Eunoia [Karma x Reader]

By KaykenVR

69.4K 8.7K 1.3K

[Full Name] awalnya adalah siswi kelas 3 biasa di Kunigigaoka. Terkenal rajin, dan cukup disiplin, membuatnya... More

1. Kelas E?
2. Bolos
3. Bersejarah
4. Sakit
5. Kebebasan
7. Strawberry Trapper (Bagian 1)
8. Strawberry Trapper (Bagian 2)
9. Strawberry Trapper (Bagian 3)
10. Misunderstanding
11. Tetap Bersemi - END
Epilog

6. Penjahil Kelas Kakap

5.1K 661 216
By KaykenVR

"[Name]-chan.."

"Hn?" pluk. Awalnya aku terdiam sejenak tatkala gumpalan kertas kecil mengenai tulang baji di kepalaku. Setelah sedetik menghela napas, kuputuskan untuk menoleh ke pelaku. Dia malah beralih pandangan menerawang langit-langit bangunan tua ini dengan sebelah tangannya yang menopang dagu. Karena tak mendapat penjelasan apa-apa, aku berniat melanjutkan mengerjakan kuis dadakan dari Koro-sensei, namun mataku tak sengaja menangkap obyek yang tadi dilemparkannya padaku yang kini tergeletak di samping luar kaki meja.

"Temenin ke toko buku nanti sore. Butuh rekomendasi dari orang sepertimu."

Aku mengerjapkan mata beberapa kali usai membaca deretan kalimat yang tertulis di kertas itu. Lalu, ku ambil notesku dan menyobek sebagian kecilnya untuk kutuliskan balasan ; Ogah. Butuh rekomendasi buku tentang apa sih? biar ku kirim via sms aja nanti.

Selesai! Lempar!

pluk.

Sedetik, dua detik, pandangan Karma tetap tak berpaling. Bahkan sampai bermenit-menit berlalu pun kertas yang mengenainya tak dilirik barang sebentar. Bibirku tersenyum kecut kala baru bisa menafsirkan sikapnya itu. 'Ya ampun, dia itu selalu seenaknya sendiri!'. Tiada penolakan, lebih tepatnya begitu. Aku mengacak rambutku pelan, padahal nanti sore aku sudah berencana bersantai diri di dalam kamar dan pada malamnya akan tidur awal. Ya, tidur! Malam minggu adalah kesempatan emas untuk melepas penat sejenak setelah malam-malam sebelumnya disibukkan dengan berbagai tugas ini-itu.

"Mau bagaimana lagi?" gumamku pada diriku sendiri.

><><><

04.45 pm

"Waa omatase ne, [Name]-chan." akhirnya sosok itu muncul juga setelah lama ditunggu. Aku beranjak dari tempat duduk lalu menyelempangkan tas ke tubuhku. Saat ini kami janjian di taman kota untuk bertemu jam setengah lima sorw. Well, yeah.. sudah kuduga si surai merah itu bakal telat, jadi aku tidak terlalu mempermasalahkan ketika dia baru nongol dengan setelan kaos dan jaket biasa saat jam mau menunjukkan angka jam lima kurang seperempat. Karma berjalan mendahuluiku, kedua tangannya dimasukkan ke saku jaket. Aku di belakangnya, mengikuti kemana kakinya melangkah.

"Ngapain kesini?" aku memandangnya heran saat kami berhenti di depan gedung bioskop. Banyak orang yang keluar dan masuk karena ya.. malam minggu seperti ini memang sangat ramai di berbagai sudut kota. Aku hanya memandang sekeliling sekilas. Kira-kira 50% dari pengunjung disini bersama pasangannya, 30% dengan segerombolan teman-teman dan 10% dengan keluarganya, kurang lebih begitu setelah melihat sana-sini. Lalu, aku melirik Karma, yang ternyata sudah lenyap dari tempat berdirinya tadi. Kini, ia bersandar di dinding gedung tak jauh dariku. Aku menghampirinya.

"Ini bioskop, Aho. Kamu mau beli buku apa disini?" tanyaku sebal dengan nada agak tinggi sembari menepuk pundaknya. Ia malah mengeluarkan handphone-nya.

"Nunggu Rio."

"Nakamura Rio? Dia ikut untuk kau jadikan pe-rekomendasi juga?"

