HOUSEMATE [Complete]

By purplebaeby

53K 5K 566

[Status Lengkap: untuk itu saya berharap kalian sudi memberikan vote disetiap part sebagai bentuk menghargai... More

HOUSEMATE - Prolog
HOUSEMATE - 1
HOUSEMATE - 2
HOUSEMATE - 3
HOUSEMATE - 4
HOUSEMATE - 5
HOUSEMATE - 7
HOUSEMATE - 8
HOUSEMATE - Epilog
Billionaire Series

HOUSEMATE - 6

4.1K 476 61
By purplebaeby

Part ini, T+ -M (?)

***

Happy Reading...

***

Jinyoung menatap Jisoo yang dengan telaten mengobati luka di wajah dan perutnya. Ia menatap gadis yang sudah ia tinggalkan satu setengah tahun lalu itu. Entah kenapa ia bisa berada di sini, padahal seharusnya ia masuk kerumah disebelahnya lagi -rumahnya.

"Siapa yang membuatmu terluka seperti ini?." tanya Jisoo begitu selesai mengobati luka-luka kecil itu. Ia menatap Jinyoung, pemuda yang menghilang begitu saja darinya.

Jisoo sangat terkejut saat mendapati pemuda yang masih ia sukai itu berada di depan pintu rumahnya dengan luka memar disana sini. Setelah sekian lama ia pergi, akhirnya ia datang dengan wajah lebam penuh luka.

"Kenapa kau baik padaku?." tanya Jinyoung.

Ini bukan kali pertama Jinyoung bertanya seperti itu. Daridulu, dia sering sekali menanyakannya. Dulu saat awal-awal Jinyoung bertanya seperti itu Jisoo tak pernah menjawabnya, tapi ia ingat saat terakhir kali Jinyoung bertanya. Ia menjawabnya dan setelah itu Jinyoung menghilang.

"Apa Jaebum sunbae yang melakukannya?."

"Sunbae?."

Jisoo mengangguk. "Jaebum sunbae adalah kakak tingkatku." ia menatap Jinyoung. "Mark sunbae juga."

Jinyoung tertawa pahit. "Lucu sekali."

"Kau masih belum melepaskan Mark sunbae?."

Jinyoung berdecis. "Tak akan. Sekalinya dia menikah pun aku tak akan melepaskannya."

"Oppa...." Jisoo menatap Jinyoung. Nafasnya memburu. "Tidakkah kau merasa perasaanmu itu salah? Tak bisakah kau melihat orang lain yang lebih menyayangimu?" ia menghela nafas panjang. "Biarkan hidup Mark sunbae tenang Oppa. Kau menyakitinya."

Bayangan-bayangan Mark gemetar ketakutan, juga teriakannya silih berganti datang dalam ingatan Jinyoung. Tatapan Mark meski tajam, tatapan itu goyah karena takut. Apalagi saat tubuh Mark terkulai lemah.

"Aku menyakitinya?."

Jisoo menghela nafas panjang, kemudian ia berdiri. "Pulanglah. Ini sudah malam." setelah mengatakan itu Jisoo melangkah pergi meninggalkan Jinyoung yang menatap punggungnya.

Jisoo tau segalanya, Jisoo mengenal Mark dan Jaebum bahkan sebelum mereka jadi senior di kampusnya. Tapi mereka tak pernah mengenal Jisoo. Ia hanya tau mereka karena Jinyoung. Ia juga tau perasaan Jinyoung pada Mark, itu adalah satu hal yang membuatnya sangat terluka. Hingga ia selalu mendebat Jinyoung saat pemuda itu terang-terangan mengungkapkan perasaannya itu, bahkan Jinyoung mengatakan tak suka dengan kedekatan Mark dan Jaebum. Dia sangat cemburu. Ia selalu ingin menyadarkan Jinyoung bahwa itu salah. Tapi Jinyoung akan tetap datang padanya dan membicarakan hal yang sama. Namun, pada titik yang paling membuat Jisoo jengah. Akhirnya ia meledakkan semua emosinya. Ia mengatakan bahwa perasaan Jinyoung pada Mark salah dan ia  yang mencintai Jinyoung. Pemuda itu menatapnya marah, bahkan sangat marah, ia meneriakinya dan mengeluarkan sumpah serapah yang selama ini tak pernah keluar dari mulutnya, kemudian setelah puas ia pergi begitu saja dari hadapan Jisoo. Setelah itu ia tak menerima kabar dari pemuda itu lagi, hingga ia mengetahui bahwa ternyata setelah kejadian itu, besoknya Jinyoung dipindahkan orangtuanya ke Jepang.

