One In A Million

By madinadandelion

88.7K 14.9K 575

[Tamat] Seulgi berpikir jika dunia tidak adil padanya saat karir bermusiknya harus berhenti. Tapi ketika duni... More

01_Akhir
02_Awal
03_Musim Dingin
04_Dokter
05_My Daddy
06_Jalan-Jalan
07_Menggapaimu
08_Minggu Pagi
09_Tentang Dia
10_Malaikat Penolong
11_Terima Kasih, Jim!
12_Sebuah Ikatan
14_Menebak Pikiranmu
15_Ada Apa Denganmu, Seul?
16_Bertanya Dalam Hati
17_Tragedi Selai Kacang
18_Resah
19_Angin Pujaan Hujan
20_Dunia Sempit Sekali
21_Menujumu
22_Sebuket Bunga Pemberian Jackson
23_Aku Menyukaimu
24_Untuk Perempuan Dalam Pelukan
25_Persimpangan Jalan
26_Kembalinya Sang Pejuang
27_Mungkin Kau Orangnya
28_Menjemputmu
29_Kejutan
30_Stars In Your Eyes

13_Alasan

2.4K 472 13
By madinadandelion

Jimin menunduk tatkala tubuhnya sudah berada di atas ranjangnya. Ada bocah laki-laki yang terlelap di sana, wajahnya terlihat lelah, mungkin efek dari demam yang baru saja turun.

Hei, jagoan! Ayah datang!

Bisik Pemuda Park dengan senyum lembut, dikecupnya pelan pipi putranya hingga yang punya pipi melakukan pergerakan kecil. Menggeliat tanpa membuka mata, bibirnya yang terbuka terlihat menggemaskan ditambah dengan pipi bulat. Oh, jangan lupa surai keritingnya dibiarkan semakin panjang oleh Jimin, sengaja agar terlihat lebih kecowokan katanya.

"Jim, jangan ganggu dia!" Ibu Park telah berada di pintu kamar, melipat kedua tangan mengamati putranya menggoda si cucu.

"Masih hangat, bu."

"Hem. Suhunya baru saja turun. Kau tidak tahu betapa sulitnya menidurkan Jackson."

Atensi pemuda itu masih pada Jackson, direbahkan tubuhnya berada di samping putranya.

Park Jimin bukan laki-laki yang menyukai anak kecil secara berlebihan, namun pengecualian untuk Jackson. Bocah itu menarik semua perhatiannya.

Dua bulan yang lalu ia bertemu dengan Francois, jurnalis asal Perancis saat pameran fotografi. Tidak banyak yang hadir tapi justru itu yang membuat Jimin mudah mengenali tamu yang datang.

Jimin bercerita tentang Jackson saat mereka membahas tentang Benua Hitam. Ternyata banyak yang seperti dirinya, mengadopsi anak-anak yang terlantar untuk diberi penghidupan yang layak di sini. Bahkan Francois sudi mengenalkan siapa saja orang-orang yang pernah melakukan hal mulia seperti Jimin.

Lalu, ada yang menggelitik benak Pemuda Park itu. Tentang seorang putri keturunan ningrat di Somalia yang menikah dengan jurnalis Perancis, namun mereka akhirnya meninggal. Konon ada anak lelaki yang telah dilahirkan, namun entah hilang di mana.

Aku mengadopsinya karena dia berbeda dengan yang lain. Kulitnya terutama. Para pengungsi itu menghiraukan keberadaan Jackson karena warna kulitnya yang terlihat lebih terang dibandingkan anak-anak yang lain.

Jimin tidak mau menduga, tapi jika ingin membayangkan, mungkin anak itu akan terlahir mirip dengan Jackson. Tapi dia tidak perlu memperhatikan cerita itu, karena tidak mungkin Jackson yang dimaksud -seandainya iya. Somalia terlalu luas jika diisi satu anak itu saja.

Mendekap tubuh mungilnya, Jimin merasa benar memiliki Jackson dalam hidupnya.

"Ayahmu mulai mengkuatirkan Jackson."

Jimin menatap dalam posisi terbaring miring, bahkan kaos kakinya belum terlepas dari dua kakinya. "Bukankah itu bagus, bu?"

