Radeon & Stella

By greek-lady

979K 116K 83.5K

Radeon Kusuma, atlet panahan nasional yang jadi superstar sekolah. Memiliki masalah kepribadian yang berawal... More

Radeon Kusuma
Stella Danita
Chapter 1 | The Sun
Chapter 2 | The Moon
Chapter 3 | The Wind
Chapter 4 | The Queen
Chapter 5 | The King
Chapter 7 | The Choice
Chapter 8 | The Silence
Chapter 9 | The Practice
Chapter 10 | The Distance
Chapter 11 | The Preparations
Chapter 12 | The Party
Chapter 13 | The Day Before
Chapter 14 | The Eliminations Day - Part 1
Chapter 15 | The Eliminations Day - Part 2
Chapter 16 | The Beginning
Chapter 17 | The Results
Chapter 18 | The Past - Part 1
Chapter 19 | The Past - Part 2
Chapter 20 | The Emotion
Chapter 21 | The Trauma
Chapter 22 | The Disturber
Chapter 23 | The Second Disturber
Chapter 24 | The Cases
Chapter 25 | The Glasses
Chapter 26 | The Fact
Chapter 27 | The Date
Chapter 28 | The Last Round
Chapter 29 | The Third Disturber
Chapter 30 | The Luckiest - Part 1
Chapter 31 | The Luckiest - Part 2
Chapter 32 | The Real Date
Ask Characters
Chapter 33 | The Father

Chapter 6 | The News

34.6K 4K 2.1K
By greek-lady

"Apa yang sudah berakhir belum tentu tak dapat lagi dimulai, dan apa yang baru saja dimulai bisa saja langsung berakhir bahkan sebelum sempat dimulai."

T H E N E W S

Seantero sekolah kembali heboh pada senin pagi ini, terlebih saat seorang Radeon Kusuma dan sahabat yang duduk di sampingnya saat di kelas—Miko—tengah melintas di koridor dengan santai dan gaya coolnya masing-masing.

Atau setidaknya, itulah yang terlihat di mata para penggemar. Karena pada kenyataannya, Deon tengah berjalan lunglai kali ini, lengkap dengan Miko yang tertular karena masih mengantuk semalaman bermain Mobile Legends.

Miko menyenggol lengan Deon pelan. "Gimana kemaren latihannya?" tanya Miko, ogah-ogahan.

Deon menghela napasnya, kelihatan lelah sekali. "Nggak usah nanya kalo gak niat."

"Oke," balas Miko langsung. "Ntar aja abis tidur gue tanya lagi."

"Suka-suka lo."

Seperti biasa, percakapan mereka berakhir di situ.

Mereka tiba di kelas dan langsung saja menuju meja masing-masing, meletakkan tas dan melipat kedua tangan di atas meja. Siap-siap untuk tidur sebelum bell masuk berdering. Hitung-hitung mendapat daya untuk jam pelajaran pertama nanti.

Sampai, Deon teringat akan sesuatu dan memutar posisinya sehingga menghadap Miko.

"Lo udah kasih cokelatnya ke Achy?" tanya Deon.

Miko mendelik sebal. "Udah elah, kagak gue makan."

"Lo bilang dari siapa?"

"Dari gue, ngapa? Gak seneng?" sulut Miko. "Bilang yang dua dikasih ke yang membutuhkan, ternyata mau dikasih ke Achy."

Plak!

Deon menoyor kepala Miko antara sebal dan geregetan. "Bego banget, itu dari Ratisa cokelatnya. Dia mau bilang makasih soalnya kemaren pas galau si Achy yang dengerin curhatan dia. Tapi pas di UKS gue denger ada adek kelas yang gak bawa cokelat, jadi gue kasih, dan ternyata dia janji gantiin, yaudah."

"Ya lo gak bilang!" balas Miko. "Terus yang dua kemana? Kan lo bilang lo dapet lima, kalo sama Ratisa kasih dua harusnya tujuh dong!" Miko masih tidak percaya.

"Gue kasih ke yang membutuhkan juga!" Deon ikut-ikutan memekik kesal.

"Siapa lagi yang membutuhkan, ha?!"

"Gue! Gue yang makan cokelatnya dua! Gue!!!!!!!!!!!!"

Keduanya terus saja berteriak, tanpa peduli dengan fakta bahwa seluruh teman sekelasnya yang sudah tiba menatap aneh ke arah mereka.

• • • • •

Stella menutupi mulutnya yang menguap ngantuk selagi berbaris di belakang Tiffany menuju perpustakaan untuk mengambil buku pelajaran bagi siswa-siswi baru. Tinggal satu jam pelajaran lagi sebelum bell tanda pulang berdering, tapi di sinilah ia berdiri. Masih lumayan jauh untuk sampai ke depan.

Ia mendumal dalam hati. Lagian kenapa juga mengambil buku pelajarannya harus setelah istirahat kedua dan setelah pembagian mata pelajaran serta pengaturan kelas, bukannya besok saja..

"Lo bawa duitnya nggak?" tanya Tiffany.

"Bawa," jawab Stella. "Lo nggak bawa?"

Tiffany menggeleng lesu. "Lupa minta gue. Abang gue juga bego bukannya ngingetin."

Stella terkekeh pelan. "Minta aja sama dia duitnya," celetuknya.

"Mana punya duit segitu banyak dia. Kere. Buat beli bakso aja ngutang, apalagi buat bayar buku pelajaran." Tiffany mendumal.

"Yah, gak bisa deh gue pacaran sama dia. Kere," canda Stella sambil menahan tawanya.

Tiffany langsung menoleh ke belakang seperti memutar tubuhnya, mengejutkan Stella dengan mata bulatnya. "Lo emang mau jadian sama dia??!!"

"Nggak lah!"

"Dasar perempuan matrealistis," cibir Tiffany.

"Kebutuhan itu namanya," kata Stella. "Kayak lo nggak aja."

"Ya jelas dong! Duit nomer satu!"

"Sssstttt."

Keduanya langsung membeku sembari menahan tawa saat mendapat peringatan dari sekumpulan siswa lain yang tengah mengantri. Mereka mendekat dan terkekeh pelan dengan nada meledek.

"Diomelin kita," bisik Tiffany.

Stella menepuk pundak Tiffany. "Elo sih.."

Tentu saja Tiffany langsung balas menepuk pundak Stella. "Lo juga."

Sedang asik berdebat dan main salah-salahan perihal siapa yang sebenarnya salah dari kejadian ditegurnya mereka karena berisik, tiba-tiba saja...

"Anjir-anjir aslinya ganteng banget!"

Baik telinga Stella maupun Tiffany langsung menajam begitu mendengar kata 'ganteng' yang beberapakali diteriakkan oleh sekumpulan siswi di belakangnya. Mereka menoleh dan berhasil mendapatkan titik tuju yang jadi penyebab berisiknya perempuan-perempuan ini.

"Iya ih! Kemaren gue liat di berita aja ganteng banget. Ternyata aslinya lebih bening, anjir!"

"Iya bening banget anjir. Gue sabtu minggu kemaren ampe bela-belain nonton berita buat liat dia doang."

"Makanya kan! Beruntung banget kita masuk sini bisa liat yang bening begini."

Itu Deon dan Miko, yang kali ini tengah berjalan ke arah mereka. Atau setidaknya itulah yang mereka harapkan.

Stella menyenggol lengan Tiffany selagi keduanya berjalan mendekat sembari permisi kepada sekumpulan anak yang tengah berbaris demi bisa berjalan lewat.

"Dia masuk tv juga?" tanya Stella.

Tiffany mengangguk, namun pandangannya masih lurus ke depan. "Iya, dia seterkenal itu."

"Woah." Spontan saja mulut Stella terbuka lebar dan menggelengkan kepalanya kagum.

"Iya, woah juga," ujar Tiffany tanpa sadar.

"Lo yakin dia cuman atlet aja? Bukan artis atau apa gitu yang bikin dia terkenal?"

Tiffany tertawa geli mendengar pertanyaan Stella. "Dulu gue juga mikirnya begitu," kata Tiffany. "Bukan, dia itu terkenal gara-gara jadi atlet paling muda sama... yah, ganteng."

"Makasih."

Baik Tiffany maupun Stella berhasil dibuat tersentak saat dua orang siswa dengan perbedaan tinggi yang terbilang cukup jauh. Stella meneguk salivanya keras-keras, entah kenapa ia merasa seperti pernah merasakan kejadian ini. Di mana ia ditangkap basah karena bergosip oleh orang yang menjadi topik pembicaraannya.

"Tapi kayaknya karena gue punya bakat," ujar orang itu, Deon.

Miko yang berdiri di sampingnya langsung mengangguk. Kemudian matanya berubah menyipit kala menyadari Stella dan Tiffany lah yang berdiri di hadapannya.

