Crazy Marriage [FINISHED]

由 Lachaille

218K 12.7K 396

"Sumpah deh kalo dalam sehari ini gua gagal kawin kedua kalinya. Gua kaga usah kawin aja. Jadi perawan tua ju... 更多

NAFAS X 1
NAFAS x 3
NAFAS X 4
NAFAS X 5
NAFAS x 6
NAFAS x 7
NAFAS X 8
NAFAS X 9
NAFAS X 10
NAFAS X 11
NAFAS X 12
NAFAS X 13
NAFAS X 14
NAFAS X 15
NAFAS X 16
NAFAS X 17
NAFAS X 18
NAFAS X 19
NAFAS X 20
DISKON I
DISKON II
NEWS

NAFAS X 2

12.4K 922 47
由 Lachaille

NAFAS x 2

Aku duduk cemas di kursi kamarku, riasanku yang tadinya sedikit berantakan sudah dipermak lagi jadi cantik sedia kala. Kakiku bergerak gelisah kala mendengar keluhan penghulu di luar sana yang sedang menunggu calon pengantin pria yang belum muncul batang hidungnya.

Kan bener.

“Gagal kawin lagi, Buk. Beneran. Udah, Rin jadi perawan tua aja.” Keluhku yang bangkit dari kursiku karena putus asa.

Ngomong opo kowe iku? Ngomong iku seng apik (Bicara apa sih kamu itu? Bicara itu yang bagus)!” Sentak Ibu kesal dan memukul pantatku cukup keras, beberapa kerabat perempuan yang juga ada di dalam kamarku tertawa melihat kelakuanku dan Ibu.

“Batal, Buk. Ibu itu enggak tau bedanya guyonan sama seriusan sih?” Keluhku kesal.

“Mamanya Ilham loh setuju.” Semprot Ibu tak mau kalah.

Longgoh!” Suruhnya dan menyentak tanganku untuk kembali duduk. Terpaksa aku kembali duduk di kursi lagi dan gelisah lagi.

Doa iku seng apik, Rin (Doa itu yang bagus).” Adik ibu ikut berkomentar. “Nek elek malah isok-isok dijabani wali lewat. Amit-amit (Kalo jelek malah bisa-bisa kejadian. Jangan sampai).” Imbuhnya dan aku menjadi semakin, dan semakin gelisah.

‘SAH! ALHAMDULILLAH.’

Aku menatap Ibu bingung. SAH. Apanya yang sah?

“Sah, Buk?” Tanyaku tak tahu-menahu.

Ilham wis ngucapno ijab kabul iku (Udah ngucapin ijab kabul itu).” Jawab Ibu dan membantuku untuk berdiri.

“Kapan, Buk?” Tanyaku polos. Sumpah, aku enggak denger dia mengucapkan ijab kabul. Kapan, sih? Apa gara-gara aku gelisah sendiri makanya enggak denger.

Wis, saiki dadi bojone uwong (udah. sekarang jadi istri orang).” Ucap Ibu yang merapikan kebaya putihku. “Ayo metu! (ayo keluar!)” Ibu dan adik ibu, Bulek Ami membantuku berjalan keluar dari kamar menuju Ilham yang berada di luar sana yang entah kapan sudah ngucapin ijab kabul, tiba-tiba saja si penghulu berteriak heboh ‘Sah’.

Perlahan tapi pasti, Ibu dan Bulek Ami menuntunku menuruni tangga teras yang cuman lima tangga itu. Ilham sudah berdiri di samping meja ijab kabul tadi. Dia sudah berganti kemeja putih dan jas hitam ala-ala pria yang kawinan itu.

“Senyum. Ojok mecucu ae (Jangan cemberut aja).” Bisik ibu.

Kusunggingkan senyum cantikku yang akhirnya enggak jadi batal nikah dua kali dalam sehari dan batal jadi perawan tua seumur hidup.

“Ayah serahin tanggungjawab Ririn ke kamu, Ham.” Ucap Ayah yang meletakkan tangan kananku pada tangannya. “Tuntun anak Ayah jadi istri yang sholeha.” Imbuhnya.

