Empty // HARBARA [Completed]

By itsironman

154K 15K 2.5K

[18+ BEBERAPA PART MATURE CONTENT DI PRIVATE] Berawal dari pertemuannya di sebuah pesta, Queen Malik harus te... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Epilog

Chapter 26

3.1K 318 48
By itsironman

"Duduklah, aku akan menceritakan betapa brengseknya pria itu jadi kau sadar kalau kau harus menjauhinya."

Zayn duduk berhadapan denganku. Menatapku dengan penuh keseriusan. Ia mengaitkan jari-jari kanan dan kirinya, membuka mulutnya lalu mengatupkannya lagi. Melakukan hal tersebut beberapa kali. Ck, terlalu bertele-tele sekali, sih.

"Harry adalah buronan penjahat. Kau tahu apa artinya?"

Aku menggeleng.

"Itu artinya dia memiliki masalah dengan mereka. Asal kau tahu, mereka melakukan kejahatan yang terorganisir dengan rapi. Para mafia ini juga merupakan buronan polisi yang namanya sudah sangat lama dicari oleh CIA. Mereka tersebar di beberapa negara, dan yang kutahu mafia ini telah pindah ke negara bagian Eropa. Mereka adalah para manusia keparat yang memperdagangkan senjata-senjata berapi yang diselundupkan, dan baru-baru ini mereka juga memperdagangkan wanita yang masih berumur 17 tahun. Aku tidak tahu kenapa temanmu itu memiliki urusan dengan mereka. Hanya Tuhan yang tahu apa yang Harry lakukan pada mafia itu.

Mulutku menganga selagi Zayn menyelesaikan ceritanya. Apa-apaan ini? Semua yang Zayn katakan terdengar sangat mengerikan. Dan orang-orang seperti mereka nyata? Kukira hal seperti ini hanya akan ada di film yang sering kutonton saja.

Perasaanku mulai berubah menjadi cemas. Apa Harry termasuk ke dalam bagian para 'mafia' itu? Kalau iya, itu artinya aku harus segera menjauh darinya atau aku akan terlibat dalam masalah. Tetapi, Harry tidak terlihat seburuk dan semenyeramkan itu.

"Dari mana kau tahu semua itu, Zayn?"

"Beberapa temanku mengenal salah satu anggota dari kelompok mafia itu. Sejak pertama kali aku melihat Harry, aku sudah curiga dan sejak saat itu aku terus mencari informasi tentangnya. Dan beberapa hari lalu aku mengetahui kalau teman brengsekmu itu juga ikut berurusan dengan mereka. Sekarang kau sudah tahu seberapa bahayanya pria itu. Aku hanya tidak ingin kau terlibat atau bahkan masuk ke dunianya. Kau harus lebih pintar memilih teman, Queen. Aku tidak ingin melihatmu bersamanya lagi. Jangan sampai kau terjebak dengannya. Mengerti?"

Keraguan besar untuk menuruti permintaan Zayn merasukiku. Aku tidak bisa mengangguk menyetujuinya walau aku tahu perkataannya itu sangat benar. Zayn adalah kakak yang protektif. Ia selalu mencoba untuk menyaring semua orang yang bergaul denganku. Ia selalu berhubungan dengan temanku, sekedar memantau kegiatanku.

Aku tahu, yang ia lakukan itu untuk kebaikanku. Dan aku menghargainya, meskipun yang ia perbuat itu sangat merisihkan. Tetapi sayangnya, aku sudah terjebak dengan dunia Harry. Walaupun hingga saat ini Harry tidak pernah melibatkanku pada semua masalahnya, tetapi pergi dari Harry adalah keputusan yang bijak.

Dan aku tahu ini akan sangat sulit. Kalian bisa menganggapku seperti bocah ingusan yang baru merasakan indahnya jatuh cinta, namun memang itu kenyataannya. Aku tidak mengerti apa yang dapat membuatku tahan berada di dekat Harry.

"Queen, kau dengar aku tidak? Menjauh darinya."

"Eh? Ya--ya, akan kuusahakan."

"Tidak, tidak diusahakan. Tapi kau harus menjauh darinya."

"Ya! Aku bilang akan ku--"

"Queen?" Zayn menelusuri mataku, mencari sesuatu yang bisa ia temukan di sana. Buru-buru aku melengos, menghindar kontak mata dengannya. Aku tahu apa yang Zayn lakukan. Ia pandai membaca pikiran. "Astaga, Queen, jangan katakan kalau kau... Apa kau menyukainya?"

Bingo!

"Ti-tidak! Tentu saja t--tidak. Untuk apa aku menyukainya? Dia hanya temanku." Bantahku tergagap-gagap. Dan aku harus mengalihkan pandanganku ke arah lain.

"Ya ampun, Queen, kau tidak boleh menyukai pria sepertinya. Dia tidak pantas mendapatkan gadis baik sepertimu. Dan tunggu--baju siapa yang kau pakai? Itu baju teman brengsekmu itu, kan?"

Entah kenapa, panggilan brengsek untuk Harry yang sering dilontarkan oleh Zayn membuatku marah padanya. Harry memang brengsek, tetapi memanggil seseorang dengan sebutan tersebut secara terus-menerus sangatlah tidak sopan.

"Diamlah, Zayn. Aku sudah besar, aku tahu harus berteman dengan siapa saja dan kau, sebaiknya kau berhenti melarangku seperti itu. Aku lelah, aku ingin tidur. Jangan ganggu aku." Beranjak dari duduk, aku meninggalkan Zayn seorang diri dan setengah berlari menaiki anak tangga.

Dari atas, aku sempat melihat Zayn menggeleng kecil seraya memijat pelipisnya selagi ia menyandarkan tubuhnya di sofa. Ia terlihat kelelahan.

Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku? Seharusnya aku menuruti apa yang dikatakan oleh Zayn karena aku yakin, ia melakukan semua itu demi kebaikanku.

Persetan dengan perasaanku.

**

Keesokan harinya, saat aku sedang bersantai ria karena hari libur yang membosankan di tambah ketidakberadaan Zayn di rumah, Harry tiba-tiba saja datang di siang hari bolong, menculikku dan membawaku pergi ke rumahnya.

Padahal, tadinya Bella dan Calum ingin berkunjung ke rumahku. Mereka berdua terus meneror dengan meninggalkan banyak pesan dan panggilan di ponselku. Mereka berdua meminta penjelasan setelah insiden di Sapphire Magazine.

Alhasil, aku harus kembali menunda keinginan mereka berdua karena perbuatan Harry yang selalu melakukan apapun seenak jidatnya. Itulah Harry.

"Kenapa rumahmu selalu sepi?" Pertanyaan lolos begitu saja dari mulutku. Kini kami berada di ruang tengah, hendak berjalan--entah kemana, aku hanya mengikuti Harry dari belakang. Kepalaku tak henti-hentinya celingak-celinguk memerhatikan setiap detail sudut rumah yang tergolong sangat besar.

"Karena hanya aku yang menempatinya." Jawabnya singkat.

"Bagaimana dengan Mr. Chris dan Gwyneth? Mereka tidak tinggal di sini?"

Harry mengangkat kedua bahunya acuh, "Mereka sibuk." Dan tanpa sadar, ternyata Harry membawaku ke halaman belakang rumahnya. Aku tak tahu kalau ia akan mempunyai taman seindah ini di rumahnya yang kurasa akan memakan banyak waktu dan biaya untuk perawatannya.

Tamannya begitu cantik!

Harry berjalan mendahuluiku dan meletakkan bokongnya di ayunan yang berbentuk sofa besar. Lantas aku mengikutinya. Kami terdiam sejenak, menikmati semilir angin yang menerpa permukaan kulit serta suara gemericik air yang dihasilkan dari air mancur kecil di tengah-tengah halaman.

Aku menyandarkan tubuhku pada badan sofa, memejamkan mata guna merilekskan otot-otot tubuh yang beberapa hari belakangan ini sering menegang. Aku sangat menikmati suasana seperti ini. Asri, tenang, dan damai tanpa ada perdebatan serta teriakan.

"Aku juga sering melakukan hal yang sama sepertimu." Suara Harry cukup mengusik ketenanganku. Aku menoleh, sedikit terkejut karena jarak kami begitu dekat.

"Oh ya? Aku tidak tahu kalau kau menyukai taman seperti ini. Kukira seluruh sudut rumahmu akan berantakan jika ditempati oleh manusia sepertimu." kataku santai.

Aku memandang Harry lekat-lekat yang kini sedang menatap lurus ke depan. Jarak sedekat ini membuatku dapat melihat dengan jelas bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar dagunya. Begitu juga dengan bibir merah muda dan mata hijaunya. Entah kenapa, pemandangan di depanku sekarang jauh lebih menarik di bandingkan taman yang baru saja kukagumi itu. Sial, kenapa ada manusia setampan dirinya.

Harry terkekeh kecil, masih tak mau merubah pandangannya. "Kau masih menganggapku buruk, huh?"

"Bukankah kau memang masih seperti itu?"

Harry terdiam. Begitu juga denganku. Lantas aku kembali memejamkan mata, memijat pelipisku karena rasa pusing yang tiba-tiba menyerang. Aneh.

Lagi, aku menggelengkan kepala guna menetralisir rasa pusing yang semakin menjadi. Oh, sepertinya aku kekurangan asupan. Tentu saja, aku belum makan dari kemarin.

"Harry, kenapa kau membawaku kemari? Tumben sekali. Kau tidak berniat untuk meniduriku lagi, kan?" tanyaku was-was.

Harry terkekeh kecil, kemudian akhirnya menoleh hingga kedua iris kami bertemu. "Kenapa? Kau ketagihan dengan keterampilanku di ranjang? Kalau begitu, ayo, kita bisa melakukannya lagi."

Secara refleks aku meninju lengannya dengan sekuat tenaga. "Jaga mulutmu, Styles."

Entah untuk yang keberapa kalinya, Harry kembali tertawa. Suara tawanya sangat menghibur. Pemandangan yang tidak bisa kudapatkan setiap hari.

"Baik, baik, aku hanya bercanda.Well, aku juga tidak tahu kenapa aku mengajakmu ke sini. Kurasa aku sedang kesepian dan aku membutuhkan seseorang..." Harry menatapku dalam-dalam, "dan entahlah, kau adalah hal pertama yang ada di pikiranku."

Detik itu juga rasa panas menjalar di kedua pipiku. Pun menunduk menjadi cara jitu agar Harry tak melihat reaksi tubuhku.

"Aku tidak mengerti dengan perasaanku sendiri." gumamnya tak jelas tetapi aku masih bisa mendengarnya.

Rasanya jantungku seakan meledak mendengar pernyataannya. Napasku tertahan untuk tiga detik. Apakah ia merasakan hal yang sama sepertiku? Oh, ayolah, kau terlalu cepat mengambil kesimpulan, Queen.

"Apa kau lapar?" tanya Harry tiba-tiba. Ia keluar dari kursi ayunannya dan mengangkat kedua alisnya tinggi sebagai pertanda menunggu jawabanku.

"Ya. Eh, tidak, tidak. Aku tidak tahu. Aku butuh kamar mandi. Bisa kau tunjukkan dimana tempatnya?" Jika tadi pusing datang menghantam kepalaku, sekarang giliran rasa mual yang singgah di perutku.

"Apa kau ingin--"

"Harry cepat!" Aku segera loncat dari ayunan saat merasakan gemuruh yang berasal dari perut. Aku harus segera sampai di kamar mandi sebelum memuntahkan isi perutku. Dan pria ini malah memperlambatnya.

Tidak menjawab, Harry pun berjalan di depanku, mengarah ke kamar mandi. Buru-buru aku masuk dan mengunci pintunya. Dan aku sempat melihat Harry memasang wajah bingung ketika aku masuk ke dalam dengan gerakan secepat kilat.

Dan saat itulah semua cairan yang berada di perutku naik ke tenggorokan, keluar dari mulutku yang langsung menghasilkan suara ciri khas orang muntah. Dengan cepat, tanganku menyambar keran air dan menyalakannya, menyamarkan suara yang berasal dari mulutku.

"Queen, kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Harry mengetuk pintu beberapa kali namun aku tidak bisa menjawabnya karena masih memuntahkan sesuatu.

"Queen, apa yang terjadi di sana?" Ia bertanya lagi.

Sekitar hampir satu menit melakukan hal yang sama, akhirnya cairan itu berhenti keluar dari mulutku. Pun aku membasuh wajah dan bagian mulut, membersihkan cairan menjijikan yang ada di sudut bibir.

Aku menjatuhkan tubuhku di lantai, berpegangan pada wastafel guna menahan tubuh agar tak jatuh terkapar. Pasalnya, rasa pening yang lebih hebat kembali menghantam kepalaku. Dunia terasa terputar dan pengelihatanku sedikit kabur.

Ini aneh. Aku belum pernah merasakannya sebelumnya. Dan tadi, aku baik-baik saja. Kurasa ini seperti gejala sakit--tunggu, ini terasa seperti orang yang... Tidak, tidak. Ini tidak mungkin terjadi.

Perasaan cemas seketika muncul ketika mengingat percakapanku dengan Harry barusan.

"Queen, kau dengar aku? Are you okay? Keluarlah, atau aku akan mendobrak pintunya."

Cepat-cepat aku menggeleng agar tetap sadar. Kami memang melakukan hubungan intim itu tanpa pengaman seminggu yang lalu, dan ada kemungkinan besar jika aku bisa hamil karenanya. Tapi, astaga, tidak mungkin secepat ini, bukan? Sial, aku tidak pernah tau-menau masalah seperti ini.

"Queen? Aku akan menghitung sampai tiga," Harry masih berteriak.

Sekuat tenaga aku mencoba untuk berdiri, namun tubuhku kembali goyah hampir ambruk. Untungnya, tanganku masih kuat memegang wastafel sehingga benda itu berhasil menjadi tumpuanku.

"Queen, aku serius,"

Ceklek...

Hal yang pertama kulihat adalah wajah khawatir Harry. Ia memegang kedua bahuku dan menundukkan kepalanya sedikit, berusaha melihat wajahku yang sedang menunduk.

"Fuck! kenapa kau pucat sekali? Apa kau sakit?"

Di saat aku hendak mengambil satu langkah untuk maju, tubuhku ambruk dibarengi dengan pengelihatanku yang berubah gelap. Hanya itu yang kuingat. Sisanya, aku tak tahu apa yang terjadi.

•••
Update lagi kan a6. Oh ya, kasih masukan dong, kurang apa kurang apanya, biar next chap bisa ditambahin yg kurangnya.

Have a great day❤

5 Agustus 2017

Continue Reading

You'll Also Like

28K 2.8K 20
21+ | Mature Semula, tak ada yang menarik bagi hubungan mereka selain pertengkaran, yang pada akhirnya membuat Renzo nekat, mengambil keputusan, mel...
155K 15K 33
ᴿᵉᵃˡ ᴬᵘᵗʰᵒʳ : ᴬˡᵐ. ᴮᵉʳᵗʰᵃᶠⁱᵗʳⁱᵃˢ . . "ᴹᵉⁿᶜᵃʳⁱ ˢᵉᵇᵘᵃʰ ᵃʳᵗⁱ ᵏᵃᵗᵃ 'ᶜⁱⁿᵗᵃ' ᵗᵉʳʰᵃᵈᵃᵖ ʰᵘᵇᵘⁿᵍᵃⁿ ᵏⁱᵗᵃ ʸᵃⁿᵍ ʳᵘᵐⁱᵗ."
155K 7.7K 42
Highest rank : #741 in romance (100518) #13 in sakit hati (100518) #186 in mature (100518) ...
59.9K 145 12
cerita ini, yah susah sih di jelasin nya, suka gak nyambung dan gak sesuai apa yang kita mau. tenang ajjh cuman ada 12 part kok ... jadi kalian gak i...