Kevanesha

By Syaavero_

513 57 7

Vanesha Athaya, siswi dari salah satu SMA swasta ternama di Jakarta yang sangat membenci satu hal, Lelaki. Me... More

Prolog
Dia?

Permulaan

141 16 3
By Syaavero_

Vanesha mempercepat langkah kakinya saat ia sudah berhasil memasuki area kafe yang terkenal di sekitaran Qiezo ini. Kafe yang lebih sering dikunjungi oleh remaja seusianya dibandingkan dengan usia yang lainnya.

Keramaian akan pengunjung siswa siswi Qiezo di kafe ini membuat Vanesha harus menajamkan penglihatannya, mencoba mencari sosok lelaki menyebalkan yang seharian penuh mambuatnya tidak fokus pada pelajaran.

Pandangannya tertarik pada seorang lelaki yang duduk menyendiri di salah satu meja terpojok di sana. Lagi-lagi Vanesha menemukan cowok menyebalkan itu sedang memainkan sebuah ukulele hitam di tangannya.

"Ma--"

"Ketua osis kok telat?"

Baru satu kalimat yang lelaki itu ucapkan saja, seketika mampu membuat emosi Vanesha meningkat dengan cepat. Ia jadi menyesal ingin mengucapkan kata maaf pada lelaki itu. Sepertinya semua laki memang tidak pantas diberikan kata maaf.

"Ketua osis itu harusnya disiplin. Gimana sih," ucap Kevan tanpa mengalihkan pandangannya pada ukulele hitamnya.

Dengan perasaan kesal yang sudah menumpuk di dalam dadanya, Vanesha menarik bangku di hadapan Kevan dengan kasar dan mendudukkan diri di sana.

"Ketua osis itu sibuk. Jadi lo gak usah sok gaya bawa-bawa kata disiplin segala," ketus Vanesha.

"Waktu adalah uang, dan uang ga boleh dibuang-buang. Jadi, lo udah membuang-buang uang gue dengan mudahnya," ucap Kevan sambil meneguk minuman kaleng di atas meja hingga habis. "So, lo harus beliin gue satu minuman kaleng lagi."

Vanesha membulatkan matanya. "Lo kalo mau meres gue bilang aja, gak usah sok pake kata-kata mutiara segala!"

"Buruan. Gue haus."

"Lah apa-apaan lo? Siapa lo nyuruh-nyuruh gue? Gaada tuh sejarahnya orang berani nuntut gue, biasanya gue yang nuntut. Apalagi lo cowok."

"Hmm, bagaimana dengan kalimat andaikan kamu tahu Andra, bahwa sesungguhnya aku sangat mencintaimu se--"

"Fine."

Dengan terpaksa Vanesha bangkit berdiri dan berjalan menuju lemari penyimpanan minuman kaleng. Ia membuka pintu lemari itu dengan sedikit sentakan kasar yang membuat beberapa pelayan yang ada di sana melirik Vanesha.

"Maaf, mbak. Bukanya pelan-pelan ya."

"Eh?" Vanesha tersenyum kikuk dan mengangguk kecil. Ia lalu dengan cepat membayar minuman itu dan kembali berjalan menuju meja yang berisikan lelaki songong nan menyebalkan.

Vanesha meletakkan minuman kaleng itu di atas meja dengan bantingan. "Puas?"

Kevan membuka minuman itu dan meneguknya santai. "Biasa aja."

Vanesha menatap Kevan tidak percaya. Sepertinya dugaannya benar, semua lelaki di dunia ini memang tidak ada yang baik.

Ya, semua. Bahkan Ayahnya.

"Mana buku gue?!" Telak Vanesha langsung. Ia ingin segera cepat-cepat pergi dari tempat ini.

"Lah, siapa yang bilang gue bawa?"

Vanesha tidak tahan lagi dengan kalimat-kalimat menyebalkan yang keluar dari mulut lelaki songong di depannya ini. Tanpa sadar, ia memukul meja bulat di hadapannya dengan kencang.

"Aw!" Pekik Vanesha saat menyadari rasa sakit yang timbul di sebelah tangannya.

"Hahaha," Kevan tertawa iblis. "Mau sok galak, tapi gagal."

"Diem lo!" Vanesha melirik Kevan sinis. Kemudian ia beralih menatap telapak tangan kanannya yang memerah. "Anjir sakit."