"Loh, 'sesajen'?" tanya Miko.

Selagi wajah Stella berubah kaku, Deon melirik Miko dengan tatapan aneh begitu juga dengan beberapa siswa yang tengah mengantri di sekeliling mereka.

Kemudian Miko tertawa. "Gue baru ngeh, dari ekspresi lo.. lo berdua kan yang kegep ngomongin Deon pacaran sama Achy."

Langsung saja, Tiffany menggelengkan kepalanya dengan cepat beserta kedua tangan yang mengibas menyanggah pernyataan Miko barusah. "Ngirain kak, bukan ngomongin."

"Lo ngomong kan tapinya?"

Kalah telak, Tiffany kehabisan kata-katanya.

Deon memutar bola matanya. Ia enggan berlama-lama, jadi ia hendak memilih melanjutkan langkahnya dan meninggalkan Miko saja karena ia sudah tidak tahan lagi dengan pandangan penuh pertanyaan yang ditujukan kepadanya oleh siswa dan siswi yang tengah sibuk mengantri, juga ia tidak ingin mengacaukan barisan dam cepat-cepat masuk ke perpustakaan untuk beristirahat. Tapi, entah kenapa saat kakinya melangkah, tanpa sadar tangannya justru ikut bergerak untuk mengacak sebentar rambut Stella dan terus saja berjalan. Meninggalkan Stella yang termangu di tempatnya, ditambah teriakkan-teriakkan histeris tanda iri serta terkejut.

Melihat itu dengan mata kepalanya sendiri untuk yang kedua kalinya, Miko terperangah kaget. Dan pada detik selanjutnya, ia langsung berlari mengejar Deon yang sudah mulai melepaskan sepatunya dan masuk ke dalam perpustakaan.

Stella masih terdiam seribu bahasa, sementara Tiffany yang kesenangan bukan main terus menerus menyolek tangan Stella dengan gerakkan tidak sabar.

"Dua kali, Stella!" pekik Tiffany, kegirangan. "Dua kali dia megang rambut lo!"

Berbeda dengan Tiffany yang terlihat begitu excited, siswi-siswi lain yang sebelumnya berteriak heboh kini perlahan menghening, mereka memerhatikan Stella dengan berbagai tatapan menilai dam mulai membicarakannya. Ekspresi tidak suka juga kerap dilontarkan terhadapnya. Stella meneguk salivanya keras-keras.

Ia memohon dalam hati, jangan ini lagi... jangan..

• • • • •

Bukan hanya kesulitan menyeimbangi saat berusaha menyejajarkan langkahnya dengan Deon, kali ini Miko dihadapi dengan rintangan yang lebih ekstrem dari sekedar melangkah besar demi bisa berjalan dengan Deon yang tujuh senti meter lebih tinggi darinya itu.

"Perlu gua gendong?" ledek Deon, yang sudah bersandar di pojok perpustakaan selagi Miko tengah bersusah payah melompati tumpukkan-tumpukkan buku baru untuk para murid baru di SMA Kerta Jaya.

"Tai lo," umpat Miko tanpa menoleh.

Deon hanya menahan tawanya dan mulai memejamkan matanya. "Tumpuk lagi bukunya yang tinggi di samping rak," titahnya.

"Bacot," balas Miko sebal, namun ia tetap mengerjakannya.

Setelah selesai, miko langsung berjalan ke balik rak yang menutupi dirinya dan Deon lalu bersandar di sana, di seberang Deon yang bersandaran pada tembok bercat hijau muda di dalam perpustakaan.

"Ngapain lu ngajak gua kemari?" tanya Miko, mulai mengeluarkan ponsel dari sakunya. "Masih ada jam pelajaran Bu Ayu."

Deon melipat kedua tangannya masih dengan mata yang terpejam. "Ngapain, dianya juga gak masuk."

Benar juga. Lagi pula, di saat-saat seperti ini memang perpustakaan adalah tempat terbaik untuk beristirahat—atau, tidur. Selain karena memang perpustakaan biasanya sepi karena jarang ada yang membaca di sini, juga karena perpustakaan kini dipenuhi oleh buku-buku baru hampir di seluruh lantainya kecuali di beberapa tempat yang memang kosong karena stock buku yang tersampir di bawah sudah berkurang karena sudah diambil sebagian oleh murid baru yang sebelumnya mengantri panjang di depan.

"Iyasih."