"Tidak. Dia ikut nonton bareng kita." tangannya merogoh saku celana, mengeluarkan dompet dan menunjukkan potongan-potongan kertas yang dikenal dengan tiket bioskop. Sontak, entah bagaimana sebuah perempatan muncul di dahiku. Aku mencoba menahan gejolak emosi, kurang mengerti tujuan sebenarnya dari setan merah yang selalu menguji kesabaran orang yang sedang berada di hadapanku ini.

"Karma, aku butuh penjelasan."

"Hn? oh ya, setelah nonton tetep jadi ke toko buku kok." Aku memutar bola mata malas.

"Bukan itu. Tapi, kenapa bioskop?"

"Menang lotre dapat 3 tiket ini. Sebenarnya mau ku kasih ke yang minat aja, tapi Nakamura mengajakku nonton bersamanya." Ia mengotak-atik kembali handphonenya membuat penjelasan jadi terinterupsi. Namun tak lama kemudian ditutupnya layar tersebut. "Nakamura merekomendasikanmu untuk jadi penikmat bioskop gratis ini."

Butuh jeda lama untuk kami saling membuka suara lagi. Aku memecahkan kesunyian--meski di sekitar penuh keramaian--di antara kami dengan berujar, "Jadi ini ya yang dinamakan 'mengencani dua wanita' itu." aku menatap sinis ke arahnya, Karma terkekeh pelan.

"Heh~ jadi [Name]-chan menganggap ini kencan?" Akabane Karma sialan! kenapa dia selalu bisa membalikkan keadaan? Tak mau ambil pusing dan menghindari perdebatan, aku mengalihkan pandangan--menatap ke sekeliling untuk yang kesekian kalinya. Saat itu juga mataku menangkap gadis bersurai blonde terurai sedang melambai-lambaikan tangannya sambil berlari.

"Halo hadirin sekalian, sudah menunggu lama? Wahh Akabane! Kamu benar-benar berhasil membawa anak ini ya!" Senyum sumringahnya terkembang begitu sempurna kala datang menghampiri kami. Setelah mengatakan itu, ia tertawa pelan sendiri sambil menepuk pundakku. "Yo.. yo, bukankah Akabane sangat baik hati bersuka rela memberikan kita gratisan super langka ini, [Name]-chan? Lihat ekspresi bersemangatmu itu. Muka menekuk, bibir mengerucut, dan tatapan itu! Ya ampun, kamu benar-benar bersemangat." Gadis itu--Nakamura Rio--teman sekelas kami yang memiliki predikat English Girl benar-benar membuang tenaganya untuk mengucapkan sapaan super panjang tersebut secara sia-sia hanya di biarkan lalu oleh kedua lawan bicaranya, Aku dan si Karma.

"Ayo masuk. Err.. kalau tidak salah filmnya akan mulai. Lihat, ini akan jadi hiburan yang menarik!"

><><><

Kebetulan, hari ini sedang ada promosi di tempat bioskop yang kami datangi hari ini yaitu satu tiket mendapat voucher penukaran 1 popcorn/softdrink. Karma menyerahkan voucher tersebut padaku, dan memberi titah menukarkan voucher itu di kasir consession. Sedangkan ia asyik mengobrol dengan Rio-chan, aku langsung mendatangi tempat penukaran yang tidak jauh dari tempat kami berdiri.

"2 popcorn, 1 softdrink." ucapku tatkala pegawai menawari. Setelah selesai menyiapkan pesanan tersebut, aku memberikan kertas yang tadi diberikan Karma padaku ke sang pegawai. Ia menerima dan aku mengambil barang tersebut. Saat hendak berbalik, suara pegawai tersebut menghentikan langkahku.

"Maaf, ini struk pembelian tiket bukan vouchernya." Apa? Aku tersenyum miris lalu meletakkan barang yang ada di tanganku kemudian membungkukkan badan. Dengan cepat kuhampiri Karma dan Rio yang sedang asik sendiri.

"Ini struknya, Aho. Vouchernya yang mana?" Mereka berdua berpandangan sesaat, kemudian tertawa lepas dan ber-high five.

"hah? oh ini." Karma mengeluarkan kertas-kertas kecil tersebut dari dompetnya, dengan tawa yang belum berhenti. Setelah urusan voucher selesai, aku menghampiri mereka lagi dengan kedua tangan penuh bawaan.

"Sorry, yang tadi sengaja [Name]-chan."

.
.
.

Apa yang biasa dijumpai orang saat menonton film horror di bioskop? Teriakan, itu wajar. Orang normal cenderung akan berteriak saat sampai pada scene yang menakutkan, atau mengagetkan.

