SINGLE

By coffeemetation

907K 58K 12K

Sakura menginginkan bayi tanpa harus menikahi laki-laki. -oOo- Naruto Β© Masashi Kishimoto AvalerieAva 2017 pr... More

i
ii
iii
v
vi
vii
viii
ix
x
xi
xii
xiii
xiv
xv
xvi
xvii
xviii
xix
xx
xxi
xxii
xxiii
xxiv
xxv
Season II - i
Season II - ii
Season II - iii
Season II - iv
Season II - v
Season II - vi
Season II - vii
Season II - viii
Season II - ix
Season II - x
Season II - xi
Season II - xii

iv

22.8K 1.6K 104
By coffeemetation

🎶 Charlie XCX - SuperLove 🎶

Jumpsuit sabrina sepanjang paha dipadukan dengan boots kulit warna coklat, kalung berbandul berlian model hati juga sling bag yang tidak terlalu besar. Sempurna, satu kata yang bisa menggambarkan Sakura Haruno saat ini.

Wanita cantik itu sudah siap meluncur untuk pergi ke salah satu pub malam tempat dia dan teman-temannya berkumpul. Menyambar kunci Camry putih kesayangannya, Sakura segera melesat keluar meninggalkan apartemen tempat ia tinggal.

Jalanan kota Tokyo yang agak padat setiap malam minggu tiba, para muda-mudi sibuk menghabiskan malam mereka bersama kekasih di luar rumah entah untuk makan malam bersama atau berjalan-jalan di pusat perbelanjaan.

Sungguh sesuatu yang romantis bagi kebanyakan orang, namun tidak untuk Sakura yang sudah sangat terbiasa dengan kesendiriannya selama beberapa tahun terakhir. Sakura biasa menghabiskan waktu liburnya untuk bersenang-senang seorang diri, entah itu pergi ke luar kota bersama Ayah Ibunya, travelling ke luar negeri sendirian, shopping menghabiskan uang untuk membeli barang-barang yang dia mau.

Seperti itu merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi Sakura, dia bisa bebas kemana dia mau tanpa harus peduli pulang ke apartemen, dia bisa kesana kemari tanpa perlu memberikan laporan setiap menitnya pada seseorang yang mungkin menunggunya, dia bisa menghamburkan uangnya sesuka dia tanpa perlu memikirkan tentang tagihan sekolah anak atau dana sumbangan sekolah.

Bibir tipis wanita itu bersiul dengan senyum lebar penuh kebebasan terpatri jelas di wajahnya. "Oke Sakura, jangan mendatangkan sesuatu yang membuatmu terkekang," gumamnya seorang diri.

Sampai di pub tempat dia bertemu dengan teman-temannya wanita itu segera melesat masuk ke dalam pub setelah berhasil menemukan tempat parkir untuk mobilnya. Suara dentuman musik dan kerlap-kerlip lampu segera menyambutnya kala ia memasuki pub.

Sakura menyeringai memandangi kegaduhan yang ada di hadapannya, sesuatu yang membuatnya merasa semakin bebas. Ya, bebas. Bebas dari berbagai macam tekanan manusia yang memaksanya untuk segera miliki seorang kekasih.

"Cih, persetan dengan pacar, teman kencan atau suami. Aku tak butuh semua itu jika semua itu pada akhirnya akan merengut kebebasanku," gumamnya pada diri sendiri.

Seperti biasa, dia akan segera duduk di salah satu bangku bar memesan beberapa gelas alkohol dan mengobrol ringan dengan bar tender tampan bernama Kabuto.

"Kau terlihat bahagia sekali malam ini, Sakura," ucap Kabuto menyambut Sakura yang baru saja menjatuhkan bokongnya di salah satu kursi.

Wanita itu mengangkat bahunya. "Bukankah setiap malam aku selalu terlihat bahagia?" jawab Sakura sambil menegak satu gelas martini yang diberikan Kabuto padanya. "Kau belum melihat Konan?"

Bartender itu menggeleng. "Mungkin sebentar lagi dia akan datang," jawabnya.

"Aku disini. Kau merindukanku, eh?"

Baik Sakura maupun Kabuto keduanya menoleh ke arah sumber suara wanita berasal. Itu dia, wanita cantik dengan surai ungu berdiri di belakang punggung Sakura.

Sakura tersenyum dan memeluk Konan singkat. Keduanya duduk di kursi bar sedang Kabuto menyiapkan minuman kesukaan keduanya.

