. Namun Yunho berhenti dan melihat Jaejoong saat merasakan sedikit tarikan di telapak tangannya. Jaejoong menahannya. "Aku berjanji tidak akan membuatmu sakit atau kecewa. Percayalah padaku Joongie." Janjinya hingga akhirnya benar-benar pergi dari ruang rawat Jaejoong.

Jaejoong bisa mendengar suara Yunho yang memekik keras di luar pintu.

"Mwo? Gadis itu sudah meninggal? Tidak mungkin. Aku bertemu dengannya dua hari yang lalu sebelum kebakaran terjadi."

"Anda bisa melihat sendiri catatannya Yunho ssi. Park Hwan Hwi benar-benar telah meninggal enam bulan yang lalu akibat komplikasi pasca operasi."

"Ini tidak masuk akal sama sekali." Hardik Yunho dan Jaejoong mendengar kedua orang itu akhirnya meninggalkan koridor dengan langkah tergesa.

Disisi lain suara pintu yang berderit membuka, kembali mengalihkan perhatian namja cantik dalam balutan busana pasien itu. Jaejoong mengernyit saat memperhatikan sepasang kaki yang terbungkus dalam sepatu boot tinggi dilengkapi highheels sekitar 17 cm hingga menimbulkan suara ketukan pada lantai rumah sakit. Sebuah rok ketat di atas lutut dan jacket kulit mahal menyempurnakan penampilan sosok yang saat itu berdiri disamping ranjang rawat Jaejoong.

"Well, kau selamat ternyata." katanya. Lalu menyeret kursi untuk alas duduknya. Sosok itu menyilangkan kakinya dengan anggun kemudian tersenyum pada Jaejoong.

"Seperti yang kau lihat. Kau juga berbaik hati mau menjengukku di tempat ini." ujar Jaejoong berusaha tersenyum.

"Aku datang untuk mengucapkan salam perpisahan padamu."

"Terimakasih atas perhatianmu Dara ssi?"

1 jam sebelum kebakaran

Jaejoong baru saja  kembali di pabrik saat tiba-tiba lenganya ditarik seseorang. Ia menoleh dan melihat sosok Park Hwan Hwi, gadis yang beberapa saat lalu memeluknya di restoran kini berdiri di hadapannya, menatapnya dengan wajah manis yang dipakasakan.

"Bisakah kita bicara di tempat yang cukup tenang Jaejoong oppa?" tanyanya dengan nada suara yang sedikit dihaluskan namun tidak mengurangi kesan aneh bagi Jaejoong.

"Baiklah. Aku juga ingin menanyakan sesuatu padamu. Kau bisa mengikutiku." Gadis itu mengangguk dan berjalan beriringan bersama Jaejoong menuju ruang produksi di pabrik Ju Ahn.

"Jae! Yeaa... yang sekarang jadi orang sample. Kau lupa padaku teman eoh!. Benar-benar menyebalkan!"  Jaejoong berhenti saat  teman sesama operatornya dulu Kang Dogun menyapanya. Laki-laki itu meninju pelan bahu Jaejoong lalu melirikkan matanya pada gadis yang berdiri disamping Jaejoong.

Park Sandara atau sosok Park Hwan Hwi yang menyamar itu memutar bola mata jengah saat melihat Kang Dogun yang mencoba bermain mata dengannya. "Hei, Jae nuguya? Karyawan baru?"

"Mianhe Dogun-ah. Aku sedikit buru-buru. Tapi lain kali kita pasti akan minum bersama."

"Okey. Aku mengerti. Jangan lupa kenalkan dia padaku." Jaejoong hanya memberikan senyumnya sebagai jawaban. Kemudian melanjutkan perjalanannya.

Saat pintu ruang hijau itu menutup, Jaejoong berbalik hingga tatapan doe eyesnya bertemu dengan manik turquose dihadapannya. Menghela nafasnya, Jaejoong berjalan mendekat dengan kedua tangannya berada dalam saku celananya. "Siapa kau sebenarnya?" pertanyaan itu sukses mengubah ekspresi wajah Sandara Park. Kedua matanya membola, salivanya tertelan  dengan susah dan kegelisahan melingkupinya.

