WWW BOOK CAMP

By Www1612

11.3K 636 64

[Karya para peserta lomba menulis cerpen] Kamu mau menjadi salah satu dari peserta? Buruan ikutan lombanya ju... More

WWW Book Camp
Ojek Cinta
My First Love
Kopi dan Vanilla
Ketika Aku Rindu Ayah
Sekeping Asa Untukku
143
Love In Paradise
Jeda
Sky Screper
Without Knowing The Other
4B
Missing
Don't Leave Me Again
Sekarang ada yang ingin aku ajak bicara
Cerita Singkat di Kota Paris
Throwback
Inari no Kami
Complete
Hati
My Only One Star
Kata Orang
With(out) You
It's My Birthday
Popularity
Broken Heart
Be With You
Kehilangan
My Oxygen
Stiletto For Putro
Aku Memilih Setia (Juara Favorit)
Perasaan yang Singkat
See and Remember
Ganda
Alpha's Werewolf
Mula Muara
The Skeletons
Everything For My Best Friend
Kynigos The City of Evil
Anything Could Happen
Yang Tidak Bisa Saya Lakukan
Melihat Astral
Thankyou, goodbye.
When I Know
10 Mei
My (Bad) Boyfriend
Satu Keping
Wrong Number
Just You
Satu Keping
Hangat dan Dingin
Cinta Tak Semanis Cokelat
Ghost Brings Love
Nostalgia Masa SMA
A Little Bit of Pain
Fraksi Elefi
Salam, Masa Lalu
Kupu-Kupu Harapan
Konspirasi Langit dan Bumi
Photograph
Surat yang Tidak Dimaksudkan Untuk Dikirim
Di Batas Cakrawala
Why Me
Pengumuman Pemenang

Sebening Cinta Embun

107 14 0
By Www1612

CERPEN

Nama Penulis : Desi Setiawati

Judul : Sebening Cinta Embun

Genre : Romance

***

Angin malam berhembus sangat kencang. Mobil-mobil melaju bak di arena sirkut. Seorang laki-laki memakai kemeja berwarna putih dengan lengan yang digulung sebatas siku terlihat meletakkan sesuatu di pinggir batas jalanan bebas hambatan itu. Tanpa laki-laki itu sadari, ada seorang wartawan yang tengah meliput aksinya, karena keresahan warga yang penasaran siapakah laki-laki tersebut. Wartawan itu berjalan mendekat ke arah laki-laki, masih dengan menyorotkan kamera.

"Tunggu! Apa yang Anda lakukan di sini?" Wartawan itu setengah berlari mengikuti laki-laki tersebut. Ternyata laki-laki itu sudah menyadari akan kehadirannya.

"No comment."

"Mawar putih? Apa maksud Anda meletakkan bunga mawar di sini?" Tanya wartawan itu, setelah kameranya menyorot sebuket bunga mawar putih yang berada di pinggir tol.

"No comment."

Laki-laki itu tetap kekeuh pada pendiriannya.

"Apa Anda tahu kalau kegiatan Anda ini membut warga sekitar risau? Setiap tanggal 12 tiap bulan pasti Anda yang melakukan ini kan? Dan malam ini Anda tidak bisa lagi berkilah."

Laki-laki itu menarik napas panjang mendengar perkataan dari wartawan. "Saya minta maaf kalau kegiatan saya ini membuat warga sekitar tidak nyaman. Tapi saya tidak bermaksud jahat. Saya hanya ingin mengenang kekasih saya di sini."

Wartawan itu terdiam, ia terlihat kesulitan meneguk ludahnya sendiri.

"Tempat ini adalah tempat terakhir saya bersamanya. Dia meninggal di sini dua tahun yang lalu."

Wartawan itu meremang, ia merasakan suasana aneh yang mengalir ke seluruh tubuhnya. Bulu kuduknya seakan berdiri saat melihat laki-laki itu tengah tersenyum sendiri ke arah sebuket bunga mawar putih.

***

Embun menyukai hujan. Selalu. Dari ia kecil. Baginya hujan seperti alunan musik orkrestra yang dapat menghiburnya dikala sedih. Bau tanah setelah hujan juga dapat membuatnya merasa damai. Dan di saat hujan juga ia menemukan kekasih hatinya yang sangat ia cintai.

