Parallel: The Another World

By RikuKagami

73.7K 4.8K 847

Ryu Kawazaki, seorang pemuda biasa yang menjalani hidup layaknya remaja normal lainnya. Suatu ketika dia dike... More

INFO
Prolog
Chapter 1 - Lubang Dimensi Dari Dunia Lain
Chapter 2 - Teman Serumah
Chapter 3 - Calon Penyihir
Chapter 4 - Kembali Pulang
Chapter 5 - Pahlawan
Chapter 6 - Quest Pertama
Chapter 7 - Kehidupan Baru
Chapter 8 - Beginning
Chapter 9 - Under Attack
Chapter 10 - Black Fire
Chapter 11 - My Partner
Chapter 12 - Just For You
Chapter 13 - Tears of Blood
Chapter 14 - Battlefield
Chapter 15 - Memory of Memories
Chapter 16 - Thank You, Rin
Chapter 17 - Prince of Darkness
Chapter 18 - Battle of Love
Extra Chapter 02
Extra Chapter 03
Chapter 19 - First Match
Chapter 20 - Return From The Dead
Chapter 21 - New Strategy?

Extra Chapter 01

1.9K 109 38
By RikuKagami

BAGIAN 1
Jauh di dalam sebuah gua yang gelap, secercah cahaya pun hanya sedikit yang dapat dijumpai. Meskipun begitu, setiap petualang yang memasukinya masih dapat melihat dengan jelas.

Lorong gua dengan langit-langit dipenuhi stalaktit itu memancarkan cahaya kecil yang berasal dari kristal hijau kecil. Terlihat indah, terlebih dengan jumlahnya yang puluhan ribu menempel di langit-langit serta dinding gua yang gelap nan kasar.

Di mana tempat ini berada adalah tempat di mana petualangan muncul. Banyak orang pengangguran yang kesulitan mencari kerja, namun mereka mampu mendapat uang dari hasil berburu monster di dungeon ini.

Dungeon, sebuah wilayah luas yang terdapat di setiap tempat dengan kemampuan sihir tingkat tinggi, bahkan orang-orang menamainya sebagai labirin dewa. Dikatakan sang dewa menciptakan tempat ini untuk mengurung para monster dan menciptakan istilah petualangan bagi para orang berkemampuan untuk memusnahkan para monster.

Grimoire of The God, sebuah buku kuno tebal yang menjelaskan asal mula dungeon dan para petualang. Awal dari terbentuknya sebuah kerajaan besar yang kini bernama Rouran. Namun siapakah The God yang dikatakan telah menciptakan dungeon serta teknologi modern yang bersumber dari Mana?

Sihir, sebuah kata yang mampu menjelaskan hal tidak masuk akal di pikiran manusia. Berbagai macam sihir terbentuk dari bakat sejak lahir atau kerja keras untuk menciptakannya sendiri.

Utama Kawazaki, The God sekaligus manusia pertama yang memiliki kemampuan setingkat dewa. Dia menciptakan dungeon dan berbagai teknologi modern dengan kekuatannya. Namun, seperti halnya sebuah pepatah lama.

Seorang pria tidak akan sukses tanpa ada wanita tercinta di balik setiap usahanya. Hal demikian dirasakan oleh Utama, dia mampu menciptakan dunia yang lebih damai berkat istrinya tercinta.

Di mana suatu hari ketika dia menguji kemampuan ruang dan waktu, tanpa sengaja dia memanggil manusia yang berasal dari dunia lain. Hal itu tidak membuatnya terkejut karena dia memahami betul teori ruang dan waktu.

Tapi, hal yang membuat Utama terkejut adalah istrinya bukan tipe orang yang akan mati terkejut karena berpindah dunia. Justru sebaliknya, dia menaruh rasa tertarik pada sang wanita setelah tahu dia memiliki rasa ketertarikan yang sama.

Mereka mulai menjalin komunikasi yang baik dan saling bekerja sama untuk tetap bertahan hidup bersama. Tanpa sedikit keraguan, sang wanita menceritakan kisahnya dan kehidupan normalnya sebagai administrator di sebuah perusahaan video game ternama.

Mendengar cerita yang baginya unik dan menarik, Utama berniat menjadikan hutan dan tanah bebas di sekitar kerajaan Rouran menjadi sebuah dungeon yang mirip dengan sebuah video game.

Dengan kemampuan sihirnya yang setingkat dewa dan pemikiran unik serta imajinasi yang tinggi, mereka memadukannya menjadi satu, kemudian menciptakan dungeon yang terbagi menjadi lima puluh area, sedangkan setiap area memiliki sepuluh lantai yang berbeda-beda.

Tidak hanya itu, bahkan Utama sampai bersusah payah mengamati dan menaruh monster-monster sesuai kemampuan mereka demi menciptakan keseimbangan dungeon.

Maha karya itu sampai sekarang telah tercipta tidak hanya di Rouran, namun juga di kerajaan tetangga yang di kenal sebagai kerajaan Impressa dan masih banyak lagi.

Jasa yang diberikan Utama dan istrinya untuk mengamankan wilayah dari serangan monster mendapat penghormatan yang besar dari semua orang. Bahkan dia dikatakan memiliki kebijaksanaan yang tinggi.

Namun, tanpa mereka paham, sang adik yang memiliki sifat berbanding terbalik justru menciptakan makhluk-makhluk mengerikan di dalam dungeon tersebut. Monster tersebut menjadi yang terkuat hingga dikatakan sebagai bos para monster.