"Kau sendirian? Mana pacarmu?" Tanya Sakura sekedar berbasa-basi.

"Hidan akan menyusul nanti. Bersama seseorang yang mungkin bisa cocok denganmu—"

"Oh Tuhan jangan lagi, Konan!" Tolak Sakura cepat ketika mengerti kemana arah pembicaraan Konan.

"Hey, tunggu Sakura jangan menyelaku—"

"Tidak Konan sudahlah. Kau dan pacarmu itu sudah sering sekali mencoba mengenalkanku dengan berbagai macam pria mulai dari yang berpenis besar sampai yang kecil sekecil jari kelingku!" Ujar Sakura seraya mengacungkan jari kelingkingnya.

Wanita ungu itu terbahak mendengar ucapan Sakura. Agak susah memang membujuk Sakura untuk mau berkenalan dengan seorang pria, bagi Sakura pria hanya sebagai tempat penyaluran nafsu birahinya saja bukan untuk diajak berkenalan, berbasa-basi tentang cinta yang berujung pada sebuah hubungan asmara.

Oh tidak! Aku muak dengan semua ini. Batin Sakura menggerutu.

"Konan, dengarkan aku," Sakura menangkup pipi Konan dengan kedua tangannya. "Jangan berusaha lagi, oke? Ini sudah menjadi prinsip hidupku, aku tidak ingin menjalin hubungan dengan siapapun—"

"Sampai kapan? Sampai kapan kau akan terus trauma dengan sebuah hubungan?"

Sakura menggeleng. Lagi-lagi Konan salah paham dengan keputusannya. "Tidak bukan seperti itu, aku tidak trauma dengan hubungan. Aku, aku hanya tidak mau kebebasanku diganggu oleh pria. Aku tidak mau sibuk mengurus suami, aku tidak mau sibuk memikirkan seorang yang bahkan tidak memiliki hubungan darah denganku! Belum lagi aku harus berurusan dengan mertua yang jahat, mertua yang nantinya akan menceramahiku mulai dari A sampai Z, mengurus kebutuhan rumah ini itu dan segala macamnya. Tidak, tidak. Aku tidak mau." Sakura menggeleng tegas.

"Oke jika kau tidak mau serumit itu setidaknya cobalah untuk mencari pacar, teman kencan Sakura." Lagi Sakura menggeleng.

"Aku tidak mau berurusan rumit dengan pria sudah kukatakan bukan? Pacar hanya akan membuat pikiranmu tersita oleh hal-hal tak berguna, kau akan bertengkar hanya karena kesalahpahaman dan bertengkar itu membutuhkan tenaga kau tahu!?" Sanggah Sakura.

"Lihat aku! Nyatanya aku dan Hidan baik-baik saja selama kami pacaran, lalu kenapa? Apa yang salah dengan mencoba?"

"Salah Konan. Semuanya akan terasa salah buatku. Aku terlalu mencintai diriku sendiri jadi aku rasa aku tak perlu membagi cintaku untuk pria lain."

"Kau gila!"

Sakura tertawa dan merangkul bahu Konan, "Kau sangat mengerti seperti apa diriku, Konan," ujarnya seraya kembali meneguk bergelas-gelas alkohol.

Ya, aku akan seperti ini selamanya. Melajang, menikmati kebebasanku, menikmati hidupku yang sudah sangat sempurna dan menua kemudian mati di dalam apartemenku, lalu mayatku akan ditemukan dua minggu kemudian ketika tetangga apartemenku mencium bau bangkai dari kamarku. Aku akan mati dalam kesendirian yang membuatku terbebas dari masalah! Ya, itulah hidup dan masa depanku! Teriak Sakura dalam hati.

***

Sakura menggeliat saat dering ponsel mengganggu tidurnya, tangannya meraba-raba kasur yang dia tiduri dan keningnya berkerut kala merasakan pergerakannya terbatas, dia menoleh ke belakang dan mendapati wajah tampan seorang pria – yang dia lupa siapa namanya – tengah memeluk pinggang rampingnya dari belakang.

"Haahhh..." desahnya jengah. Perlahan dia menyingkirkan lengan lelaki yang melingkari pinggangnya lalu turun dari ranjang yang baru dia sadari bukanlah ranjangnya.

