ZARDZAN [Discontinue]

By aeofta

1.7K 466 350

"Gue..... gue masih sayang sama mantan gue, Sya." Zarsya tersenyum senang begitu mendengar pengakuan Ardzan y... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17

Part 11

66 11 22
By aeofta

Hari minggu. Hari yang seharusnya menjadi hari yang sangat Zarsya sukai. Kenapa? Karena hari minggu merupakan hari dimana dirinya, serta sang Bunda akan menghabiskan waktu bersama tanpa ada yang bisa mengganggu waktu mereka berdua. Namun di minggu kali ini, menjadi minggu pertamanya tanpa kehadiran sosok Bunda yang selalu menjadi penyemangatnya itu.

Zarsya menghela napas panjang, melirik ponselnya yang menampilkan layar ruang percakapannya dengan sang Bunda. Kurang lebih, sudah satu jam dia mengirimi pesan untuk sang Bunda, namun tidak kunjung mendapatkan balasan membuat Zarsya menjadi kesal sendiri. Merasa gemas dengan sang Bunda yang sudah pastinya tengah sibuk diluar sana, tanpa memperdulikan pesan yang dia kirimkan itu. Bundanya itu, kalau sudah kerja terkadang suka lupa dengan waktu, maka itu menjadi salah satu ke khawatiran Zarsya saat ini.

"Kangen Bunda." Lirihnya sambil menarik selimut bergambar jerapah itu hingga menutupi hampir seluruh tubuhnya.

"Bunda kangen Arsya nggak, ya?"

"Pasti Bunda kangen sama Arsya lah ya. Arsya kan anak Bunda."

"Bunda bilang Arsya anak kesayangan Bunda. Itu artinya Bunda pasti kangen sama anak kesayangannya ini."

"Iya, pastilah. Arsya kan ngangenin. Fix no debat."

Zarsya terus bermonolog pada dirinya sendiri guna mengusir rasa bosan yang menghampirinya itu. Dari dalam selimutnya, Zarsya memainkan ponselnya dan membuka jejaring sosial. Mencari apapun yang bisa mengusir rasa bosannya itu. Merasa berseluncur di jejaring sosial menambah rasa bosannya, Zarsya mengintip dari balik selimutnya. Melirik jam mini yang berada di meja kecil dekat ranjangnya yang sudah menunjukkan pukul 11.00 siang.

Kepalanya menggeleng brutal. Dengan malas-malasan, Zarsya bangun dari posisi rebahannya dan berjalan kearah pintu kamar. Memutar knop pintu kamarnya dan melirik kearah kanan dan ke kiri. Berharap menemukan seseorang yang bisa dia ajak untuk berbicara. Salah satunya Arfan, bocah smp yang menurutnya sangat asik untuk di ajak berbicara atau melakukan sesuatu yang menurutnya menyenangkan.

"Ekhm."

Zarsya tersenyak begitu mendengar suara dehaman dari arah belakangnya. Dilihatnya seseorang yang tengah berdiri dibelakangnya itu, dengan pakaian T-shirt hitam polos dan celana jeans selutut. Simple, namun tetap membuat cowok dihadapannya itu terlihat tampan, jauh lebih tampan saat dia menggunakan seragam sekolahnya.

"Eh? Hallo Ardzan." Sapanya canggung, merasa malu karena tingkah bodohnya itu. Ardzan yang disapa pun hanya menatap Zarsya datar, yang kemudian melirik kearah pintu kamarnya yang terbuka lebar.

"Dzan ayo lanjut main---- loh, Zarsya!?"

Veno mendelikkan kedua matanya tidak percaya begitu melihat Zarsya yang tengah berdiri dihadapannya itu. Melihat Zarsya yang tengah berada dihadapannya, membuat Veno menggelengkan kepalanya dengan mata yang melirik kearah Ardzan, merasa lebih tidak percaa dengan sahabatnya itu karena bisa tinggal satu rumah dengan seorang gadis yang bahkan tidak dia kenal. Karena setahu Veno, sahabatnya itu paling malas jika berurusan dengan orang asing, namun sekarang Veno justru di suguhkan dengan pemandangan Ardzan yang tengah menatap datar Zarsya.

