ACCISMUS

By farvidkar

198K 15.8K 531

Dikutip dari Om Gugel, dalam kamus psikologi, Accismus adalah keadaan dimana kamu berpura-pura tidak tertarik... More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga belas
Empat belas
Lima belas
Enam belas
Tujuh belas
Delapan belas
Sembilan belas
Dua puluh - End
Epilog

Enam

7.4K 724 32
By farvidkar

Senormal-normalnya anak gadis, jika sedang jatuh cinta ujung-ujungnya pasti pegang ponsel malam-malam sambil nunggu chat 'lagi ngapain?'. Begitupula Erisa, diiringi musik romantis dia menunggu sms dari Idam. Pria itu berjanji akan mengabarinya setibanya di rumah. Erisa jadi teringat adegan-adegan sebelumnya, dimana pria itu mengantarnya pulang. Dibukakan pintu bak nona muda dan sopirnya, Erisa ingin tertawa terbahak-bahak.

"Sudah sampe Ris" kata Idam. Mobilnya berhenti di depan rumah Erisa.

"Makasih ya" kata gadis itu hendak turun dari mobil. Dan yep,

"Langsung turun nih? Gak bakalan kangenin saya?" tanya Idam. Pertanyaannya biasa saja, tetapi tangannya ituloh membuat bulu kuduk Erisa melambai lambai.

"Ha.. i..iyah" Gak tau mau ngomong apa lagi, otak gadis itu mendadak kosong. Pikirannya langsung melayang-layang karena tangan Idam tidak mau pindah dari lengannya.

"Hahaha... baru dipegang kayak gini aja sudah kayak bakpao masak. Gimana coba kalau saya peluk, bisa gosong wajah kamu" jleb, tau dari mana? Padahal di dalam mobil gelap. Idam memang pakarnya menghadapi perempuan. Erisa bisa bernafas lega setelah pria itu turun dari mobil dan yes... yes... seperti di sinetron, mengitari mobil dan membukakannya pintu.

"Sebenarnya saya gak niat ngebukain pintu buat kamu berasa jadi sopir dan majikan. Tapi saya kasian karena tadi tangan kamu mendadak lemes, jadinya saya bantuin bukain pintunya" bodo amat, pikir Erisa. Yang penting dia bisa bernafas lega. Ingin cepat-cepat lari ke rumah dan menumpahkan ruahkan seluruh kemampuan sembilan oktafnya di kamar mandi.

"Hhmm, terima kasih buat bunganya yah. Kalau gitu saya masuk dulu. Sudah malam" pamit Erisa. Idam mengacak poni gadis itu sambil mengantarnya masuk di depan pagar.

"Okay, jaga baik-baik nanti saya sms kalau sudah nyampe rumah"

Teng! Bunyi pesan whatsapp Erisa menyadarkan gadis itu kembali dari flashback. Rupanya dari Cikita.

Cikita: Hey

Erisa: Apa?

Sudah malam dan sudah saatnya anak sekolahan tidur agar besok tidak bangun telat. Bukan itu alasan yang tepat untuk menjelaskan kesewotan Erisa. Pasalnya yang ia tunggu-tunggu adalah ada pesan dari nomor yang tak dikenal yang mengiriminya pesan 'hey Erisa ini Idam. Save nomor saya ya' bukannya pesan dari orang lain.

Cikita: Saya baru sampe rumah. Macet banget di jalan.

Sekilas ada yang berkata 'ini Idam'. Erisa langsung bangkit dari gaya tidurnya. Ia bersila di kasur kemudian memperhatikan ponselnya baik-baik. Tetapi ada satu yang ia simpulkan, apakah Cikita sedang mengerjainya?.

Cikita: sakit. Diread doang.

Ya, bisa jadi Cikita mengerjainya. Dan ada besar kemungkinan juga kalau Idam memakai ponsel gadis itu. Lagi pula Erisa dan Idam tidak pernah bertukar nomor telpon.

"Aneh gak sih, kita itu beneran pacaran atau enggak?" gumam gadis itu. Jika mereka pacaran, setidaknya mereka punya nomor telpon masing-masing. Atau cukup id line saja. Erisa ingat, mereka bisa saling mengabari lewat facebook. Tetapi itu saja tidak cukup. Masa ia, hanya lewat media sosial? Bagaimana jika ia kehabisan kuota internet? Idam mau tanggung jawab?. Semua kerumitan pikiranya berakhir dengan pertanyaan,

"Dia beneran suka? Atau hanya main-main saja?"

Teng! Teng! Teng! Teng!