"Apa maksudmu? Bukankah kau sudah tahu bahwa aku adalah Park Hwan Hwi? Gadis yang kau temui di pinggir jalan waktu itu. Aku bahkan memberikan kartu nama padamu. Apa kau lupa Jaejoong oppa? Kau menulis nomor ponsel dan alamatmu di sebuah tissue tapi aku menghilangkannya. Kau tidak ingat itu?"

Jaejoong menggeleng. Ia berjalan mendekat hingga jarak tubuhnya dengan Sandara hanya berkisar beberapa centi. Jaejoong memajukan wajahnya membuat gadis itu justru memundurkan tubuhnya. Tatapan menuntut yang dilontarkan Jaejoong seolah memerangkap gadis itu. Hingga Jaejoong mendekatkan bibirnya disamping kepala Sandara dan berbisik pelan.

"Aku tahu kau bukan Park Hwan Hwi."

Deg

Sandara terkejut dan tubuhnya membeku. Ia menatap Jaejoong penuh tanya. Bagaimana bisa namja ini tahu yang sebenarnya? Jaejoong mengetahui penyamarannya?

"Bagaimana bisa kau mengetahui itu?" Bibir cherrynya menyunggingkan senyum saat Jaejoong kembali menjauhi Sandara.

Bersedekap dada, Jaejoong melembutkan ekspresi wajahnya.

"Suara. Kau memiliki suara yang berbeda dengan Hwi ssi. Meskipun wajah kalian sangat mirip, tapi suara kalian berbeda. Nada suaramu, cara bicaramu dan saat kau memanggilku. Semuanya sangat berbeda. Hwi ssi tidak pernah memanggilku oppa. Dia akan selalu memanggilku Jaejoong ssi."

Sandara tertegun. Setelahnya sebuah senyuman yang lama kelamaan berubah tawa itu terlontar dari bibirnya. Ia berdecak dan menarik nafasnya lalu menatap Jaejoong  kembali.

"Baiklah, kau membuat kesalahan karena telah mengetahui yang sebenarnya  Jaejoong Oppa..." Jaejoong mengernyit saat  gadis itu menekankan kata 'oppa' untuknya. Namun sebuah perasaan nyeri tiba-tiba bergejolak di perutnya saat melihat wajah gadis dihadapannya berubah sendu.

"Kau pasti tidak melakukan semua ini hanya untuk main-main bukan. Menyamar sebagai Park Hwan Hwi, datang menemuiku dan Yunho. Apa ada sesuatu?" tanyanya lebih hati-hati.

"Geure, aku melakukan semua ini demi almarhum kakakku."

Jaejoong tercekat, hingga tubuhnya mundur beberapa langkah. "Apa kau bilang? Hwi ssi... dia__"

Sandara mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Gadis itu perlahan menumpahkan sebuah cairan kedalam sapu tangan miliknya lalu mengusapkannya pada permukaan wajahnya. Beberapa menit kemudian apa yang Jaejoong saksikan membuat namja cantik itu kembali terpaku. Wajah dihadapannya memang ada kemiripan dengan sosok gadis bernama Park Hwan Hwi yang pernah dikenalnya, tetapi bentuk hidungnya berbeda. Hanya mata mereka yang sebenarnya terlihat sama. Jaejoong mengamati dengan seksama saat gadis dihadapannya melempar peralatan yang baru saja digunakannya kelantai dan berjalan menghampirinya.

SET

Gadis itu menarik seragam kerja Jaejoong dan menggenggamnya erat. Jarak dekat  itu membuat Jaejoong bisa melihat ada sesuatu yang tergenang di pelupuk matanya.

"Karena kau, eonni meninggal. Seharusnya dia tidak menyukaimu, seharusnya dia tidak tergila-gila padamu. Seharusnya kakakku tidak mengenalmu. Aku tidak bisa membayangkan betapa hancurnya hati kakakku seandainya tahu bahwa laki-laki yang telah membuatnya jatuh cinta, ternyata tidak lebih dari seorang gay sepertimu." Geram Sandara sambil menahan isakan yang seharusnya tidak lolos dari mulutnya.

"M-mianhe... ini salahku." Katanya penuh penyesalan. Jaejoong mengerti dengan sangat bahwa apa yang dikatakan gadis yang saat ini bersandar padanya adalah kebenaran. Sandara mendorong tubuh Jaejoong hingga menabrak dinding. Tatapannya berubah dingin. "Inilah alasanku datang menemui kalian. Aku pasti akan membalas kematian kakakku."