***

Rose memberikan kompresan pada Jaebum karena ujung bibirnya terlihat memar. Kali ini mereka berkumpul di kamar Mark. Rose ingin menemani Mark. Begitu juga Jaebum. Kejadian satu setengah tahun lalu membuatnya tak ingin meninggalkan Mark, ia hampir kehilangan sahabatnya jika saja ia tak memutar kemudi kembali kerumah ini.

"Mark...." itu suara lirih Rose. Jaebum menatap gadis itu yang duduk disamping Mark sambil mengelus puncak kepala Mark.

"Rose, aku akan mengabari Jennie sebentar. Kau jangan meninggalkan Mark sendirian."

Rose mengalihkan pandangan pada Jaebum kemudian mengangguk.

"Aku takut... Terjadi sesuatu lagi padanya." ujar Jaebum.

"Apa itu?."

Jaebum menghela nafas. "Lihat pergelangan tangan kirinya." setelah mengatakan itu Jaebum keluar dari kamar Mark.

Rose meraih tangan kiri Mark. Ada bekas jahitan tepat di pergelangannya. Ia tak bodoh untuk tak mengerti apa arti jahitan itu. Rose menatap Mark, mengelus pipi kirinya. Pandangannya buram. Bagaimana bisa, hidup Mark seperti ini?.

"Mark.... Jangan lakukan lagi." isakan lolos dari mulut Rose, ia menyeka air matanya kasar. Ia tak boleh lemah seperti ini. Tidak. Ia harus menghapus luka dan ketakutan Mark. Ia harus melakukannya. Bukan malah menjadi lemah dan semakin membebani Mark.

Jaebum kembali memasuki kamar.

"Bagaimana Jennie?."

"Dia menginap dirumahku. Aku tak mengijinkannya pulang."

"Dia marah?."

Jaebum mengangguk. "Saat dia tak tau dia marah, tapi setelah aku menjelaskannya dia mengerti dan memintaku tinggal."

Rose mengangguk. Ia memutari tempat tidur untuk duduk disisi lain yang kosong. "Tidur saja di kamarku sunbae. Badanmu pasti tambah sakit jika tidur di sofa."

Jaebum tersenyum. "Ini lebih baik daripada kena semprotan Jennie saat tau aku tidur dikamarmu."

"Aku tak akan memberitahunya."

"Aku tak ingin melukai kepercayaannya." ujar Jaebum. Ia melirik Rose yang sedang duduk bersandar ke kepala tempat tidur. "Meski Jennie pencemburu dan posesif, tapi dia sangat mempercayaiku. Aku tak ingin membuatnya terluka. Meski hanya tidur disana sendiri. Tapi...." Jaebum menghela nafas kemudian tersenyum. "Kau percaya tidak jika aku mengatakan aku tak pernah memasuki kamar Jennie?."

"Benarkah?."

Jaebum mengangguk. "Meski dia tidak melarang, tapi aku tak pernah masuk ke sana. Jadi jika aku memasuki kamarmu. Bukankah itu sangat aneh?."

Rose mengangguk mengerti. "Sunbae."

"Hm."

"Jadi ini alasan kalian sangat dekat?."

"Siapa?."

"Kau dan Mark."

"Bukan." Jaebum menatap langit-langit. "Dari dulu kami sangat dekat, sangaaat dekat. Tapi setelah kejadian itu aku semakin menempelinya. Kau tau sendiri dari Jennie kan?."

Rose mengangguk.

