Old Television [Kuroko No Bas...

By chris_ackerman

433K 60.4K 10.5K

Gara-gara membawa pulang televisi tua dari gudang sekolah, aku terperangkap ke dunia yang tidak pernah ku bay... More

1) Murid Baru
2) Murid Baru (2)
3) Maji Burger
4) Gymnasium
5) Yuu
6) Bertemu Lagi
7) Strawberry Flavour
8) Kaijo
9) Sick
10) Manajer-san
11) Tsugawa
Old Television Actor on Facebook
12) Shutoku
13) Okonomiyaki
14) Fans-chan
15) Momoi Satsuki
16) Touou
17) After Losing
18) Fireworks
19) Jealous?
20) Pervert!
21) Training Camp
22) Training Camp (2)
23) Last Day
24) Inter High: Kaijo vs Touou
25) Kamarku?
26) Spy
27) Spy (2)
28) Spy (3)
29) Spy (4)
30) Spy (5)
31) I Don't Know Him
32) Gugusan Awan
33) Konbini
34) Pintu Keajaiban
35) Tiket
36) Stupid Girl
37) Semi Final: Seirin vs Shuutoku
38) Pemanasan
39) Kirisaki Daiichi
40) Dating?
41) Bus
42) Onsen
43) Mansion
44) Swan Lake
45) Cream Stew
46) Kiseki no Sedai
47) Mine
48) Vitamin
49) Lucky Item
50) Omurice
51) Kembalilah
52) Confession
53) Kompleks
54) Ghost Cafe
55) Mangsa
56) Teh
57) Fukuda High
58) Sepasang Sepatu (1)
59) Sepasang Sepatu (2)

Prolog

20K 1.7K 500
By chris_ackerman

"(Nama), kau tau, sekolah kita itu ternyata dulunya bekas rumah sakit jiwa."

(Nama) melotot mendengar cerita dari teman sebangkunya. Baru saja jam pelajaran berakhir, temannya itu sudah memberinya cerita yang membuat bulu kuduk merinding.

"Jangan nyebarin cerita yang gak masuk akal deh," ucap (Nama), lebih tepatnya (Nama) menolak untuk mempercayai hal itu.

"Ih, gak percaya. Ada anak kelas sebelah yang habis ngeliat penampakan kakek-kakek tua," kata teman (Nama) berapi-api. Cerita seram seperti itu memang harus dibagi dengan orang lain.

(Nama) kembali merinding. Dia takut, tapi juga penasaran. Siapa sih yang tidak penasaran dengan cerita hantu di sekolah?

"Dulu itu, banyak pasien yang disiksa sampai mati. Terus, dikuburnya di bawah gudang sekolah kita."

Glek!

Menelan ludah dengan kasar, (Nama) mendadak panas dingin. Meskipun cerita seram itu masih simpang siur, tapi (Nama) tetap merasa takut. Apalagi, rumahnya tepat di belakang gedung sekolah. Setiap hari dia lewat pintu belakang, yang artinya harus melewati gudang yang katanya bekas kuburan itu.

"Udah deh, aku gak mau denger cerita kayak gitu," kata (Nama). Mengakhiri perbincangan yang semakin lama semakin tidak baik untuk jantungnya.

Teman sebangkunya tertawa. "Kamu takut?" tanyanya dengan meremehkan. Tidak akan ada yang menyangka bahwa (Nama), gadis pintar itu akan takut dengan cerita horor.

(Nama) diam. Mencoba untuk mengubah suasana, (Nama) mengambil ponselnya.

"Eh, kamu tahu anime olahraga yang mau tamat itu?" tanya (Nama) untuk mengalihkan pembicaraan dan tentunya berhasil. Temannya mulai tertarik dengan arah obrolan yang telah ia buat. Mereka berdua adalah penggemar anime, terutama anime yang memilik tokoh 'cowok ganteng'.

"Tahu. Kenapa?"

(Nama) menyadarkan tubuhnya di punggung kursi, ia mulai dengan imajinasi gilanya. Membayangkan wajah tokoh dambaannya yang ada di dalam anime, membuat (Nama) tersenyum.