Jauh dari kata nyata, sepasang rekan itu kini menikah dan semakin memperindah keadaan kerajaan dengan teknologi canggih yang memanfaatkan Mana sebagai pengganti jaringan.

Kini, dunia itu tak kalah hebatnya dengan dunia yang dulu ditinggali istrinya. Terlebih setelah Utama menggunakan kekuatannya dan masuk ke dalam dunia istrinya. Perkembangan teknologi tersebut semakin canggih dan menambah ilmu pengetahuan tentang dunia sihir modern.

Akibat pertarungan mematikan yang dia lakukan dengan sang adik, Rouran. Tragedi itu berhasil merebut istri tercintanya, namun hal itu tidak membuatnya kehilangan rasa cintanya pada rakyatnya. Dia kehilangan adiknya sekaligus seorang istri yang sangat dicintainya.

Dia berpikir mengenai masa depan, apa yang akan terjadi jika sang dewa mati? Apa yang akan terjadi pada dungeon tersebut? Demi menjaga keseimbangan tersebut, Utama menyegel seluruh kekuatannya ke dalam sebuah kristal merah raksasa yang kini menjadi sumber energi tak terbatas untuk teknologi modern di dunia tersebut.

Ketertarikan setiap orang untuk memasuki dungeon semakin tinggi, bahkan sangat tinggi. Hal itu tetap berlangsung hingga kini, bahkan masih terlihat jelas dari para petualang yang bersemangat menjelajahi berbagai dungeon di dunia tersebut.

BAGIAN 2
Di dalam lorong gua berhiaskan kristal hijau, cahaya berkelap-kelip menyinari ruang gelap tersebut. Seorang gadis berambut merah berkali-kali menghunuskan pedangnya ke arah serigala berbulu merah.

Dari mulut serigala itu, bara api berkobar dan meluncur ke arah sang gadis, dengan susah payah dia menahan serangan tersebut dan menghindar sebisa mungkin.

Sejak awal dia mencoba kabur dari monster itu, namun dia tidak mampu ketika kecepatan serigala itu melebihinya.

“Tch, seharusnya aku membuat party sebelum berniat melawan Hellhound!?” keluhnya dengan wajah kelelahan serta tubuh penuh luka bakar.

Tidak ada satu pun petualang lain yang ia jumpai, hanya dia seorang, berlari dari monster yang mencoba meregang nyawanya.

Demi mencari uang untuk sesuap nasi, dia nekat masuk ke dalam dungeon itu tanpa persiapan lebih lanjut. Pada umumnya dia akan bertemu dengan monster mudah, namun dia lupa diri hingga masuk lebih dalam.

Terlebih lorong bercabang bagai labirin membuatnya kesulitan mencari jalan keluar. Meski pun dia bisa memaksimalkan fungsi Data Mapping, namun dia mulai kehabisan Mana karena melawan Hellhound tersebut, tentu itu salah satu kelemahan teknologi yang sangat populer saat ini, Media.

Dilihat dari posisinya yang berjongkok, membuktikan dia telah mencapai batasnya. “Dasar bodoh kau Fiona! Kenapa kau nekat sekali masuk ke dalam sini!? Seharusnya kau mendengar kalimat laki-laki berambut hitam tadi!!” makinya pada diri sendiri.

Dia tak henti-hentinya mengutuk kebodohannya dan ingin sekali kembali ke Safe Area. Namun sungguh sangat disayangkan, waktu tak dapat terulang kembali.

“Tidak ada pilihan lain, meskipun aku harus mati di sini. Setidaknya aku mati dengan keren, gadis berlevel lima mampu membunuh Hellhound seorang diri. Itu akan menjadi berita hangat di Rouran besok ....”

Gadis itu bangkit, dia kembali mengarahkan pedangnya ke depan dan menatap tajam Hellhound yang masih berselimut api merah.

Bulu merahnya berdiri dan menegang seperti menerima tantangan dari sang gadis.

Gadis itu berlari ke depan, meskipun gerakannya sedikit sempoyongan, namun dia tetap berpegang teguh pada kekuatannya dan percaya pada kemampuan pedangnya.

Dia berputar ke kanan, menghunuskan pedangnya dengan membabi buta, namun dengan mudah dapat dihindari oleh Hellhound. Lagi, dia terus melakukan serangan yang dapat dikatakan sia-sia tersebut.

Sejak tadi, tidak satu pun serangannya melukai atau bahkan menyentuh bulu merah milik Hellhound tersebut.

Napasnya kini mulai terengah-engah dan menjadi berat. Baginya lebih mudah untuk mengembuskan napas dari pada menariknya.

Kini giliran Hellhound itu yang bergerak. Monster tersebut berlari bak kilat merah yang menerjang badai. Melesat celat ke arah sang gadis, dengan dua pasang taringnya yang besar dan tajam.

Dia mengarahkan rahangnya yang terbuka lebar ke arah si gadis. Namun alangkah terkejutnya monster itu ketika ternyata sebuah pedang menembus bagian bawah rahangnya hingga ke atas kepalanya.

Darah merah segar itu berjatuhan ke atas tanah batuan dan tubuh gadis itu. Dia berjalan pelan dan menyandarkan tubuhnya ke dinding rata yang tak jauh, beristirahat sejenak dan menenangkan pikiran.

