Cinta Satu Kompleks

Par TheSkyscraper

1.6M 29.8K 2K

Ini tentang Moza dan ketiga cowok yang tinggal satu kompleks dengannya. Ada Eghi, cowok yang Moza sukai. Lalu... Plus

Prolog
01| Minggu pagi Moza
02| Dua cowok menyebalkan
03| Aryan Suteja
04| Pertengkaran antara Ferrish dan Tejo
05| Mantan kekasih Ferrish
06| Dikejar Ferrish
07| Pulang bersama Ferrish
08| Kepulangan Kak Dylan
09| Pertengkaran dengan Masha
10| Moza mau kencan
11| Pertemuan Moza dengan Tejo
13| Rasa sesak di dada
14| Jadian, yuk?
15| Lari
16| Tamu tetangga sebelah
17| Rasa penasaran Moza
18| Jawaban dari pertanyaan Moza
19| Lagi-lagi bertemu Masha
20| Semua orang sibuk, kecuali Moza
21| Gosip hangat hari ini
22| Malam di rumah Moza
23| Kembali mencari gara-gara

12| Moza patah hati

57.4K 1.7K 190
Par TheSkyscraper

Seragam. Check.

Rambut. Oke banget.

Poni. Kece abis.

Wajah. Cantik sekali.

Tampak samping. Tetap cantik.

Tampak belakang. Kece badai.

Senyum. Manis dan menawan.

Aku mengangguk puas menatap penampilanku di cermin. "Lo kok cantik banget sih, Moz? Untuk gue adalah lo," kataku memberikan gerakan tembakan dengan tangan ke arah cermin yang menampilkan sosokku sendiri yang sudah rapi dengan seragam dan tas punggung.

Setelah yakin tidak ada yang tertinggal, aku langsung saja berjalan keluar kamar. Pagi ini aku akan berangkat ke sekolah bareng dengan Dennis. Bukan karena aku ingin sih, berangkat bareng sama dia—karena tentu saja aku inginnya berangkat bareng sama Kak Eghi—tapi, karena sejak semalam Dennis menerorku dengan ajakan berangkat bareng ke sekolah. Cowok menyebalkan itu mengirimiku pesan instan dan menghubungiku berkali-kali hanya untuk mengajakku berangakat ke sekolah bareng. Dan ketika kublokir nomor kontaknya, dia malah nyamperin langsung ke rumah. Rese banget kan? Akhirnya dengan sangat terpaksa aku mengiyakan ajakannya pergi ke sekolah bareng.

Terdengar alunan lagu dari arah depan kamarku yang membuatku mengernyitkan dahi. Suara bising dan berisik membuatku langsung berderap ke arah kamar itu. Segera aku berderap menuju kamar tersebut dan langsung membuka pintunya. Kudapati seorang cewe berambut panjang yang mengenakan dress selutut berwarna putih tengah menari-nari di karpet depan tempat tidur mengikuti irama musik.

Aku menelengkan kepala menatap cewek itu. "Kak Shila?" panggilku kebingungan.

Cewek itu menoleh ke arahku sambil melambaikan tangan. "Hai, Moza," sapanya.

Aku melebarkan mata, menatapnya tak percaya. "Kak Shila!" seruku menghambur masuk ke dalam kamarnya. "Kapan lo balik?"

"Tadi sekitar jam lima sampai rumah," jawabnya seraya mengecilkan volume musik yang mengalun.

"Kok nggak ngabarin kalau pulang?" tanyaku duduk di atas kasurnya.

"Surprise!" katanya tersenyum lebar.

Aku terkekeh. "Omong-omong lo nggak ngasih gue oleh-oleh?" tanyaku.

"Kan gue nggak piknik, Moza. Gue tuh kuliah. Mana ada oleh-oleh," ucapnya yang membuatku berdecak.

"Dasar pelit," gerutuku.