"Mereka itu keren banget. Cakep-cakep. Coba aku bisa ketemu mereka," kata (Nama) sambil menerawang langit-langit.

"Ngayal mulu!" teman (Nama) memukul kepalanya dengan penggaris yang sejak tadi tergeletak di atas meja.

(Nama) meringis kecut. Menghayal? Tentu saja. Apalagi yang dia bisa lakukan selain mengkhayal tentang manusia dua dimensi yang selalu membuat jantungnya berdetak. Kadang kenyataan memang menyakitkan. (Nama) tidak pernah menyukai seseorang, sekali tertarik dengan orang lain, mereka berbeda dimensi.

(Nama) memperhatikan wallpaper ponselnya. Tampak wajah dari tokoh anime favoritnya terpampang dengan manis disana.

Klik.

(Nama) mematikan layar ponselnya.

~~~

"Bye!" seru teman (Nama) padanya saat jam sekolah berakhir.

"Sampai besok," balas (Nama).

(Nama) melangkahkan kakinya dengan cepat. Jika biasanya sang ibu marah karena ia selalu berjalan dengan santai, bahkan saat bel sekolah sudah berbunyi, maka kali ini ibunya pasti bangga melihatnya berjalan dengan kecepatan penuh. Alasan yang membuat (Nama) menjadi atlet jalan cepat dadakan, karena ia teringat pada cerita temannya tadi. Apalagi sekolah sudah mulai sepi, terlebih lorong dekat gudang yang letaknya di bagian belakang sekolah. Tidak ada tanda-tanda manusia di sana.

Saat (Nama) mendekati gudang, udara dingin tiba-tiba menghembus tubuhnya. Jantung (Nama) terasa berdetak tak karuan. Keringat dingin mulai menetes dari pelipisnya.

Kresek.

Deg!

(Nama) berhenti. Ingin rasanya dia segera berlari, namun sayangnya kakinya menolak. Setelah ia bisa mengendalikan ketakutannya, kali ini rasa penasaran mulai menyerang (Nama). Tidak ingin membuang waktu lama, dia akhirnya memberanikan diri untuk menoleh ke asal suara.

Dari tempatnya berdiri, (Nama) bisa melihat penjaga sekolah tengah membersihkan beberapa barang yang ada di luar gudang.

(Nama) menghembuskan nafas lega. Melihat penjaga sekolah yang berada di sekitar sana, membuat (Nama) berkeinginan untuk menghampiri. Selain ingin menyapa, dia juga ingin melihat seperti apa, isi gudang yang katanya menyeramkan.

"Pak," sapa (Nama).

Penjaga sekolah menoleh. "Eh, Neng (Nama)," katanya sambil tersenyum. Penjaga sekolah itu sudah mengenal (Nama) karena sering bertemu dan bertegur sapa.

"Ngapain pak?" tanya (Nama). Dia melongok ke dalam gudang yang gelap. Tak terlihat apa pun di sana kecuali kegelapan.

"Ini bersihin barang-barang yang mau diloakkan," kata penjaga sekolah ramah, seperti biasa.

(Nama) melihat barang-barang dimaksud. Ada kursi, meja, kipas angin, komputer, televisi dan masih banyak lainnya. Hingga mata itu tertuju pada benda unik yang terletak tidak jauh darinya. Ia tertarik pada televisi berukuran mini. Bentuknya mirip dengan oven listrik dengan dua antena yang terpasang. Televisi itu pastinya sudah sangat kuno sekali.

"Neng (Nama) mau yang mana?"

"Hah?" kaget (Nama).

"Barang-barang ini sebenarnya masih berfungsi lo. Cuma, karena banyak yang karatan dan sudah kuno, jadinya ditaruh gudang. Bapak yang rawat biar gak rusak," jelas penjaga sekolah.

"Tapi kok ditawarin ke saya?" heran (Nama).

Penjaga sekolah kembali tersenyum. "Ini sudah jadi milik saya. Pak Kepsek yang ngasih."

(Nama) tersenyum, dia ingin memiliki televisi tadi, tapi dia merasa tidak enak.

"Tidak usah pak. Terimakasih," tolak (Nama).