Cikita: buset saya diacuhin

Cikita: gak kangen sama pacar?

Cikita: padahal saya kangen banget loh

Cikita: kamu lagi gak ngambek kan?

Ponselnya tidak mau diam. Erisa memutuskan mengetik sesuatu untuk menenangkan orang diujung sana.

Erisa: Ini Cikita atau Mas Idam?

Cikita: Idam dong

Erisa: Serius ini Mas Idam?

Cikita: sent a photo

Kaget, pake banget, tapi tidak terlalu kaget juga. Itu deskripsi yang tepat untuk saat ini. Antara ikatan batin dan jalan pikirannya. Semuanya disangkut pautkan.

"Kannnn! Bener! Batin gue benerrrr!!" sahut gadis itu pada dirinya. Otaknya berkata Cikita yang iseng mengirim whatsapp, tetapi di lubuk hatinya yang terdalam dan sangat dalam hingga mentok sudah berkali-kali menyahutkan nama Idam.

Erisa: Maaf tadi aku kirain Cikita. Soalnya dia sering iseng.

Gadis itu menunggu balasan dengan tidak sabaran. Matanya ingin copot jika terus menatap layar ponsel yang tertulis 'typing...'

Cikita: Saya kirain kamu ngambek kelamaan nunggu chat dari saya

Erisa: Gak

Cikita: Singkat banget balasnya neng

Erisa: Ya memang enggak

Cikita: J

Duh, laki-laki pake emoticon itu gak banget. Itu definisi awal yang Erisa katakan waktu SMP. Tetapi lain halnya kali ini. Erisa malah balik tersenyum.

Cikita: Ris?

Erisa: Yep?

Cikita: Besok pagi saya datang ke rumah kamu, sebelum kamu berangkat ke sekolah

Erisa: Ngapain?

Ada sela waktu cukup lama hingga Idam membalas chat mereka.

Cikita: Mau bawa kabur anak orang.

Di lain tempat, Idam berubah jadi anak kecil yang cekikikan melihat doraemon menikahi dora sepupunya diego. Idam seperti orang yang ketergantungan dengan ponsel sang adik. Dia senang apa adanya melihat balasan Erisa, entah itu balasan yang singkat, balasan yang sewot, ataupun balasan yang tak ikhlas. Semuanya Idam suka. Jika diibaratkan dengan pemilihan gurbernur, Idam rela tidur di TPS buat ngantri jadi pencoblos pertama di hati Erisa.

Hingga dia ingin menyinggung masalah keberangkatannya besok. Ya, dia sadar kalau dirinya sudah keterlaluan. Baru jadian dan sudah akan meninggalkan gadis itu?. Semuanya sudah dipikirkannya matang-matang sematang kulit bulay berjemur di pantai Sanur. Hanya saja bagaimana tanggapan gadis itu tentang dirinya?. Dia ingin bertanya banyak hal. Namun Idam juga ingin jika gadis itu yang membuka hati duluan tanpa paksaan. Idam ingin Erisa juga perlahan balik mendekatinya, sehingga ia bisa memastikan perasaan berbalas gadis itu.

meong

Kucing yang dinamakannya Blue menggosokkan badannya ke ujung kaki Idam. Jika melihat kucing itu, Idam jadi teringat Erisa. Gadis itu yang menamakannya Blue. Katanya supaya gampang manggilnya. Kucing jantan itu terus mengong hingga Idam balas mengelus kepala kucing itu.

"Iya gue tau lo juga ikutan galau kayak gue kan?" kata Idam. Untung saja adiknya sudah tidur, sehingga tak ada yang melihatnya tengah malam berbicara dengan kucing. Bisa-bisa disangka setengah gila.

"Gue berangkat besok. Kira-kira dia bakal langsung minta putus gak?"

meong

...

Seperti yang di janjikan, Idam datang di rumah Erisa pagi hari. Erisa bangun dengan mata yang belum terbuka sempurna. Niatnya ia akan bertemu Idam, mungkin pukul 6 pagi, pukul 6.30 pagi, atau pukul 6.45 pagi. Bukannya pukul 4.30 disaat orang pergi solat subuh, Idam malah pergi ngapelin pacar.

Erisa mencuci muka secepat kilat tak lupa menggosok gigi apa dayanya. Tak membiarkan pria itu menunggu lama di depan pagar, Erisa langsung ke bawah tanpa mengganti baju. Baginya daster bunga-bunga yang dibelinya di Bali setahun yang lalu sudah lumayan.