"Katakan aku posesif pada Mark. Tapi... Aku tak bisa meninggalkannya sendiri dalam waktu lama. Aku tak ingin sahabatku itu terluka lagi." Jaebum sekali lagi menghela nafas. "Saat dia berkencan dengan Lisa aku sedikit lega, setidaknya dia akan ada yang mengawasi. Tapi setelah mereka putus aku mulai khawatir lagi. Sampai ada kau disini menemaninya, aku menjadi lebih tenang lagi. Tapi ternyata saat aku merasa sangat tenang dan lengah. Kejadian ini terjadi lagi."

"Maaf...."

"Tidak. Itu bukan salahmu Rose. Kau tak tau apapun." Jaebum terlihat menyamankan diri. "Sudah. Sekarang kau tidur. Ini sudah malam."

Rose menghela nafas panjang. Ia melirik Mark sebelum akhirnya merebahkan diri tepat disamping pemuda itu. Tangannya terangkat, membelai wajah Mark yang menunjukan beberapa luka kecil, juga lehernya.

"Mark... Aku akan menghapus lukamu. Aku akan menghapusnya dengan indah." ucap Rose sebelum akhirnya terlelap disamping Mark dengangan tangan menggenggam erat tangan kanannya.

Malam semakin larut dan kini fajar menjelang. Rose mengerjapkan mata saat pendengarannya mendengar ponsel milik Mark berdering dengan kencang. Tangannya terulur meraih ponsel di nakas tepat di kanan Mark.

Mommy's calling...

"Hallo Mom."

"ROSE!!! BAGAIMANA KEADAAN MARK? ASTAGA.... sehusnya aku tak menuruti keinginannya."

"Mom... Kau sudah tau?."

"Mom baru melihatnya Rose. Maafkan Mommy. Tadi siang Mark meminta Mommy tak mengawasinya hari ini karena ingin berbicara denganmu dengan nyaman. Dia bilang akan menghubungiku saat ada kabar baik. Tapi dia tak kunjung menghubungiku. Mom takut terjadi sesuatu pada kalian. Tapi saat Mom cek, ternyata... Mark...."

"Mark baik-baik saja Mom. Tenang. Aku akan selalu bersamanya. Percayalah."

"Tolong jaga Mark Rose, Mom gak tau kejadian ini akan terulang lagi."

"Iya Mom."

Nyonya Tuan bergumam. "Apa Mark sudah berbicara padamu?."

"Tentang apa Mom?."

"Pernikahan kalian."

Rose melirik Mark. "Belum Mom." Rose menghela nafas. "Sebaiknya jangan membahas itu dulu Mom. Aku akan fokus menjaga Mark. Agar Mark tidak mendapatkan trauma lagi."

"Baiklah. Kalau begitu. Maaf Mom mengganggu tidurmu Rose. Jaga Matk."

Rose mengangguk sambil bergumam. Kemudian ia menyimpan kembali ponsel milil Mark ke atas nakas, setelah itu ia kembali merebahkan tubuhnya.

Rose memiringkan badan menghadap Mark, menatap pemuda itu yang masih terlelap dengan tenang.

Mark... Ujar Rose dalam hati. Ia tak mungkin membangunkan pemuda itu sekarang, biarkan pemuda itu beristirahat dengan tenang. Namun selang beberapa saat Mark bergerak gelisah, keringat dingin pun mulai bercucuran membasahi pelipisnya.

"Mark..." Rose menyangga tubuhnya dengan sikut, menghadap Mark dengan sempurna. "Mark bangun... Mark."

"Mark." Rose menepuk-nepuk wajah Mark. "Mark...."

Dug

"Argh...." Rose terjungkal dan terbentur ujung tempat tidur saat Mark tiba-tiba bangun dan mendorongnya. "Mark...."

Mark mengatur nafasnya yang tak teratur, pandangannya menatap sekeliling tempat itu dengan tatapan waspada. Ia melihat Jaebum di sofa, kemudian melihat keujung tempat tidur. Rose meringis sambil memegangi kepalanya.

"Rose...." ucapnya lirih. Ia segera bangkit dan menarik gadis itu dalam dekapannya. "Rose.... Maafkan aku."