Ibu Park tersenyum simpul. "Anak-anak selalu memiliki sejuta pesona, Jim."

"Termasuk aku dulu?"

Berdecak kecil, Ibu Park berjalan menghampiri sang putra. Diraihnya tas ransel, mengeluarkan baju kotor seperti biasanya. "Luangkan waktumu untuk Jackson sebelum keberangkatanmu ke Keswick."

"Oke, bu."

--------

"Bagaimana hubunganmu dengan Yerim?"

Pertanyaan pertama yang terlontar saat Jimin bertemu dengan Jungkook saat mereka minum di salah satu kafe kawasan Holland Park.

"Masih menghindar."

"Lalu? apa yang sudah kau lakukan?"

Mendesah kecil, Jungkook mengedikkan bahu. "Belum apa-apa sudah ngambek. Kenapa perempuan seperti itu?"

Jimin tersenyum geli, dibelahnya surai menuju belakang. "Sebenarnya apa yang kau lakukan di hari yang seharusnya kau habiskan dengan Yerim?"

Jungkook mengerjap sekali. Tampak wajahnya kian tirus dengan rambut hitam legam. Mungkin efek jaga malam yang terlalu sering, resiko menjadi dokter residen penyakit dalam. "Eunha memaksa menemuiku dengan alasan yang harus kudengar."

"Apa itu?"

"Dia mengatakan jika seseorang melamarnya di Seoul," Jungkook mengangkat wajah, tatapannya dilepaskan pada jendela besar menuju jalanan. "Dia ingin mendengar pendapatku."

"Lalu? Kau jawab apa?"

"Kujawab bagus, itu saja."

"Hem....," Jimin mengangguk-angguk. "Kau sedih mendengarnya?"

Jungkook menggeleng. "Tidak. Fokusku teralihkan pada hal lain."

"Eunha tahu? Maksudku, apa yang menjadi fokusmu sekarang ini?"

"Sepertinya iya, tapi entahlah. Dia masih menghubungiku lagi tapi tidak kubalas."

Mengangguk sekali lagi. "Oh, lalu kau mengejar Yerim setelahnya?" Pertanyaan Jimin berlanjut.

Jungkook berdecak kecil, bahunya sedikit turun. "Yerim itu selalu seperti itu."

"Kau tahu kenapa dia melakukannya? Menghindarimu?"

Diam, Jungkook hanya menatap wajah Jimin.

"Karena dia tidak ingin tersakiti jika suatu saat kau kembali pada Eunha. Coba pikir, memang selama ini untuk apa Yerim berusaha menghiburmu kalau bukan karena perhatian yang lebih? Kau ini tidak peka atau apa, Kook?"

Jungkook sadar, jika ditanya fokusnya apa saat ini, mungkin ia akan menjawab setengahnya adalah Bungsu Kim. Tapi Jimin tidak menanyakannya.

"Kalau memang Eunha bukan pilihanmu, bagaimana dengan Yerim?"

--------

Soojung berdiri di depan jendela dapur dan cemberut menatap langit mendung di luar. Ia memang sudah terbiasa dengan cuaca kota London yang tidak menentu, tapi itu tidak berarti ia menyukainya.

Menyesap teh, lalu kembali memusatkan konsentrasinya pada adonan panekuk di atas meja dan menghela nafas, Soojung merasa bosan.

Sebenarnya ia suka memasak, dan meyakini kata-kata ibunya sejak masih kecil jika sarapan itu penting. Tapi dia tinggal hanya dengan sang adik yang terbiasa tidak sarapan. Kalau seperti ini, dia akan membungkus apa yang sudah ia buat untuk ia jadikan bekal untuk Minhyuk.

Omong-omong tentang Minhyuk, lelaki itu meminta waktu khusus untuk bertemu dengan kedua orang tua Soojung. Mungkin bulan depan, katanya waktu Minhyuk lebih longgar. Tuan dan Nyonya Jung sudah mengetahuinya. Mereka akan bertolak ke London menyesuaikan jadual.

Ini hari Jumat, sepertinya tidak ada jadual keluar dengan teman-teman kerjanya malam ini. Gadis Jung berpikir untuk mengajak Seulgi pergi. Dia rasa adik kekasihnya tidak keberatan, Soojung akan menjemputnya dengan mobil nantinya.