Insha allah, Yah.” Ucap Ilham dan tersenyum jahil padaku. “Bini.” Bisiknya tepat pada telingaku.

“Enggak lucu.” Sahutku kesal.

“Enggak luculah. Lah ini nikahan, yang ada hepi-hepian.” Sahutnya dan menuntunku naik ke atas kuade dan duduk di atas singgasana semalamku.

“Dih!” Aku menatap tamu-tamu yang baru datang, di depan pintu masuk yang terdapat pintu dengan rangkaian bunga-bunga plastik, tadinya ada foto pre-wedding-ku dengan Riko blangsat dan sekarang sudah hilang entah kemana. Mungkin diinjek-injek terus dibakar sama Ibu. Masa bodo. Enggak peduli aku.

“Jangan cemberut gitu! Entar puas-puasin malam pertama. Gua pasrah lo minta gaya apa aja.” Goda Ilham dan mencubit punggung tanganku.

“KDRT!” Kesalku.

“Cubit doang!”

“Namanya KDRT itu ada unsur sakit dan ini sumpah sakit lo cubit.” Protesku.

“Yaudah, enggak gua cubit lagi.” Ilham menarik tanganku dan dia mengecup lembut punggung tanganku. Aku cuman bisa diam macam patung pancoran, dia mengusap lembut punggung tanganku sembari memasang wajah menyebalkannya.

“Sok ganteng!”

“Emang ganteng. Buktinya lo mau gua kawinin.” Sahutnya.

“Kalo ada opsi lain mah gua milih yang lain bukannya lo.”

“Sayangnya, opsi lainnya udah kabur duluan tuh.” Sahutnya dan aku hanya bisa menahan kesal padanya. “Mau dikecup sekarang? Atau mau ke kamar sekarang? Enggak apa-apa. Gua pasrah kok.” Goda Ilham lagi.

“Ogah.” Sahutku singkat dan memilih melihat tamu yang berdatangan. “Temen lo?” Pekikku tak percaya saat melihat beberapa teman sekantor Ilham datang.

“Hahaha... Itu gua masukin grup Line tadi. Dadakan. Gua umumin kawin. Langsung pada heboh kayak pasar.” Ilham menjelaskan.

“Pacar-pacar lo?”

“Gua masukin semua dalam segrup Line. Pacar-pacar gua. Mantan-mantan gua. Temen SMP, SMA ama kuliahan, terus temen kantoran juga.” Jawabnya jemawa.

“Makanya jadi pasar lelangan dadakan di grup.”

“Sengklek sumpah!”

“Demi istri tersayang mah, sengklek sehari enggak apa-apa. Yang penting bisa malam pertama.” Goda Ilham dan mentoel daguku.

Lenjeh!”

“Cieee... kawin dadakan! Enggak lagi bunting ‘kan istri lo?” Goda temen sekantornya yang tiba-tiba saja sudah naik ke atas kuade.

“Enggaklah. Masih perawan cling. Segel perawannya juga masih utuh. Masih aman.” jawab Ilham santai.

“Emang perut gua kayak orang bunting?” Tanyaku kesal dan teman kantornya yang aku kenal cuman dia ini ketawa sok enggak dosa ke aku yang sudah ngefitnah aku bunting duluan.

“Masih rata sih, tapi siapa tau masih sebulan umurnya.” Lanjutnya.

“Sengklek juga lu, Dit.” Makiku dan dua pria sok tampang kegantengan ketawa polos.

“Lagian tiba-tiba aja semua orang dimasukin grup sama laki lo ini. Enggak pake pidato apa tetek bengek, ngomong ‘gua kawin hari ini jam empat sore. Dateng lo semua! Pacar-pacar gua, sori ya, gua putusin hari ini jam 12 siang ini. Gua mesti nikahan jam empat. Masa iya entar gua nikahan muter lagu melati dipelukan mawar di tangan?’. Gitu, Rin!” Aku hanya menatap kedua cowok ini tak habis pikir, terutama pada Ilham.