"Hey" Sapa Idam. Erisa melihat pria itu sudah tampan kuadrat. Pakai kaos serta jaket kulit berwarna hitam yang dipadukan celana jeans. Bahkan rambutnya disisir rapi.

"Pagi-pagi banget datangnya" kata Erisa. Sebenarnya ia ingin memberi penekanan dibagian "pagi' tetapi niatnya ciut saat melihat cowok itu datang bak pangeran ber-kuda-kaki-empat. Idam hanya tertawa garing sambil tersenyum aneh. Iya, kali ini beneran tersenyum aneh yang penjelasannya susah dijabarkan.

"Kamu juga pagi-pagi begini sudah sikat gigi. Jangan bilang alasannya karena mau ketemu saya yah?" Erisa tetap tersipu malu walaupun ia tahu jika Idam sedang menyembunyikan sesuatu. Dari cara bicaranya, Erisa tahu jika pria itu sedang berusaha bersikap tenang dan biasa. Jangan remehkan feelingnya sebagai gadis remaja yang hobi menonton drama korea. Biarpun dia belum berpengalaman dengan masalah percintaan, Erisa dapat mencium gelagat-gelagat tak mengenakan seperti ini.

"Mas Idam ada urusan apa kesini? Jam segini pula" tanya Erisa to the point. Mulutnya sudah gatal dari tadi ingin bertanya. Ketimbang berlama-lama menunggu pria itu tak kunjung angkat bicara, Erisa bisa mencakar apa saja yang ada didekatnya.

"Saya mau ngantar Blue. Blue buat kamu saja. Kamu suka melihara Blue?" Erisa melirik gerakan lambat pria itu. Dilihatnya Idam mengambil Blue dari dalam mobil. Tidak terlalu banyak perubahan, hanya saja kucing itu terlihat sedikit lebih sehat.

"Iya aku suka banget. Kemarin juga sempat berpikir ingin nawarin buat merawat Blue, tapi ngeliat Mas Idam kayaknya care banget sama Blue jadinya gue ngundurin diri" jelas Erisa. Blue tidak menolak sama sekali pelukan Erisa. Bahkan dari awal bertemu pun Blue tidak memberontak ataupun mencakar seseorang.

"Kalau begitu saya gak perlu khawatir lagi urusan Blue," kata Idam, perkataannya menggantung. Erisa menunggu. Entah mengapa dia mulai gelisah. Antara siap atau tidak mendengar perkataan Idam hingga apa yang dikhawatirkannya itu datang,

"Yang saya khawatirkan sekarang sisa kamu, saya mau balik ke Sydney" egois memang, Erisa tidak ingin membiarkan Idam pergi. Dan Idam juga merasakan dirinya kurang ajar karena membiarkan mata gadis itu menunjukkan kekecewaan bahkan kantong mata gadis itu menebal.

"Kapan?" dari suaranya saja Idam tahu jika gadis itu akan menangis, tinggal tunggu waktu saja.

"Jam 7. Penerbangan pertama" Erisa mengangguk. Gadis itu berusaha sebisa mungkin mengontrol raut wajahnya. Ia berusaha setenang mungkin. Ia tidak ingin menunjukkan kekecewaannya. Ia tidak mau Idam tahu. Tetapi ia juga ingin memberi tahu kalau dirinya itu kecewa, hanya saja ada rasa yang mengganjal yang dirasakan para accismus.

"Oh, iya" Idam merasa bersalah mendengar suara gadis itu yang u knowlah bagaimana intonasi perempuan yang lagi marah. Dilain pihak Erisa juga merasa bersalah karena tidak bisa menjawab lebih, setidaknya ia juga ingin memberi semangat kepada Idam yang akan menuntut ilmu disana. Keduanya diam. Kecanggungan, kekecewaan, kekhawatiran semuanya bercampur. Suara mesi mobil yang masih menyala juga tenggelam di dalam pikiran masing-masing.

"Ris?" Idam menyentuh bahu gadis itu. Erisa menatap balik manik mata itu. Okay, sekarang air matanya berhasil masuk kembali. Dia melemparkan senyum kecut yang tak bisa disembunyikan.

"Maaf saya baru bilang sekarang. Saya harus balik ke Sydney karena saya memang tinggal di sana. Saya yang salah, saya akui itu. Kalau kamu berpikiran saya kurang ajar karena main-main masalah status dengan kamu, itu salah. Saya serius menjalin hubungan dengan kamu. Saya menganggap hubungan kita yang sekarang adalah nyata. Sekarang saya tinggal tunggu jawaban kamu. Tetapi tolong dipikirkan baik-baik dulu" kemarin senang, sekarang sedih. Besok bagaimana? Apakah dia siap menjalin hubungan jarak jauh? Bahkan sampai sekarang ada titik keraguan yang dirasakan Erisa yang tak akan dijelaskan disini.