Seharusnya, percakapan mereka berakhir di situ, tapi tidak jadi karena Miko kembali melanjutkan perbincangannya.

"Yon," panggil Miko. Deon hanya bergumam pelan.

"Yon." Miko memanggilnya lagi, kali ini disertai tangannya yang menepuk lengan Deon.

Deon membuka kedua matanya tidak sabaran. "Apaan?"

Miko hendak bertanya sesuatu karena pertanyaan ini kerap kali muncul di kepalanya belakangan ini. Tapi, ia tidak tahu apakah pantas jika ia menanyakan akan hal ini pada situasi seperti ini. Tapi lagi, Miko tidak bisa terus menahan rasa penasarannya akan itu. Jadi, ia memutuskan untuk bertanya.

"Lo kesepian ya?"

Langsung saja kedua alis Deon bertautan jadi satu. "Ngigo lu ya?"

Menghela napasnya panjang, Miko melipat kedua kakinya yang sebelumnya berselanjar dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. "Terus, can you tell me why—kenapa lo godain si sesajen melulu?"

"Udah why pake kenapa segala," dumal Deon.

Miko melotot. "Bukan itu intinya, bambang."

"Apaan banget jing pertanyaan lo." Deon memutar bola matanya malas. "Lagian, nama dia bukan 'sesajen' kali."

"Terus siapa? Emang lo tau namanya siapa?"

Deon nampak berpikir selama beberapa saat, kemudian dia tertawa saat teringat kalau ia tidak tahu siapa namanya.

"Kagak," ujarnya disertai gelak tawa keras.

Miko kesal, tapi ia ikut tertawa dan rasanya ingin sekali menepuk kepala Deon keras-keras dan menyadarkannya. "Emang dasar goblok," cibirnya.

Merasakan getaran tawanya terlalu keras, Deon meredakan tawanya dan berdeham pelan. Bagaimanapun juga, ini perpustakaan. Tempat sakral yang menomorsatukan kesepian, dan keheningan seperti jomblo.

"Entar gue tanya namanya siapa dah," kata Deon. "Dia ratu angkatan taun ini kan?"

Mata Miko langsung membesar semangat mendengarnya. "Lo mau nanya namanya? Mau deketin dia? Terus Achy gimana?!"

"Achy kenapa?" Deon menatapnya aneh.

"Nanti kalo dia cemburu gimana?"

"Apansi, tolol," desis Deon. "Hubungan gue sama Achy bukan hubungan yang kayak gitu, kali."

"Menurut lo. Menurut cewek kan beda," sosor Miko.

"Gadanta, njing," balas Deon. "Udah ah ngomongin ceweknya. Gosip aja, setan."

Kemudian Miko mengangguk setuju. Benar. Ia yakin kalau itu bukanlah niat Deon yang sebenarnya untuk mengajaknya ke sini. Dan saat memikirkan itu tiba-tiba saja perasaannya berubah menjadi tidak enak, namun Miko mencoba menetralkan pemikirannya dan bereaksi normal seperti biasanya.

"Oke-oke." Miko mengambil ancang-ancang. "So, ngapain lo ngajak gue ke perpus? Gue yakin lo gak mungkin cuman mau tidur doang. Biasa ngemper di pojok kelas pake tiker aja sok-sokan ngajak ke perpus."

"Serius, kambing," papar Deon.

"Iya ini serius," balas Miko. "Gimana latihan lo kemaren?"

Setelah pertanyaan itu meluncur dari mulut Miko, baik gerak-gerik maupun ekspresi Deon langsung berubah. Ia meneguk salivanya keras-keras demi menelan rasa ragunya.

"Menurut lo gimana kalo gue berenti jadi atlet?"

Miko merasa radio rusak tengah menyusup telinganya.

• • • • •

N O T E ! ! !
kegep : ketauan

Continue Reading

You'll Also Like

269K 3.5K 9
INTINYA JN HAREM BERMEKI/BERMEMEK ONLY ONESHOOT OR TWOSHOOT. BXB AREA‼️ JENO : SUB JAN SALPAK SALPAK? JAUH² SNA MOHON BIJAK DLM MEMBACA. HOMOPHOBIC G...
680K 31.7K 47
selamat datang dilapak ceritaku. 🌻FOLLOW SEBELUM MEMBACA🌻 "Premannya udah pergi, sampai kapan mau gini terus?!" ujar Bintang pada gadis di hadapann...
4.5M 269K 62
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
850K 61.9K 35
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...