Malam itu dikala hujan turun dengan derasnya, ditambah suara petir dan gemuruh menjadi satu, Embun menatap keluar jalanan dari jendela rumahnya. Ia melihat seorang laki-laki yang tengah berjongkok dihadapan sepeda motornya. Embun yang merasa kasihan, segera menyambar payung kemudian pergi untuk menghampiri laki-laki itu.

"Hei motornya kenapa? Jangan hujan-hujanan nanti bisa sakit," kata Embun setengah berteriak karena suaranya hilang ditelan hujan.

Laki-laki itu berbalik dan berdiri menghadap Embun. Seketika Embun terpaku saat matanya harus bertemu dengan iris coklat madu yang memabukkan itu. Baru kali ini Embun melihat mata yang begitu indah.

"Motor saya mogok. Apa itu rumah kamu? Kalau iya, bolehkah saya menumpang sebentar untuk menunggu hujan reda?"

Kepala Embun mengangguk, namun ia masih belum sadar karena terlalu terpesona dengan laki-laki yang ada dihadapannya ini.

"Eh!" Embun tersentak saat laki-laki itu mengambil alih payung yang dibawanya. Akhirnya mereka berbagi payung untuk menuju rumah Embun.

Embun menyebutnya lelaki bermata hujan. Karena ia mengingatkan Embun akan kerinduan dirinya dari sejuknya air hujan yang turun ke bumi saat bumi tengah kemarau panjang. Laki-laki itu hadir dengan segala pesonanya. Menentramkan, menyejukkan dan juga membawanya pada sebuah rasa yang baru pertama kali ia rasakan. Ya, Embun jatuh cinta pada pandangan pertama dengan laki-laki itu.

Tapi siapa sangka kalau laki-laki itu juga menaruh hati pada Embun. Embun adalah gadis polos yang pemalu dan juga cantik. Banyak pemuda yang menginginkannya untuk menjadi kekasih, namun tak ada yang dapat meluluhkan hati Embun. Tetapi itu dahulu, sebelum Erwin datang meluluh lantakkan hatinya.

"Apa yang membuat kamu mencintai saya, Win?" Tanya Embun, kepalanya menunduk dan kedua tangannya meremas dress berwarna biru laut yang sedang dipakainya. Setelah pertemuaan saat hujan waktu itu, Erwin memang sering datang ke rumahnya.

"Embun tidak perlu warna untuk membuat daun jatuh cinta. Begitu juga dengan saya yang tidak perlu alasan untuk bisa mencintai kamu."

Embun semakin menunduk, ia menggigit bibir bawahnya sendiri karena malu. Wajahnya memanas dan tanpa ia sadari kedua pipinya merona. Dan saat itu keduanya resmi untuk menjadi sepasang kekasih.

***

Seorang gadis berambut hitam dan panjang duduk di kursi yang terletak di teras rumahnya. Kakinya ia angkat satu ke atas sehingga bertumpu pada kakinya yang lain. Mata besarnya melirik kearah jalanan untuk memastikan apakah seseorang yang ditunggunya sudah datang atau belum. Sesekali ia mematut dirinya pada cermin kecil yang sengaja ia bawa demi memastikan penampilannya sendiri agar tetap terlihat mempesona dihadapan kekasihnya.

Sore ini Embun memakai dress berwarna putih selutut. Dengan pita yang melingkar dibagian pinggangnya. Dress itu terlihat indah dengan menonjolkan kaki jenjang milik Embun. Embun melihat arlojinya sekali lagi, waktu sudah menunjukkan akan maghrib, tapi Erwin belum juga datang. Padahal laki-laki itu berjanji akan menemuinya satu jam yang lalu.

"Erwin kemana sih, Bu? Sudah jam segini ia belum datang juga."

"Sabar Embun, mungkin Erwin sedang dijalan," kata wanita yang berumur setengah baya sambil mengusap kepala putri semata wayangnya dengan sayang.

"Tapi sejak tadi ia tidak sampai-sampai, Bu. Embun telpon juga tidak diangkat."

Baru saja Embun menutup mulutnya, Erwin muncul. Laki-laki itu berdiri sambil tersenyum manis. Ia tidak menyadari kalau Embun sudah mencak-mencak menunggunya.

"Kemama saja sih kamu, janjinya jam berapa datangnya jam berapa."