"Oke, let me see. Siapa lagi teman yang bisa kuajak hang out?" Soojung meneliti satu per satu nama di dalam ponselnya. Naik, turun, akhirnya ia menemukan orang yang tepat.

"Sepertinya menarik," tersenyum simpul, Soojung mengetikkan sebuah pesan pada seseorang.

---------

Seulgi menatap ponselnya yang berdering di atas tempat tidur, namun sama sekali tidak bergerak untuk menjawabnya. Ia tetap berdiri dengan dua kruk penyangga menghadap jendela. Ia tahu itu telepon dari menajer Kim Jae Jin, ada nama yang tertera di layar ponsel.

Percuma berbicara dengan lelaki itu. Jujur, Seulgi malas membuka berita yang terjadi di Korea. Ibu dan kakaknya menyarankan untuk memfokuskan pada kesembuhan dua kakinya dengan terapi tambahan berupa berenang setiap akhir pekan dengan pelatih yang didatangkan khusus dari rumah sakit.

Seulgi tidak keberatan, uang tabungannya masih cukup sampai kakinya benar-benar sembuh.

Kadang ia rindu untuk bernanyi, ia rindu untuk tampil, ia rindu dielukan. Seulgi rindu dunianya, kalau seperti itu ingin rasanya menangis tapi tidak bisa. Yang ia rasakan hanya sesak di dada.

Di kafe itu kau diperbolehkan menyanyi, Seul. Kujemput ya? Tanpa Minhyuk oppa juga tidak masalah.

Pesan Soojung diterima dua jam yang lalu. Memang nantinya tidak ada Minhyuk bersama mereka karena lelaki itu sedang tugas ke luar kota mendampingi atasannya ke luar kota hingga esok siang.

Menimbang lagi, tidak ada salahnya ia mengikuti ajakan calon kakak iparnya tersebut. Mungkin meninggalkan ponsel jauh lebih baik. Seulgi hanya ingin bersenang-senang.

Pelan berjalan menuju sisi ranjang, ia meraih kertas putih yang sedari kemarin ia gunakan untuk membuat banyak sketsa.

"Apa kau sudah sehat, Jackson?"

Ada gambar anak kecil itu di dalam kertas gambar Seulgi, ia menirunya dari foto dalam ponsel yang ia bidikkan saat mereka bertemu di rumah sakit pekan lalu.

Definisi lucu itu universal, Seulgi berusaha memahami itu. Melihat Jackson membuatnya berpikir jika anak dimanapun mereka berasal selalu memiliki magnet yang membuat para dewasa menggagumi secara tidak langsung.

Tatapan mata, senyum lugu, celotehan asal, gerakan kecil yang menggemaskan dan semua yang ada dalam diri anak kecil merupakan hal-hal yang perlahan ia sukai.

--------

"Eunha akan menikah."

Yerim tiba-tiba membeku mendengar kalimat singkat pemuda di hadapannya. Ia cukup terkejut saat Jungkook menarik tangan kanan dan menguncinya pada dinding setelah mendorong tubuhnya beberapa sekon yang lalu.

"Oh, lalu?" Berusaha kuat, Bungsu Kim membalas tatapan Jeon Muda.

Jungkook menatap lebih dalam dua mata Yerim yang terkesan resah, ada ketidaksukaan di sana. Apa gadis itu masih belum memaafkannya?

"Rim." Ucapanya lebih lembut. "Maaf telah mengecewakanmu," pungkasnya kemudian.

Kim Yerim menunduk. Berusaha mengatur nafas, kakinya lemas mendengar satu kata maaf terlepas dari bibir Jungkook.

"Bisakah kau tidak mengganggu pikiranku lagi? Aku lelah, Rim."

"Lalu, kau mau aku bagaimana? Menghilang?"

Pemuda Jeon menggeleng pelan, genggamannya mengendur. "Aku ingin berjalan bersamamu. Kau mau?"

..

Jimin duduk, dia hanya menatap gadis yang kini telah berada di depan sana menyanyikan sebuah lagu miliki Pussy Cat Dolls. Gitar akustik dan permainan piano menemani suara bening yang menghibur pengunjung kafe.