Beruntunglah pemikiran bahwa dia akan mati hanya sebuah kebohongan belaka. Dia terpejam dan terlihat bersyukur atas nikmat yang masih dapat ia rasakan.

Tiupan angin sepoi-sepoi menyisir rambut merahnya yang bergaya twintail dengan pita hitam yang mengikat erat.

Dia perlahan tertidur dan menikmati waktu istirahatnya. Tak jauh dari tempatnya tertidur sepasang mata merah terlihat bersinar di kegelapan lorong gua.

Beberapa saat kemudian sang gadis terbangun, “Adu duh ...” rintihnya ketika mendapati luka di lengan kanannya mengeluarkan darah.

Dia berdiri sembari mengambil pedangnya yang tergeletak begitu saja di atas tanah. Perasaan ragunya seakan hilang setelah berhasil mengalahkan seekor Hellhound yang cukup menyudutkannya.

Dia berjalan dengan keadaan cukup parah, rambutnya menjadi acak-acakan dengan baju robek di sana-sini. Matanya yang berwarna merah api terlihat berkaca-kaca dan hampir meneteskan air mata.

“Ayah ... ibu ... aku rindu kalian ...” tanpa dia sadar, kalimat itu terucap bersamaan dengan air matanya yang menetes.

Kenangan pahitnya kembali muncul ketika dia mengingat orang tuanya tewas terbunuh salah satu monster terkuat di area tiga puluh. Dia menjatuhkan tubuhnya, terduduk di atas tanah batuan dengan air mata yang terus menetes semakin deras.

Dia terdiam sesaat, menunjukkan raut wajah terkejut dan berhenti menangis. Tak jauh di belakangnya, seekor Hellhound merah berjalan pelan ke arahnya.

Gadis itu mulai menoleh dengan wajah pasrah. Tubuhnya semakin lemas dan membuatnya tak kuat untuk berdiri, pedang di tangan kanannya bahkan terjatuh dan meninggalkan suara gemerincing logam.

Monster itu menunjukkan taring tajamnya yang berlumur liur bening. Liurnya menetes ke tanah dan semakin membuat gadis itu ketakutan.

Hellhound mulai berlari dan dengan sigapnya hendak menerkam sang gadis. Bahkan untuk memalingkan pandangan pun gadis itu tidak sanggup. Wajah sedih dan takut terus dia perlihatkan di hadapan monster merah tersebut.

Sring! Suara khas logam tersebut terdengar sangat nyaring dan menggema di lorong gelap tersebut. Seseorang berjubah hitam dan berambut hitam muncul di depan sang gadis.

Sedangkan monster tadi kini tergeletak tidak bernyawa, tubuhnya terpisah menjadi dua bagian. Sekali lagi, darah segar menghujani tanah batuan itu, meninggalkan bau amis dan anyir.

“Sudah kukatakan untuk membuat party dahulu,” laki-laki itu menoleh. Kedua mata hitamnya seakan memantulkan sinar hijau dari kristal di sekitarnya.

Laki-laki itu berjongkok dan memberi uluran tangan kanannya. “Siapa namamu?” dia bertanya sembari tetap mengulurkan tangan.

“Fio ... na ...” jawab sang gadis dengan wajah masih terbungkus kesedihan.

Fiona menggerakkan tangannya dan hendak menerima uluran tersebut, tapi tangannya kembali terjatuh lemas. Laki-laki itu kemudian menangkap tangan Fiona tepat setelahnya.

Dia membantu Fiona berdiri dan tentunya membawakan pedangnya yang tergeletak di tanah.

“Siapa? Dan ... kenapa?”

Kalimat itu terucap terus menerus dari mulutnya, laki-laki itu enggan untuk menjawabnya. Namun karena merasa iba, dia mulai memperkenalkan dirinya awal sedikit kaku.

“Ryuzaki ... untuk alasan, aku hanya tidak mau melihat seorang gadis tewas di depanku.”

Fiona melebarkan kedua matanya, tersenyum ringan dengan wajah penuh harapan. “Nama yang bagus, Ryuzaki,” tepat setelah mengatakannya, dia terjatuh lemas dan pingsan.

“Hah ... pada akhirnya aku sendiri yang kerepotan.”

Ryuzaki menggendongnya dan berjalan memasuki lorong gelap selanjutnya. Tubuh mereka berdua lenyap di telan kegelapan tersebut dan hanya menyisakan suara langkah kaki.

***

Di dalam kamar luas dan mewah serta dipenuhi aksesoris terbuat dari emas. Fiona tertidur pulas di atas ranjang besar dengan selimut tebal berwarna putih.

Tirai jendela terbuka lebar, membuat cahaya mentari bersinar terang memasuki kamar tersebut. Ryuzaki terlihat memandang ke luar dari jendela tersebut. Dia kemudian berjalan pelan menuju ke tempat Fiona terbaring.

Tidak lama setelahnya, gadis itu terbangun. Dia mengedipkan mata beberapa kali dan terlihat asing dengan benda-benda di sekitarnya.

“Di mana aku?” suaranya terdengar penuh keraguan dan rasa curiga ketika melihat Ryuzaki.

Fiona melihat sekelilingnya dan mendapati pakaiannya telah berada di atas meja dengan posisi terlipat rapi. Kemudian dia langsung menoleh ke bawah, lebih tepatnya ke dalam selimut yang menutupi tubuhnya.