"Neng, mau televisinya kan? Bawa saja. Itung-itung sebagai rasa terimakasih karena sudah sering dikasih makanan," kata penjaga sekolah lagi.

Gadis itu memang sering membawakan makanan untuk penjaga sekolah. Kata ibunya, itu sebagai ungkapan terima kasih karena sudah diijinkan lewat pintu belakang.

"Gak usah pak. Bapak jual saja."

"Bapak akan jual yang lain. Masih banyak kok di dalam. Bawa saja."

Mendengar ucapan penjaga sekolah membuat (Nama) mengangguk. Dia tidak mau memberi alasan lagi untuk menolak. Lagipula dia memang sangat tertarik dengan televisi unik itu.

"Makasih ya pak," kata (Nama) sambil membopong televisi tua itu. Cukup ringan. Terlebih, (Nama) sudah terbiasa membantu ibunya untuk mengangkat galon atau membeli gas dengan isi lima kilogram dari warung tetangga menuju rumahnya.

"Sama-sama," jawab penjaga sekolah.

Mengingat sudah waktunya untuk pulang, (Nama) pamit pergi.

(Nama) bersenandung dengan tangan yang sibuk membawa televisi tua. Sampai akhirnya di pintu sekolah, (Nama) melihat orang yang tidak asing dan berhasil membuat Bulu kuduknya merinding.

"Bapak penjaga!" Pekik (Nama), tangganya mulai bergetar.

Penjaga sekolah saat ini sedang berbicara dengan penjual bakso.

"Eh, Neng (Nama). Ada apa kok teriak-teriak?"

"Bapak... bapak kan tadi bersihin gudang," kata (Nama) sambil ketakutan.

"Iya, masih belum selesai Neng. Istrihat dulu lah, makan bakso. Neng mau?"

(Nama) menggeleng lemas.

"Televisi dari mana? Kok bagus?" tanya penjaga sekolah dengan penasaran.

"Tadi dikasih bapak di gudang."

"Hah?"

"Iya. Bapak tadi ngasih saya televisi ini."

Penjaga sekolah bingung. "Saya dari tadi di sini hampir satu jam. Iya gak Mas?"

Penjual bakso mengangguk.

"Lagian nih Neng, selama bapak bersihin gudang, gak pernah liat televisi. Palingan juga komputer-komputer lama."

Kalimat penjaga sekolah semakin membuat rasa takut (Nama) membesar. Ingin sekali dia melempar televisi ditangannya. "Trus tadi siapa?"

Penjaga sekolah terlihat berpikir. Kemudian dia tersenyum, "Neng, kalo Neng tadi memang dikasih, ambil saja. Gak baik nolak pemberian." Kata penjaga sekolah pelan.

Wajah (Nama) pucat pasi. Meskipun penjaga sekolah tidak menjelaskan dengan gamblang, tapi dia tau apa maksudnya. Ada makhluk lain yang menyamar menjadi penjaga sekolah, dan memberikan televisi ini.

"Saya takut pak," kata (Nama).

"Mereka baik kok Neng. Biasanya sering bangunin bapak kalo bapak kesiangan. Kadang pakek cipratan air kopi, kadang ngagetin bapak pakek suara benda jatuh."

Tubuh (Nama) semakin bergetar. Keringat dingin menetes tak karuan, membuat bajunya basah, "Nanti mereka ngikutin saya."

Penjaga sekolah tertawa, "Gak bakalan Neng." Katanya mantap. Ia begitu yakin, seakan sudah mengenal baik 'kembarannya', "Bawa saja." tambah penjaga sekolah.

(Nama) melihat televisi di tangannya. "Ya sudah, saya bawa Pak. Terima kasih," katanya sambil berlalu.

~~~

Sore itu, setelah mandi, (Nama) kembali memperhatikan televisi yang diletakkan di atas meja belajar. Rasa takut yang sebelumnya menghampiri sudah mulai hilang setelah ia bercerita pada ibunya. (Nama) membersihkan debu yang masih menempel. Gadis itu penasaran dengan gambar yang ada di televisi, apakah hitam putih atau sudah berwana. Akhirnya, dia memasang kabel ke colokan saklar.

Lampu berwarna merah, di samping tombol power menyala. Tanda bahwa televisi sudah bisa difungsikan.