Kevan merogoh saku celana abunya dan kemudian mengambil sapu tangan kecil dari dalam sana. Ia mengambil segelas minuman sisa dari meja kosong di sebelahnya dan mengambil satu es batu dari sana yang lalu ia masukkan ke dalam sapu tangannya.

Kevan melempar sapu tangan berisikan es batu itu ke arah Vanesha. "Pake."

Dengan gesit, Vanesha segera menangkap benda lemparan itu dan menuruti perkataan Kevan. Kemudian ia mengompres sebelah tangannya dengan diam.

Baik juga ternyata ni cowo. Batin Vanesha.

"Jangan lupa abis itu sapu tangan gue dicuci yang bersih terus balikin. Kalo ilang, ganti selusin."

"Anjir," umpat Vanesha. "Salah gue udah mikir lo sedikit baik."

Sebelah alis Kevan terangkat. "Siapa yang ngijinin lo mikirin gue?"

"Lah--"

"Lo sendiri yang ngomong."

Vanesha mengacak rambutnya frustasi. Ia sudah tak tahan berada lebih lama lagi dengan lelaki itu. Dengan cepat, ia membereskan kertas bawaannya dan segera bangkit berdiri dari duduknya.

"Mau kemana lo?"

Vanesha tidak menggubris pertanyaan Kevan dan malah asik melangkahkan kakinya menjauhi meja bernomor 20 itu.

"Gue ga bakal nyuruh lo ke sini kalo gaada sesuatu yang pengen gue omongin sama lo."

Vanesha lantas memberhentikan langkahnya. Ia jadi merasa penasaran sekarang. Dengan penuh perjuangan dalam melawan rasa gengsinya, akhirnya ia kembali mendekati Kevan.

"Cepet ngomong, jangan buang-buang waktu gue."

Kevan menyenderkan punggungnya di balik kursi. Ia melipat kedua tangannya di dada dan menatap Vanesha dengan tatapan menyebalkannya seperti biasa. "Gue mau ngasih lo sebuah kesepakatan sederhana."

"Jangan aneh-aneh."

"Lo mau buku lo balik ga?!" Kevan emosi melihat Vanesha yang selalu saja melawan perkataannya.

Vanesha menghela napasnya. Ia harus bersabar jika ingin buku laknatnya itu selamat.

"Gue bakal balikin buku menjijikan itu asal lo mau ngelakuin satu hal."

"Gak, kalo aneh-aneh."

Kevan tersenyum miring. Tangannya tergerak untuk mengambil selembar kertas yang berada di dalam saku celana abunya dan meletakkannya di atas meja.

"Mudah, bukan?"

***

Vanesha membanting tas berwarna putihnya ke atas meja belajar dengan kesal.

Baru dua hari bertemu dengan cowok songong bernama Kevan saja sudah mampu membuat emosinya selalu naik, bagaimana dengan hari-hari berikutnya?

Vanesha tidak bisa membayangkannya.

Tangan putihnya terulur untuk mengambil sebuah kertas dari dalam tas yang isinya mampu membuat wajahnya kembali memanas.

10 hal yang harus dilakukan seorang ketua osis songong kepada murid baru teladan untuk mendapatkan sebuah buku laknat, yaitu:

1. Lo kudu bikinin gue bekel makanan tiap hari. Kagak boleh absen.

2. Setiap gue ngelakuin masalah di sekolah, lo harus bodo amatan, karena gue tau lo adalah seorang ketua osis, jadi lo ga boleh sok ngelarang gue.

3. Lo harus selalu bersikap menyenangkan sama gue.

4. Harus turutin apapun kemauan gue. Tenang, kemauan gue ga macem-macem kok. Kalo misalkan macem-macem, doain aja cuman dikit.

5. Lo harus bayarin bensin motor gue. Seminggu tiga kali. Ceban doang elah.

6. Beliin gue minuman kaleng, setiap hari dua. Satunya ga nyampe sepuluh rebu kok.

7. Isiin gue kuota. Seminggu dua gb. Gaada tawar menawar.

8. Kalo senar ukulele gue rusak, lo harus jadi orang pertama yang gantiin itu.

9. Siapin uang satu juta besok. Yang ini bakal gue ganti kok, tenang ae.

10. Semua yang gue tulis harus lo lakukan. Karena kalo enggak, gue akan melakukan hal-hal yang gak lo pikirkan sebelumnya. Seperti, mem-fotocopy isi buku laknat lo itu dan menyebarluaskannya ke anggota osis misalnya.

note: selamat, kontrak ini hanya berlaku dalam waktu satu bulan. Selamat menikmati, ketua osis belagu!:)

tertanda,

Si anak baru teladan
Kevan Revano.

"Gila! Ini mah namanya pemerasan!" Ucap Vanesha sambil mengacak rambutnya frustasi.

Vanesha tidak habis pikir, bagaimana bisa ia dikerjai oleh lelaki songong yang bahkan umurnya lebih muda satu tahun daripadanya.

"Perjanjian mulai besok. Kalo sampe ada yang lo langgar, buku lo ga selamet sama gue."

Lagi-lagi suara menyebalkan dari lelaki songong itu terngiang-ngiang di dalam otaknya.

Sejujurnya ia bingung juga, mengapa seorang badboy seperti Kevan menyuruhnya melakukan beberapa hal yang jika ia pikirkan lebih jauh adalah hal biasa, ya walaupun memang tidak semua. Ada yang luar biasa, seperti bersikap baik kepada cowok itu misalnya.

Tentu saja Vanesha tidak bisa bersikap baik kepada cowok menyebalkan seperti Kevan.

Sedangkan hal biasanya, seperti membayar bensin atau membeli minuman kaleng. Bukankah itu hal yang sangat biasa? Bahkan untuk makan saja ia minta kepada Vanesha.

Apa Kevan ga punya keluarga? Batin Vanesha tiba-tiba.

"Lah, ngapain juga gue repot-reopot mikirin tuh cowok songong, ucap Vanesha heboh sendiri. "Yang harus gue pikirkan sekarang adalah bagaimana nasib gue besok."

Vanesha bisa menebak, jika mulai besok, selama satu bulan ke depan, hari-harinya tidak akan bisa damai lagi seperti biasa.

***

Tok. Tok. Tok.

"Ma?"

"Masuk aja," sahut seseorang dari dalam sana.

Vanesha memegang kenop pintu kamar besar di hadapannya dan mendorongnya agar terbuka lebar. Ia tersenyum hangat saat menyadari bahwa seseorang yang sangat berarti di hidupnya kini terlihat baik-baik saja.

Tetapi dalam waktu yang bersamaan, hatinya terasa tertohok dalam saat menyadari apa yang sedang dilakukan wanita cantik di depannya ini.

Vanesha merampas album foto dari tangan Susi, Ibundanya dengan perasaan kesal yang membara di dirinya. "Mama kenapa masih ngeliatin foto laki-laki itu sih? Kan udah Vanesha bilang, gak usah inget-inget dia lagi, Ma."

Setetes air mata turun melewati sebelah pipi tirus Susi. "Mama ga bisa, Van."

Vanesha meletakkan album foto yang berisikan foto-foto lama saat keluarganya lengkap dahulu itu ke dalam sebuah lemari dan menguncinya.

Vanesha mengantongi kunci lemari itu dalam-dalam. "Mama pasti dan harus bisa. Mama harus inget, kalo dia udah ninggalin kita. Mama ga boleh kayak gini terus, Ma."

Susi menggeleng lemas sambil terus memeluk bantal. "Mama seharusnya bisa nerima wanita itu. Mama seharusnya membiarkan papa kamu nikah untuk yang kedua kalinya. Mama seharusnya--"

"Gak," Vanesha menggeleng kencang. "Semua yang udah Mama lakukan ga salah. Semuanya benar. Yang salah adalah lelaki itu!"

Susi menatap anak gadisnya dengan berlinang air mata. "Tapi Mama masih cinta sama Papa kamu, Van."

Deg.

Hati Vanesha seperti terhimpit beton sekarang. Rasanya sesak ketika melihat seseorang yang sangat berarti untuk kita terluka karena sebuah pengkhianatan yang berasal dari seseorang yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya.

Vanesha tidak pernah berpikir, kalau Ferdi, sosok Ayah yang sangat ia banggakan dulu ternyata mencintai satu wanita lagi selain Susi, wanita yang sangat ia sayangi.

"Mama kepengen vanilla late, Van. Biasanya Papa kamu beliin Mama itu setiap dia pulang kerja."

Vanesha segera menepis air mata yang entah kapan sudah mengalir di kedua pipinya. Tangannya terangkat untuk mengelus lembut puncak kepala Susi.

"Mama tunggu sini. Biar Vanesha beliin."