Dia terkejut sekaligus tersipu malu hingga wajahnya memerah bak tomat. Teriakan keras hendak dia lepaskan, namun entah kenapa, dia merasa tidak mampu melakukannya.

“A-apa kau yang melakukannya!? A-apa kau yang menggantikan pakaianku!?” suara lucu tersebut berusaha menanyai Ryuzaki.

Tapi justru Ryuzaki terlihat menahan tawanya, namun dia hanya mendesah pelan.

“Hmm ... tenang saja, kau saat ini masih memakai pakaian.”

“A-aku tahu itu! Hanya saja, apa kau melakukannya padaku?” wajah Fiona tidak henti-hentinya memerah.

Fiona langsung memikirkan apa saja yang telah dilakukan laki-laki itu di saat dirinya pingsan, mungkinkah dirinya telah kehilangan harga diri dan terjatuh ke dalam lubang gelap penuh hawa nafsu yang akan menghantuinya?

“Jangan berpikiran yang tidak-tidak, kau masih terlalu muda untuk melakukannya.”

Gadis itu ingin sekali bernapas lega, namun kekhawatiran memaksanya untuk tetap waspada terhadap laki-laki di hadapannya tersebut.

“Jadi, kau tidak melakukannya padaku?” wajah Fiona kembali menjadi normal dan lebih tenang dari sebelumnya.

“Tentu saja tidak.”

“Apa kau mau melakukannya denganku?” wajah gadis itu kembali memerah.

“Pertanyaan macam apa itu!?”

Kini wajah keduanya menjadi merah akibat pertanyaan yang terlontar dari mulut Fiona. Mau atau tidak, dia harus bertanggung jawab dengan pertanyaannya tersebut.

“Aku tidak punya apa-apa untuk diberikan padamu sebagai tanda terima kasih, tapi mungkin aku bisa memberikan ...” sekali lagi wajah Fiona menjadi merah merona dan membuatnya menghentikan kalimatnya.

“Yahh ... kita hentikan saja percakapan aneh ini. Baiklah, Fiona, kenapa kau bisa hampir terbunuh kemarin?”

Fiona melebarkan kedua matanya perasaan aneh terkumpul di pikirannya seperti hendak meledak begitu saja.

“Kemarin? Apakah aku pingsan seharian?” tanyanya dengan raut wajah masih tidak percaya.

“Ya, dan kau sangat cantik ketika tertidur,” pujinya kepada Fiona hingga membuat wajah sang gadis terus memerah.

Fiona menunduk lemas, dia memperlihatkan wajah penuh kesedihan yang sama ketika bertarung melawan Hellhound. Tatapan murung dan penuh luka hati itu membuatnya terdiam.

“Aku ingin melihat tempat di mana orang tuaku tewas setahun lalu ketika melawan monster di area tiga puluh.”

Ryuzaki hanya terdiam melihat Fiona. Ruangan tersebut mendadak hening seketika, tapi suara pintu terbuka mencairkan suasana tegang tersebut.

“Tuan Ryuzaki, makanan yang Anda minta telah disiapkan.”

Seorang pelayan berambut hitam dengan pakaian selayaknya Maid terlihat kebingungan ketika mendapati perasaan aneh yang tertuang di dalam ruangan tersebut.

“Baiklah, kami akan segera ke sana,” ucap Ryuzaki sembari melambaikan tangan untuk memberi tanda.

Pelayan itu pergi dengan segera tanpa menutup pintu kamar tersebut sesuai perintah Ryuzaki. Kini mereka kembali berduaan di ruangan tersebut.

“Jadi, kau mau melakukannya denganku?” Fiona kembali mengulang pertanyaan yang membuatnya tersipu malu lagi.

“Kenapa kau masih menanyakan itu!!?”

***

Di ruang makan yang tergolong setara dengan orang kaya, mereka menikmati sarapan pagi dengan tenang. Bahkan terlalu tenang, hingga Ryuzaki tidak mengajaknya bicara akibat kejadian tadi.

Namun yang terlihat menikmati hidangan tersebut hanya Ryuzaki seorang, sedangkan Fiona hanya terdiam menatap piringnya yang berisi daging dan makanan lain yang beraneka ragam.

“Kenapa kau hanya diam? Makanlah! Aku tidak akan meracunimu.”

Meskipun jamuan yang diberikan hanya untuk dua orang, tapi Fiona merasa aneh dan canggung. Dia merasa diperlakukan selayaknya seorang putri di rumah tersebut.

“Emm, Ryuzaki, apa ini benar-benar rumahmu?” tanya Fiona dengan nada pelan.

Ryuzaki langsung menghentikan aktivitas makannya. Dia memandang ke arah jendela yang berada di sisi kanannya. Sebuah taman kecil berhiaskan bunga warna-warni membuatnya terlihat lebih nyaman.

“Tentu saja, apakah itu terlalu aneh?” jawabnya dengan singkat.

“Haaa ...” mulut Fiona terbuka lebar seperti tidak memercayainya.

Tiba-tiba Ryuzaki memasukkan sesuap daging ke mulutnya melalui garpu di tangan kirinya.

“Kau ... harus ... makan!”

Fiona terpaksa mengunyahnya dengan menunjukkan ekspresi malu, lagi-lagi wajahnya memerah seperti tadi. Entah kenapa dia bisa sangat sering tersipu seperti itu.