Melihat aktor yang diidolakan bermain di film tersebut? rasanya mendengar teriakan penonton wanita yang ber-mark Fangirl juga tampaknya wajar.

Kedua hal itu sebenarnya sama-sama mengganggu kenyamanan dan agaknya, memang menyebalkan. Tapi situasi yang terjadi kini lebih menyebalkan dari gangguan-gangguan "normal" di atas. Makhluk mana yang akan tertawa terpingkal-pingkal dan mengagumi dengan cara memuji berlebih para 'Hantu' saat menonton film horor? Tentu saja makhluk yang sebangsa dengan mereka. Akabane Karma bersama partner-in-crimenya, Nakamura Rio melakukan hal tersebut saat ini.

Berpindah scene, mereka berdua tampak hening kembali menyimak dengan malas layar lebar itu. Karma yang duduk di antara aku dan Rio ketika ku perhatikan sedang mengetuk jari-jarinya pada lengan kursi. Sedangkan Rio, dia tengah menopang dagunya dengan tangan kanan dan aku, hanya duduk diam sambil berpangku tangan.

Teneng..tenengneng...Teneng (Readers : Ringtone macam apa ini xD)

"Apa itu suara handphone anda dek?" seseorang menegurku dengan pertanyaannya. Aku menoleh heran dan meski di kegelapan aku bisa mengira yang duduk di sebelah kananku dan mengajakku bicara ini adalah mbak-mbak(?) usia dua puluhan. Aku menggeleng pelan.

"Eh.. seingat saya, handphone saya tidak begini ringtonenya."

"Coba di cek, suaranya berasal dari sini soalnya. Sangat menganggu." Tambah orang itu dan aku hanya mengangguk kecil. Seingatku, handphoneku sudah ku mode silent sesaat sebelum masuk ruang teater ini. Jadi dengan ogah-ogahan aku mengambil tas yang ku taruh di sebelah kiri dan--

Alarm
05.50 pm.
Abaikan | Tidur Sebentar

--what the- 'Sejak kapan aku menghidupkan alarm?!'

"Ne, Akabane-kun. Rupanya teman kita yang satu ini punya selera ringtone-ringtone aneh ya?" celetuk Rio. Ia tersenyum jahil ke arahku, meski di kegelapan tapi tetap saja terlihat jelas. Karma menyahuti,

"Selera yang payah. Hei Nakamura, lihat itu si v*lak muncul lagi hahaha! Itu ekspresinya gak bisa di kondisikan?" Aku mendesah, sebal. Ku putuskan untuk berkonsentrasi lagi ke film yang sedang di putar, tetapi nihil, mereka berdua terlalu ribut.

"Ya ampun.. itu si v*lak keren banget! kapan gue bisa make up kayak dia?!"

"Dek, itu teman-teman kamu?" aku menoleh ke sebelah kanan lagi, orang itu berbicara padaku. Sejenak aku kembali menoleh ke arah mereka, kemudian setelah menatap orang itu kembali, aku menggeleng kecil.

"Saya kesini sendirian kok."

Well, yeah.. selain menganggu dan jahil (mengenai alarm tadi, aku yakin itu adalah ulah Karma karena dia dapat dengan mudah menjangkau tasku sebab ku letakkan di sebelah kiri), ada kata lain yang menggambarkan duo setan itu ; memalukan.

><><><

07.02 pm.

Rasanya begitu lega kembali merasakan udara luar setelah berjam-jam berada di ruang teater yang ber-AC. Meski begitu keluar angin musim gugur menerpa, tapi ini lebih baik daripada di dalam tadi.

"Film yang sangat bagus! Sekali lagi thanks Akabane-kun. Hei, [Name]-chan bukankah kamu menikmatinya juga?" Rio merangkul pundakku ketika berkata demikian. Aku tersenyum miris, lantas menjawab, "Sama sekali tidak." Rio menyahuti jawabanku dengan tergelak kecil.

Saat ini, kami bertiga sedang berjalan di trotoar menuju mall yang terletak tak jauh dari gedung bioskop untuk mencari makan dan ke toko buku tentunya.

"Lihat [Name]-chan, jalanan kota di saat seperti ini merupakan momen yang bagus untuk berburu pria tampan nan kece, lho. Jadi, mana pria yang menurutmu kece di antara mereka yang berlalu lalang itu?"