Rose mengangkat wajah saat merasakan tangan Mark melingkari tubuhnya.

"Maafkan aku." guman Mark lagi. Ia mengeratkan pelukannya pada Rose.

Rose menggeleng. "Seharusnya aku yang meminta maaf Mark. Seharusnya aku tak mengabaikanmu. Maafkan aku. Maaf." sekuat tenaga Rose menahan tangisnya yang siap tumpah. Ia memeluk erat tubuh Mark. Ia terluka melihat Mark seperti ini. Tapi... Ia tak boleh lemah, saat ini bukan saatnya ia menangis lemah.

Tubuh Mark kembali bergetar saat mengingat kejadian itu. Ia semakin memeluk Rose, meredam ketakutannya. Ia memandang pintu kemudian menatap gusar kearah lain juga.

"Mark...." Rose berusaha melepaskan pelukan Mark yang semakin mengerat. "Mark... Look at me." Rose mendorong cukup kencang tubuh Mark hingga pemuda itu melepaskan pelukannya. "Mark...."

Rose meringis saat tatapan Mark masih gusar. Kedua tangan Rose terangkat meraih wajah pemuda itu. "Mark...."

Mark berhasil menatap tepat dimata Rose. Ia mengerjapkan matanya beberapa saat.

"Mark... Apa yang dia lakukan padamu Mark? Katakan dan lihat aku. Aku akan menghapusnya Mark. Katakanlah."

Mark bungkam, ia tak bisa mengeluarkan kata-kata lagi. Bayangan kejadian itu berputar bagaikan kaset rusak dalam pikirannya. Juga bayangan masalalunya yang sangat menakutkan.

"Apa dia melakukannya disini?." tanya Rose sambil ngusap bibir Mark yang sedikit terluka dengan ibu jarinya.

Mark mengangguk kecil.

Rose mendekatkan dirinya pada Mark. Meraih bibir Mark dengan bibirnya. Memagutnya dengan mata yang terpejam.

Mark mengerjapkan matanya, ia hampir mendorong tubuh Rose saat bayangan lain menghampiri pikirannya. Namun pelukan Rose sangat erat, dan juga apa yang dilakukan gadis itu amat sangat lembut. Ia akhirnya bisa melihat Rose di depan matanya. Nafas memburu Mark menjadi lebih tenang. Ia pun ikut memejamkan mata menikmati sentuhan gadis itu.

Rose memberi jarak dengan Mark, menyentuhkan keningnya pada kening Mark. Pandangannya turun ke leher Mark yang menunjukkan beberapa gigitan. Ia juga ingat, bagaimana pemuda -sialan itu menyentuh permukaan perut Mark dibalik kausnya.

Saat Mark akan membuka mata sapuan lembut terasa di lehernya. Ia juga didorong pelan hingga akhirnya terbaring. Mark terkesiap saat tangan hangat menyapa permukaan perutnya. Ia menyentak tubuh Rose, namun sebelah tangan Rose mencengkram leherna erat.

"Mark... Ini aku. Rose...." bisik Rose tepat di telinganya.

Benar itu Rose... Itu Rose. Bukan pemuda Park -sialan itu.

"Rose."

Mark membuka matanya kemudian membawa Rose dalam dekapannya.

"Rose...."

Rose membalas pelukan Mark, ia menyerukan kepalanya menuju lekukan leher Mark.

"Iya Mark. Ini aku... Rose." bisik Rose lagi.

Mark tak menjawab, pemuda itu malah semakin mengeratkan pelukannya. Ia memejamkan matanya, mencium dalam aroma Rose yang sangat menenangkannya. Pikiran kacaunya perlahan mulai kembali. Mungkin tak sepenuhnya kembali, tapi ia cukup sadar untuk mengingat sesuatu yang lebih penting dari traumanya.

"Mark mungkin Mom melihat dan...."

"Ayo kita menikah." bisik Mark.

"Mark."

Mark melepaskan pelukannya, ia menatap wajah Rose yang sangat dekat dengannya. "Mari kita menikah Roseanne. Atau kau... Tak mau?."