"Loh, kok ada Zarsya?" Tanya Kelvin yang tidak kalah bingung. Erlan yang tengah asik membaca koleksi komik milik Ardzan pun, mengalihkan pandangannya dan menyusul kedua sahabatnya itu yang tengah dilanda ke bingungan.

Zarsya tersenyum canggung menatap ketiga sahabat Ardzan itu. Sementara Veno justru menatap Zarsya dengan tatapan menggodanya, Kelvin yang menatapnya seakan-akan meminta penjelasan, dan Erlan yang hanya menatap ketiga sahabatnya itu secara bergantian.

"Tunggu, kenapa Zarsya bisa ada disini?" Tanya Kelvin dengan kening yang mengerut. Zarsya yang mendengar pertanyaan Kelvin pun menundukkan kepalanya sambil memainkan jari jemarinya.

"Arsya ngi---."

"Jangan bilang lu tinggal disini." Potong Veno yang langsung diberi anggukkan kepala dari Zarsya. Veno yang mendapat anggukkan dari Zarsya pun menggelengkan kepalanya tidak percaya, yang kemudian menatap Zarsya dengan mulutnya yang terbuka lebar.

"Jangan bilang ortu lu lagi butuh uang, sampai-sampai rumah lu di sulap jadi kos-kosan Putri."

Pletak!

"Aw! Sakit anjir." Adu Veno sambil mengusap-usapkan kepalanya yang dipukul oleh Ardzan. Cowok itu menatap Veno sinis yang justru membuat Veno mendelik kesal dan memukul balik Ardzan.

"Fix ini si lu harus jelasin ke kita, Dzan." Ucap Erlan membuka suara. Ardzan hanya menatap ketiga sahabatnya malas yang kemudian memilih untuk berjalan menuruni anak tangga, menyisahkan Zarsya dan ketiga sahabatnya itu yang menatapnya meminta penjelasan.

"Kok lu disini?" Tanya Kelvin sambil berjalan mendekat kearah Zarya. Membuat persegi dimana semua tatapan menuju kearah gadis itu.

"Arsya nginep disini."

"Kok bisa? Emang rumah lu kenapa?"

"Kenapa harus rumah Ardzan?"

"Iya, kenapa nggak rumah Risya atau Sylva. Lu kan deket tuh sama mereka."

"Gini ya, Sya. Gue nggak mau soudzon, tapi lu sama Ardzan minta di soudzonin. Gimana dong?"

Zarsya menatap ketiga cowok dihadapannya itu dengan bingung. Masing-masing dari mereka melemparkan pertanyaan dengan cepat membuat Zarsya bingung sendiri harus jawab yang mana terlebih dahulu. Dalam hati, dia merutuki niatnya yang ingin mencari seseorang untuk dia ajak berbicara, jika pada akhirnya justru menjadi seorang tersangka yang tengah disidang.

"Rumah Arsya nggak kenapa-napa. Ardzan itu anaknya sahabat Bunda, jadi Arsya dititipin disini. Veno nggak usah soudzon, karena Arsya sama Ardzan nggak ngapa-ngapain." Ketiga cowok disana mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Veno dengan tatapan menyelidikinya membuat Zarsya sedikit bergidik ngeri, yang kemudian membuat seseorang kembali memukul kepala cowok itu. Ardzan dengan tangan kanannya yang memegang satu gelas minuman dingin menatap tajam ketiga sahabatnya itu.

"Tapi kok mau si tinggal sama Ardzan? Dia kan anaknya nggak asik. Walau ganteng, tapi tetep aja nggak seru. Mana jarang ngomong lagi, miris pokoknya." Celetuk Kelvin yang sukses membuat kedua mata Ardzan menatapnya tajam, sementara Zarsya yang berusaha menahan tawanya itu.

"Nggak tahu, Bunda yang nyuruh." Ucap Zarsya yang lagi-lagi membuat tiga cowok disana menganggukkan kepalanya, sementara Ardzan yang justru menatapnya acuh.

"Tapi kalau lu berubah pikiran, lu bisa telpon salah satu diantara kita. Gratis buat orang kayak lu." Zarsya menganggukkan kepalanya sambil tertawa kecil. Sementara Erlan yang sedari tadi diam menyimak, langsung menggeret masuk Veno yang masih mengoceh sambil sesekali menggoda Zarsya. Membuat cewek itu menundukkan kepalanya malu, dan Ardzan yang menatapnya garang.