Ting!

Saat (Nama) ingin memencet tombol power, sebuah notifikasi masuk ke ponselnya.

Iris mata (Nama) melebar, ia menggeleng tak percaya. Notifikasi tadi berisi tentang rilisnya anime favorit episode terakhir. Tangan (Nama) gemetar, ia ragu untuk melihat. Dia ingin melihat kelanjutan episodenya, tapi disisi lain, (Nama) takut jika harus berpisah dengan anime tersebut.

Sedikit berlebihan memang, tapi mau bagaimana lagi, dia terlanjur menyukainya.

"Coba kalau mereka nyata, pasti gak bakalan takut kehilangan seperti ini," bisiknya.

(Nama) meletakkan ponselnya, tanpa membuka link menuju tayangan episode terakhir dari anime kesayangan. Kembali pada televisi, (Nama) mengelus tombol power.

"Coba juga, kalo televisi ini ajaib yang bisa bawa aku ke anime tadi. Ya kayak di film-film gitu," ucap (Nama) sambil tertawa geli.

Klik.

(Nama) memencet tombol power.

"Kira-kira ini televisi ajaib bukan ya?"

Sebuah tawa lirih terdengar dari bibir (Nama). Dia menyadari kebodohannya, tapi dalam hati, (Nama) sangat berharap televisi tua pemberian 'penjaga sekolah' tadi memiliki kekuatan ajaib.

Zziiiinnngggg.

Cahaya putih yang menyilaukan mata, keluar dari televisi.

"Eeehhh!" teriak (Nama) saat tiba-tiba tubuhnya tersedot ke dalam televisi.

"Eemmmaaakkkk!"

Pet!

Tubuh (Nama) menghilang bersamaan dengan memudarnya cahaya putih dari televisi.

~~~
"Aaaaa!"

(Nama) berteriak saat tubuhnya melayang di udara. Gadis itu melihat ke arah kaki yang tak menapak. Dia sangat yakin akan jatuh ke tanah dalam waktu singkat. (Nama) memejamkan matanya. Meskipun nanti akan sakit, setidaknya dia tidak melihat tubuhnya menghantam kerasnya kerak bumi.

Bruk!

(Nama) akhirnya terjatuh. Anehnya, dia tidak merasakan sakit yang berarti, dia kemudian membuka matanya. (Nama) melihat ke sekeliling dan ternyata dirinya sedang berada di trotoar jalan. Mulut gadis itu langsung komat-kamit bersyukur.

"Annoo," kata seseorang.

(Nama) menoleh ke kanan dan kirinya. Namun tak ada orang.

"Sumimasen," sebuah tangan mencolek pinggang (Nama). Dia menoleh ke bawah. Seorang pemuda sedang tertindih olehnya, (Nama) duduk tepat di perut pemuda itu.

"Argh!" teriak (Nama). Dia segera berdiri.

Mata (Nama) terbelalak setelah tau siapa orang yang tadi mencoleknya. Orang itu, berdiri dan membersihkan pakaiannya.

"Ano, kau baik-baik saja?" Tanyanya.

Pemuda tadi mendekat. Dengan refleks, (Nama) berjalan mundur. Sayangnya, tubuh (Nama) membentur tembok pagar dibelakangnya. Pemuda tadi semakin mendekat ke arah (Nama), membuat jarak di antara mereka menipis. Kedua mata saling tatap.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya pemuda bermata biru muda itu lagi.

(Nama) diam.

Tangan pemuda tadi menyentuh dahi (Nama). Dia juga menyentuh dahinya, memastikan apakah derajat suhu keduanya sama.

"Sepertinya kau tidak apa-apa. Ayo, segera ke sekolah," kata pemuda tadi.

"Aku duluan," katanya lagi sambil melambaikan tangan sekilas dan kemudian berlalu.

(Nama) masih diam di tempat. Dia membungkam mulutnya dan menggeleng tak percaya.

"Kuroko Tetsuya," desisnya.

Continue Reading

You'll Also Like

799K 82.4K 56
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
86.7K 15K 23
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...
401K 7.6K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
62.2K 13.2K 151
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...