Rose mengerjapkan matanya. "Mark..." ia menggeleng kemudian tersenyum. "Bukankah seharusnya 'maukah kau menikah denganku?'."

Mark tertegun sesaat begitu melihat Rose menggeleng, tapi kemudian ia tersenyum saat mendengar kelanjutan ucapan gadis itu. "Itu orang lain. Aku akan mengajakmu menikah, yang artinya tak ada penolakan."

Rose tersenyum, ia lega akhirnya Mark kembali tersenyum. Walau tak bisa di pungkiri, bahwa dalam tatapan pemuda itu masih tersisa rasa takut dan luka yang tersimpan.

"Jadi bagaimana?." tanya Mark.

Rose mengerutkan keningnya. "Apa?."

"Jawabanmu."

Rose terkekeh, ia menatap geli kearah Mark. "Bukankah pernyataan tak perlu jawaban Mark?."

Mark terkekeh lagi. "Benar. Kau tak perlu menjawab."

Rose juga terkekeh pelan kemudian menyerukan kepalanya menuju dada Mark. "Terimakasih Mark."

"Untuk?."

"Semuanya."

Mark mencium puncak kepala Rose. "Terimakasih juga."

"Untuk?."

"Selalu sabar menghadapiku dan tetap bertahan untukku."

Rose mengeratkan pelukannya kemudian mengangguk pelan.

Biarpun luka dan sedih selalu didapatnya, tapi percayalah didunia ini tak hanya tentang luka dan sedih. Pada akhirnya kebahagiaan akan menyapa dan datang tanpa diduga.

Mark menggulingkan Rose hingga kini gadis itu berada dibawahnya. Ia tersenyum lagi sebelum akhirnya mendaratkan ciuman di dahi gadis itu.

Duk

Sebuah bantal jatuh mengenai kepala Mark.

"Yaaa... KALIAN TAK MELIHATKU?." seru Jaebum. "Kalian mau melakukannya di hadapanku?." Jaebum tertawa setengah kesal. "LANJUTKAN! AKU PERGI." serunya lagi sebelum akhirnya meninggalkan kamar itu.

Rose dan Mark mengerjapkan matanya sambil menatap pintu tempat dimana Jaebum menghilang. Keduanya yang masih dalam posisi sama saling berpandangan.

"Ahh...." Mark segera menyingkir dari tubuh Rose kemudian duduk sambil menggaruk belakang kepalanya. Bukankah ini akan menjadi sangat canggung?

***

Sementara itu Jaebum yang baru saja keluar dari dalam kamar tersenyum. Ia senang, keberadaan Rose memperbaik keadaan, setidaknya Mark tidak menggila seperti satu setengah tahun lalu. Ia ingat bagaimana frustasinya Mark kala itu. Saat dia sadar dan mengingat kejadiannya, ia akan bergetar ketakutan, diam sambil menangis, kemudian berteriak histeris. Kejadian saat ini memang tak seburuk dulu, beruntung... Karena saat ini ada Rose di sampingnya. Jika saja tak ada Rose. Ia tak tau apa yang akan terjadi lagi pada Mark saat ini.

Jaebum menghela nafas. "Syukurlah." ujarnya pelan.

***

Bersambung....

***

END yang berganti menjadi bersambung. Hahaha

Gengs bagaimanapun aku udah bilang FF ini gak akan panjang. Mianhae... Aku bakalan tamatin di part 8 dan ada epilog.

Sequel? Akan aku pikirkan.

Terimakasih udah mau baca FF ini. Terimakasih mencintai Mark-Rose. Aku gak nyangka responnya bakalan kayak gini. Thank you for supporting me...

Dy

Continue Reading

You'll Also Like

264K 29.4K 33
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
89.1K 11.8K 56
Suatu saat akan bersinar terang.
55.9K 5.1K 14
[FOLLOW SEBELUM BACA] Brothership, Harsh words, Skinship‼️ ❥Sequel Dream House ❥NOT BXB ⚠️ ❥Baca Dream House terlebih dahulu🐾 Satu atap yang mempe...
85.4K 6.5K 47
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote