Starlet Academy [COMPLETED]

By Catish13

35.4K 2.7K 144

Semua Unordinary atau Manusia Super berkumpul di akademi ini, di atas Pulau Starlet yang dibuat oleh Unordina... More

Chapter 01
Chapter 02
Chapter 03
Chapter 04
Chapter 05
Chapter 06
Chapter 07
Chapter 08
Chapter 09
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16 [END]
From Me

Chapter 12

1.2K 131 1
By Catish13

Melelahkan, tapi seru. Aku iri dengan Tia yang selalu merasakan debaran dan keseruan melawan Unordinary sebanyak ini. Tidak heran kalau Profesor Rudolf, guru Pertahanan, selalu memberikan nilai tinggi pada Tia dan membuat iri semua orang. Aku juga tidak heran kalau Tia tidak pernah bisa dikalahkan oleh seorang murid pun di sekolah ini dengan kondisi tubuh yang tidak pernah baik. Aku juga tidak heran kalau Mizuki sampai begitu mengagumi Tia. Mungkin, saat ini aku mulai mengagumi Tia, dan mungkin lebih dari itu.

Aku berbaring di atas pasir pantai, tidak peduli bajuku basah oleh air asin lautan dan kotor oleh pasir maupun lumpur. Lelah bukan main. Bahkan, Medusa pun terlihat kelelahan. Ini pertama kalinya aku bertarung melawan Unordinary dalam jumlah lebih dari 10, bahkan aku melawan ratusan orang. Meski napasku memburu, meski tubuhku sakit karena pegal-pegal dan luka di sana-sini, tapi ini benar-benar menyenangkan. Aku mungkin akan memutuskan untuk bekerja sebagai Stars.

"Kau boleh juga, Natsume."

"Ah, apa? Apa aku tidak salah dengar? Kau baru saja memanggil namaku, Medusa," kataku dengan sedikit terbata karena tertahan oleh napas yang memburu. Lalu, aku tertawa, dan aku bisa mendengar Medusa juga tertawa. "Ini benar-benar seru. Aku iri dengan Tia, juga mengaguminya. Begitu keluar dari pulau ini, aku akan bekerja sebagai Stars sepertinya," ungkapku.

"Kau menyukai Tia?"

"Apa?" seruku, refleks menarik tubuhku untuk bangkit dan menatap Medusa yang menaruh kepalanya di atas pasir di sampingku. "Aku tidak menyukainya!"

"Jangan mengelak, Anak Muda. Aku tahu bagaimana kamu memasang ekspresi dan bereaksi ketika aku menceritakan tentang Tia, juga bagaimana ekspresimu saat kamu mengakui bahwa kamu mengaguminya."

Aku tidak bisa membantah itu. Aku rasa, dia benar. "Aku bingung." Aku merebahkan kembali tubuhku di atas pasir. "Aku tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Tapi, yang pasti aku merasa nyaman saat bersama Tia. Aku bahkan sebenarnya tak ingin bertarung secara terpisah dengannya. Aku mengkhawatirkannya. Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia bisa melawan Hunters sebanyak ini dengan kondisinya yang sekarang? Aku takut kehilangannya." Aku menatap langit yang cerah di siang hari, dan entah kenapa terlihat amatla luas. Aku tak pernah menikmati langit di atas pulau ini sebelumnya.

Aku tidak mendengar Medusa berbicara selama hampir setengah menit. "Tia akan baik-baik saja. Dia perempuan yang tangguh. Lagipula, ada Kyuubi di sana. Tia menyukai Kyuubi dibanding aku maupun Hewan Suci lainnya."

"Bagaimana kau tahu itu?" tanyaku.

"Terlihat dengan jelas. Tia bersikap lebih manja pada Kyuubi dibanding yang lainnya," katanya. "Kyuubi adalah Penguasa Api. Aku rasa, Tia juga pasti menyukaimu. Meski Tia menyukai Kyuubi, tapi Kyuubi tetaplah hewan, dan hubungan manusia-hewan tidak mungkin lebih dari teman dan keluarga," jelasnya.

Terdengar gemerisik dari arah hutan, gemerisik yang begitu heboh. Refleks aku dan Medusa bankit dan bersiaga. Hampir saja kami menyerangnya. Tidak kusangka yang datang adalah Kyuubi dengan sosok rubah bertubuh amat besar dengan ekor berjumlah sembilan yang terbuat dari api berwarna oranye.

"Kau mengejutkanku," kata Medusa dengan ketus.