“Ada apa? Kenapa kau menunjukkan ekspresi itu lagi?”

“I-itu ... kau menyuapiku dengan garpu milikmu. Bukankah secara tidak langsung kita berciuman?” Fiona menggigit pelan bibir bawahnya seperti tengah menggoda Ryuzaki.

Mendengar hal tersebut, sontak saja Ryuzaki berhenti makan, dia melirik ke arah garpu yang saat ini tengah berada di dalam mulutnya, kemudian melirik ke bibir Fiona.

Sontak dia langsung menaruh peralatan makannya di piring dan beranjak dari kursinya. “A-aku mau mandi dulu. Segera selesaikan makanmu dan mandilah, setelah ini kita akan pergi,” Ryuzaki berjalan menuju ke ruangan lain meninggalkan Fiona yang baru saja mulai makan.

BAGIAN 3
Beberapa jam kemudian mereka telah selesai bersiap, perjalanan selanjutnya Ryuzaki mengatakan ingin pergi ke dungeon area tiga puluh satu untuk melawan bos di lantai tujuh bersama pasukan party lainnya. Namun bukan berarti dia termasuk dalam anggota party tersebut.

Ryuzaki selalu masuk ke dalam dungeon sendirian dan tentunya itu tidak akan berdampak buruk selama dia masih memiliki kekuatan Half God. Tapi, kali ini dia membentuk party bersama Fiona dan menuju ke dungeon bersama.

Awalnya Fiona berniat menolak karena belum memiliki kemampuan yang baik, tapi setelah Ryuzaki menjamin keselamatannya, dia akhirnya setuju untuk ikut.

“Ryuzaki, apa ini benar tidak berlebihan? Aku hampir saja mati di area tujuh belas, dan kau mengajakku ke area tiga puluh satu?”

“Kau ragu dengan kemampuanku? Tenang saja, aku yang akan melindungimu,” Ryuzaki mengacungkan jempolnya.

Fiona hanya dapat menghela napas berat melihat tingkah lakunya itu.

Tepat di depan gerbang dungeon area tiga puluh satu, sekelompok orang telah berkumpul. Entah berapa jumlahnya, tapi terlihat sangat ramai.

Mereka berdua melewati kelompok itu dan tetap berjalan menuju pintu masuk gua bawah tanah tersebut.

“Hei! Lihat! Bukankah itu gadis payah yang selalu hampir mati di dalam dungeon?” tanya salah seorang petualang yang berpakaian biasa dengan rambut coklat acak-acakan.

“Kau benar juga, tapi apa yang dia lakukan di sini? Bukankah dia terlalu bodoh memasuki dungeon area ini? Lagi pula kenapa dia mengikuti si Kilat Hitam?” petualang lain yang berada di sampingnya ikut berkomentar tentangnya.

“Jangan-jangan dia telah merayu si Kilat Hitam dengan menawarkan tubuhnya sendiri!? Tch! Dasar perempuan jalang!”

Beberapa pria di kelompok itu seketika mengumpat dan mengatai Fiona dengan seburuk-buruknya perkataan mereka.

“Tapi aku tidak percaya dia ikut masuk bersama si Kilat Hitam. Jika si Kilat Hitam sendiri aku percaya dia mampu. Tapi bagaimana dengan gadis itu? Pasti akan menyusahkannya.”

“Kau benar! Bagaimana, Tuan Putri Stella? Apakah kita harus mengikuti mereka saja?” pria itu menoleh ke samping, bertanya kepada seorang gadis cantik berambut kuning panjang dengan armor perak serta rok putih pendek.

Matanya yang berwarna kuning terlihat memancarkan aura tajam ketika melihat Ryuzaki dan Fiona masuk ke dalam gua bersama.

“Tch! Aku yang diberi gelar Master Pedang dan sebanding dengan si Kilat Hitam saja belum pernah pergi berdua seperti itu! Bagaimana bisa-bisanya perempuan jalang itu mencuri kilatku!? Akan kupastikan dia menyesal!”

Melihat aura mematikan yang keluar dari tubuh Stella, beberapa pria mencoba mundur dan menghindari agar tidak terbawa masalah pribadinya.

Setelah pembagian kelompok party selesai, mereka masuk beriringan ke dalam gua tersebut. Stella, seorang Putri dari kerajaan Orion adalah yang paling bersemangat menyusuri lorong-lorong gua tersebut.

Bahkan dia tidak ragu membunuh semua monster sendirian dan bertekad menyusul Ryuzaki yang telah pergi cukup jauh bersama Fiona. Jiwanya seperti bara api yang berkobar menghancurkan segalanya, lawan seperti apa saja selalu berakhir sama, yaitu tewas di bilah pedangnya.

Bahkan akibatnya, anggota party miliknya seperti ketakutan melihat tingkahnya. Sosok siluet perlahan mulai muncul dari balik kegelapan gua. Mata merah dengan tubuh tinggi itu mulai memperlihatkan wujudnya.

Seekor Minotaur berbulu coklat dengan dua tanduk runcing tersebut membawa kapak yang terbuat dari batu di tangan kanannya. Stella tanpa ragu maju sendirian dan menghadapinya.

Monster itu menghunuskan kapaknya tepat ke arah Stella, namun gadis itu dengan mudah melompat dan menghindarinya. Kini dia mengambil kuda-kuda dan langsung melesat.