Melihat keadaan Susi seperti ini seketika membuat rasa benci Vanesha kepada makhluk yang bernama lelaki kian membesar.

Entah sampai kapan, perasaannya ini akan bertahan. Yang pasti, rasa kecewanya pada lelaki sudah sangat besar.

***

Vanesha membuka pintu kaca besar yang berada di depannya perlahan.

Bunyi lonceng yang terdengar nyaring seketika memenuhi pendengarannya sesaat setelah ia memasuki salah satu kafe terdekat dari komplek perumahannya.

Vanesha memilih meja yang berada di tengah kafe. Ia tidak suka dengan sepi. Ia lebih suka ramai. Karena menurutnya, sepi hanya akan membuatnya mengingat masalah-masalah yang ia alami.

"Mau pesen apa mbak?"

Suara seorang perempuan yang terdengar ramah di telinganya membuat lamunan Vanesha seketika buyar.

Vanesha membuka buku menu sebentar sebelum memilih pesanan.

"Milkshake chocolate satu sama chesee cakenya satu ya."

"Oke," pelayan wanita itu mencatat pesanan Vanesha di sebuah kertas. "Hanya itu saja?"

"Oh iya, sama vanilla latenya ya. Tapi dibungkus aja."

Pelayan itu tersenyum ramah. "Oke, mohon ditunggu sebentar."

Sepeninggalan pelayan wanita tadi, Vanesha hanya bisa memainkan ponselnya dengan diam. Ia ingin mengecek aplikasi pesannya sebentar. Sejak ia pulang tadi, Vanesha memang belum sempat membuka ponsel.

Rumpi (3)

Faya Agatha: vann pap jawaban mtk lo donggg:((

Faya Agatha: satu nomor pun gada yg gue ngerti masa:(

Ami Imami: gue udh ni. Mau?

Faya Agatha: lo aja beda kelas sama kita mi. Begonya ga ilang-ilang, heran gwa.

Ami Imami: lah iyayakkk wkwk

Seketika Vanesha menepuk keningnya kencang. Karena sedari tadi ia sibuk memikirkan kertas pemberian Kevan, ia jadi lupa akan tugas matematikanya.

Vanesha segera membuka notes yang berada di aplikasi ponselnya dan membaca jadwal yang akan dipelajari besok.

Seni, matematika, bk, geografi, sejarah.

"Mampus, ada matematika besok."

Secara tidak sengaja, Vanesha membaca jadwal pelajarannya tiga hari yang lalu, yang seketika membuatnya menepuk keningnya sekilas.

"Anjir," Ucap Vanesha. "Selasa kemarin kan buku gue dipinjem si kampret Andra."

Vanesha menggigit kuku panjangnya. Ia jadi bingung sekarang. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sebelum suara seseorang terdengar.

"Malam semua, malam ini gue pengen nyanyiin salah satu lagu kesukaan gue. Semoga kalian suka."

Vanesha tertegun saat mendengar suara itu. Suara yang jika ia dengar sebentar saja mampu membuatnya pusing tujuh keliling.

Vanesha mengangkat kepalanya perlahan dan menghadap depan. Ya, ternyata benar dugaannya.

Di atas panggung kecil di tengah kafe itu, terlihat sosok Kevan Revano yang kini tengah bernyanyi sendirian dengan diiringi gitar hitam di pangkuannya.

I met you in the dark,
You lit me up

You made me feel as though,
I was enough

We danced the night away,
We drank too much

I held your hair back when,
You were throwing up

Secara tidak sengaja, kedua mata Vanesha bertemu dengan kedua mata Kevan. Pandangan mata lelaki menyebalkan itu terlihat berbeda dengan pandangan yang diperlihatkannya saat ia di sekolah tadi.

Dengan gerakan cepat, Vanesha segera menutupi wajahnya dengan buku menu di atas meja. Tak mau kalau lelaki itu mengetahui keberadaannya, walau sebenarnya terkesan percuma juga.

Dosa apa gue, bisa ketemu itu anak songong malam-malam begini?!

***

Hoaaaa gimanaa?? Komenn dongg yukk ramein biar aku semangatt wkwkwk

Vomments kalian selalu aku tunggu loh. Ayo dong jangan pelit vote sama komen. Oke? Hehe

Maacii semuaa! Ayafluu

Continue Reading

You'll Also Like

406K 49.7K 33
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...
2.4M 121K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
496K 25K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
408K 44.4K 20
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...