"Gawat!" seru Kyuubi. Sekejap suasana menjadi tegang. "Tia berada di kapal Hunters dan dia belum juga kembali."

"Apa?" Secepatnya aku berdiri dan hendak pergi. Tapi, Medusa menghentikanku dengan menghalangi jalanku menggunakan tembok pasir. "Jangan menghentikanku, Medusa. Dia tidak mungkin baik-baik saja di sana. Kita harus menolongnya."

"Tenangkan dirimu, Natsume," kata Medusa dengan tenang. "Sudah kubilang, Tia adalah perempuan kuat, dan dia adalah Holy, sekalipun dia sedang sekarat." Pasir di depanku runtuh dengan perlahan. "Aku punya firasat buruk, tapi aku tidak ingin kalian bertindak ceroboh seperti keputusan Tia."

"Ah, benar juga. Tia memang begitu," gumam Kyuubi santai.

"Apa maksudnya?" tanyaku heran.

"Kau harus tahu bahwa Tia adalah orang yang nekat, dan dia tidak akan bertindak kalau dia tidak yakin mampu mengatasinya. Jadi, Tia pasti akan baik-baik saja," jawab Medusa.

"Kau bilang, kau punya firasat buruk," kataku.

"Ya. Dan aku harap itu tidak benar, meski seringnya selalu benar," kata Medusa, terdengar serius. "Natsume, kamu pergilah dengan Kyuubi ke barat. Aku akan pergi ke utara untuk memberitahukan Garuda."

"Bagaimana dengan Nixie?" tanya Kyuubi.

"Dia harus menjaga Penyembuh dan adik Natsume. Aku yakin, Tia tidak mau mereka berdua mengetahui situasi saat ini," jelas Medusa. "Apa aku benar, Natsume?"

Aku mengangguk.

"Natsume, ayo, naiklah. Kita ke barat dengan cepat," kata Kyuubi penuh semangat.

Aku sempat menatap punggung Kyuubi yang setinggi kepalaku. Tapi, aku tidak punya waktu untuk merasa takut dan bimbang. Aku melompat naik ke punggungnya tanpa kesulitan. Rasanya seperti menaiki seekor kuda, tapi kali ini terasa lebih empuk karena bulu-bulu oranyenya yang lebat. Tapi, satu hal yang harus aku khawatirkan. Aku paling tidak suka menaiki kuda. Jadi, aku pasti tidak suka menaiki seekor rubah berukuran lebih besar dari seekor kuda, dan berlari menembus hutan dengan kecepatan tinggi. Aku bahkan tak bisa berhenti berteriak sepanjang perjalanan.

***

Sudah satu setengah jam aku bertarung melawan keempat teman Ayah. Mereka menyerangku bersamaan, sementara Gerald hanya menonton dari kejauhan dan sesekali memberikan komentar. Aku berharap mereka berempat yang dihidupkan kembali seperti dalam anime Naruto menggunakan juru Edo Tensei itu memiliki kenangan yang bisa membuat mereka bergerak atas kehendak sendiri. Tapi, itu mustahil. Dengan kekuatan Gerald, otak mereka telah dicuci.

Belum ada satupun lawanku yang berhasil aku lumpuhkan. Tubuh mereka memang sudah hampir hancur, bahkan sangat mudah untuk dihancurkan. Tapi, mereka sudah mati, dan mereka tidak bisa merasakan sakit sepertiku. Aku terluka cukup banyak, tapi tidak parah, hanya luka gores dan memar. Apapun yang aku lakukan pada mereka, meski satu kaki mereka telah hilang, mereka tetap bisa bergerak lincah dan menyerangku. Benar-benar menakutkan. Mungkin, setelah ini aku akan mimpi buruk. Aku benci hal-hal mistis.

"Kau tahu itu mustahil, Tia. Meskipun kamu punya empat kekuatan, kamu tidak akan bisa mengalakan Holy terkuat sepanjang sejarah," kata Gerald di pinggir ruangan yang sudah hancur berantakan ini.

Dia memang berisik dengan semua komentarnya. Mungkin dia pikir itu bisa mengganggu konsentrasiku, tapi itu tidak berpengaruh padaku. Satu-satunya cara untuk mengalahkan keempat Holy ini adalah dengan mengalahkan Gerald. Tapi, mereka berempat tidak selalu menghalangiku setiap kali aku berusaha mendekati Gerlad. Bahkan, mereka seakan-akan tahu bahwa aku bisa menyerang Gerald dari kejauhan. Mereka menciptakan pelindung empat elemen di sekeliling Gerald.