Rio berceloteh banyak padaku, dan aku sedang berperan sebagai pendengar yang baik. Sedangkan Karma, ia berjalan di belakang kami sambil diam tak berkata.
Sesekali aku meliriknya, ia berjalan dengan kedua tangannya di saku, ekspresinya ketika diam, dan saat ada angin menerpa rambut merahnya aku jadi berpikir dia terlihat keren untuk kali ini. 'Tunggu, ada apa gerangan aku memujinya?!'

.
.
.

"Huah.. kenyangnya. Jadi, selanjutnya kita ke toko buku kan? Ne.. Akabane-kun, kamu harus beli novel Catcher in the Rye karya Salinger-sama!"

"Dalam bahasa inggris?"

"Tentu saja!"

Membiarkan mereka berjalan duluan, aku terhenti pada sebuah stand aksesoris. Setelah melihat-melihat sejenak, akhirnya ku putuskan untuk membeli sebuah soft case handphone yang memang kubutuhkan saat ini. "[Name]-chan kalau mau mampir bilang dong, ku kira kau tiba-tiba lenyap tadi karena tidak ada di belakang kami." ujar Karma yang hanya kubalas cengiran kuda. Aku melangkahkan kaki menuju kasir. Ketika pegawai toko tersebut menyebutkan nominal yang harus dibayar, aku mengobrak-abrik isi tasku untuk mengambil dompet.

"Ada apa [Name]-chan?" Rio bertanya. "Dompetku, aku tak menemukannya di tas." jeda sebentar, aku bersuara panik. "Apa mungkin tertinggal di foodcourt ya? Maaf, tunggu sebentar saya akan kembali." Setelah berkata pada pegawai toko, dengan tergesa-gesa aku melangkah kembali ke foodcourt. Karma yang tadi saling berpandangan dengan Rio terlihat menyusulku. Kurasa, Rio tetap tinggal di toko itu sebagai jaminan kalau-kalau kami memang kembali.

"Bagaimana [Name]-chan?" Tanya Rio setibanya aku di toko aksesoris itu lagi, dan sedang mengatur nafas yang terengah-engah. "Tidak ada." jawabku frustasi.

"Aku juga tak menemukannya di sana." timpal Karma santai. Dia bersandar pada dinding toko dengan gaya khasnya, kedua tangannya di masukkan ke dalam saku.

"Nih." Tiba-tiba, Rio menyodorkanku bungkusan kecil dengan tanda merk toko ini di bagian depannya. "Eh?" aku menatapnya bingung. "Sudah ku bayar dulu jaga-jaga kalau dompetmu beneran nggak ketemu disana. [Name]-chan tidak perlu menggantinya kok." mataku mengerjap beberapa kali.

Apa-apan itu? Beginikah sosok sebenarnya Nakamura Rio yang dikenal sebagai setan kedua kelas 3-E. Saat ini dia bak malaikat penolong. "Tidak baik begitu. aku akan mengembalikannya segera Rio-chan. Lagipula sebenarnya aku bisa tidak jadi membelinya, tapi ternyata kamu membawa uang lebih ya?"

"Beneran gak usah di ganti! Soalnya aku bayar pake ini." Di tangan kanan Rio, ia memegang dompet kulit berwarna krem yang sangat familiar bagiku. Sedetik kemudian, aku menarik napas--mencoba menahan gejolak emosi yang akan meledak. Rio tersenyum, kedua tangannya ia angkat dengan bentuk 'V'.

"Kau menjatuhkannya sesaat setelah membayar makananmu di foodcourt tadi. Aku yang memungutnya." suara Karma itu membuatku menoleh ke arahnya. Aku tersenyum lembut--yang dibuat-buat.

"Dasar penjahil kelas kakap. Sudah selesai permainannya? Nanti apa lagi?" Karma mengendikkan bahu, aku mendengus.

"Ahahaha, kami minta maaf [Name]-chan. Tapi aku setuju dengan ucapanmu, ide Akabane untuk menjahilimu benar-benar brilian!"

"Ucapanku juga berlaku untukmu, Rio-chan."  aku melenggang pergi meninggalkan mereka terlebih dahulu.