Sakura mengurut keningnya dengan tangan kanan sedang tangan kirinya sibuk menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut putih agar tidak melorot. Perlahan dia mulai mengingat satu persatu rekaman kejadian semalam, saat dirinya mabuk dan menari begitu liarnya di dance floor kemudian datang seorang pria yang mencumbunya dan akhirnya mereka berakhir di sini. Di kamar yang menurut Sakura adalah kamar hotel.

Bunyi ponsel lagi-lagi membuyarkan pikiran Sakura, dia menjelajah ke seluruh ruangan dan menemukan benda pipih tergeletak di lantai. Kakinya bergerak untuk meraih ponsel yang ternyata milik lelaki asing di atas ranjang.

My Love is calling...

"Ck, nyatanya semua laki-laki itu bejat!" Umpat Sakura seraya melemparkan ponsel tersebut tepat ke kepala pria tampan yang masih terlelap di atas ranjang. Mengabaikan ponsel yang masih terus berbunyi dia menggerutu mengutuki kebejatan pasangan one night stand-nya yang tega mendustai pasangannya hanya untuk seorang wanita asing yang mabuk berat semalam.

Meraih celana dalam dan bra-nya yang berserakan di lantai, mengenakan pakaiannya dengan cepat, memungut barang-barang yang menjadi miliknya kemudian merapikan rambutnya yang sudah mencuat kemana-mana seperti duri landak.

"Ah ya," tiba-tiba Sakura berhenti mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar saat mengingat sesuatu, dia bergegas menuju tempat sampah yang ada di sudut ruangan, membuka penutup tempat sampahnya dan mencari-cari sesuatu.

Sesuatu yang begitu penting dalam berhubungan sex. Tak lain dan tak bukan adalah kondom!

"Huft! Untunglah dia menggunakan kondom semalam," ucapnya lega dan kembali melangkah meninggalkan kamar hotel beserta penghuninya seorang diri.

Alat-alat pencegah kehamilan sangat Sakura perhatikan selama berhubungan badan dengan seorang pria, dia tidak mau hamil dari sperma seorang lelaki yang tak jelas asal-usul kesehatannya, selain itu dia juga tidak mau memiliki anak yang pada akhirnya akan menyusahkan dirinya sendiri.

Ya, begitulah Sakura. Sakura Haruno sang jomblo bahagia.

***

Hari ini hari Minggu, Sakura tak ingin kemana-mana dia memutuskan untuk tetap bertahan di apartemennya menyaksikan film-film yang sudah dia beli ditemani makanan cepat saji yang bisa dia pesan melalui saluran telepon.

Sakura ingin bermalas-malasan hari ini, setelah semalam dia habiskan waktunya bersama Konan di pub dan berakhir di ranjang hotel dengan seorang pria asing yang bahkan tak dia ketahui siapa namanya.

Semangkuk buah yang sudah dia potongi berada dalam gendongannya, dia selonjorkan kakinya pada sofa panjang sedang matanya sibuk menyimak siaran di televisi.

Sungguh menyenangkan, hari minggu santai tanpa beban dan gangguan.

Ting... Tong...

Mata hijau emerald-nya melirik ke arah pintu masuk kala bunyi bel terdengar menggema di seluruh sudut ruangan. Siapa? Pikirnya. Setelah memesan pizza dia tidak memesan apa-apa lagi.

Meletakan mangkuk kaca di atas meja kaca, Sakura melangkahkan kaki jenjangnya yang dilapisi sandal rumahan menuju pintu masuk apartemennya. Pintu terbuka dan kening Sakura berkerut melihat siapa yang datang.

Sai, Ino, Inojin juga Saiichi berada di depan pintu apartemennya.

"Ada apa?" Tanya Sakura dengan ekspresi bodohnya.

"Sakura, aku tahu kau sedang tidak sibuk hari ini, maka dari itu—" Ino menghentikan ucapannya dan mengangkat Saiichi yang baru berusia 11 bulan dari gendongan sang suami.

"H-hey, apa maksudnya ini?" Sakura tergagap saat Ino meletakan Saiichi ke dalam lengannya.

"Sakura, aku titip Saiichi siang ini padamu ya. Aku dan Sai harus menghadiri acara perpisahan di sekolah Inojin, setelah selesai kami akan segera menjemput Saiichi segera. Oke, Sakura? Sampai jumpa!" Ucap Ino tanpa mengatakan apa-apa lagi dan segera melesat meninggalkan apartemen Sakura setelah meletakan satu buah tas bayi lengkap dengan segala perlengkapannya di lantai.