Kesempatan emas di depan mata. Jason terlihat tidak fokus untuk sesaat ketika dia berada tepat di depanku, saat dia hendak menyerang. Dengan cepat aku menaruh tanganku di atas dadanya yang terasa lembek dan agak menjijikkan, karena aku membayangkan tubuhnya yang membusuk dan berisi belatung – mungkin. Aku menghancurkannya dengan kekuatanku, menghancurkannya menjadi butiran-butiran tubuh yang yang tak mungkin disatukan.

Satu pelindung elemen di sekeliling Gerald telah rusak. Tapi, itu belum cukup. Masih ada tiga Holy yang harus aku kalahkah untuk bisa menyentuh Gerald.

Aku menyadari sesuatu yang membuatku sedikit melamun. Ketika tanganku menyentuh dada Jason, sesuatu seakan-akan mengalir di dalam kepalaku. Itu bukan hanya sebuah ingatan, melainkan sebuah pengalaman. Aku merasakan hal yang aneh pada tubuhku. Aku merasa tubuhku panas dan berapi-api. Ketika aku menatap kedua tanganku, telapak tangan yang pucat itu menjadi merah dan terasa sangatlah panas. Aku hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Mungkin, ucapan Gerald benar. Seharusnya aku mempercayai ucapannya tadi.

"Jangan melamun saat bertanding, Tia," kata Gerald, menyadarkanku.

Hampir saja aku terluka parah. Aku mendapatkan luka dalam di lengan kiriku oleh sebuah pedang panjang yang terbuat dari tanah. Darahnya mengalir deras dan langsung mengotori lengan seragamku dan lantai ruangan ini. Itu membuatku sedikit lemas. Aku pun mulai merasa pusing karena kehilangan darah dan kelelahan.

"Apa yang kamu pikirkan, Tia? Apa kamu menyesal karena sudah membunuh seorang Holy yang merupakan teman ayahmu?"

Aku menatap Gerald. "Tidak. Lagipula, mereka berempat ini sudah meninggal. Aku yakin, mereka sedih karena diperalat olehmu," kataku. "Oh, iya. Jason baru saja menitipkan salam untukmu. Kau tahu, kekuatanmu tidak sepenuhnya mampu mengendalikan para Holy ini. Jason baru saja memberitahukanku sebuah cara untuk mengalahkanmu." Aku menyengir.

Kening Gerald berkerut. Wajah yang sejak tadi terlihat seperti sedang bersenang-senang itu berubah menjadi menakutkan. "Apa maksudmu?"

Cengiranku semakin lebar. "Mungkin ini akan membunuhku. Tapi, aku bisa mengalahkanmu dalam waktu beberapa menit saja. Ah, seharusnya aku memikirkan cara ini sejak tadi. Andai aku mempercayai semua ceritamu, mungkin aku tidak perlu waktu lama untuk melakukan semua ini."

"Sial!" serunya. "Buat dia tak berdaya!" serunya.

"Ah, aku tahu kamu tidak ingin membunuhku, Tuan." Aku menyengir jahil.

Elise melompat sambil menggerakkan kedua tangannya yang terbungkus oleh air yang berbentuk seperti tentakel kembar. Dia mengayunkannya bagaikan cambuk. Aku melompat lincah untuk menghindarinya, tapi bukan menghindari menjauh, melainkan mendekatinya. Aku menaruh tangan kananku di dadanya dan menyerap kekuatannya. Sensasi yang sama. Aku merasakan sebuah pengalaman meresap masuk ke dalam tubuhku dan pikiranku. Kali ini, aku merasa tubuhku seperti berair.

Tubuh Elise hancur. Tapi, sebelum benar-benar hancur, aku melihat Elise tersenyum dengan wajah sedih. Itu membuatku semakin ketakutan, tapi di saat yang sama aku juga merasa sedikit senang dan lega.

"Elise!" seru Gerald. Kini, pelindung air di sekelilingnya telah lenyap. "Kurang ajar. Kau benar-benar semenyebalkan ayahmu!" serunya.

Aku tertawa. "Aku anak ayahku, jadi wajar saja, bukan?" balasku.

Skylar menggerakkan kedua tangannya membentuk lingkaran dengan kuat dan cepat, lalu mendorongnya. Terciptalah sebuah pusaran angin yang bergerak menyerangku. Aku tidak mampu menghindar. Dadaku sakit dan itu membuatku hilang konsentrasi. Aku terdorong kuat dan menabrak dinding dengan keras. Rasanya sakit dan menyesakkan. Tapi, aku bersyukur tubuh ini adalah tubuh Unordinary. Kalau aku Ordinary, mungkin aku sudah hilang kesadaran.