Dalam sekejap saja, Stella telah berada di belakang Minotaur itu, darah segar mulai mengaliri bagian perut monster tersebut. Sebuah sayatan panjang nan dalam itu berhasil membuat Minotaur terkapar tak bernyawa.

“Jangan menghalangiku untuk bertemu Kilatku!” tatapan tajamnya membuat anggota party lainnya bergidik ketakutan.

Mereka kembali berjalan ke depan menyusuri gua tersebut, bahkan Stella sangat tergesa-gesa dan tidak sabar selama memasuki dungeon tersebut.

Jauh ke dalam gua di dungeon tersebut, Ryuzaki dan Fiona berjalan beriringan. Fiona terlihat bersembunyi di balik punggung Ryuzaki dengan tubuh gemetar ketakutan.

“Ada apa, Fiona?” khawatirnya sembari menoleh ke arah Fiona.

“Tidak! Tidak apa! Lanjutkan saja perjalanannya!” perasaan gugup menghinggapinya, hal tersebut terlihat jelas dari raut wajahnya.

Tiba-tiba saja Ryuzaki menarik tangan Fiona dan membuatnya berada di samping kanannya.

“K-kenapa!?” wajah Fiona terlihat ketakutan dan sangat gugup ketika Ryuzaki menyentuh tangannya.

“Aku akan membuat levelmu naik dengan cepat! Kau tahukan satu-satunya cara untuk melakukannya?”

Kini wajah Fiona menjadi memutih dan semakin bergetar tak menentu. “T-tapi a-aku masih p-pemula ...” kakinya yang gemetar tak dapat dia sembunyikan.

Ryuzaki hanya dapat menghela napas dan tetap melanjutkan perjalanannya. Namun, sosok tak asing muncul di depan mereka. Kali ini yang mereka temui masih sama seperti sebelumnya. Monster bertubuh tegap selayaknya manusia, tapi berkepala hewan.

“Kau telah membunuh beberapa monster tadi, seharusnya kau sudah terbiasa.”

Fiona langsung bersembunyi di balik punggung Ryuzaki. “Tapi!? Tapi tadi bukan Minotaur!? Dan sekarang semakin menakutkan!!” teriaknya sembari mendorong tubuh Ryuzaki pelan.

“Huh ...” Ryuzaki mulai mengambil Dark Visor di punggungnya yang tertutup jubah hitam.

Dia berjalan maju ke arah Minotaur, dengan segera dia langsung berlari dan menghunuskan pedangnya, tapi dapat di tahan oleh monster tersebut.

Minotaur itu mulai menghunuskan kapaknya secara horizontal, namun dengan sigap Ryuzaki melompat dan berputar di udara. Ryuzaki langsung menusukkan ujung bilahnya ke tangan kanan Minotaur tersebut.

Serangan itu berhasil membuat Minotaur menjatuhkan senjatanya. Ryuzaki kini melompat ke belakang dan mengambil jarak beberapa meter sembari menyiapkan kuda-kudanya.

Dia melesat bagai kilat dan memotong tangan kiri monster itu tepat di sikunya. Tentunya serangan itu membuat monster tersebut meraung kesakitan hingga menggema di seluruh lorong gua.

“Sekarang! Fiona!” perintahnya sembari berlari mengambil jarak aman.

Namun hal tak terduga itu terjadi, Fiona hanya terdiam kaku dan tak bergerak. Dia memegang pedangnya dengan tangan gemetar yang telah mulai berkeringat.

Tak jauh dari Fiona, sosok Minotaur kembali muncul dari lorong lain. Kini gadis itu hanya dapat berjalan mundur perlahan, melihat keraguan itu, Ryuzaki langsung memotong tubuh Minotaur yang telah terluka akibat serangannya tadi.

“Kyaaaa!!” Fiona tiba-tiba berteriak dan berlari ke arah belakang meninggalkan Ryuzaki dengan seekor Minotaur.

“Fiona!!” teriaknya mencoba menghentikan.

Target Minotaur itu kini berganti kepada Ryuzaki. Mata merahnya menatap tajam dengan penuh rasa haus darah. Tidak mau kalah, Ryuzaki menatap balik ke arahnya dengan wajah yang menahan amarah.

Entah apa yang terjadi, mata Ryuzaki kini berubah menjadi biru gelap yang memancarkan cahaya biru dengan pupil merah meruncing di tengahnya.

Minotaur itu terlihat berhenti menatapnya, dia tertunduk dan kemudian berjalan mundur hingga menghilang di kegelapan lorong.

“Apa yang terjadi? Kenapa Minotaur itu terlihat canggung sekali?” Ryuzaki terkejut sembari melebarkan kedua matanya yang telah kembali menjadi hitam.

“Huh!? Aku lupa, Fiona!!”

Dengan segera Ryuzaki berlari ke lorong yang tadinya di lewati Fiona, dia mengejarnya sekuat tenaga sembari berdoa atas keselamatan Fiona.

Di sisi lain, Stella masih berhadapan dengan Minotaur dan membiarkan anggota party miliknya hanya melihat dan merasakan ketakutan atas kekejaman yang dia perlihatkan kepada monster-monster itu.

Sekali lagi sebuah kapak menghunjam secara vertikal ke arah Stella, tapi gadis itu menggunakan sisi lain dari bilahnya untuk menahan serangan tersebut.