Embun melipat kedua tangannya di dada, sambil memanyunkan bibirnya.

"Maaf ya, tadi saya ada urusan," rajuk Erwin. Sedetik berikutnya ia langsung meraih tangan Embun dan menarik tangan gadis itu untuk masuk ke dalam mobilnya. Di dalam mobil Embun masih mendiamkan Erwin saking kesalnya dengan laki-laki itu.

Saat keduanya turun dari mobil langit sudah gelap. Mereka tiba disebuah taman yang terkenal di daerah itu. tidak hanya mereka saja, banyak pasangan muda-mudi yang sengaja menghabiskan malam minggunya bersama dengan orang yang dikasihi.

"Masih marah ya? Ehm?" Erwin bersuara. Ia melirik gadis yang tengah duduk di sampingnya.

"Menurut kamu aja deh, Win."

Erwin tersenyum kecil, tangan kanannya terulur untuk meraih tangan Embun yang terletak di atas bangku taman. Ia mengenggamnya dengan kuat seakan tak ingin berpisah dari gadis yang ia cintai. Sedangkan Embun yang jarang diperlakukan seperti itu oleh Erwin hatinya mulai luluh. Bahkan ia sendiripun bingung kemana amarahnya yang tadi sempat meledak-ledak?

"Kamu percaya kalau saya mencintai kamu?" Tanya Erwin, ia gemas sendiri melihat tingkah Embun yang malu-malu.

Embun tak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya.

"Saya ingin menceritakan sesuatu ke kamu. Tapi kamu harus janji apapun yang terjadi, kamu harus percaya bahwa orang yang saya cintai adalah kamu."

Embun mengalihkan pandangannya ke arah Erwin, keningnya mengerut tanda tidak mengerti dengan ucapan laki-laki itu.

"Sebenarnya saya akan menikah dengan gadis lain. Saya dijodohkan dengan anak dari teman orang tua saya. Tapi saya hanya ingin menikah dengan kamu, Embun. Apa kamu mau kita nikah lari?"

Embun tersentak mendengar ucapan Erwin, kenyataan kalau orang yang sangat ia cintai ingin menikah dengan orang lain sangat menghancurkan hatinya berkeping-keping, tapi ia sendiri juga tidak bisa menerima tawaran Erwin. Baginya menikah itu bukan hanya menyatukan dua orang yang saling mencintai, tetapi menikah itu juga menyatukan dua keluarga.

"Kamu gila ya, Win. Saya tidak bisa menerima tawaran kamu itu."

"Ini adalah jalan satu-satunya. Kamu tahu kenapa saya telat datang ke rumah kamu? Saya memikirkan hal ini berkali-kali. Kalau saat ini saya berada di samping kamu berarti kamulah orang yang saya pilih." Erwin menatap mata Embun dalam, gadis itu nampak tidak nyaman ditatap seperti itu. "Besok saya akan menikah, Embun. Sial! Ternyata saya diikuti."

Erwin menarik tangan Embun lagi untuk menuju mobilnya. Sesampinya di dalam mobil Erwin langsung mengendarai mobil itu dengan kecepatan tinggi.

"Win pelan-pelan jalannya, saya takut." Tubuh Embun sudah terbanting ke kanan dan ke kiri, namun Erwin tidak mempedulikan ucapan Embun.

"Kamu lihat kebelakang, mobil itu adalah suruhan orang tua saya. Saya tidak ingin kamu kenapa-napa."

Embun menghadap kebelakang dan benar mobil mereka sedang diikuti oleh beberapa mobil lain.

"Win kita bisa bicarakan ini baik-baik pada orang tua kamu. Saya yakin mereka akan mengerti."

"Tidak, Embun. Saya tahu bagaimana orang tua saya. Kalau ada seseorang yang menghalangi rencana mereka, mereka tidak segan-segan menyingkirkan orang itu."

Embun bergidik ngeri, ia melirik kaca spion dan mobil itu masih mengikuti mereka. Langit terlihat mendung. Angin-angin berhembus mulai kencang. Suara petir dan gemuruh terdengar bersahut-sahutan dan hujan pun turun ke bumi.

Pandangan tertutup hujan, Erwin tidak menyadari kalau di depannya sudah ada truck bermuatan pasir yang siap menghantam mereka, dan......

"ERWIN AWAAAASSS!"