"Sepertinya kau mulai kelelahan, Tia. Kau boleh saja menyerah, maka aku tidak akan membuatmu lebih terluka dari ini. Kau benar-benar berharga di sini, Tia," kata Gerald. Meski wajahnya terlihat marah, tapi ternyata dia masih bisa bersikap tenang dan seangkuh ini. Rasanya ingin aku remukkan wajahnya.

Napasku memburu. Aku bisa merasakan jantungku berdetak amat keras sampai membuat seluruh tubuhku ikut berdenyut-denyut kuat, dan itu membuatku mual. Aku masih berlutut di dekat tembok, masih berusaha untuk menenangkan diri dan mengembalikan kondisiku. Aku masih punya sisa tenaga 10%. Lalu, aku terpikirkan sebuah cara yang lebih cepat, tapi membutuhkan tenaga lebih besar dari sebelumnya. Mungkin, setelah ini aku akan kehilangan 5% tenagaku. Tapi, itu tak masalah. Mengurus Gerald sendirian adalah hal yang lebih mudah.

Aku menaruh tangan kananku di atas lantai, terlihat senormal mungkin yang membuat Gerald berpikir bahwa aku benar-benar kelelahan.

"Kau boleh istirahat. Akan aku berikan waktu 3 menit," katanya dengan sombong.

Aku mengalirkan tenagaku ke dalam lantai ini, lalu mengalirkannya pada Hongli dan Skylar yang berada tiga meter di depanku. Saat aku menghancukan tubuh mereka, aku menyerap kekuatan mereka ke dalam tubuhku. Tidak. Mungkin, ini lebih seperti menyerap kekuatan mereka secara penuh dan itulah yang menyebabkan tubuh mereka hancur. Seperti ingatan milik Jason. Ketika seorang Unordinary kehilangan kekuatannya, maka dia akan menjadi sangat lemah dan rapuh dibanding Ordinary. Karena mereka telah meninggal dan tubuh mereka sudah tidak sempurna, maka mereka hancur.

"Apa?!" Aku bisa mendengar Gerald yang terkejut.

Aku tertawa dengan sangat puas. "Aku benar-benar berterima kasih pada mereka. Meski mereka dikendalikan olehmu, tapi mereka tetap teman-teman ayahku. Berkat mereka aku jadi belajar bagaimana menggunakan kekuatan ini."

"Sial!"

Aku melihat tangan kanannya bergerak ke arah depan, menaruh telapak tangannya ke arah lantai. Hampir saja setetes darahnya mengotori lantai dan memanggil sesuatu. Aku menahannya dengan segumpal air. Bisa kulihat eksprsi wajahnya yang ketakutan dan mrah.

"Ah, jadi begini rasanya menjadi Pengendali Elemen. Tidak buruk," gumamku. Aku tidak bisa berdiri, bahkan aku menjatuhkan tubuhku dan duduk sambil bersandar pada dinding di belakangku. "Kamu tidak bisa berbuat apa-apa lagi, Tuan. Aku memiliki kekuatan Holy sangat banyak."

Gerald tidak bisa bergerak. Tubuhnya tertahan oleh kekuatan Psikokinesisku, dan aku membungkus seluruh tubuhnya dalam gumpalan air hingga hanya menyisakan kepalanya saja agar dia masih bisa bernapas, tapi dia tidak bisa berbicara.

"Kekuatanmu itu sebenarnya tidak begitu merepotkan. Tapi, bisa menjadi sangat merepotkan kalau kamu adalah orang yang cerdas," kataku. "Kau akan bisa membangkitkan sesuatu kalau diucapkan dengan suara keras, bukan dalam hati. Itu adalah kelemahanmu. Aku diberitahukan Elise."

Matanya yang merah itu terlihat marah.

"Sebelum Elise hancur, aku melihatnya tersenyum dengan wajah sedih. Kau tahu kenapa? Dia merasa berterima kasih padaku. Sejujurnya, dia merasa sedih karena kau membangkitkannya dari kematian. Memang dia tidak lagi memiliki ruh, tapi entah kenapa, dia masih menyimpan sedikit ingatannya. Dia mencintaimu, dan dia tidak ingin mengkhianatimu. Dia tahu bahwa pilihannya mengikuti rencanamu adalah salah, tapi dia tidak bisa meninggalkanmu karena semua sudah terlanjur terjadi. Kau bersyukur memiliki seseorang yang sangat baik padamu, bahkan mempedulikanmu dan tetap ada bersamamu meski tahu kau melakukan kesalahan. Aku yakin, di sana, Elise merasa sangat sedih melihatmu seperti ini."