"Memangnya kehadiran gue sendiri bukan sebuah oleh-oleh buat lo?" Kak Shila tersenyum lebar yang membuat kedua lesung pipitnya terlihat. Kedua telunjuknya kini sudah menunjuk pipi kanan dan kirinya, mencoba bersikap imut.

Sontak aku pura-pura muntah ketika melihat ekspresi Kak Shila yang bagiku menggelikan. Untung Kak Shila cantik, jadi dia tidak terlihat begitu menjijikan.

"Moza! Udah ditungguin Dennis di luar," seru Mama dari lantai satu.

"Lo ke sekolah bareng Dennis?" tanya Kak Shila.

Aku mengangguk. "Terpaksa," jawab.

"Shila! Ada yang nyariin," kata Mama lagi setengah berteriak.

"Siapa yang nyariin lo pagi-pagi gini?" tanyaku mengernyitkan dahi menatapnya curiga.

Kak Shila mengangkat kedua bahunya. "Nggak tahu," jawabnya.

Kemudian kami berdua turun ke lantai bawah. Mama bilang yang mencari Kak Shila ada di depan. Lalu, kami berdua sama-sama ke luar rumah karena aku pun hendak pergi ke sekolah. Dan aku juga penasaran siapa yang mencari Kak Shila. Apa jangan-jangan pacarnya? Tapi, setahuku Kak Shila jomlo.

Di teras rumah aku melihat Kak Eghi tengah tersenyum ke arahku dan Kak Shila. Secara otomatis bibirku langsung melengkung ke atas menatapnya.

"Hai," sapanya ketika aku dan kak Shila mendekat kearahnya.

"Hai," sapaku dan Kak Shila bersamaan.

"Udah balik?" tanya Kak Eghi kepada Kak Shila.

Kak Shila menganggukkan kepala. "Iya," jawabnya.

"Katanya bakalan balik lusa?" tanya Kak Eghi lagi.

"Kan surprise."

"Oh," ucap kak Eghi singkat sambil tersenyum manis.

Aku melirik ke arah Kak Shila yang juga ikut tersenyum manis ke arah Kak Eghi. Bahkan, dia terlihat seperti malu-malu kucing. Mendadak perasaanku jadi tidak enak. Aku merasa ada yang aneh dengan mereka berdua.

"Oh ya, gue ada sesuatu buat lo," kata kak Eghi seraya berjalan ke arah kursi yang ada di teras. Kak Eghi mengambil boneka yang ia letakkan di sana.

Aku menatap boneka itu dengan tatapan tak percaya. Itu adalah boneka yang Kak Eghi beli bersamaku di mal beberapa hari yang lalu.

"Ini buat lo," kata Kak Eghi menyerahkan boneka Mini Mouse kepada Kak Shila.

Dengan senyum lebar dan kebahagiaan yang tidak bisa ditutupi, Kak Shila menerima boneka itu.

"Lucu banget! Makasih ya," balas Kak Shila.

"Masih ada lagi," ucap Kak Eghi seraya membuka tas punggungnya lalu mengeluarkan sebuah buku jurnal. "Buat lo."

"Apa ini?" tanya Kak Shila menatap Kak Eghi dengan bingung.

Kak Eghi memberi Kak Shila senyum kecil yang tampak manis di wajahnya. "Baca aja nanti," ucapnya ringan.

Kak Shila menganggukkan kepala tampak malu-malu.

Melihat Kak Eghi dan Kak Shila yang saling menatap dengan tatapan penuh sayang membuat hatiku terasa perih. Aku merasa sangat bodoh. Manusia paling tolol satu dunia. Bagaimana bisa aku tidak menyadari perasaan mereka berdua? Bagaimana bisa aku sebuta ini? Dan bagaimana bisa aku suka dengan cowok yang jelas-jelas menyukai kakakku sendiri? Dan aku pun yakin kakakku juga menyukai Kak Eghi.

Din! Din!

Suara klakson mobil dari arah depan rumahku membuat kami menoleh.

"Moz, lo udah ditungguin sama Dennis dari tadi," kata Kak Eghi seraya menunjuk mobil Dennis di depan rumahku.

Aku menganggukkan kepala dengan lesu. "Gue berangkat dulu," kataku sambil menundukkan kepala, tidak sanggup menatap kebahagiaan yang terpancar dari wajah Kak Shila maupun Kak Eghi.

Aku berjalan menuju mobil Dennis yang sudah berada di depan rumahku sejak tadi. Aku langsung membuka pintunya dan masuk ke dalam.

"Lama banget sih, Moz. Gue udah nunggu dari tadi," kata Dennis kepadaku.

Aku hanya bergumam menjawab ucapan Dennis seraya memasang sabuk pengaman.

"Omong-omong Kak Shila balik ya?" tanya Dennis lagi.

Aku kembali bergumam. Aku merasa tidak punya energi lebih untuk sekadar berbicara dengan Dennis. Hatiku terasa sakit. Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang dalam diriku.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Dennis terdengar khawatir.

Aku hanya menganggukkan kepala sambil membuang wajah ke arah jendela di sampingku.

"Berangkat sekarang?"

"Hmm," gumamku tak begitu peduli.

Kemudian mobil yang Dennis kendarai mulai meninggalkan kompleks perumahan kami. Samar-samar aku mendengar Dennis mengajakku bicara. Tapi, perasaanku terlalu berantakan untuk sekadar menyahut atau membalas ucapannya.

Aku masih tidak menyangka jika Kak Eghi menyukai Kak Shila. Seharusnya aku tahu jika perasaan Kak Eghi hanya untuk Kak Shila. Karena dengan begitu, mungkin aku masih bisa menghentikan perasaan sukaku ke Kak Eghi sebelum perasaan itu berkembang sebegini hebatnya.

Tak lama kemudian aku menyadari bahwa mobil yang dikendarai Dennis sudah berbelok ke area sekolah. Setelah mobil yang kutumpangi ini berhenti di tempat parkir, aku segera keluar dari mobil tanpa berniat basa-basi ataupun menunggu Dennis. Aku ingin segera sampai di kelas, duduk di mejaku lalu membenamkan kepalaku pada lipatan tanganku di atas meja. Dan kalau beruntung, mungkin saja aku tidak akan menangis.

Aku berjalan gontai di lorong kelas. Saat ini aku merasa seperti zombie yang hanya berjalan tanpa akal pikiran. Karena entah mengapa semuanya yang ada pada diriku terasa kosong. Aku bahkan tidak tahu apa yang akan aku lakukan setelah ini. Fakta bahwa cintaku sudah tertolak bahkan sebelum dinyatakan cukup membuatku kehilangan semangat untuk melakukan apa pun.

Tiba-tiba kurasakan seseorang menarik tanganku.

"Awas! Jalan matanya di pasang dong!" kata orang tersebut memarahiku.

Aku menatap kaget arah depanku. Karena, jika hampir saja aku menabrak pintu kelas yang terbuka ke arah luar. Kalau bukan karena tarikan tangan orang di belakangku, mungkin saat ini wajahku sudah memar karena menabrak pintu.

"Lo kenapa sih Moz?" tanya orang tersebut sambil membalik badanku.

Dan ternyata orang yang sudah menyelamatkanku dari insiden menabrak pintu adalah Ferrish. Ya, cowok menyebalkan sebelah rumahku.

Aku menggeleng sambil menepis tangannya dari lenganku.

Aku kembali berjalan meninggalkannya. Dan lagi, aku ditarik.

"Mata lo ketinggalan di rumah atau bagimana, sih?" omel Ferrish lagi.

Dan seperti tadi, aku hampir menabrak sesuatu, kali ini daun jendela kelas yang terbuka.

Aku mendengus sebal sambil melepaskan cekalan tangannya pada tanganku.

"Nanti kalau lo nabrak beneran gue biarin," omelnya.

Tanpa mempedulikan Ferrish lagi, aku kembali berjalan meninggalkannya. Mungkin tidak ada salahnya menabrak sesuatu. Siapa tahu rasa sakitnya dapat menyamarkan perasaan tidak mengenakan pada hatiku karena Kak Eghi dan Kak Shila.

Tak lama kemudian, badanku kembali ditarik sehingga aku berhenti.

"Astaga! Lo kenapa, sih Moz?" tanya Ferrish jengkel sendiri. "Tembok di depan kayak gitu mau lo tabrak? Lo kira lo bisa nembus tembok apa? Sekarang lo sudah jadi superhero sebangsa Hulk?"

Ya, benar. Di depanku sudah ada tembok kelas. Apa mataku juga ikut kacau karena hatiku terluka? Astaga.

"Lo kenapa?" tanya Ferrish lagi terdengar bingung dan penasaran.

Aku menghela napas dalam lalu menggelengkan kepala.

"Wow, lo nggak ngamuk sama gue. Lo benar-benar kenapa-napa," kata Ferrish. "Lo sakit?"

Aku berdecak. "Nggak. Gue nggak sakit. Gue nggak kenapa-napa," kataku kesal karena sejujurnya aku memang kenapa-napa. Dan hatiku pun terasa sangat sakit tak tertahankan.

"Moza!"

Panggilan itu membuatku menoleh ke belakang. Kini kulihat Dennis tengah berlari ke arahku dengan terburu-buru.

"Lo...marah sama gue?" tanyanya sambil mengatur napas.

"Hah?" tanyaku bingung.

"Lo tiba-tiba cabut gitu aja. Dari tadi juga lo diemin gue," kata Dennis.

"Habis lo apain dia, Denn?" tanya Ferrish terdengar penasaran.

"Seingat gue, gue nggak habis ngapa-ngapain dia, Rish. Gue Cuma jemput dia buat berangkat bareng."

"Serius? Kali aja lo melakukan sesuatu hal yang bikin dia linglung nggak jelas gini."

"Linglung nggak jelas gimana?" tanya Dennis bingung.

"Jalan dari sono sampai sini aja dia udah mau nabrak pintu sama jendela. Terus barusan nih tembok juga mau dia tabrak. Sakit nih, anak," kata Ferrish melirikku dengan tatapan menilai.

"Serius, Rish? Tapi, gue beneran nggak ngapa-ngapain dia, lho," ucap Dennis bingung sendiri. "Apa mungkin Moza belum sarapan?"

Ferrish menganggukkan kepala. "Bisa jadi belum sarapan buat ketiga kalinya makanya jadi begini. Dia kan makanya banyak," komentar Ferrish sepertinya tengah meledekku.

Aku menghela napas dalam lalu berjalan meninggalkan mereka berdua. Aku tidak

punya energi untuk berdebat dengan Ferrish ataupun menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Dennis. Otakku sedang tidak berfungsi dengan benar. Dan hal ini karena patah hati.

Bagaimana bisa aku harus menyukai orang yang sama yang juga disukai oleh Kak Shila, kakakku sendiri?

Ya Tuhan, hatiku rasanya sakit. Aku merasa sangat galau.

Tak lama setelah aku berjalan, aku merasakan lengan kanan dan kiriku ditarik secara bersamaan.

"Itu toilet cowok, Moza!" kata Dennis dan Ferrish bersamaan.

--------------------

[Repost-02.07.2021]

Halo! 

Adakah di antara kalian yang kalau patah hati sedramatis Moza? hihihihi

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

1.7M 122K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
MARSELANA Par kiaa

Roman pour Adolescents

1.7M 70.3K 32
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.5M 129K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
ALZELVIN Par Diazepam

Roman pour Adolescents

5.9M 329K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...