><><><

Jam hampir menunjukkan pukul 8 malam, aku masih terduduk di bangku yang tersedia di dalam mall ini--jika disini, kau dapat menemukannya di sepanjang tengah jalan dalam mall-- menikmati setiap tegukan moccachino yang baru ku beli sambil memandangi orang-orang yang berlalu lalang. Aku berpisah dari Karma dan Rio semenjak di toko aksesoris tadi. Mereka itu sudah membuatku dongkol sedari tadi. Jadi apa ini tujuan sebenarnya mereka mengajakku keluar bersama? Ya ampun, ternyata rencana tidurku tadi lebih baik terlaksana daripada harus kemari.

"Ekhem.. menyendiri itu tidak baik nona, terlebih lagi di Sabtu malam Minggu begini."

"Kenapa kesini?" aku menatap orang itu malas.

"Tentu saja menemukanmu." Tanpa permisi, ia langsung mendudukkan dirinya di sebelahku yang masih kosong. Aku menghela napas. "Nakamura di telpon orang tuanya saat kami mencarimu. Sekarang dia sudah balik duluan." ujarnya kemudian.

"Oh ya? Padahal kau seharusnya melanjutkan kencan 'Ekspedisi Jahil'mu dengan Rio." Karma terkekeh, agak lama dari biasanya.

"Cemburu?"

"Tuan Akabane, apa kamu tidak bisa membedakan mana cemburu dan mana kesal?" timpalku dengan penuh penekanan, kemudian beranjak dari dudukku. Tangannya memegang pergelangan tanganku dengan sigap saat aku bangkit. "Tidak mau memaafkan nih?" aku memutar bola mata.

"Bisa lepaskan? mau ke toilet." Karma melepaskan genggamannya pada pergelangan tanganku. Aku melangkahkan kakiku, mencari toilet yang setelah ku ingat, tempatnya jauh dari posisiku saat ini. Sepertinya Karma mengekoriku dari jauh. Ya sudahlah, lagipula aku sudah tidak begitu kesal seperti tadi, jadi aku tidak menegurnya.

"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri!" hah? ada apa? Seorang wanita sedang berbicara menbentak ke seorang lelaki di hadapannya. Aku masih terus berjalan, toiletnya masih agak jauh di depan sana.

"Apa yang kau katakan? Aku tidak melakukan apa-apa. Dia juga bukan siapa-siapa!"

"Hahaha. Kau pikir aku bisa di bodohi? Sudahlah, tak usah menyangkal kalau dia memang wanita simpananmu!"

Cekcok masalah perselingkuhan? huh, masih saja ada orang bodoh yang meributkannya di tempat umum ini. Meski bagian mall sebelah  sini sepi, tapi seharusnya mereka tahu malu. Aku tetap melangkah, karena mau tidak mau untuk menuju toilet aku harus melewati kedua orang bodoh itu. Jarak kami semakin dekat dan dengan ragu aku melihat apa yang sedang wanita itu coba mengeluarkan sesuatu dari saku mantelnya.

"Kalau kamu ngaku dan meminta maaf aku tidak akan mengacau."

cklek.

"Hah. Kamu tidak akan berani menarik pelatuknya."

"Hentikan itu nona!" Seorang security mall menghampiri mereka dengan berlari cepat dari arah belakangku.

"Jangan kemari!" Security itu tampak tak menghiraukan gertakan si wanita. Setelah baru yakin tentang benda yang di pegang wanita itu, mataku membulat sempurna. Pistol! Dia mengacungkannya ke security tersebut.

dor!

Security itu tergeletak sekarat, jaraknya hanya 3 meter di depanku. Tubuhku mematung. Seharusnya aku berbalik dan lari agar aman, tapi.. kakiku tak bisa digerakkan. Seseorang tolong! jeritku dalam hati. Tembakan wanita itu tepat mengenai jantung sang security. Rasanya aku ingin berteriak, tapi tak ada suara yang bisa ku keluarkan. aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, tak ada pengunjung yang berlalu lalang, para pegawai toko sekitar pun hanya mengawas dari jauh sambil takut-takut. Apa yang mereka lakukan? Diam di saat beberapa orang di hadapannya bersiap meregang nyawa?

"KAU GILA!"

Dengan gemetar, wanita itu mengacungkan pistolnya ke kepala lelaki di hadapannya. Karena tak sanggup berlari, aku memutuskan melangkahkan kakiku mundur pelan-pelan, namun--

dor.

Aku jatuh terduduk, jantungku berdetak begitu kencang, hampir-hampir tak bisa bernapas. Wanita itu menarik pelatuknya, meleset dari target dan melesat ke arahku yang berada tak jauh di belakang pria itu. Meski peluru itu beruntung tidak mengenaiku, rasanya jantungku hampir copot.

dor. dor.