Aku mendengarnya berbicara dalam sebuah gumaman. Meamang tidak jelas, tapi aku tahu apa yang dia katakan.

"Kau tahu, sebenarnya aku sangat membenci hal-hal mistis, termasuk keberadaan makhluk halus dan zombi. Mungkin aku akan mimpi buruk setelah ini, karena aku baru saja bertarung melawan tubuh tak bernyawa dari keempat Holy Pengendali Elemen," gumamku. Aku meluruskan kedua kakiku dan berusaha membuat posisiku senyaman mungkin. "Aku sudah mendapatkan semua ingatanmu, semua isi pikiranmu. Aku pun bingung, apakah aku harus membiarkanmu hidup atau tidak. Sejujurnya, aku selalu dihantui rasa takut dan bersalah karena membunuh begitu banyak anak buahmu yang selalu kau kirim untuk memasuki pulau. Mungkin aku akan masuk neraka begitu aku mati. Aku yakin bahwa Ayah dan Ibu akan sedih karena kelakuanku ini."

Sesuatu seakan-akan mendesak keluar dari dada dan tenggorokanku. Aku mengalami batuk keras dan kuat, lalu aku kembali memuntahkan darah yang mengotori tanganku dan lantai ruangan ini.

"Aku benar-benar lelah sekarang. Tapi, aku belum boleh berhenti," gumamku. Aku mengalami batuk lagi, tapi tidak sampai mengeluarkan darah. "Aku tidak akan membunuhmu, Tuan. Aku akan mengambil kekuatanmu. Kalau saja aku masih bekerja pada Starlet, mungkin aku akan membunuhmu seperti yang mereka perintahkan. Tapi, sekarang aku bekerja untuk diriku sendiri."

Aku berdiri perlahan-lahan, lalu berjalan lemas dan sedikit sempoyongan. Aku berdiri di depan Gerald yang terlihat ketakutan, terlihat jelas dari matanya yang terbelalak amat lebar. Aku menaruh tangan kananku yang telah bersih dari darahku di kepalanya. Aku menarik napas dengan dalam, lalu membuangnya perlahan. Aku bsia merasakan kekuatan miliknya meresap ke dalam tubuhku, menjadi satu dengan tubuhku. Tubuhku terasa berkali-kali lipat lebih berat. Aku menampung sembilan kekuatan Holy. Aku yakin umurku semakin memendek sekarang.

Kesadaran Gerald menghilang dan tubuhnya menjadi sangat lemas. Aku melepaskannya dari kekangan air. Dia terlihat sangat mengenaskan, tapi setidaknya dia masih hidup sebagai Ordinary yang lemah.

"Kau tahu, Tuan? Kekuatanku lebih kuat dari milik Ayah. Aku adalah Holy terkuat sepanjang sejarah Unordinary. Kekuatan Ayah yang sebenarnya bukanlah Stealing, tapi Telepati. Sedangkan aku, aku memiliki Telepati, Teleportasi, dan Psikokinesis, dan itu membuatku mampu mencuri semua hal dari dalam tubuhmu dan ingatanmu. Kami tidak mencuri kekuatan, tapi mempelajarinya hingga ke tingkat DNA. Memang tidak akan sekuat saat kalian, sebagai pemilik aslinya, menggunakan kekuatan kalian. Tapi, kami bisa menandingi kalian."

Gerald mungkin mendengar ucapan panjangku, tapi dia tidak sanggup menanggapinya. Dia telah kehilangan sejumlah besar tenaganya.

Aku menarik tangan kanannya dan melingkarkannya pada pundakku, lalu aku mengangkat tubuhnya dan membawanya pergi dari kapal ini.


Please vote and comment. Sorry for typo.

Thx >.<

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 100K 39
Menjadi istri dari protagonis pria kedua? Bahkan memiliki anak dengannya? ________ Risa namanya, seorang gadis yang suka mengkhayal memasuki dunia N...
12.2K 4.3K 31
"Kalian tidak penasaran? King suka sekali membaca novel itu. Aku juga sering melihatnya membawa buku itu ke mana-mana." Pertanyaan random dari Aiden...
1.9M 145K 103
Status: Completed ***** Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Th...
654 229 21
Air, Api, dan Es. *** Start: 25 Oktober 2021 End: - Tidak ada izin copyright baik untuk kepentingan umum maupun pribadi!