Sedetik berikutnya terdengar suara dentuman keras antara truck dan juga mobil Erwin. Tubuh keduanya terhuyung ke depan dengan kencang. Kondisi keduanya sangat parah.

***

"Apa kekasih Anda meninggal saat itu juga?" Tanya wartawan itu, matanya sudah berkaca-kaca mendengar penjelasan yang sekarang menjadi narasumbernya.

"Tidak. Ia selamat. Sayalah yang harusnya meninggal hari itu juga, tapi....."

Laki-laki itu menggantung kalimatnya, matanya menatap sebuket bunga mawar lagi dengan senyum yang sama.

Erwin terbangun dari tidurnya. Seluruh badannya terasa remuk redam. Kedua orang tuanya beserta adik kandungnya berada di dekat ranjang tak jauh dari posisinya sekarang, mereka terlihat senang karena Erwin sudah siuman. Erwin mengarahkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, mencari sosok yang sangat ia cintai. Embun tak ada di sampingnya dan hal itulah yang paling ia takutkan. Ia bertanya pada orang tuanya tentang keberadaan gadis itu, tapi orang tuanya menjawab kalau gadis itu baik-baik saja. Ada kelegaan yang terpancar dari wajah Erwin setelah mendengar kabar Embun. Tetapi saat ini ia tidak bisa menemui kekasihnya itu, ia harus melakukan serangkaian kegiatan untuk memulihkan kondisinya terlebih dahulu.

"Erwin mau ketemu Embun Ma. Dimana sih dia?"

Tanya Erwin pada Mamanya. Erwin sudah mencari-cari gadis itu kemana saja, mulai dari rumah, taman atau tempat-tempat yang sering dikunjunginya. Namun nihil. Gadis itu tidak ada. Bahkan terdengar kabar kalau Ibunya Embun sudah pindah dari tempatnya yang lama.

"Kalau kamu ingin bertemu Embun, biar Mama tunjukkan."

"Mama tahu dimana Embun?"

Mama Erwin mengangguk, tanpa banyak bicara Erwin segera mengikuti langkah Mamanya itu.

Erwin mengedarkan arah pandangannya ke sekitar, ia bingung mengapa Mamanya itu membawanya ke tempat ini. Firasatnya mulai tidak enak, hingga ia melihat sebuah gundukan tanah yang masih basah dengan bertaburan bunga-bunga di atasnya yang masih segar dengan batu nisan yang bertuliskan nama EMBUN. Erwin terduduk lemas di atas tanah merah yang membungkus tubuh kekasihnya. Tangannya mengusap batu nisan yang bertuliskan nama kekasihnya. Erwin tidak menangis kala itu, tapi seluruh jiwanya pergi bersama jasad Embun yang terkubur.

"Mama menyesal, sangat menyesal karena tidak bisa membujuk Papamu itu. Tapi yang harus kamu tahu Embun tidak meninggalkanmu. Selamanya dia akan tetap ada di dekatmu selama jantungmu masih berdetak. Karena dialah yang mendonorkan jantungnya untukmu, Win."

Wartawan itu menutup mulutnya sendiri mendengar penjelasan dari Erwin.

"Walau kisah saya dengan Embun yang hanya sesaat dan akhirnya harus berpisah, tetapi Embun meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya," ucap Erwin sambil tersenyum. Kemudian melanjutkan, "selamanya hanya dia satu-saunya wanita yang saya cintai. Embun.... In the deepest of my heart, I love you." Erwin tersenyum lagi pada sosok wanita yang memakai dress putih selutut dengan pita yang melingkar di bagian pinggangnya dan membawa sebuket bunga mawar putih yang merupakan bunga kesukaannya.

THE END

Continue Reading

You'll Also Like

166K 512 4
Rubby gadis sma yang gila akan belaian, saat dirinya menginjak di jenjang smp Rubby sudah mengetahui banyak tentang hal hal dewasa. Bahkan dia sering...
174K 501 6
bikin basah💧 Isinya colmek ngewe jilmek semua🔞🔞🔞🔞🔞🔞 siap siapin tisu aja yahh Bocil di larang masuk 🔞 ada fotho and video nya juga ya
124K 3.9K 25
MENGANDUNG 18+❗⚠️❗⚠️❗ sorry kalo ada typo yaw🤗
550K 7.2K 56
cerita singkat