Dia meneruskan serangan itu dan melesitkannya ke bawah, hingga tubuhnya dapat terhindar dari serangan kuat tersebut. Gadis itu mengambil napas sesaat, mencoba mengistirahatkan tubuhnya yang terlihat mulai kelelahan.

“Sampai kapan!? Sampai kapan harus terus seperti ini!? Kapan aku dapat menyusulmu, Ryuzaki!!” teriakannya terdengar menggema. Para petualang yang lain saling memandang satu sama lain dan mengangguk paham.

“Tuan Putri Stella! Izinkan kami membantumu!?” teriak salah seorang dengan wajah cemas.

“Tidak! Aku bisa mengatasinya sendiri! Aku harus membuktikan pada si Kilat Hitam, bahwa aku mampu bertarung sendiri seperti dirinya!” teriaknya penuh semangat sembari melambaikan tangan untuk memberi tanda.

Melihat tanda yang diberikan Stella, para petualang lainnya hanya dapat terdiam dan menonton saja.

“Akan kubuktikan, jika aku lebih pantas berada di sampingnya!! Hyaaa!!” Stella berlari dan bersiap dengan pedangnya yang memunculkan cahaya kuning dari bilahnya.

Sword Art: Burning Crush!”

Tubuhnya berselimut cahaya kuning, tiba-tiba saja kecepatannya tambah berkali-kali lipat dan langsung menusuk tubuh Minotaur itu tepat di dada kirinya. Kedua matanya memandang Minotaur dengan penuh rasa bangga.

Sementara itu, tubuh monster tersebut terkulai lemas dan terjatuh ke atas tanah dengan keras. Stella kembali menyarungkan pedangnya ke samping kiri pinggulnya.

Bruk! Tanpa dia sadari, tubuhnya di hantam dengan keras dari samping kanan hingga membuatnya terjatuh ke tanah.

“Hei! Apa masalahmu!?” teriaknya memprotes.

Dia melirik ke kanan dan mendapati hal yang cukup mengejutkan. “Kau!? Dasar perempuan jalang!!” Stella segera berdiri dan menatap tajam ke arah sosok yang menabraknya.

“Tuan Putri Stella!? Maafkan aku! Maafkan aku! Aku tidak bermaksud menabrakmu!” Fiona segera menunduk dan meminta maaf.

Namun sepertinya hal itu tidak berguna, seakan Stella telah menanamkan kebenciannya kepada gadis itu.

“Kau!? Kenapa kau berusaha merebut Kilatku? Dan di mana dia sekarang!?” amarahnya semakin meledak-ledak hingga membuat siapa saja yang melihatnya bergetar ketakutan.

“Kilat!? Merebut!? Apa maksud Anda!?” Fiona kebingungan mencerna kalimat tersebut, namun dapat diartikan dia tidak mengetahui siapa Kilat yang dimaksud Stella.

Stella berjalan ke depan dan lebih mendekat ke tempat Fiona terduduk. “Kau!! Jangan mencoba menipuku!!” tangannya mulai terangkat ke atas dan bersiap melayangkan tamparan keras ke wajah Fiona.

“Tuan Putri!! Awas di belakangmu!!” para petualang berteriak bersamaan mencoba memperingati.

Minotaur yang sempat tertusuk pedang Stella kini berdiri tegap sembari mengangkat tangan kanannya yang telah memegang kapak batu.

Stella hanya dapat menoleh pelan dan mengeluarkan ekspresi terkejut sekaligus bingung. Monster yang seharusnya telah mati tersebut kembali bangkit dan bersiap menyerangnya dengan membawa kebencian yang telah terkumpul di serangannya.

Tanpa ragu Minotaur itu hendak menyerang bagian leher Stella. Darah segar bercucuran di tanah, Fiona hanya mendongak dan terkejut melihat keadaan di depannya.

Darah segar itu tak henti-hentinya mengalir dan membasahi tanah. Sedangkan Stella, dia kini hanya terpaku diam melihat sosok hitam yang menahan kapak itu menggunakan tangan kosong.

“Rambut hitam, jubah hitam, pakaian serba hitam dan sepatu bot hitam!? Kau!?” Stella menggumamkan sosok yang telah berada tepat di depannya, melindungnya dengan mengorbankan tangannya sendiri.

“Aku tidak suka melihat seorang gadis tewas dengan kecerobohannya. Magic Art: Imperial Thunderbolt!” tangan kanannya kini di lapisi petir hitam yang menyambar-nyambar.

Tangan kanannya langsung melesat dan menusuk tubuh Minotaur tersebut. Kilatan petir hitam terlihat mengerubungi tubuhnya dan bahkan membuat tubuh monster itu tersengat aliran petir.

Boom!! Tubuh monster itu meledak berkeping-keping dengan efek petir yang masih menyambar-nyambar hingga menghantam beberapa bagian dinding gua.

Ryuzaki berdiri tegap dan mengembuskan napas lega, beruntunglah dia masih sempat datang dan menyelamatkan mereka berdua dari serangan Minotaur tadi.

Kini dia membalikkan tubuhnya, dia mendapati Stella yang melihatnya dengan mata berbinar-binar. “Apa kau terluka, Putri Stella?” tanyanya sedikit mencemaskan.

“T-tidak! A-aku baik-baik saja berkat pertolonganmu, Pangeran Ryuzaki,” wajah Stella mendadak memerah dan tersipu hingga membuatnya salah tingkah.