"Maafin Veno ya, mulutnya emang suka gitu. Kalau ngomong nggak pernah di ayak dulu." Lagi Zarsya menganggukkan kepalanya, kemudian menatap Kelvin yang berjalan masuk kedalam kamar Ardzan di susul sang empunya kamar yang langsung menutup pintu kamar berwarna cokelat tua itu.

Senyum Zarsya terukir diwajahnya begitu mendengar suara Veno yang tengah menggoda Ardzan yang kemudian di susul dengan teriakkan dari cowok itu. Zarsya yang tengah membayangkan apa yang terjadi didalam sana pun, terkikik geli sambil melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Hendak mengambil minuman untuk menyegarkan tenggorokkannya yang terasa kering, sehabis di sidang habis oleh ketiga sahabat dari sang empunya rumah.

"Loh Kakak nggak tidur siang?"

Zarsya menggelengkan kepalanya begitu melihat Arfan yang tengah berjalan kearahnya itu. Dengan baju putih kebesaran, dan celana boxer tazmania, Arfan mengambil posisi duduk dimeja makan sambil mencomot satu potong ayam goreng yang sudah matang.

"Arfan kira tidur. Padalhan tadi mau Arfan ajak main." Ucap Arfan sambil memasukkan satu potong ayam kedalam mulutnya. Melihat Arfan yang memakan potongan ayam dengan lahap, membuat Zarsya menelan salivanya, merasa tergiur untuk mencomot potongan ayam namun dia harus mengurungkan niatnya, mengingat dia sedang menumpang dirumah orang lain.

"Kakak mau?" Tawar Arfan sambil menyodorkan potongan ayam lainnya yang baru saja dia ambil. Zarsya menggelengkan kepalanya dan mengambil posisi duduk disebelah Arfan, menemani anak itu makan dengan lahapnya.

"Kenapa nggak pakai nasi?"

"Nanti aja, Arfan kan cuma mau gadoin ayamnya, bukan mau makan. Lagian sebentar lagi juga makan siang, mau makan bareng sama Kakak sama Abang juga." Zarsya hanya mengangguk-anggukan kepalanya pelan, kemudian menatap kearah Ardzan dan ketiga sahabatnya yang berjalan menuruni anak tangga menuju pintu utama rumah Ardzan.

"Sya, kita pulang ya. Jangan kangen! Yuk dadah bye bye." Zarsya tertawa pelan begitu mendengar suara cempreng Veno yang menggema. Arfan yang tengah menikmati potongan ayam pun ikut tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Abang itu enak ya, punya temen humoris semuanya. Seru-seru." Ucap Arfan yang diberi anggukkan kepala Zarsya.

"Biasanya temen yang kayak gitu, kalau dia nggak ada bakalan di kangenin, Ar." Timpal Zarsya yang sontak membuat senyuman Arfan merekah.

"Kayak Arfan kan, Kak?" Tanyanya seraya menaik turunkan alis tebalnya, turunan sang Ayah. Zarsya yang melihatnya tertawa kecil dengan tangan kanannya yang mengusap rambut hitam Arfan.

"Dih ngimpi." Pandangan Zarsya beralih menatap Ardzan yang kini tengah berjalan kearah mereka. Dengan raut wajah yang selalu datar, Ardzan mengambil posisi duduk disebelah Arfan sambil ikut mengambil satu potongan ayam dan memasukkannya kedalam mulut. Zarsya yang melihatnya pun kembali menelan salivanya, berusaha menahan hasrat untuk ikut memakan potongan ayam itu.

"Kalau mau makan, makan aja Kak. Mama sengaja masak banyak, karena nggak ada dirumah. Terus Mama juga udah tahu kok, kalau anak-anaknya pada seneng gadoin lauk. Jadi nggak bakalan di omelin juga sama Mama. Iya kan, Bang." Ardzan menganggukkan kepalanya, menyetujui ucapan adik sematawayangnya itu sambil sesekali melirik Zarsya yang tersenyum kecil dan mulai ikut mengambil potongan ayam. Dan diam-diam Ardzan mengulum senyuman tipisnya melihat Zarsya yang begitu semangat memakan potongan ayam yang diambilnya.

Continue Reading

You'll Also Like

502K 6K 22
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1M 73.2K 38
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.2M 69.6K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
4M 310K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...