Jaejoong hanya diam, namun tangannya merogoh saku celana kerjanya lalu mengeluarkan sesuatu dan menggenggamnya. "Apa Hwi ssi menceritakan semuanya padamu? Tentang aku dan Yunho?"

Sandara menggeleng. "Aku hanya hidup berdua dengan kakakku meskipun kami terpisah di negara yang berbeda. Tapi kami saling memberi kabar satu sama lain. Hanya kami yang tersisa dari kecelakaan yang menewaskan kedua orang tua kami. Park Hwan Hwi dan Park Sandara."

Menelan salivanya sejenak, Sandara kembali melanjutkan ceritanya. "Dia adalah gadis yang sangat baik.  Tapi satu-satunya kesialan dalam hidupnya adalah mengenal Jung Yunho. Aku tahu semua isi hati kakakku lewat jurnal yang selalu ditulisnya."

"Dengarkan aku, ada sesuatu yang dulu sempat dititipkan Hwi ssi padaku. Mungkin ini bisa menjelaskan semuanya padamu. Aku sudah menyimpan semuanya."

"Tidak ada yang perlu untuk dijelaskan lagi. Yang kuyakini sekarang adalah Jung Yunho, orang yang telah membunuh kakakku. Dan aku juga tau dengan membunuhmu, maka itu juga akan membunuh Jung Yunho."

Jaejoong tidak sempat mengelak saat Sandara membungkam pernafasannya dengan sehelai sapu tangan hingga membuatnya tidak sadarkan diri dan terjatuh. Setelahnya gadis itu berjongkok dan memungut sesuatu dalam tangan Jaejoong. Sandara mengernyitkan dahi saat mendapati ponsel Jaejoong. Namun ia tetap meraihnya dan meninggalkan Jaejoong begitu saja. Mengunci pintu kemudian menjalankan semua rencana yang telah disusunnya untuk membalas dendam pada Jung Yunho dengan membunuh Kim Jaejoong terlebih dahulu.

Rumah Sakit
Saat ini

"Jaejoong ssi. Maaf mengganggumu. Aku ingin mengaku sesuatu padamu. Ini tentang perasaanku dan isi hatiku yang tidak mampu kuucapkan padamu secara langsung. Hanya rekaman suara ini yang mampu aku sampaikan padamu. Kim Jaejoong, Saranghae... Aku mencintaimu yang berhasil membuat jantungku bergemuruh, aku mencintaimu yang telah membuatku tersenyum saat membayangkan wajahmu. Aku mencintaumu karena membuatku memahami sesuatu. Tentang kau dan Yunho oppa. Kau ingat tissue yang berisikan alamat serta nomor ponselmu? Aku tidak pernah lupa ataupun membuang benda itu. Yang kulihat adalah benda itu ada ditangan Yunho oppa. Aku tidak pernah tahu orang seperti apa yang berhasil membuat seorang Jung Yunho benar-benar tidak bisa kembali menjadi seorang namja yang normal atau menyukaiku sebagai tunangannya. Hingga aku tahu dan melihat setiap kali Yunho oppa datang untuk menemuimu, dia bahkan diam-diam menangis sambil menatapmu dari kejauhan.  Jaejoong ssi, aku tidak tahu semua alasan yang ada diantara kau dan Yunho oppa.  Kau adalah seseorang yang luar biasa bagiku dan tentu saja untuk Yunho oppa. Kau mengembalikan Yunho oppa  pada senyumnya, semangatnya dan juga kebahagiannya yang telah lama menghilang. Aku hanya berharap kau akan memaafkan apapun kesalahan yang pernah Yunho oppa lakukan di masa lalu dan semoga pesan suara yang kukirimkan ini bisa membuat kalian kembali bersama. Jung Yunho sangat mencintai Kim Jaejoong. Ingatlah hal itu Jaejoong ssi. Kembalilah padanya..."