“Nyari praktisnya.” Hanya itu pembelaanya.

“Gila lo!” Makiku lagi. Entah udah berapa kali makian sudah aku lontarin seharian ini.

“Gila gini juga lo kawinin, Rin.” Goda Adit.

“Kalau ada lo tadi, gua mau kawin ama lo, Dit.” Ujarku.

“Gaji gua ama dia, gede gua loh, Rin.” Sahut Ilham. “Dia cuman bawahan gua, gua atasannya.”

“Bodo.” Sahutku singkat.

“Maaf! Foto sesi kenangan dulu.” Ucap fotografer nikahanku yang entah kapan sudah datang aja.

“Mas-mas, foto ini entar kasih tulisan di bawahnya temen gua yang ini ya.” Ucap Ilham yang memeluk Adit akrab. “Tulisin aja, menggenang jomblo tua ditinggal nikah mulu.” Imbuhnya.

Tak urung, beberapa tamu yang datang dan dengar apa yang diucapin Ilham terpingkal, begitu juga dengan fotografernya.

“Mas, ini suami gua kasih tulisan hesteg #RIPLOSEPERJAKA pake capslock ya.” Ujarku dan kembali tamu undangan terpingkal.

“Ini bini gua kasih tulisan ‘Batal Perawan Tua’.” Ucap Ilham.

“Sialan lo!”

“Lo kan tadi nadzar gituan.” Ucap Ilham.

“Kapan?”

“Tadi. Ibu cerita ke gua.” Jawabnya dan aku cuman bisa diam seribu bahasa dengan mulut ember ibu itu.

“Ayo, Mas!” Ucap Ilham yang memeluk pinggangku untuk mendekat padanya. Fotografer pun dengan sigap memfoto kami.

Uasem emang mulut Ilham ini kalo udah jeplak kayak jeplakan rel kereta api. Bikin aku kesel bonusannya malu.

***

Aku duduk di sofa, kakiku rasanya nyut-nyutan karena harus memakai sendal jinjit setinggi sepuluh senti lebih. Luar binasa sakitnya kakiku. Biasanya pakai sandal jinjit enggak lebih dari lima centi dan sekarang harus memakai sandal ginian. Sengklek kakiku ini.

“Bawa itu istrimu ke kamar, Ham! Biar ini kami urus.” Suruh ibu yang melihatku kelelahan.

“Bilang aja biar kita enggak liat dapet bowo-an berapa, Buk.” Sindirku.

“Kalau kurang, kamu mesti nambal, Rin.” Ancam Ibu dan aku hanya memutar bola mataku kesal.

“Pamit malam pertamaan dulu, Buk.” Ucap Ilham dan menarikku untuk berdiri.

“Iya. Puas-puasin sampai seminggu juga enggak apa-apa.” Sahut Ibu.

“Mati Buk yang ada.” Sahutku.

“Enggak apa-apa. Entar ibu kuburin jadi satu liang lahat. Itung-itung penghematan biaya nyangkul kuburan kalian.” Sahut Ibu lagi.

“Kejem banget jadi ibu.” Sungutku dan masuk ke dalam kamar. Aku tak bergeming saat Ilham menutup pintu kamarku eh, maksudku sih kamar kami sekarang. “Kunci, Ham!” Suruhku.

“Biar enggak ada yang gangguin, ya?” Goda Ilham yang sudah melepas jas hitamnya dan meletakkan begitu saja di kursi riasku.

“Dih. Ngarep malam pertama gaya apa?”

Woman on top? Asikan tuh. Kan gua bilangnya tadi pasrah ama lo.” Sahutnya dan aku hanya menatapnya horor.

“Enggak usah ngaco itu kepala. Bantuin gua nurunin nih konde!” Suruhku dan membelakanginya.

“Malam pertama malah disuruh ngelepas konde. Emang gua penata rias lo.” Gerutunya yang melepas satu per satu hiasan pada rambutku.

“Enggak usah ngegerutu enggak karuan itu.” Omelku dan dia diam menurut.

Satu jam perjuangan untuk melepas konde dan kawan-kawannya itu dari atas kepalaku rasanya luar binasa tuk kedua kalinya. Rasanya kepalaku yang tadinya seperti dikasih beban beton jadi plong banget. Pening yang aku tahan jadi hilang gitu aja.

“Ngapain? Enggak usah ganti baju, langsung malam pertamaan.” Ucap Ilham yang menarikku untuk duduk kembali. “Kalo anjuran dari wejangan kilat Pak Ustad tadi, istri tuh mesti diajak becandaan, digodain biar malu, dipuji-puji biar seneng terus di perawanin.” Ujar Ilham yang memainkan sulur-sulur rambutku. “Rambut kamu alus, Rin.”

“Rambut gua kayak sapu lidi. Jeprak kaku gini kena spray.” Sahutku dan Ilham cuman nyegir dengernya.

“Cantik.”

“Cantik apaan? Dempul gua aja udah mau luntur. Liat noh!” Kucodongkan wajahku ke arahnya. Tanpa babi naningnong teleng teleng dunggg...

Prak...

Ilham sudah mencium bibirku. Sekilas sih. Cuman beberapa detik aja.

“Kaga usah nyolot-nyolot. Malam pertamaan ayok! Udah sah jadi istri gua.” Ujarnya serius tapi dibawa becandaan mulu sama dia.

“Ngomong-ngomong, kapan lo ngijab kabul tadi?” Tanyaku yang masih menjadi misteri kenapa aku enggak denger pas dia ijab kabul.

“Ya tadi. Kan pake mik noh, masa lo enggak denger?”

“Enggak. Gua dengernya ‘sah, alhamdulillah.’ Itu doang. Kapan ngijab kabul?” Ulangku.

“Makanya itu kuping bawa ke THT seminggu sekali, Kopok lo udah nutupin gua ngijab kabulin lo.” Ujarnya dan tanganku reflek memukul lengannya.

“KDRT ini!” Pekiknya meniru perkataanku tadi.

Plagiarism lo itu!” Pekikku tak mau kalah.

“KDRT!”

“PLAGIAT!” Balasku tak mau kalah.

“Malam pertamaan aja yok!” Ajaknya dan membawaku untuk berbaring di atas ranjang yang udah disulap jadi cantik penuh romantisan ala jaman jadul.

“Ngapain?”

“Bikin dedek emesh.” Jawabnya dan mencium pipiku sayang. “Dosa kalo nolak. Gua ini udah sah jadi suami lo.”

“Surat kawin aja belum jadi.” Ucapku.

“Lagi proses pengurusan. Adeknya Mama gua kan kerja di KUA.” Jawabnya dan aku baru sadar kalo urusan KUA-KUA-an mah beres di tangan keluarga Ilham.

Pasrah. Malam ini, aku yang mesti pasrah. Udah pasrah aja dari pada diceraikan malam ini. Enggak luculah pagi tadi ditinggal kabur calon suami item blangsat. Siangnya kawin ama calon lain. Malemnya cerai. Itu mah bisa jadi keapesanku yang hakiki dan aku mesti ganti nama kalo kejadian. Liwetan segala kalo bisa ngusir kesialan itu.

***

#P.S

Terimakasih untuk responnya yang suka dengan cerita ini. 👻👻👻

繼續閱讀

You'll Also Like

74.1K 11.6K 21
Talitha sangat menyukai Caramel Latte dengan tambahan gula. Manis sekali. Layaknya hubungan gadis bernama kecil Tata itu dengan kekasihnya, Marvin. ...
19.3K 2K 20
Setelah Indra terjerat kasus korupsi, Rain tahu hidupnya tidak akan sama lagi.Tidak ada yang tersisa di hidupnya. Rumah dan aset-aset mereka disita...
864 125 23
Setelah lebih dua belas tahun berpisah, Gan Ajisaka berusaha mencari Ayudia Divani untuk memenuhi Janjinya. Janji pada Diva, teman nya sejak kecil. J...
17.3K 2.4K 44
Bagaimana jika kenalakan Yibo menurun ke anaknya. Up suka suka