“Pangeran? Haha ... kurasa kau sedikit berlebihan ...” ucapnya sembari tertawa pahit.

“Tidak ... jika aku seorang Putri, bukankah nantinya kau juga akan menjadi Pangeranku?”

“Tunggu, arah pembicaraan ini melenceng jauh!?” gumamnya sedikit kesal.

Ryuzaki menoleh ke kanan dan mendapati para petualang yang memandangnya dengan tatapan yang sama seperti Stella.

“Ahh, sepertinya aku jatuh cinta padanya ...” ucap salah seorang pria bertubuh kekar yang membawa kapak di punggungnya.

“Gawat!? Apa-apaan mereka ini!?” khawatir Ryuzaki dalam hati.

Dia memiringkan kepalanya dan menemukan Fiona yang terduduk lemas di belakang Stella. Tentu Ryuzaki langsung menghampirinya, dia begitu khawatir karena Fiona tiba-tiba pergi begitu saja.

“Tunggu! Ryuzaki! Apa hubunganmu dengan perempuan itu?” tanya Stella dengan wajah cemberut.

Melihat wajah sang Tuan Putri yang sedikit kesal, kini Ryuzaki mulai mengerti situasi dan maksud perkataan Stella sebelumnya.

“Sepertinya kau salah paham, Putri Stella. Kami tidak memiliki hubungan spesial,” jelas Ryuzaki meyakinkan sang Putri.

“Benarkah?”

“Tentu saja,” jawabnya singkat.

“Benarkah? Benarkah? Kau tidak bohong?” godanya sembari melirik ke arah Ryuzaki.

“Jika tidak percaya, lupakan saja,” Ryuzaki berjalan ke arah lain bersama Fiona dan meninggalkan Stella begitu saja.

“Tu-tunggu! Ryuzaki!!”

Party Ryuzaki dan party Stella kini berjalan bersamaan, memasuki lorong satu persatu menuju lantai ke tujuh dari dungeon tersebut, setelah mendengar penjelasan darinya secara langsung, beberapa pria terlihat meminta maaf kepada Fiona, namun beberapa juga tak acuh seperti tidak bersalah.

Stella sedikit ragu untuk memercayai alasan yang digunakan Ryuzaki, tapi karena rasa ketertarikannya yang tinggi, tanpa pikir panjang ia langsung meminta maaf kepada Fiona dan kembali mendekati Ryuzaki.

“Heh!? Jadi kau ini si Kilat Hitam!? Benarkah!? Itu mengejutkanku!!” teriak Fiona dengan wajahnya yang memerah.

“Hah ... aku tidak pernah memperkenalkan diri dengan sebutan itu ...” kepalanya tertunduk mendapati julukan yang diberikan para petualang terhadap dirinya.

“Hn, bagaimana mungkin kau sampai tidak mengenalnya? Padahal dia terkenal di antara petualang kuat lain, dan juga kenapa wajahmu memerah begitu? Dasar perempuan aneh!!”

Fiona langsung tertunduk mendapat serangan batin yang cukup kuat. Ini pertama kalinya dia bertemu Ryuzaki, jadi dia tidak terlalu mengenalnya.

Stella tiba-tiba mendekatkan wajahnya, dia memandang Ryuzaki dengan tatapan aneh yang bahkan membuatnya sedikit menghindar.

“Ada apa, Putri?” tanyanya sedikit ragu.

“Tidak, kau benar-benar sangat tampan jika dilihat dari dekat.”

Wajah keduanya kemudian memerah, melihat mereka saling bercanda, Fiona sedikit memalingkan wajah cemberutnya dan tak ingin memerhatikan mereka berdua.

“Setelah ini, kita akan ke mana, Ryuzaki?” Stella melontarkan pertanyaan yang sejak tadi berada di pikirannya.

“Kita menuju ke tempat di mana monster terkuat berada.”

“Woahh ... langsung menuju ruangan bos!? Hebat!!” puji beberapa petualang yang berada di belakang mereka.

Cukup lama mereka berjalan dan membunuh beberapa monster, kini mereka hanya perlu berjalan beberapa langkah menuju tempat terakhir.

“Ini!? Jangan-jangan tempat ini!?”

Mereka berhenti, tepat di depan mereka semua, sebuah mulut gua berukuran raksasa terbuka lebar menunggu kedatangan mereka. Daerah gelap yang tidak terdapat cahaya tersebut membuat suasana semakin mencekam. Hawa mematikan itu perlahan muncul dan menjalar melalui tanah.

Di saat Stella, Fiona dan lainnya menyiapkan mental serta senjata, Ryuzaki hanya menunjukkan ekspresi biasa dan masuk ke dalam tanpa diliputi rasa takut sedikit pun, dari sinilah awal mula petualangan mereka.

Continue Reading

You'll Also Like

333K 37.9K 52
Rafka, seorang mahasiswa berumur dua puluh tujuh tahun yang lagi lagi gagal dengan nilai terendah di kampus nya, saat pulang dengan keadaan murung me...
414K 24.1K 53
Selena Azaerin, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, Selena tak pernah kehilangan sifat cerobohnya. Ketika gadis itu telah menyelesai...
214K 16.8K 44
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...
1.3M 94.1K 33
18+ Kayla tidak tahu, bagaimana bisa prolog yang ia baca dengan yang teman-temannya baca dari salah satu web-novel bisa berbeda. Prolog yang Kayla ba...