KLIK

Sandara mematikan rekaman suara itu di ponsel Jaejoong. "Aku akan sangat menyesal seumur hidupku jika kau sampai meninggal Jae oppa. Setelah mendengar perkataan kakakku, aku benar-benar tidak tahu harus melakukan apa. Tapi aku bersyukur Jung Yunho berhasil menyelamatkanmu tepat waktu. Jadi permintaanku adalah tolong penuhi keinginan Hwi eonni untuk bersama lagi dengan namja itu."

Jaejoong memejamkan mata dan menggeleng dengan senyum terbingkai di bibirnya. "Kami sudah bersama lagi. Yunho sudah menyadari kesalahannya dan aku sudah memaafkannya." Katanya.

"Mwo? Aish!! Sudah kuduga, arraseo.  Kalau begitu aku akan membawa ponsel ini bersamaku. Kenangan milik kakakku yang terakhir. Kupikir kau tidak akan keberatan." Sandara tersenyum mendapat jawaban anggukan dari Jaejoong.

Mereka tidak tahu bahwa di balik pintu kamar itu seseorang tengah mendengarkan. Yunho menggeram dengan mata memerah menahan sesak yang merayapi perasaannya. Dia mendengar dengan jelas isi rekaman yang baru saja diputar dalam kamar itu. Ya Tuhan, apa yang sudah dilakukannya pada gadis berhati baik itu? Kau memang laki-laki brengsek Jung Yunho. Batinnya memaki. Isakan penuh penyesalan lolos dari bibir Yunho saat namja itu menyandarkan tubuhnya hingga merosot pada dinding. Yunho meraup kasar surainya, menjambaknya kesal. Erangan dilontarkannya.

Mencoba bangkit berdiri serta menarik nafas panjang, Yunho mencoba membuka pintu kamar rawat Jaejoong.

Sandara bahkan tidak bisa menyembunyikan pekikannya saat melihat Yunho masuk kedalam ruangan. Turquose miliknya kembali pada Jaejoong yang tengah memberikan senyuman lembut dibibirnya. Menghilangkan kegugupannya, Yunho berdehem dan mendekati ranjang dimana Sandara duduk disampingnya.

"Nuguseo?" Tanya Yunho berpura-pura. "Dia adalah temanku Yunho-ya. Sandara Park" Sandara mengangguk dan tersenyum kikuk, sementara Yunho. Wajah laki-laki itu tidak terbaca sama sekali. Benarkah Yunho tidak mengenalinya sebagai adik dari mantan tunangannya? Apakah Hwan  hwi tidak pernah menceritakan apapun tentang dirinya? Gadis itu menepis pikirannya lalu bangkit berdiri. Menyibak rambutnya kemudian mengenakan kembali kaca mata hitamnya. "Aku harus pergi untuk mengejar pesawat." Ucapnya.

Sandara mendekati wajah Jaejoong dan memberikan sebuah kecupan lembut dipipinya membuat Yunho mengernyitkan dahi namun tidak berbuat apapun kecuali diam. "Semoga cepat sembuh." Serunya kemudian pergi tanpa sedikitpun menoleh lagi ke arah Yunho.

Jaejoong menaikkan alis mata saat pandangannya beralih pada Yunho. "Kau sudah mengetahui yang sebenarnya bukan?" tanyannya tanpa sedikitpun terselip maksud apapun. Yunho mengangguk pelan lalu duduk pada kursi bekas Sandara. Wajahnya terlihat miris.

Yunho tersentak saat mendengar Jaejoong mendengus. "Sudahlah Yunho. Semuanya sudah berakhir. Jangan menyalahkan dirimu lagi. Bukankah kau sudah mendengar semuanya? Dia sudah memaafkan kita. Percayalah bear.." Benar kata Jaejoong, Hwan hwi sudah mengungkapkan semuanya. Gadis itu sudah tenang ditempat lain. Yunho memaksakan senyumnya. Sesaat keduanya sama-sama sibuk dengan pikiran mereka masing-masing namun suara pintu yang kembali berderit mengalihkan perhatian Yunho maupun Jaejoong.

"Ya Tuhan Joongiee.. " Jaejoong langsung menutup kedua matanya begitu mendengar pekikan itu. sudah jelas siapa pemilik suara tersebut. Ibunya. Sangat pasti. Begitu dia membuka matanya kedua sosok orang tuanya sudah berdiri disamping Yunho dan menatapnya sedih serta khawatir. Jaejoong melirik Yunho dan diam-diam mendelik kearah namja itu. Sedangkan Yunho berpura-pura mengusap tengkuknya seolah olah dirinya tidak tahu menahu perihal kedatangan kedua orang tua Jaejoong yang seharusnya berada di Jepang.

"Jangan menyalahkan tunanganmu Joongie. Apa yang dia lakukan sangat benar." Seperti ditepuk dengan lonceng yang menggema dalam telinganya. Jaejoong terbelalak tidak percaya. Tunangan? Siapa?

"Eomma apa maks__"

"Eomma, Appa. Jaejoongie masih sedikit pusing. Lebih baik kita tidak mengungkit hal-hal yang berat terlebih dahulu."

"Tidak Yunnie. Joongie pasti tidak tahu bahwa kau yang telah membuat kami mendapatkan kebenarannya." Jaejoong memberengut dengan alis terangkat. "Kebenaran?" tanyanya tidak mengerti. Ayah dan ibunya mengangguk. "Yunho datang ke Jepang dan mengatakan tentang hubungan kalian. Sehingga kami tahu bahwa gadis itu mencoba menipu keluarga kita dengan mengaku hamil. Demi Tuhan Joongie, kami sangat menyesal tidak mempercayaimu..."

Jaejoong hanya menghela nafasnya lalu menatap Yunho. Namja itu justru nyengir tanpa rasa dosa bahkan mengedipkan mata nakal pada Jaejoong. Membuatnya langsung mendengus.

"Jadi... kalian akan membawaku pulang ke Jepang?"

Kedua orang tua Jaejoong menggeleng sambil tersenyum. "Kita akan ke Vegas begitu kau sembuh sayang." Jaejoong semakin pusing dengan pembicaraan ini. Untuk apa ke Vegas?

"Kalian akan menikah disana bukan? Kami akan menyiapkan semuanya. Kau tenang saja Joongie, Yunnie sudah mengurus semua keperluan dan kami akan menangani selanjutnya."

Jaejoong sudah bersiap menyemburkan ungkapan terkejutnya, namun dengan sigap tangan Yunho sudah membungkam bibir plumnya. Yunho memasang wajah lembutnya dan berpaling pada kedua orang tua Jaejoong. "Eomma, Appa. Sepertinya kalian harus segera menemui dokter yang menangani Jaejoongie. Mungkin ada beberapa hal yang perlu di bicarakan." Ujarnya. Tuan dan nyonya Kim mengangguk  kemudian pergi meninggalkan mereka setelah memberi senyuman hangat untuk Jaejoong dan Yunho.

Begitu pintu tertutup serta bungkaman tangan Yunho dilepas. Jaejoong siap dengan seribu kata-kata menghujam untuk namja Jung itu.

"Yak. Apa yang sedang kaummpphh...."

Kata-kata itupun teredam oleh sebuah ciuman yang diberikan Yunho pada Jaejoong. Berkesan lembut dan dalam, penuh dengan cinta. Hingga membuat Jaejoong tidak mampu untuk melepasakan apalagi melewatkannya. Tentu saja Jaejoong tidak mau mengambil resiko memberontak karena tangan dan kakinya juga tidak bisa berkutik oleh adanya gips.

"So, we got married in Vegas eoh??" tanya Yunho dan mengerling Jaejoong.

Namja cantik itu hanya memasang senyumnya lalu kembali mencium bibir hati milik namja yang telah mendapatkan dirinya, cintanya dan kepercayaanya.

'jika aku mampu memutar waktu dan menyadari lebih awal kesalahanku, mungkin dia telah menjadi milikku sejak lama. Aku mengerti bahwa apa yang menurutku terbaik, apa yang menurutku lebih penting. Itu semua adalah kesalahan. Hal yang terbaik dan terpenting adalah apa yang kupikirkan, kupertimbangkan, kubicarakan, kurencanakan, dan ku jalani bersama Jaejoongku, bukan kehendakku semata melainkan kami berdua. Ya, kami berdua...'

.
.
I Know You Gay
Yunjae
.
.
Tamat

Continue Reading

You'll Also Like

403K 4.3K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
566K 10.1K 32
🔞 isinya jeongharu semua
213K 4.9K 14
Gue gak suka manis, kecuali Hunkai ❤ Hunkai Krisyeol And other
103K 11K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...