Sakura masih tak sanggup bicara, dia masih bingung dengan ini, matanya mengejar bayangan Ino dan Sai – yang sejak tadi menampakan senyum bodoh andalannya – masuk ke dalam lift bersama anak sulung mereka.

"Hey! INO!" Jerit Sakura setelah sadar dari kebodohan singkatnya. "INO! HARUS KU APAKAN ANAKMU HEH!!" Sakura menjerit kembali seraya berlari berusaha mengejar Ino menuju lift dengan Saiichi dalam gendongannya.

"Arrghh sialan!" Maki Sakura pada pintu lift.

Tak ada pilihan lain, dia harus menjaga Saiichi hari ini.

***

Dengan perasaan kesal tak karuan Sakura meletakan bayi usia 11 bulan itu di atas karpet bulu yang ada di depan televisinya sedangkan dia sendiri meletakan dirinya di sofa panjang berhadapan dengan Saiichi.

Sakura menyilangkan kedua lengannya di depan dada, menatap Saiici dengan pandangan tajam. Seolah tak takut sama sekali akan tatapan Sakura bocah itu malah tersenyum lebar seraya memasukan jari-jarinya yang terkepal ke dalam mulutnya.

"Jangan harap aku akan luluh dengan tatapanmu itu." Sakura hanya mendengus dan membuang pandang melihat senyum manis anak perempuan Ino dan Sai tersebut.

Bocah itu merangkak, meraih remote televisi Sakura yang tergeletak di bawah meja kaca.

"Hey itu kuman!" Jerit Sakura saat melihat Saiichi memasukan remote itu ke dalam mulutnya. Dengan cepat Sakura turun dari sofa menghampiri Saiichi, menggendong bocah itu setelah merampas remote dari tangannya. Sakura menaikan Saiichi ke atas sofa sementara dia sendiri duduk di atas karpet putih yang tadi diduduki Saiichi. Mereka bertukar posisi, Saiichi di atas Sakura di lantai.

"Astaga kenapa kau memakan sepatumu sendiri?" Lagi-lagi Sakura dibuat terkejut saat Saiichi mengambil posisi cium lutut namun tangan-tangan mungilnya menarik sepatunya untuk mendekat dengan mulutnya.

"Hey, hey, dengarkan aku!" Sakura menarik Saiichi lembut – seolah takut membuat bayi mungil itu rontok berserakan – dan membuat bocah kecil itu menatapnya.

"Kau," Sakura menunjuk dada bocah gembil itu dengan jari telunjuknya. "Tidak boleh memasukan sembarangan benda ke dalam mulutmu," ujarnya dengan menggunakan gerakan tangan berharap bocah itu paham dengan maksud ucapannya.

Bocah itu tertawa, memperdengarkan suara tawa cekikikan khas bocah yang begitu menggemaskan. Lagi-lagi Sakura mendengus kala anak Ino dan Sai itu bertepuk tangan seolah ucapan Sakura adalah sesuatu yang menyenangkan.

Tangan-tangan mungil bocah itu terulur untuk menepuk kedua sisi pipi mulus Sakura, Sakura yang hendak disentuh pun bergidik sambil mengatupkan matanya rapat-rapat dan lagi-lagi bocah itu tertawa cekikikan.

Sakura membuka matanya menatap tepat di manik mata Saiichi. "Kau adalah mahluk merepotkan." Bocah itu tersenyum lebar menampakan dua gigi bawahnya yang baru tumbuh.

"Dengarkan aku. Aku, Sakura Haruno tidak akan mengharapkan mahluk sepertimu masuk ke dalam kehidupanku karena kau merepotkan. Aku membencimu, kau tahu benar akan itu! Kau tak akan pernah bisa merebut hatiku." Ucap Sakura tegas, penuh kesungguhan seolah dia sedang bicara dengan rivalnya.

Raut wajah bocah itu berubah, mata bulatnya berkaca-kaca dan sebuah kurva melengkung ke bawah tercetak di bibirnya. Sakura mendesah, dia memejamkan matanya sebelum akhirnya dia menyatukan keningnya dengan kening bocah kecil itu.

"Kau tak akan berhasil mencuri hatiku. Tak akan pernah." Bersamaan dengan itu suara tangis bayi pecah memenuhi telinganya.

Wanita itu kelabakan seketika mendengar tangisan bayi itu, dengan susah payah dia mengangkat bayi itu menggendongnya dan menimangnya berharap bayi itu bisa tenang. Dia memang tidak pernah punya bayi tapi sedikit banyak dia tahu bagaimana cara memperlakukan bayi, dia melihat Ino, Hinata, Karin dan teman-temannya yang lain menenangkan bayi mereka yang menangis.

"Sshhh, tenanglah!" Geram Sakura saat bayi itu tak kunjung diam padahal dia sudah menimangnya ke berbagai sudut apartemennya.

"Kau mau apa hee? Kau mengantuk?" Tanya Sakura menatap bayi dalam dekapannya yang masih menangis.

Tak pikir panjang Sakura membawa anak itu naik ke ranjangnya, membaringkan anak itu di sebelahnya sedang dia sendiri ikut duduk di tepian ranjang mengamati anak itu yang malah mulai merayap menggapai-gapai payudaranya.

"Oh Tuhan!" Mata Sakura melotot lebar kala mengerti apa yang dimau anak di hadapannya ini.

"H-hey, menurutmu apakah aku bisa memberimu susu?" Tanya Sakura dengan mata terbelalak pada bayi itu. Sakura makin bingung kala anak itu menggapai kerah kaosnya, menarik-narik tali bra yang dia gunakan.

"ASTAGA TUHAAANN!!" Jerit Sakura saat anak itu menenggelamkan wajahnya pada dada Sakura yang masih tertutup oleh kaos dan bra.

"Oke, oke, ayo kita buka tasmu dan kira cari apakah Ibumu sudah membuatku susu formula." Sekali lagi Sakura mengangkat anak yang masih meremas kaos di bagian dada Sakura. Tangisnya tak berhenti malah makin menjadi saat Sakura membawa anak itu keluar dari kamarnya.

"Sabarlah, aku akan menemukan susu untukmu," ucapnya dengan nada lirih. Dia takut suara kerasnya malah makin membuat bocah itu menangis keras.

Sakura meletakan bayi yang masih menangis itu di atas karpet, sedangkan dia dengan cepat berlari mengambil tas bayi milik anak itu menggeledah seluruh isinya dan menemukan sekotak susu formula, botol susu dan secarik kertas yang berisi komposisi susu yang harus Sakura berikan pada Saiichi.

"Sialan! Sepertinya Ino memang sudah merencanakan ini," omelnya. Walaupun begitu dia tetap mengikuti arahan yang ada di dalam kertas tersebut.

"Dua sendok susu untuk 200 mili air hangat." Sakura bergumam mempelajari isi tulisan tersebut. Dia menuangkan air hangat sedikit ke dalam botol susunya kemudian menambahkan sedikit air dingin ke dalamnya agar bayi itu tidak kepanasan.

"Hey bocah diamlah, susu untukmu datangg!!" Sakura berteriak dengan riang karena berhasil membuat susu untuk bayi yang sedang menangis keras di ruang tamu apartemennya.

Wanita itu segera menyambar Saiichi untuk duduk di pangkuannya, setelahnya dia pelan-pelan memasukan susu ke dalam mulut anak itu melalui botolnya. Perlahan tapi pasti tangis anak itu mereda.

Matanya yang berkaca-kaca menatap Sakura tanpa berkedip seolah mengatakan bahwa dia yang menang dan sanggup merebut hati Sakura. Mengatakan pada Sakura bahwa selamanya Sakura tak akan mampu hidup sendirian tanpa mahluk mungil yang lucu menggemaskan bernama bayi.

Sakura mengerang frustasi menatap anak itu, dia membungkuk dan kembali menyatukan keningnya dengan kening anak itu. "Baiklah, kau yang menang! Kau berhasil mencuri hatiku," bisik Sakura pada anak itu seraya meninggalkan kecupan di pipi gembul bayi usia 11 bulan tersebut.


Bersambung...

Continue Reading

You'll Also Like

327K 18.7K 32
SasuSaku fanfiction (END) Kesalahan yang sangat fatal karena telah menaruh hati pada bajingan seperti Sasuke , seperti telah di butakan oleh cinta sa...
95K 7.3K 23
[END] Sebelum menjalani pernikahan, Hinata membuat surat perjanjian yang serupa dengan kontrak yang berisikan apa yang boleh dan tidak boleh dilakuka...
70.7K 8.2K 37
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
179K 8.8K 29
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...