"Aku gak tahu mau jawab apa" ini yang dinamakan perasaan yang tertunda atau perasaan yang terganjal. Dulunya bahagia setengah mati, sekarang bahagia setengah hidup. Dia perlu waktu, Erisa juga punya perasaan dan perasaan pria itu juga berbalas. Hanya saja mereka memiliki masalah jarak. Mungkin jika Erisa mencerminkan diri, ia bisa menemukan jawabannya. Semuanya belum terkuak dan masih dalam labirin. Erisa harus menanyakan pada dirinya terlebih dahulu, apa sebenarnya yang dia inginkan?

"Tolong dipikirkan baik-baik Ris" Yep, gadis itu akan memikirkannya baik-baik.

"Mas Idam nanti terlambat" kata Erisa mengingatkan. Idam melirik jam tangannya dan benar saja. Ia tidak bisa berlama-lama lagi. Diliriknya Pak Wondo sudah meliriknya lewat kaca spion.

"Saya berangkat dulu Ris"

"Iya" sebelum naik ke mobil, Idam mengacak poni gadis itu.

Erisa hampir meneteskan air matanya saat pria itu menghilang dengan mobil yang melaju. Apa yang terjadi padanya?

Perlu dijelaskan bagaimana bentuk Erisa Andrea pagi ini. Kacau. Matanya sembab dan bergaris hitam. Rambutnya di ikat berantakan. Seragam sekolahnya kusut, terutama di bagian lengan yang diduga sudah terkontaminasi dengan air mata.

Beberapa siswa di kelas Erisa ada yang menyadari tingkah aneh gadis itu, bahkan tadi ada yang mendekatinya dan bertanya,

"Ris, lo habis nangis? Ada kedukaan yah di keluarga lo?" Erisa hanya menggeleng lemah. Tumben-tumbennya gadis itu bertingkah lemah gemulai tanpa mulut konyolnya. Ini yang dinamakan kutukan bagi orang pacaran di Jumat malam. Jumat malam ditembak. Sabtu pagi ditinggal. Malam Minggu menjomblo, kan kzl.

Semuanya karena Idam. Dia bertemu Idam, karena dia kakaknya Cikita. Dia suka Idam, karena pria itu terlanjur tampan. Dia menjadi pacar Idam, karena pria itu menyatakan perasaannya duluan. Dia ditinggal pergi Idam, karena pria itu dari awalnya tinggal di Sydney. Dia tidak ingin Idam pergi, karena dia merasa ada sesuatu di hatinya yang sedang terluka. Dia tidak bisa mengatakannya kepada Idam, karena dia tidak bisa dan tak mau mengatakannya.

"Nangis?" Erisa melihat name tag orang yang menghampirinya, rasanya gadis itu ingin menabok dinding. Apalagi jika ia mengingat lagi pria bermarga Pradana itu.

"Sedih banget ya? Bagaimana perasaan lo ditinggal Mas Idam?" nama itu lagi,

"GILA YAH! GUE BERASA JADI ISTRI YANG TERTINGGAL! SEDIH BANGET BANGKELAH KAKAK LO BERHASIL BUAT HATI GUE KACAU"

"wah ternyata kakak gue jago banget" Tuhan, bunuh Erisa sekarang sebelum Erisa bunuh diri. Cikita tertawa puas.

Mungkin setelah ini Cikita akan menjadi tempat pelampiasan Erisa masalah perasaannya dengan Idam, tinggal menunggu waktu saja

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 99.2K 28
Sebagian sudah di-unpublish. Versi lengkap bisa dibaca dalam bentuk cetak dan ebook (Google Playstore) via Penerbit Prospec. Dibeli ya! *** Tujuan Da...
18K 1.6K 43
[Dewasa Muda - Romansa] - [Tamat] Kalandra Efigenia, anak tunggal yang sukses menjadi 'content creator' di media sosial. Sayangnya, sifat yang ditunj...
8.1K 1.4K 4
fanfiction ORV author : Pickl "Aku di sini untuk memastikan kau cukup tidur." "Aku tidur dengan cukup!" Kebohongan meluncur keluar dari bibirnya semu...
Sense By liarasati

General Fiction

2M 210K 36
Sinopsis : Zia memercayai satu hal, jika ia menemukan jodohnya maka jantungnya akan berdebar hebat. Begitupun saat pertama kali ia bertemu dengan Ada...