Tembakan selanjutnya, membuat  pria di hadapanku jatuh tersungkur. Wanita itu tertegun, kemudian tertawa lepas.

drap.. drap..

"Angkat tangan anda!"

"[NAME]-CHAN!!" Karma begitu datang, memeluk tubuhku yang gemetar. Aku balas memeluknya, erat.

"Ka-ka..u lama, Karma-kun." Tangannya membelai rambutku lembut, berusaha menenangkan diriku yang sedang kacau setelah melihat semua peristiwa itu.

"Jangan-jangan kau sengaja membuat lama? kau mau menjahiliku lagi ya?"

"Oh ya ampun, tentu tidak! Maaf [Name]-chan butuh waktu untuk meyakinkan para petugas bersenjata itu." Ku benamkan wajahku di dada bidangnya, mencoba mencari ketenangan.

"Ayo pulang." Ujar Karma lembut, dan hanya ku balas anggukan pelan.

><><><
08.31 pm.

"Maaf, Karma-kun kau jadi tidak bisa ke toko buku karena--hey salah siapa mengajak ke bioskop?!" Gerutuku padanya. Ia menepuk kepalaku pelan, seraya menyahuti, "Iya.. iya. Aku minta maaf."

Ku eratkan jaket milik Karma pada tubuhku--ia meminjamkannya padaku dengan dalih untuk menenangkanku--terasa lebih hangat dan diriku merasa sudah baikan daripada beberapa saat lalu. "Kau berhutang padaku atas hari ini Karma-kun."

"Wah.. wah. Rasanya agak aneh mendengar kau memanggilku seperti itu." Entah kenapa wajahku terasa panas setelah ia berucap seperti itu. Malu eh?

"Anggap saja ucapan terima kasih karena sudah menyelamatkanku dua kali." Kepalaku mendongak ke atas, mencoba menikmati pemandangan bintang yang bertaburan di langit malam. Aku menarik napas dalam, kemudian menghempaskannya lega. "Hah.. malam minggu yang seharusnya tenang menjadi kacau." sekilas aku melirik ke arah Karma, Ia menoleh.

"Belum lagi besok harus ke kantor polisi untuk memberi kesaksian eh? Yang benar saja, hari santai lho!" Gerutuku lagi, tak bisa membayangkan jika esok harus bangun pagi-pagi ke kantor polisi, apa yang akan di kata ibuku nanti?

"Kalau itu juga hutang, besok mau berangkat bareng ke kantor polisi?"

"No! Rasanya aku tidak mau jalan denganmu untuk beberapa saat." Aku menggeleng kuat, teringat tragedi barusan dan beberapa waktu lalu saat di museum. Kok bisa kebetulan ketika sedang bersama dia, ada aja peristiwa aneh.

"Heh~ yang 'Pergi bersamaku' jangan kau jadikan trauma juga." Aku tertawa mendengar ucapannya dan seolah beban yang berat terlepas, aku merasa lebih ringan. "Arigatou, Karma-kun"

Tentangnya dan tentang mereka, 3-E, entah kenapa aku merasa senang karena berkesempatan mengenal mereka. Mungkin suatu saat nanti, aku jadi ingin bisa mengulang waktu-waktu seperti ini.

TBC

><><><

Author's note :

Hola Minna! Maaf atas keterlambatan apdet, karena saya menemui beberapa hambatan tertentu. Alhasil ini saya kasih chapter super panjang fufufu.

Dan maaf apabila chapter ini kurang memuaskan di hati para readers yang sudah menunggu apdet. Entah karena Karma yang OOC(?), bahasa yang kurang pas, atau ketidak jelasan alur/plot hehe. Disini saya juga masih belajar menulis.

Satu lagi, vote dan komennya saya tunggu ya! Supaya Author bisa semangat melanjutkan fanfic ini. See you in next chapter!

(Terima kasih bagi yang sudah menyempatkan membaca catatan kaki super panjang ini sampai akhir kkkkk~)

Tertanda,

KaykenVR

Continue Reading

You'll Also Like

7K 688 40
"Aku membencimu, tapi hatiku berkata tidak"
2.2K 267 9
Perjodohan? di zaman modern seperti ini masih ada ya yang seperti itu?. Tentu ada. Perjodohan yang terjadi antara Tsukishima kei dan (y/n) ini merupa...
210K 32.1K 58
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
282K 21.9K 102
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...