Ternyata benar adanya, aura idol Gadis Kang keluar tatkala mendendangkan suara merdunya. Tanpa disadari, dua matanya menatap dalam-dalam hingga Soojung seperti tidak ada di sampingnya.

"Awas menetes!"

Jimin kaget saat Soojung menyentuh dagunya, ia sedikit mundur lalu memasang wajah heran. "Apa, Jungie?"

"Tsk! Kau ini." Soojung kembali menatap presensi Seulgi yang sepertinya betah berada di depan sana. "Dia menemukan dunianya kembali, Jim."

Jimin melipat tangan di depan dada, kakinya disilangkan tumpuk. "Dia..., sudah punya pacar?"

Alis Soojung bertaut. Ditolehkan kepala ke samping, ia melihat Jimin masih mengamati Seulgi. "Tanya saja sendiri, Ayah Jimin."

Jimin tidak marah meski kaget kenapa Soojung menyebutnya seperti itu. "Kadang aku juga ingin menikmati dunia mudaku, Jungie. Jackson tidak harus selalu kubawa kan?"

"Kalau seperti itu, kenapa tidak coba dekati Seulgi?"

Jimin mengerjap pelan. "Aku tidak yakin."

"Kenapa?"

Jimin diam, dia sendiri juga bingung kenapa sulit untuk mendekati gadis itu. Padahal kesempatan selalu terbuka lebar.

"Kau takut dia tidak bisa kembali seperti sedia kala?"

Pemuda Park ragu, ingin menjawab iya tapi terkesan egois. Tapi itu menjadi salah satu faktor penghambatnya. Jackson membutuhkan ibu yang bisa merawatnya. Ah, pikirannya terlalu jauh memang.

"Hei, kok melamun?"

Jimin berusaha mencari kemantapan hati. Mungkin mendekat dalam jarak tipis bisa menyembuhkan pikiran negatifnya.

Beranjak dari kursi, ia berjalan menjauh dari Soojung menuju tempat di mana Seulgi telah usai menyanyikan lagu dan memilih lagu yang lain.

Apa yang kau lakukan? Soojung menegakkan punggungnya, dilihatnya Jimin berbincang sebentar dengan Seulgi dan pemain piano.

..

"Way back into love milik Hugh Grant dan Drew Barrymore, kau bisa menyanyikannya?"

Seulgi mengamati wajah laki-laki di sampingnya lekat-lekat. "Kau mau kita menyanyikannya?"

Jimin mengangguk, "kita cocokkan nada dasarnya sebentar."

"Kau bisa menyanyi?" Seulgi bertanya.

"Kalau tidak, kenapa aku di sini?" Jimin tersenyum simpul. Baginya dunia menyanyi sudah biasa, dia terlahir dengan bakat tersebut. Bakat yang tidak ia salurkan.

Seulgi mendengar obrolan singkat nan ramah pemain piano dengan Jimin. Dia tidak bisa meninggalkan cepat bangku tempatnya duduk saat ini.'

"Oke, ini kehormatan untukku duet denganmu, Seulgi-ya." Melepaskan keformalitasan diantara keduanya, Jimin menghadiahi senyuman pada penonton saat intro lagu mulai dimainkan.

Seulgi, gadis itu mengalihkan pandangan. Menunduk sebentar lalu ada senyum saat ia mengangkat wajahnya kembali. Menatap mata Jimin, ia memulainya.

Way Back Into Love.

Lagu itu seperti mengawali pertemanan mereka lebih dalam. Soojung yakin ada yang tersimpan di balik tatapan keduanya, Jimin dan Seulgi.



Continue Reading

You'll Also Like

2.9K 750 4
(Sinopsis nyusul, masi bingung nanti dlu wkwkwkwk)
3.6K 288 200
Semoga hadist-hadist ini dapat dibaca dan membawa keberkahan dalam hidup :)
DITARPASYA By Cheese

Mystery / Thriller

205 77 27
Kalian akan lebih sering melihat Dita, jika berlangganan di kedai makan milik Bibinya. DITAR BARSHA ATHIFA, Dita adalah keistimewaan, bagi orang-ora...
106K 8.8K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...